THE LEGEND OF KORRA

VLAKER

Chapter 1 "Nerd"

'Nerd' kata itu yang pertama kali ia dengar ketika melangkah sepanjang koridor, entah bagaimana sejarahnya ia bisa mendapat sebutan itu. Ia tidak memakai kaca mata tebal berminus tinggi, ia tidak mengepang rambutnya ataupun menguncirnya di kedua sisi kepalanya, ia tidak memakai rok di bawah lutut yang dipasang tinggi melewati pinggangnya, ataupun kemeja yang dikancing sampai seakan mencekik leher, seperti selayaknya orang yang di panggil 'nerd'. Kecuali satu hal, mungkin.

Ia bisa dikatakan modis kalau mau dibilang, t-shirt tanpa lengan yang dipadukan dengan coat berwarna cokelat gelap dengan bawahan black jeans ketat, dan tak ketinggalan syal warna peach yang setia melilit di lehernya . Rambut hitam sebahunya ia gerai begitu saja. Ransel hitam ia sampir di sebelah bahunya.

Ia berjalan pelan menyusuri koridor, mendengar kata 'nerd' ditambah kalimat lain yang menambah kesan 'jelek' yang diperuntukkan kepadanya. Ia seakan tak peduli. Terus berjalan sambil menunduk dan berhenti di sebuah ruangan besar bercat putih, dengan segerombol remaja seusianya, menyebar membentuk kelompok-kelompok kecil yang sedang menggosip di sudut- sudut ruangan itu, ada pula yang sibuk saling melempar kertas di tengah ruangan, kelas yang kacau, kelas khusus remaja-remaja nakal.

Dalam hati gadis ini menggerutu, ia tak pantas berada di sini, kelas dengan anak-anak yang sebagian besar tak peduli akan masa depan mereka, tak peduli kenapa mereka bersekolah, tak peduli betapa susahnya orang tua mereka mencari uang untuk biaya hidup mereka. Gadis ini seharusnya bisa mengambil kelas yang lebih baik dan melepaskan diri dari kelas yang tak jelas itu, ia cukup pintar dan berprestasi. Tapi, apa mau dikata, ia sudah ditempatkan di sana dan keputusan itu sulit diubah.

Ia berjalan pelan ke arah bangku di pojok ruangan-pojok satu-satunya yang tidak dipadati para penggosip, meletakkan tasnya di atas meja dan mulai memasang handsfree di kedua telinganya yang tersambung dengan i-pod, lagu favoritnya mengalun lembut, mengusir suara bising yang tak sedap didengar, sesaat kemudian ia mengeluarkan buku tebal yang kebanyakan remaja seusianya akan langsung menolak untuk membaca buku semacam itu, pasti membosankan dan bikin pusing.

Para kelompok penggosip yang dipenuhi para gadis langsung berbisik-bisik dan menatap sinis ke arahnya, ia tak peduli dan tak mau peduli.

Seseorang mendekatinya, meletakkan tumpukan buku di atas mejanya dengan keras, menimbulkan suara kertas-kertas tebal bertumbukan dengan meja. Kemudian menarik kursi dan duduk tepat di sebelah si gadis.

"Hah kau tahukan tugas dari Miss Anna? Jangan harap kau bisa keluar dengan tangan kosong dari kelasnya. Huufft.. sungguh melelahkan." gerutunya. Si gadis hanya melirik sekilas lalu kembali manatap tulisan-tulisan berbahasa rumit yang tertera di bukunya.

"Grace, aku tahu kau mendengarku." sekali lagi Grace tak peduli.

"Grace Hilson'Nerd' dan pengikutnya Zura Lim." panggilan seseorang membuat dua gadis itu menoleh dengan ekspresi berbeda, Zura menatap dengan marah sedangkan Grace tanpa ekspresi.

Tiga orang gadis bertingkah layaknya geng gadis-gadis yang mengaku mereka adalah Beauty Queen, dengan seseorang yang memimpin di depan dua gadis lainnya berlenggok ke arah Grace dan Zura. Ouh.. Brittany, Joey dan Nancy. Mereka menyebut diri mereka Beauty Y- ya memang nama mereka sama-sama di akhiri dengan huruf Y-mereka melakukan tingkah buruk lebih jauh, merebut buku Grace lalu menjatuhkannya ke lantai lantas membuat si pemilik buku mendesis dan dengan cepat berdiri meraih helaian rambut indah yang menjuntai di bahu Brittany lalu menjambaknya dengan keras, tentu si pemilik menjerit dan menarik perhatian seisi kelas.

Cowok tinggi nan tampan berjalan ke arah mereka dan menghentikan jeritan Brittany, gesture kaku langsung diperlihatkan oleh Grace setelah melepas jambakannya, gadis itu menunduk memperhatikan kaki-kakinya yang seakan ditimbun balok es berat dan tak dapat bergerak.

"Ada apa lagi dengan kalian?" suaranya yang berat namun begitu merdu memasuki telinga Grace dan tak ingin begitu saja menghilang, meskipun hanya lima kata itu bahkan bukan ditujukan hanya kepadanya, tak mengapa suaranya saja sudah bagaikan air dingin di tengah gurun pasir gersang menyirami hatinya begitu menyejukkan, begitu menenangkan dan begitu me… Upss ini sudah berlebihan. Kau harus cepat menghentikan khayalan menyenangkan itu Grace dan ingat ini di sekolah.

"Max.. untungnya kau datang, nerd ini menjambak rambutku. Dan Oh tak kubayangkan apa yang akan terjadi jika kau tak datang untuk menolongku." Brittany membuat Zura geram dengan ucapannya.

"Max, Britt dan pengikutnya yang memulai, dia sengaja menjatuhkan buku Grace." Zura menoleh ke arah Grace. "Benarkan Grace?!" Grace mengangguk pelan.

Max meraih buku yang tergeletak di lantai, menepuk-nepuknya pelan-untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel saat buku tak berdosa itu dihempas ke lantai-dan menyerahkannya kepada Grace, jangankan meraih buku itu melihat saja tidak, Zura mulai kesal diraihnya buku itu dari tangan Max dan mengucapkan terima kasih.

"Sir Derek sebentar lagi akan masuk, kembali ke tempat duduk kalian dan kuharap kalian tidak menimbulkan keributan lagi."

Brittany dan kedua gadis lainnya melengos dan kembali ke tempat mereka, begitu juga Grace dan Zura.

"Jelas sekali kau menyukainya." gumaman Zura terdengar oleh Grace, sontak ia melemparkan death glare-nya ke Zura.

_oOo_

Grace dan Zura duduk berhadapan di sebuah meja di perpustakaan dengan setumpuk buku dan dua buah notebook di hadapan mereka. Zura mulai mendengus karena tidak ada satupun tugas yang selesai karena Grace tidak sama sekali membantu, ia hanya duduk menikmati sebuah film animasi yang baru saja ia download di notebooknya.

Jangan menegur Grace saat seperti ini, jika kau tak ingin menjadi musuh bebuyutannya. Berlebihan? Memang. Demi apapun Grace tak akan meninggalkan animasi kesayangannya pada saat yang sudah ia jadwalkan khusus untuk animasi ini, sore menjelang senja.

Animasi sejarah keluaran Kota Republik yang sebulan belakangan membuatnya setengah gila jika tak menonton satu part saja. Animasi dengan karakter utama seorang gadis remaja berkulit cokelat bermata biru asal Suku Air Selatan yang bisa mengendalikan air, api, tanah dan udara. Ya, Avatar Korra. Tepatnya The Legend of Korra.

Sosok yang begitu melegenda seantero dunia. Sosok reinkarnasi dari Avatar sebelumnya. Kisahnya di tuang dalam sebuah film yang dirilis 2 tahun setelah petualangan terakhirnya dengan Tim Avatar.

_oOo_

Langit kemerahan nampak berpendar di sela-sela kaca jendela perpustakaan, Grace sudah selesai dengan film kartunnya-Grace akan marah jika seseorang mengganti kata animasi dengan kartun, entah apa sebabnya-dan mulai membantu Zura mengerjakan tugas yang seharusnya sudah selesai sejam yang lalu. Dan akhirnya tugas mereka selesai, saatnya pulang. Dua gadis ini berjalan beriringan karena memang mereka tinggal berdua di sebuah apartement sederhana di seberang universitas.

Tiba tiba saja Grace menghentikan langkahnya dan menatap lurus ke depan, tubuhnya bergetar dan berkeringat, telinganya berdengung hebat membuat kepalanya pening seakan ingin pecah, tangannya dengan cepat menyambar alat dengar yang terpasang di kedua telinganya lantas melemparnya sembarang tempat. Zura mengguncang bahu gadis itu, tapi Grace tampak tak berekasi ia tetap menatap lurus ke depan seakan melihat sesuatu yang mengerikan.

"Grace. Kau tak apa?" pertanyaan Zura untuk kesekian kalinya akhirnya membuat Grace menoleh dan mulai menggerakkan tangannya mengatakan apa yang ia ingin katakan.

*Sesosok makhluk mengatakan akan menghancurkan seluruh Kota Eenhil.*

Zura membelalakkan matanya."Waktunya sudah tiba."

_oOo_