Hogwarts: Wizards and Death Reapers
Chapter 1: Grimmauld Place Nomor Duabelas
Menjadi seorang shinigami alias Death Reaper bukanlah pekerjaan mudah, walau list tugas berikut ini terlihat ringan saja sepertinya. Mengirim roh manusia yang masih 'tersesat' di dunia nyata, memurnikan jiwa yang terinfeksi energi negatif sehingga berubah menjadi hollow, dan khusus untuknya yang menjabat sebagai salah satu komandan di jajaran tigabelas pemimpin divisi pelindung Soul Society-Gotei 13, adalah bertumpuk-tumpuk paperwork. Toushiro Hitsugaya menyadari sepenuhnya bahwa itulah tugas dan tanggung jawabnya, beserta konsekuensi yang ia tahu akan ia dapatkan, sejak ia memutuskan untuk menyandang nama shinigami, dan sekarang ia Komandan Divisi 10, walau konsekuensi paling mengganggu adalah serangan migrain yang didapatnya setelah ia mendapat sebuah misi baru. Misi baru yang ia tahu bisa diberikan seenak jidat oleh Komandan Tertinggi yang baru, Shunsui Kyouraku, kepada siapa saja. Dan sialnya, Toushiro yang menerima misi ini, suka atau tidak suka.
Pasca perang berdarah melawan Wandenreich yang dipimpin Juha Bach di Soul Society, Toushiro tahu betul jumlah shinigami menurun drastis, sehingga ia tahu, pengirimannya dalam misi kali ini beralasan yang satu itu; Soul Society kekurangan shinigami! Tragis sekali.
Alasan berikutnya, yang bahkan Toushiro selalu menahan diri untuk tidak meledak marah di ruang rapat, adalah karena fisiknya yang seperti anak kecil-remaja sekolah, adalah bahasa yang diperhalus oleh Kyouraku untuk membujuknya-cocok untuk diterjunkan dalam misi tersebut. Sebab, Kyouraku berpendapat bahwa ia harus mengirim shinigami yang berpengalaman dengan kebiasaan di Dunia Manusia, pro dalam pertarungan, ahli strategi yang cerdas, punya bakat sebagai pemain drama, dan berpostur seperti anak usia sekolah. Mengingat pentingnya misi, maka Kyouraku bermaksud mengirim shinigami level komandan, membuat prospek lolosnya Toushiro dari ancaman misi ini menjadi semakin kecil. Coba kita lihat, Kyouraku, terlalu tua; Byakuya, sama saja; Ukitake, apa lagi; Shinji? Rose? Kensei? Love? Jangan tanya, mereka kompak tidak mau. Soi Fon, dalihnya punya misi penting ke Distrik 56 yang belum kelar ditanganinya. Zaraki? Itu jika Soul Society bermaksud mengadakan pembantaian massal. Kurotsuchi? Bahkan Toushiro merasa kasihan pada tempat tujuan yang akan jadi laboratorium si ilmuan sinting itu.
Dan disinilah ia, berdiri di depan petak tanah berumput di sebuah lapangan kecil yang di kelilingi rumah-rumah tua yang tak terawat, bersama Shunsui Kyouraku, dan-sialnya-partner misinya, Ichigo Kurosaki, si shinigami pengganti. Toushiro, seperti halnya Ichigo memandang ke sekitar tempat itu, yang terlihat suram dan sama sekali tak menyenangkan. Bahkan Toushiro ragu siang hari akan membuat tempat ini terlihat lebih enak dipandang. Rumah-rumah di sekitar tempat itu beberapa kaca jendelanya pecah, dan banyak pintu yang catnya telah mengelupas karena waktu. Di beberapa bagian depan pintu rumah-rumah itu bertumpuk beberapa kantong sampah yang menguarkan bau busuk.
"Yakin ini tempatnya, Kyouraku-san?" tanya Ichigo ragu, mengernyit karena bau tak sedap yang mengganggu indera penciumannya.
"Tentu saja, Kurosaki-kun," kata Kyouraku ceria, seolah pemandangan tak menyenangkan di depannya sama rapinya dengan Kuchiki Mansion. Ia mengulurkan secarik kecil lembar perkamen. Ichigo menerimanya dengan heran, mengamati tekstur kulit halus itu lebih dulu, sebelum membaca deretan huruf-huruf ramping dan rapi dalam bahasa Inggris disana. 'Markas Besar Orde Phoenix bisa ditemukan di Grimmauld Place nomor duabelas, London'.
Ichigo langsung mendongak, sembari mengembalikan perkamen itu pada Kyouraku, yang langsung mengantonginya dibalik shihakusou hitamnya. Ia menemukan nomor rumah yang terembos di plakat kuningan yang telah kusam dimasing-masing pintu di perumahan suram itu. Nomor 9... 10... 11... 13... 14... Tunggu! Sejak kapan setelah sebelas itu tigabelas?
"Konsentrasi pada apa yang tadi kau baca, Kurosaki," kata Toushiro datar, menatap titik di antara rumah nomor 11 dan 13. Ichigo mengikuti arah pandang Toushiro, dan terbelalak kaget saat pintu bocel-bocel muncul begitu saja di antara dinding rumah nomor 11 dan 13, disusul dinding-dinding batu hitam yang kusam dan jendela-jendela tinggi berdebu.
"Wow," gumam Ichigo, "seperti sihir."
"Ini memang sihir, Kurosaki-kun. Nah, ayo kita masuk. Sepertinya mereka sudah menunggu," kata Kyouraku santai. Ia memimpin menaiki undakan depan. Ichigo agak heran saat Kyouraku mencabut wakizashi-nya dan menyentuhkan ujung mata pedangnya itu ke lubang kunci. Ia memandang Toushiro, yang tampak biasa saja. Tapi Ichigo tahu, sekalipun si rambut putih itu pensaran setengah mati, ekspresi wajahnya akan tetap stoik, tak akan diperlihatkan pada siapapun, apalagi pada atasannya. Dasar jaim.
Begitu terdengar bunyi klik metalik dan gemerincing pelan rantai dari balik pintu, pintu kusam dengan pengetuk pintu berbentuk ular membelit itu berderit terbuka. Kyouraku melangkah maju, diikuti Toushiro, lalu Ichigo, ke dalam kegelapan rumah.
Mereka berdiri di tengah kegelapan sebuah aula yang cukup luas. Ada bau lembab, debu, dan bau busuk-manis yang manis. Toushiro dan Ichigo kompak berpendapat kalau bangunan ini adalah rumah telantar yang tak ditinggali paling tidak satu dekade. Begitu Kyouraku menutup pintu di belakang mereka, lampu-lampu gas di sepanjang dinding mendesis menyala, memantulkan cahaya samar di kertas dinding kusam yang telah mengelupas disana-sini. Karpet tua berdebu yang telah tipis membentang di lorong yang gelap dan suram. Kandil kristal di atas mereka dipenuhi sarang laba-laba tebal dan lukisan-lukisan kuno di dinding yang sudah menghitam tergantung miring.
Dan kemudian, terdengar langkah-langkah bergegas yang sepertinya berasal dari balik dinding kusam. Seorang pria paruh baya kurus dan nyaris botak dengan rambut kemerahan dan memakai kacamata muncul dari pintu di ujung lorong. Jubah hitamnya yang lusuh sedikit berdesir setiap ia melangkah. Pria itu tampak pucat dan lelah, tapi ia tersenyum ramah pada mereka.
"Mr Kyouraku, Mr Hitsugaya, dan Mr Kurosaki?" tanyanya ramah dengan aksen Inggris yang kental saat menyebut nama Jepang itu.
"Ya," sahut Kyouraku santai. Ia tak memperhatikan Ichigo dan Toushiro bertukar pandang penuh arti; 'mister' adalah affiks baru dan asing bagi mereka.
"Selamat datang," kata pria itu. "Aku Arthur Weasley. Maaf, tapi kurasa kita bisa bicara di ruang pertemuan bersama yang lain. Di bawah sini, mari."
Mereka pun mengikuti Mr Weasley melewati pintu di ujung aula, lalu menuruni tangga sempit. Ada sebuah pintu lagi, dan Mr Weasley membukanya, mempersilakan ketiga tamu itu masuk lebih dulu.
Mereka ternyata berada di dapur yang sama suram dan luasnya dengan aula di atasnya, dengan dinding batu hitam yang kasar mengelilinginya. Bentuk-bentuk ganjil dari panci-panci dan wajan yang tergantung di langit-langit menambah kesan suram disana. Dan di tengah ruangan, ada sebuah meja kayu panjang yang bertebaran gulungan perkamen, piala perak dan kristal, dan botol-botol anggur yang sudah kosong, yang mana dikeliingi oleh sejumlah penyihir yang duduk di sekitar meja itu.
Beberapa orang yang sedang bercakap-cakap langsung terdiam saat mereka masuk. Seorang penyihir pria yang telah tua berdiri dari kursinya. Pria itu memakai jubah biru langit malam lengkap dengan topi kerucut berwarna sama yang menutupi rambut putih yang panjang sampai ke pinggangnya. Wajahnya yang tua tampak tenang, dengan mata biru yang bercahaya di balik kacamata bulan separonya.
"Selamat datang di Markas Besar Orde Phoenix, utusan dari Gotei 13 Soul Society," sambutnya ramah. "Kuharap perjalanan kalian menyenangkan."
"Hanya sebuah perjalanan biasa," kata Kyouraku riang, tak menyadari tatapan heran dari para penyihir lain kepadanya.
"Izinkan aku memperkenalkan anggota Orde Phoenix yang hadir disini," kata si pria tua. "Aku yakin kalian sudah menduga, aku Albus Dumbledore."
Dumbledore lalu memperkenalkan para anggota Orde Phoenix. Beberapa dari mereka memberi bungkukan atau salam salut, tapi kebanyakan hanya mengangguk sopan.
"Senang berkenalan dengan kalian," kata Kyouraku santai. "Nah, sekarang izinkan aku memperkenalkan diri dan dua rekanku ini. Aku Shunsui Kyouraku, Komandan Divisi 1 dari Gotei 13-Tigabelas pasukan pelindung Soul Society. Dan ini," Kyouraku mengedikkan kepala ke arah kanannya, ke arah pemuda pendek berambut putih yang memakai haori putih tanpa lengan di atas shihakuso hitamnya dengan kanji 10 di bagian punggung haori-nya, agak terhalang katana sepanjang empat kaki yang disangga dengan rantai hitam di bahu kanannya, dengan hiasan bintang-bundar perunggu di bagian depan rantai itu. Mata turqouise-nya yang sewarna dengan scraf panjang yang melilit di lehernya tampak dingin, tapi ia mengangguk sopan saat diperkenalkan, "Komandan Divisi 10, Toushiro Hitsugaya. Dan," Kyouraku mengedikkan kepala ke sebelah kirinya, pada remaja jangkung berambut jingga yang setingkat lebih terang dari keluarga Weasley, yang memakai shihakuso hitam tanpa haori, tapi dengan sesuatu yang seperti tato berbentuk huruf X berwarna hitam di bawah leher, kedua pergelangan tangan, dan kedua pergelangan kakinya. Ia membawa dua pedang dengan ukuran yang berbeda dan bentuk yang tak biasa; yang lebih besar dan berbentuk seperti pisau raksasa dibawa di punggungnya, sedangkan yang lebih kecil terselip di obi putih di pinggangnya. Mata coklat hazelnya, kendati dipayungi kernyitan dalam yang mengesankan kalau dia adalah orang yang serius seperti halnya Toushiro mencerminkan yang sebaliknya, hangat dan ramah. Ia membuat gerakan seperti salam salut saat diperkenalkan, "Ichigo Kurosaki, shinigami pengganti."
Dumbledore menatap Ichigo sejenak, sebelum memandang Kyouraku. "Sepertinya banyak yang perlu kita bicarakan. Tapi pertama-tama, mari kita duduk dan berbincang sebentar sebelum pertemuan kita mulai."
Dumbledore menarik keluar tongkat sihir dari balik jubahnya, lalu melambaikannya dengan santai ke sebelah kirinya. Tiga buah kursi kayu berpunggung tinggi yang nyaman muncul dari ketiadaan. Dumbledore mempersilakan mereka semua untuk duduk; Kyouraku melepas caping jeraminya dan duduk dengan riang, memandang Ichigo dan Toushiro yang tampak agak ragu. Ichigo mengerling Toushiro sejenak, yang melepas rantai Hyourinmaru dan menyandarkannya pada tepi meja sebelum ia duduk di samping Kyouraku. Mengikuti Toushiro, Ichigo melepas Zangetsu di punggungnya, diikuti pandangan heran beberapa penyihir padanya, yang Ichigo berpendapat mereka begitu karena tak menyangka ia bisa mengangkat pedang oversized itu dengan satu tangan seolah hanya seringan bulu. Ichigo lalu duduk di samping Toushiro, sementara di sisi lainnya adalah seorang pria muda berambut kemerahan yang sama dengan Mr Weasley, tapi panjang yang dibuntut kuda.
"Aku ingin tahu," kata Dumbledore memulai, setelah mereka semua menempati kursi masing-masing, "apa yang terjadi pada teman lamaku, Genryuusai Shigekuni Yamamoto. Kukira dialah Komandan Divisi 1, yang seharusnya datang kesini?"
"Ah," Kyouraku berkata dengan nada ganjil; senyumnya tampak agak kaku, "beliau sudah wafat."
Dumbledore tampak agak terkejut. Para penyihir memandang Kyouraku dengan ekspresi separo bingung separo kaget. "Apa yang terjadi?"
"Perang besar di Soul Society beberapa waktu yang lalu," kata Kyouraku, masih dalam nada yang sama. Beberapa penyihir tampak agak bingung. "Beliau tewas di medan perang, sebagai pahlawan yang berusaha melindungi komunitas roh. Perang belum berakhir setelah itu terjadi, dan Seireitei membutuhkan pemimpin baru. Centra 46 menunjukku untuk menggantikan posisi Yamamoto-sensei, sampai sekarang"
"Aku turut berduka cita atas kematian rohnya," kata Dumbledore prihatin. Ia memandang dua shinigami lain, melihat ekspresi kaku Ichigo dan mata yang tampak kosong dari Toushiro. Sepertinya efek perang yang dimaksud masih membayangi kedua shinigami muda itu.
"Terima kasih, Dumbledore-san," kata Kyouraku. Kemudian, nada bicaranya kembali kalem dan santai. "Kita sebaiknya langsung memulai pertemuannya."
"Ah, tentu saja. Itu sebabnya kalian datang memenuhi undanganku ke Grimmauld Place nomor 12 ini," kata Dumbledore dengan mata biru yang bercahaya.
