Stereo Heart
All characters belong to Masashi Kshimoto
Ini musim semi untuk sekian kalinya, aku hanya duduk ditaman yang diatasnya bunga sakura sedang bermekaran dan berjatuhan jika diterpa angin. Aku masih begini, duduk santai dan melihat banyak pasangan yang bergandengan sedangkan aku hanya mengamatinya dengan makan takoyaki dan sesekali memegang tanganku sendiri.
Ternyata masih sama.
Aku masih belum lupa bagaimana dia meninggalkanku dan berjanji bahwa musim semi tahun depan akan bertemu kembali. Nyatanya aku sudah menunggu cukup lama disini, tidak ada penyesalan, seperti bagaimana pria berambut raven disana yang mencoba menghibur pasangannya. Aku juga harus menghibur diriku sendiri. Sayangnya penghibur hatiku tak kunjung datang. Membuatku tidak ada pilihan lain selain menunggu. Berbagai musim telah aku jalani dengan menunggunya, Ibuku yang mulai khawatir menyarankanku pada seseorang psikiater yang katanya professional. Aku berjalan kaki untuk mengunjunginya dengan membuat janji sebelumnya melalui telepon.
Lokasinya cukup dekat dengan taman yang sering aku kunjungi, hanya berjalan kaki dan menuju pusat kota. Banyak pasangan yang hilir mudik. Ah, musim gugur dimana banyak pasangan yang berbagi kehangatan. Tidak buruk untuk kulewati, hingga aku sampai ditempat praktek miliknya.
Fifty Shades of Chidori. Nama apa-apaan itu?
"Selamat sore, Tuan Uzumaki"
"Sore"
"Mari lewat sini.."
Aku megangguk dan mengekorinya seperti anak ayam yang patuh. Aku duduk dikursi hitam yang empuk. Ruangan yang didomisi warna hitam dan satu set meja yang kursinya sedang aku pakai duduk. Didekat kaca diletakkan sofa warna abu-abu yang menghadap langsung ke arah jalan, dibawahnya terdapat karpet hitam yang terlihat nyaman, lampu meja menyala temaram memberi kesan vintage. Tidak lupa beberapa file dokumen yang tertata rapi diatas laci.
"Perkenalkan, Hatake Kakashi"
Seperti yang tercantum dalam kartu namanya dan bagaimana dia memanggil namaku untuk memasuki ruangan miliknya, kurasa aku tidak perlu memperkenalkan diriku lagi. "Domo"
"Naruto Uzumaki, 24 tahun, memiliki hobi menunggu. Tolong katakan padaku bahwa mimik cemberut di wajah gantengmu itu bukanlah karena seorang gadis. Kau mungkin menghancurkan hati wanita."
"Hinata," jawabku, lega itu bukanlah perempuan lain yang tidak kukenal yang ingin melemparkan dirinya kepadaku. Nyatanya aku mengingatnya.
"Para pria tidak pernah melupakan wanita pertamanya." Dia bergeser di bangkunya, menyilangkan kaki dan memiringkan kepalanya untuk menatapku. "Kebanyakan para pria tidak tetapi kau telah menjalani kehidupan yang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan orang. Ketenaran harus mengubahmu selama bertahun-tahun."
"Ayahku yang terkenal bukan aku," bentakku, membenci hal ini ketika pria ingin berbicara tentang sesuatu tentang yang tidak mereka ketahui.
"Hmmm, terserah. Jadi, kenapa kau begitu murung?"
Aku tidak murung . Aku benar-benar kacau. Tapi dia bukan orang yang aku berniat untuk menceritakan curhatku. "Aku baik-baik saja,"
"Kau kelihatan seperti sedang patah hati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hal itu," katanya sambil meraih Jack dan Cokenya. Apakah dia harus begitu didepan kliennya. Hah, sialan.
" Aku tidak akan berbicara denganmu tentang kehidupan pribadiku, Hatake Kakashi." Aku memberikan peringatan terdengar keras dan jelas diujung suaraku.
"Whoaa sabar, tampan. Aku tidak berusaha untuk membuatmu kesal. Hanya berbasa-basi."
Kehidupan pribadi ku bukanlah hal basa-basi. "Kalau begitu tanyakan saja padaku tentang cuaca sialan itu," kataku sambil membentak . Dia tidak menanggapi dan aku senang. Mungkin dia akan kapok. Jangan ganggu aku. Kalau memang dia benar-benar professional, aku ingin lihat bagaimana dia membangkitkan situasi ini.
"Tentang apa yang kau katakan sebelumnya. Aku, uh, aku benar-benar tak tahu bagaimana menanggapinya. Maksudku, aku tahu bagaimana perasaanmu dan bagaimana kau berharap semua berbeda meskipun tidak. Aku ingin kita mencari cara untuk situasimu," Aku berhenti karena usahaku berbicara padanya tentang masalah ini terdengar seolah bertele-tele.
"Sialan, baik. Kau ingin aku menceritakan masalahku?"
"Marvelous. Jadi, Uzumaki-chan-san, bagaimana cerita tentang Hinata-chan-tan-san milikmu?"
"Aku akan cerita, tapi tolong berhenti memanggilku dengan 'chan' dan 'san' secara bersamaan, begitu juga Hinata, sejak kapan kami akrab denganmu?" Aku ingin cerita, tapi masalahnya adalah, dalam keadaan di tengah-tengah itu sangat jelas bagiku, dan tidak mungkin bagiku untuk melupakannya. Belum.
"Uzumaki ..." Hatake-san memulai setelah beberapa detik keheningan. Dia tidak menatap mataku. "Maaf."
"Aku tidak bisa mengatakan padanya." kataku pelan.
"Apakah itu benar? Karena dia perlu tahu pentingnya menjadi seorang wanita dan berada disana untukmu. Pelarian ini bodoh."
Aku terbatuk pelan, "Tolong, Hatake-san. Dengarkan ceritaku."
"Oh, tolong ceritakan detailnya padaku. Aku akan mengikuti setiap katanya," Hatake-san memohon sambil berjalan menuju meja disampingku dan meraih mocktailnya. Tunggu, apakah ruang konseling ini seperti pesta kecil baginya.
"Eheemm, kau tidak menyediai itu untuk ku?"
"Tentu tidak, karena ini bisa mempengaruhimu saat konselor —apalagi sepertimu— menceritakan keadaannya. Yang mulia Uzumaki, ceritakan detailnya"
"Yang mulia…?"
"Apa, kau mau aku panggil Uzumaki-kun cabul?"
"Kau gila!? Bahkan aku belum memulainya dengan—"
"Hahaha, bahkan kau takut untuk memulai"
"Karena aku sayang—"
"Kau bercanda, sudah pasti kau tidak bisa."
"Aku tidak ingin menyakiti—"
"Alasan lama. Sudah pasti kau membual, kau tidak bisa begini terus. Setiap wanita butuh kepastian, walaupun kebanyakan wanita akan menerima penolakan halus. Setidaknya kau jangan begitu"
Aku mengepalkan tangan menjadi genggaman ketika Hatake Kakashi menyelaku lagi. Aku tidak menginginkan peringatan. Rencanaku untuk hari ini adalah hari tanpa peringatan. Tapi dia yang memulai. Dasar rajungan!
"Dengarkan ceritaku…!"
TBC
Please review to support my story, arigatou wwww
