The Fog
Disclaimer: Tite Kubo
Warning : AU, OOC, TYPO, TWO SHOOT, and any more. For Fanfiction Festival
Malam ini terasa berbeda dengan yang sebelumnya. Bulan purnama yang menaungi langit tampak lebih besar. Lolongan serigala terdengar bersahut sahutan di seluruh penjuru kota. Angin yang berhembus sepoi sepoi membuat bulu roma meremang tanpa sebab. Pintu pintu yang biasanya terbuka lebar menampilkan seraut wajah ramah, kini tertutup rapat, seolah tak berpenghuni. Layaknya kota mati, tak tampak setitik pun cahaya yang terpancar di sekitar rumah warga.
Namun, jika kau mau berjalan sedikit lagi ke arah utara, maka kau akan menemukan keadaan yang berbanding terbalik dengan kota tadi. Sebuah kastil besar yang menjulang tinggi di ujung jalan, tampak ramai di padati orang orang yang berlalu lalang. Desiran jubah dan gaun oleh angin, menjadi pemandangan yang dominan di halaman kastil tersebut. Suara riuh rendah mereka yang saling berkomunikasi sayup sayup terbawa oleh angin.
"Apa yang ingin dirayakan Zangetsu kali ini?" tanya seorang wanita berambut coklat pada laki laki disampingnya. Gaun lebarnya yang bewarna kuning keemasan bergerak seirama arah angin. Tangannya bergerak memperbaiki topi bundar cream dikepalanya yang berkali kali hampir jatuh.
"Entahlah, semua orang juga tau bagaimana sifatnya. Tak perlu alasan khusus untuk merayakan sebuah pesta, jika kau adalah penguasa negri sepadat Transylvania." Si pria tetap berjalan berdampingan dengan si wanita berambut coklat. Matanya menatap lurus gerbang kastil yang semakin dekat.
"Selamat datang, Tuan dan Nona." Sorang pelayan menyambut wanita dan laki laki yang sama sama berambut coklat di pintu masuk kastil. Dengan anggun mereka melepaskan mantel yang tadinya mereka pakai dan menyrahkannya pada pelayan tadi. Dengan langkah yang berirama mereka masuk ke dalam kastil begitu daun pintunya terbuka lebar memberi mereka ases untuk masuk.
Bau karat bercampur garam menguar pekat di udara. "Hem,….. sungguh mengiurkan" seorang laki laki berambut hitam tersenyum misterius saat akan menuruni tangga menuju ballroom yang terdapat di tengah tengah kastil.
The Fog
Semua orang yang berada di ballroom mengarahkan pandangan mereka ke satu titik, Zangetsu si tuan rumah. Ia berjalan dengan penuh wibawa ke tengah tengah pesta. Dengan tuxedo hitam mengkilat dan jubah warna senada yang panjang menjuntai, serta rambut acak acakan yang mencerminkan sifatnya, ia berbicara dengan lantang.
"Terima kasih telah bersedia datang ke pesta kecil ini, saudara saudara ku" suaranya yang berat, terdengar menggema di seantero ruangan. Kerah jubahnya yang tinggi, bergerak mengikuti gerakan kepalanya. "Pesta ini ku persembahkan untuk pendamping eksistensiku, Sode no Shirayuki" ia memalingkan wajahnya ke arah seorang wanita bergaun biru pudar dengan sarung tangan sutra sewarna pualam yang berada diantara para undangan.
Seorang wanita bermata turqoise dengan pipi yang agak cekung serta lingkaran yang agak gelap dibawah matanya tersenyum ke arah si laki laki. Tangan kanannya yang memegang gelas berisi cairan bewarna merah teracung ke atas. Dengan anggun ia berjalan ke arah si laki laki, lalu bertatapan sesaat. "Untuk kaum kita" tambahnya. Lalu semua undangan mengikuti gerakan si wanita.
The Fog
"KYAAAAAAAAA,..." Crash…..
Alunan Gloomy Sunday mengiringi pekikan melengking yang berasal dari pita suara yang bergetar. Nada tinggi rendah yang berbaur dengan pekikan ketakutan terdengar merdu di telinga sang pianis.
"Zangetsu,…." Panggil Shirayuki. Tubuhnya ia sandarkan pada badan piano. Ia lalu menutup kedua kelopak matanya dan bersenandung lirih mengikuti alunan piano Zangetsu. "Apa tidak masalah jika kita menghambur hamburkan makanan seperti ini?" tanyanya setelah cukup lama terdiam menghayati instrumen piano itu.
"Rumania, oh bukan, Transylvania bahkan masih memiliki persedian yang lebih dari cukup untuk kita. Aku pikir tak ada salahnya jika kita berbagi, sayang" balasnya. Jari jarinya masih setia menekan tuts piano, memainan instrumen yang semakin lama semakin mendekati akhir.
"Tapi kita seringkali berpesta, kematian yang agak mencolok ini pasti akan menimbulkan tanda tanya besar, terutama bagi pemerintah" Shirayuki menyibak rambutnya ke belakang. Tubuhnya yang semula menghadap ballroom yang penuh dengan mayat dan beberapa tetes darah, dibalikan hingga menghadap Zangetsu.
"Tak akan ada bahaya, jika kita bisa menggunakan ini dengan baik" Zangetsu memperlihatkan kedua taring yang tersembunyi di balik bibirnya. Jarinya masih tetap memainkan instrumen menyayat hati tadi.
"Terserah kau sajalah." Shirayuki mengalah di sertai helaan nafas panjang. Ia berjalan ke belakang Zangetsu dan mencium pipinya.
"Mau kemana?" tanya Zangetsu begitu melihat gelagat Shirayuki.
"Ke atas" jawabnya singkat, sambil berbalik pergi menuju tangga.
"Sudah selesai?" Zangetsu kembali bertanya. Kali ini di sertai dengan kedua alis bertaut.
"Sudah cukup." Ralat Shirayuki menggoyangan gelas yang masih terisi penuh di tangannya.
The Fog
Transylvania dilanda kecemasan
"Penemuan puluhan mayat kembali terjadi. Kali ini mayat mayat tersebut di temukan di taman sekitar kastil Trigoviste. Mayat mayat ini ditemukan oleh Kepala bangsawan Kuchiki, Kuchiki Byakuya saat sedang dalam perjalanan menuju kediaman Gubernur Zangetsu, kastil Trigoviste, Wallachia. Mayat mayat ini di temukan dalam keadaan kering dan pucat,…."
"Menurutmu, apa wabah ini dapat menimbulkan epidemi?"
"Mungkin saja, mengingat korbannya yang sudah mencapai seratus orang dalam satu bulan belakangan."
Seorang pemuda berambut jingga terang menutup surat kabar yang baru saja sampai pagi ini. Ia kemudian mengangkat cangkir di atas meja dan menyeruput isinya pelan pelan.
"Kau itu dokter di sini, Ichigo. Jangan terlalu santai." Seorang pemuda berambut hitam dengan kacamata yang bertengger manis di wajahnya menggelang perihatin melihat pemuda di depannya.
"Aku tidak santai, Ishida. Hanya sedang berpikir." Kilahnya gusar. Tanganya bergerak meletakkan cangkir kembali ke meja.
"Berpikir? Kenapa aku jadi semakin ragu, ya?" ejeknya.
"Sudahlah. Aku sedang malas berdebat denganmu."
Ishida hanya tertawa hambar melihat Ichigo yang menyerah.
"Bagaimana keadaan bungsu Kuchiki, itu? Siapa namanya?"
"Rukia. Namanya Rukia Kuchiki."
"Benar, Rukia. Apa sudah ada perkembangan?"
"Tidak ada perkembangan sama sekali, kau tau?" Ichigo menghela nafas kasar. "Aku hendak menyarankan pada Byakuya untuk meninggalkannya di rumah sakit jiwa agar mendapatkan perawatan yang lebih memadai."
"Apa dia masih sering berhalusinasi?"
"Akhir akhir ini semakin sering. 'Wanita dengan kulit putih pucat dengan gaun biru pudar serta sarung tangan sutra pualam. Pipinya cekung dengan lingkaran gelap dibawah mata' aku rasa tak ada seorang pun wanita Transylvania yang memiliki ciri ciri fisik seperti itu. Dengan perang yang terus bergejolak, sangat tidak mungkin penduduk Transylvania memiliki pakaian sebagus itu."
"Kecuali kau bangsawan kaya sekelas Kuchiki." Ishida meralat perkataan Ichigo.
Ichigo hanya menggeleng lelah. Samar samar kabut yang menaungi tepian daerah Sylvania hilang bersamaan dengan naiknya matahari ke langit.
TBC
NB:
Author agak ragu sama genre dan ratingnya. Kalau ada yang ga sesuai just PM me. Ok
Sign, Fany
