Setelah hibernasi sekitar 2 tahun akhirnya saya kembali *yey!*. Karena banyak hal ini dan hal itu yang terjadi imajinasi dan keinginanku untuk menulis lagi berkurang. Ditambah karena aku adalah mahasiswa baru jadi terlalu fokus sama kuliah. Ini adalah fanfict ke-3 ku setelah "Forbidden Love" dan "B-Boy and B-Girl". Semoga cerita yang satu ini kagak di-drop kaya "B-Boy and B-Girl" ahahaha... *ditimpuk*. Salahkan kompi-ku yg penuh virus sehingga filenya hilang entah kemana. Oke langsung aja masuk ke ceritanya. ENJOY IT BIBEH!
.
.
.
IMOTOU JANAI!
By: Hikage VanaN'Ice
Disclaimer: Saat ini Vocaloid bukan milik saya
Genre: Romance
Pair: RinxLen
Rate: T+
Warning: efek hibernasi yang mungkin terlihat adalah typo, abal, kagak seru,dkk
DON'T LIKE? DON'T READ!
.
.
.
Tokyo, 1 Juli 20XX 07.00 a.m.
Hujan badai menerpa kota metropolitan ini sejak satu jam yang lalu sehingga memaksa orang-orang untuk beraktivitas di dalam ruangan. Tapi terlihat seorang laki-laki yang berjalan santai menerjang badai tersebut. Tanpa dilindungi payung ataupun jas hujan. Hanya dilindungi oleh jaket kulit dan pakaian lainnya yang sudah basah kuyup. Laki-laki itu terus berjalan tanpa peduli cuaca yang sedang dihadapinya. Dia harus pulang ke apartemennya.
Sesampainya ia di depan pintu apartemen, ia langsung menbuka kunci pintu dan langsung masuk. Dilihatnya seorang pria berpakaian rapi serba hitam membawakan handuk untuknya. "Selamat datang, Len-sama." Ucap pria itu. Laki-laki yang dipanggil Len itu hanya menatapnya sekilas kemudiandia membuka sepatu juga jaketnya.
"Tidak baik anda hujan-hujanan apalagi ditengah badai seperti ini, tuan." Ujar pria itu sambil memberikan handuk di tangannya yang langsung diterima oleh Len. "Tidak masalah, lagi pula ini bukan urusanmu. Ada apa kau kemari, Taito?" jawab Len datar sambil mengeringkan rambutnya yang basah dan meneteskan air dengan handuk tersebut. "kita bicarakan itu setelah anda mandi. Saya sudah menyiapkan air panas dan baju untuk anda." Kata Taito. Len hanya menghela napas kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Selesai mandi dan berpakaia, Len langsung menuju ruang TV dan duduk di sofa. Dilihatnya Taito sedang menyiapkan sesuatu dari dapur. Ruang TV, ruang makan, dan dapur di apartemen Len Memang berada dalam satu ruangan. Tak lama kemudian, Taito menghampiri Len sambil membawakannya caramelized banana pie dan segelas coklat panas. Taito meletakkan keduanya di meja yang ada di hadapan Len.
"Jadi, ada apa butler kepercayaan tou-sama kesini?" tanya Len kemudian meminum coklat panas di hadapannya.
"Ayah anda punya permintaan untuk anda."
"Permintaan apa? Kalau dia ingin aku meneruskan perusahaannya, aku sudah bilang tidak mau."
"Bukan, beliau ingin anda menjaga seseorang." Kata Taito.
"Seseorang? Siapa?" Len heran dengan kata-kata Taito. Tiba-tiba seorang gadis masuk ke ruangan tersebut. Gadis itu sangat mirip dengan Len. Rambut honey blonde ebahu yang terlihat lembut dihiasi pita besar dan dua pasang jepitan. Matanya biru cerah seperti langit. Dia memakai dress yang menutupinya sampai lutut. Gadis itu mendekati Taito dan Len. Sang tuan rumah hanya menatapnya dengan heran.
"Dia Kagamine Rin-sama, umurnya 18 tahun. Dua tahun lebih muda dari Len-sama. Dia anak bawaan dari mendiang istri ke-2 Rinto-sama. Singkatnya dia adik anda tapi tidak terikat hubungan darah. Rinto-sama ingin anda menjaganya selama dia pergi ke Inggris. Jadi mulai hari ini dia akan tinggal bersama anda." Jelas Taito panjang lebar.
"APA?! Jangan bercanda! Aku bukan baby sitter! Kenapa tidak kamu dan para pelayan lain yang menjaganya?! Pokoknya aku tidak mengijinkan dia tinggal di apartemenku!" ambek Len yang tiba-tiba berdiri sambil memukul meja. Dia tidak menerim apa yang diminta ayahnya.
"Saya dan para pelayan lain akan ikut beliau ke Inggris." Jelas Taito dengan tenang.
"Lalu kenapa tidak kalian bawa dia?!" Len masih emosi.
"Beliau tidak memberitahu alasannya. Intinya anda tidak bisa menolak perintah Rinto-sama. Jika anda menolak, beliau akan memaksa anda untuk meneruskan perusahaannya. Jangan lupa ayah anda memiliki banyak koneksi yang membuatnya bisa melakukan apapun jika terpaksa." Jelas Taito dengan muka datarnya.
Len hanya bisa mendengus kesal dan memalingkan wajahnya. Memang ayahnya selalu berbuat seenaknya. Ayahnya, Kagamine Rinto, adalah seorang kepala perusahaan gadget terbesar di Asia, Kagamine Corp. Empat tahun yang lalu, Kagamine Lenka, istri Rinto sekaligus ibu Len, meninggal karena penyakit ginjalnya. Tapi satu minggu setelah kematiannya, Rinto memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang wanita yang sudah memiliki anak. Kesal dengan sikap ayahnya yang dinilai tidak menghargai mendiang ibunya, Len pun pergi dari rumah.
Len memutuskan untuk tinggal sendiri jauh dari ayahnya. Untungnya dia punya tabungan yang jumlahnya besar untuk menyewa apertemen dan biaya kuliahnya. Len bekerja sebagai musisi sewaan bersama bandnya dibeberapa cafe. Terkadang dia dan band-nya mendapat panggilan untuk acara formal maupun informal. Dari pekerjaannya itu sekarang ia membiayai kehidupannya.
"Kalau begitu saya pulang dulu. Perlengkapan dan pakaian Rin-sama sudah saya rapihkan di kamar sebelah. Len-sama tidak perlu bingung untuk biaya hidup Rin-sama. Saya akan mengirimnya ke rekening anda setiap bulan." Jelas Taito.
"Tunggu! Setiap bulan? Memang berapa lama tou-sama di Inggris?" Len mulai khawatir.
"Sekitar 2 tahun...mungkin. Kalian berdua akrab-akrablah. Permisi." Ujar Taito dengan santainya yang kemudian langsung berlalu pergi. Len masih tidak percaya dia akan menghabiskan 2 tahun dengan "adik asing"-nya. Len pun terduduk lemas di sofa.
"Mulai sekarang mohon bantuannya, nii-sama." Ucap Rin dengan datar.
"Aku bukan kakakmu, dan jangan melakukan hal yang akan merepotkanku nanti." Jawab Len dengan ketus.
"Tidak akan, aku sudah belajar untuk hidup mandiri." Kata Rin lagi dengan muka datarnya.
"Baguslah." Jawab Len singkat sambil menopang dagunya. Keadaan di ruang itu pun hening. Len memotong-motong banana pie-nya yang masih utuh dengan garpu kemudian memakannya. Sementara itu, Rin masih mematung berdiri di sebelah Len sambil melihatnya lahap memakan banana pie tersebut. Len mulai merasa risih karena diperhatikan terus oleh Rin. "Ada apa?" Len menatap Rin dengan tajam.
"Tou-sama bilang kalau aku yang akan menjadi penerus perusahaannya." Kata Rin masih dengan muka datarnya.
"Yah, bagus deh kalau begitu. Jadi dia tidak perlu memaksaku lagi." Kata Len yang kemudian melahap potongan terakhir pie-nya.
"Tapi, jika nii-sama gagal menjagaku selama 2 tahun, tou-sama akan membuat nii-sama menjadi penerusnya secara paksa." Ujar Rin. Len kaget dan menyemburkan pie yang ada di mulutnya sambil terbatuk-batuk.
"Intinya, jika nii-sama menelantarkanku, mengirimku ke panti asuhan, atau sejenisnya dan tidak menjagaku sama sekali, aku akan melaporkannya ke tou-sama. Nii-sama pasti mengerti maksudku, kan? Ini semua perintah dari tou-sama. Kalau begitu aku kembali dulu ke kamar. Oyasumi nii-sama." Jelas Rin dengan santainya meninggalkan 'kakak'-nya yang masih membeku di ruang tersebut menuju kamar. Len mendengus kesal dan langsung berjalan menuju kamarnya juga.
2 Juli 20XX, 07.00 a.m.
Pagi yang cerah tapi tidak secerah wajah Len yang baru saja bangun dari tidurnya. Dia masih syok dengan berbagai kejadian kemarin. Sekarang ia harus memulai kehidupan barunya yang harus tinggal satu atap dengan adik tirinya, Rin. Dengan langkah malasnya, Len keluar dari kamar. Dilihatnya Rin sedang membersihkan perabotan-perabotan di apartemennya. Rin yang menyadari 'kakak'-nya sudah bangun langsung menyapa dia.
"Ohayou nii-sama. Perabotan disini berdebu sekali, nii-sama jarang membersihkannya ya?" tanya Rin.
"Aku tidak ada waktu untuk itu." Jawab Len ketus.
"Dasar. Aku sudah menyiapkan handuk dan pakaian nii-sama di kamar mandi." Ujar Rin datar.
"Jangan seenaknya menyiapkan pakaian orang! Lagi pula kau tidak tahu aku akan pakai baju apa." Kata Len sedikit marah sambil meninggalkan Rin menuju kamar mandi. Len melihat handuk dan pakaian yang sudah disiapkan Rin diatas meja dekat wastafel. Len memeriksa pakaiannya yang ada diatas meja tersebut. Kaos lengan panjang berwarna putih dengan beberapa tulisan grafiti di bagian depannya, kemeja kotak lengan pendek warna biru tua, celana denim warna biru dongker, dan... ehemkolorehem warna biru muda dengan strip hitam disampingnya?! Len kaget dan mukanya mulai memerah. Dia tidak menyangka 'adik'-nya dengan tepat memilihkan pakaian yang ingin dia pakai bahkan sampai ke bagian terdalamnya.
Selesai dengan semua urusannya di kamar mandi, Len pergi menuju ruang makan. Muka Len masih memerah mengingat kejadian tadi. Ketika menuju ruang makan, dia melihat Rin sedang menyiapkan sarapan. Satu porsi banana pancake, orange pancake, dan 2 gelas susu hangat sudah tersedia di atas meja makan.
"Ah, nii-sama. Aku sudah menyiapkan sarapan." Kata Rin dengan tenang.
"Jangan seenaknya menggunakan dapur orang." Ujar Len dengan wajah gusar.
"Mulai kemarin dan seterusnya aku akan tinggal disini. Jadi wajar kalau aku memakai dapur nii-sama. Tenang saja, sebagai tanda terima kasih, aku yang akan memasak dan melakukan kegiatan rumah tangga lainnya." Jelas Rin dengan tenang.
"Terserah kau saja selama itu tidak merepotkanku, dan aku bukan kakakmu." Kata Len masih dengan wajah gusarnya. Mereka berdua pun memulai sarapannya dengan sangat hening. Len lahap sekali memakan pancake buatan Rin tersebut. Rin memandangi 'kakak'-nya yang sedang makan.
"Ternyata yang dibilang Taito benar. Nii-sama kalau makan makanan yang ada pisangnya sangat lahap. Bahkan pie yang kemarin ku buat pun tidak bersisa." Kata Rin yang masih memperhatikan 'kakak'-nya makan. Len kaget dan lagi-lagi menyemburkan makanannya. Dia langsung meminum habis susunya dan mengelap mulutnya dengan serbet.
"Pie buatannya?! Aku kira buatan Taito. Rasanya mirip seperti yang Taito buat dulu." Gumam Len dalam hati.
Setelah semuanya selesai, Rin membereskan piring-piring kotor tersebut dan mencucinya. Sementara itu, Len mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi kuliah. "Oy! Aku mau berangkat dulu nih." Panggil Len sambil memakai sepatunya.
"Aku punya nama. Namaku Kagamine Rin." Ucap Rin yang mulai kesal dengan 'kakak'-nya.
"Yah, aku tidak peduli dengan hal sepele seperti itu." Kata Len yang kemudian bangkit dari posisi duduknya.
"Namaku hal yang sepele?!" dengus Rin dalam hati. Len memandangi Rin, dia merasa heran dengan 'adik'-nya karena dia tidak memakai seragam sekolah. Untuk remaja seumur Rin seharusnya dia masih sekolah, setidaknya kelas 2 atau 3 SMA. Tapi Rin masih memakai pakaian santainya. Apa mungkin dia bolos? Pikir Len.
"Kau tidak sekolah?" tanya Len.
"Sekolah kok." Jawab Rin singkat.
"Lalu kenapa tidak siap-siap?"
"Aku sekolah private secara online, jadi aku sekolah melalui jaringan internet. Tou-sama sedah mengatur itu sebelumnya. Karena itu aku tidak akan pergi kemana-mana." Jelas Rin.
"Hou, selama ini pendidikanmu seperti itu?"
"Tidak, sebelum tou-sama pergi biasanya guru private datang ke rumah. Tou-sama bilang aku harus mendapat pendidikan khusus sebagai penerus perusahaan."
"Oh begitu." Tanggap Len dengan datar mendengar penjelasan dari Rin.
"Kalau begitu aku berangkat dulu, mungkin nanti pulangnya larut malam. Jaga apartemenku baik-baik dan ketika aku pulang, apartemennya harus terlihat sama seperti saat aku tinggal. Jangan menghancurkan atau membakar apartemenku. Mengerti?" oceh Len.
"Nii-sama pikir aku ini anak umur berapa tahun?" Rin mulai menekuk alis dan menggembungkan pipinya sambil menahan kesal. Len yang melihat itu hanya menahan tawa. Bisa juga dia ekspresinya seperti itu, pikirnya. Len pun meninggalkan Rin yang masih memandangnya dengan muka kesal menuju kampusnya.
Len kuliah di Universitas Crypton dan mengambil jurusan photograph. Len sangat suka mengabadikan berbagai peristiwa dan segala hal di sekitarnya ke dalam sebuah foto. Hobinya itu ia dapatkan dari mendiang ibunya. Dia sangat takjub dengan hasil potret mendiang ibunya tersebut. Bahkan di kamarnya banyak album hasil potert peninggalan ibunya yang ia satukan dengan koleksi album miliknya. Alasan Len tidak ingin meneruskan perusahaan ayahnya bukan hana karena ketidaksukaan Len terhadap ayahnya. Tapi, dia juga ingin mengikuti jejak ibunya.
Kagamine Lenka, ibu dari Len, adalah seorang penyanyi dengan bayaran tinggi di cafe ternama di Jepang, yang sekarang juga menjadi tempat Len dan band-nya bekerja. Selain menjadi penyanyi, ia juga seorang photographer. Awalnya memotret sesuatu hanya hobi semata bagi Lenka, tapi kemudian ia iseng mengikiutsertakan hasil potretnya pada sebuah kompetisi photografi dan berhasil memenangkan pendidikan gratis sekolah photografi dan sejumlah uang tunai. Hasil potret mendiang ibunya yang memenangkan perlombaan itu membuat Len ingin seperti ibunya. Len bisa menyanyi dan memainkan berbagai alat musik pun berkat ibunya yang mengajarkan dia dan meminta (baca: memohon) ayahnya agar mengijinkan Len untuk mengikuti sekolah musik yang pada saat itu ditolak oleh ayahnya. Karena itu dia sangat menyayangi mendiang ibunya.
3 Juli 20XX. 00:30 a.m.
"Tadaima. Haah, pulang larut lagi." Ujar Len sambil menghela nafas. Dari dalam apartemennya tidak ada yang menjawab atau menyambut Len pulang. Mungkin dia sudah tidur, pikir Len ketikak mengingat adik tirinya. Sudah jadi kebiasaan Len pulang selarut ini. Dia selalu sibuk, tidak hanya karena kuliahnya tetapi juga karena pekerjaan dan waktu kumpul dengan band-nya.
"Nghh... Mungkin sedikit berendam bisa menghilangkan rasa capekku." Gumam Len sambil meregangkan badannya dan berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, dia langsung melepas pakaiannya dan hanya menyisakan ehemkolorehem yang menutupi bagian bawahnya. Len mengalungkan handuknya dan berjalan menuju kamar mandi.
"Hegh?!" Len kaget ketika ia membuka pintu kamar mandi dan sontak mukanya memerah. Didapatinya Rin yang baru saja selesai mandi dan hanya berbalut handuk dan rambut yang masih meneteskan air. Jika saja kaitan handuk itu lepas bisa membuat tubuh Rin polos tanpa busana, aku harus hati-hati, pikir Len yang imajinasinya mulai terbang kemana-mana. "Oh, nii-sama. Okaerinasai." Kata Rin dengan wajah polosnya. Len tidak menjawab, dia masih terpaku di tempatnya dengan mulut terbuka tanpa bisa berkata apa-apa.
(TSUZUKU)
...
Yak, cukup sekian. Mungkin ceritanya sedikit mengecewakan, karena itu saya membutuhkan kritik dan saran dari para reader. Apa ada yang ingin cerita ini dilanjutkan? :troll:
