Title : SQUAD (Secret Mission)
Author : arilalee
Cast : 2MIN ft Meanie and other
Genre : Fluff, school life, humor garing
Warning : YAOI/Boys love, Typo(s), OOC
"Choi Minho!"
Dengusan kasar keluar dari mulut seorang lelaki berseragam SMA yang saat ini sedang mematut dirinya di cermin di kamarnya. Ia bahkan belum sarapan dan seseorang di luar sana sudah memanggil namanya dengan anarkis.
"Hyung," Sebuah kepala menyumbul dari balik pintu kamar yang terbuka. Minho bisa melihat wajah sepupunya dari cermin di depannya. "Taemin Hyung sudah datang."
"Aku juga dengar, Mingyu." Minho mendengus lagi. Ia menyambar tasnya dan melangkah menghampiri sepupunya yang bermarga Kim itu.
Minho dan Mingyu turun ke lantai satu secara beriringan. Mereka disambut dengan senyuman dari Eomma Choi yang sedang menyiapkan bekal.
"Kok pagi-pagi sekali Taemin sudah datang, sih, Minho? Dia Eomma suruh masuk juga tidak mau, katanya buru-buru." Eomma Choi menyerahkan dua kotak bekal pada dua lelaki remaja di hadapannya.
Minho memasukkan bekal ke dalam tasnya sambil menjawab pertanyaan sang Eomma, "Eomma seperti tidak tahu saja."
"Ah iya, hari ini 'kan kalian mendapat kelas baru." Eomma Choi tersenyum saat menemuka jawabannya sendiri. Lalu ia beralih pada keponakannya yang tampan itu. "Kau harus baik-baik, Mingyu-ya. Ini hari pertamamu sekolah setelah masa orientasi kemarin. Semoga harimu menyenangkan."
"Iya, Bibi. Terimakasih." Mingyu tersenyum sampai kedua taringnya terlihat.
"Apa Ibumu sudah memberimu uang yang cukup?" Tanya Eomma Choi kemudian. Membuat Minho memutar bola matanya jengah.
"Tentu saja, Bibi."
"Kalau begitu hati-hati di jalan." Ucapan Eomma Choi itu sudah terdengar samar di telinga Minho karena ia sekarang sudah berada di teras rumahnya. Dan sosok lelaki berambut hitam dengan sepeda berwarna kuningnya itu nampak mengerucutkan bibir dengan sebal.
"Kenapa lama sekali?" Taemin bersungut-sungut.
"Mingyu, kau bawa sepeda Taemin saja. Biar Taemin membonceng padaku." Minho menyuruh adik sepupunya itu alih-alih menjawab pertanyaan Taemin yang masih mengerucut.
"Hei! Aku tetap ingin naik sepedaku." Taemin yang menyela. "Kau saja yang membawa sepedaku, Minho. Aku tidak akan merelakan sepedaku ada di tangan yang salah."
Mingyu merengut mendengar ucapan Taemin sementara Minho menghela nafas kasar tapi tetap menuruti permintaan Taemin. Mau tidak mau Minho harus merelakan Miranda – sepedanya – berpindah tangan pada Mingyu, si lelaki bertaring itu.
"Kau harus membawa Miranda dengan hati-hati." Minho menyempatkan diri untuk mengusap lembut jok sepeda birunya.
"Aku mengerti, Hyung." Mingyu menyahut sambil menaiki Miranda.
"Cepat, kodok. Aku tidak mau kehilangan kursi nomor tiga dekat jendela!" Taemin berteriak pada Minho yang sudah terlihat suram meski pun masih pagi.
Pagi itu, akhirnya mereka berangkat bersama. Jarak antara sekolah dengan rumah mereka tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu sepuluh menit dengan sepeda. Meski begitu, perjalanannya pasti akan lebih dari itu karena Taemin dan Minho akan selalu menyempatkan diri untuk berhenti dan berdebat sebentar. Kira-kira, jumlah bersih waktu yang dibutuhkan untuk sampai sekolah adalah tiga puluh menit.
Mingyu sendiri, dia adalah sepupu Minho yang mulai tinggal di rumah Minho sejak beberapa bulan yang lalu untuk menempuh SMA-nya. Sebenarnya sih, karena ada suatu hal yang mengharuskannya meninggalkan orang tuanya di Anyang. Tapi Minho sendiri juga tidak tahu pasti apa yang membuat Mingyu harus pindah ke rumahnya.
"Mingyu-ya.. kau akan tinggal di rumah Minho sampai lulus?" Taemin yang diboncengi Minho bertanya pada Mingyu ketika sepedanya menyalip sepeda Minho yang dikendarai Mingyu.
"Sepertinya, Hyung." Mingyu menjawab. "Kenapa?"
"Tidak. Aku hanya kasihan padamu karena harus serumah dengan anak ini." Taemin merujuk pada Minho. Menghasilkan deep rolling eyes dari Minho yang masih menggowes sepeda kuning Taemin.
Mingyu tertawa di sepedanya, "Aku anggap ini sebagai ujian hidup, Hyung."
Dan mendengar jawaban itu, memaksa Minho harus menendang ban depan Mingyu membuat si pengendara oleng. Ia tertawa evil sebelum melanjutkan gowesannya. Tapi setelahnya Minho baru ingat bahwa yang ia tendang adalah sepedanya sendiri.
"Ck, tadi itu tidak lucu. Aku hampir saja masuk ke saluran air." Mingyu merengut ketika mereka sampai di parkiran sekolah. Ia memarkirkan sepeda di tempat yang disediakan.
Minho berdecak, "Itu karena kau kurangajar, dasar dracula hitam."
"Kau juga hitam, jangan mengejekku, kodok hitam." Mingyu membalas dan dihadiahi tawa geli dari Taemin. Ia lalu merapikan tatanan rambutnya yang disisir ke belakang sedemikian rupa. "Baiklah Hyung-deul, aku duluan." Ia pun berlalu meninggalkan Minho yang masih mengumpat padanya.
"Ayo, kau bilang kau tidak mau kehilangan kursimu." Minho melirik Taemin yang masih menertawainya. Tapi sepertinya anak itu masih betah tertawa jadi Minho memutuskan untuk meninggalkannya saja.
"Whoaaa... kelas baru!" Taemin menatap kelas barunya dengan mata berbinar-binar. Ia sekarang sudah kelas tiga dan itu artinya kelasnya berada di lantai dua. Taemin senang karena itu berarti – lagi – kelasnya cukup jauh dari gerbang sekolah. Alasan yang aneh, sih.
Minho menabrakkan bahunya dengan Taemin yang masih bertampang kagum – sekaligus bodoh – di depan pintu. "Kenapa masih berdiri di sini? Cepat pilih bangkunya."
Taemin mengerucutkan bibirnya. Ia pun berjalan menghentakkan kaki mengikuti Minho yang sudah berjalan lebih dulu ke arah sebuah meja yang masih kosong. Sudah dua belas tahun Minho sekelas dengan Taemin, membuatnya menjadi paham betul meja favorit Taemin. Dekat jendela, dan nomor tiga. Kenapa harus nomor tiga? Karena itu adalah tempat strategis saat ulangan untuk ya youknowlah.
Dengan semangat yang membara, Taemin segera duduk di kursinya dan menyibak tirai yang menutupi jendela di samping kanannya. Matanya semakin berbinar ketika ia bisa melihat pemandangan hampir seluruh sekolah dari jendela itu.
Berbeda dengan Minho yang nampaknya sudah kelelahan karena menggowes sepeda. Ia merebahkan kepalanya di atas meja itu. "Kau berat sekali."
Taemin melirik Minho kesal, "Ck, bisa tidak kalau kau tidak mengejekku sehari saja? Seperti tidak ada pekerjaan yang berguna."
"Aku hanya menyuarakan pendapat." Minho menyangkal.
"Dan aku memberikan saran padamu."
Taemin menopang dagunya dan kembali melempar pandangan ke luar kelas. Ia bisa melihat gedung sekolah di seberang lapangan yang luas. Itu adalah gedung untuk kelas satu. Bicara soal kelas satu..
"Kau tahu Mingyu masuk kelas satu apa?" Tanya Taemin membuat Minho yang hampir memejamkan mata harus kembali terjaga.
Well, Minho mengaku kalau semalam ia bermain games sampai dini hari. Jadi ia tidak akan mengeluh mengantuk pada Taemin karena akhirnya ia hanya akan mendapatkan ceramah akbar dari seorang Lee Taemin. "Heum? Entahlah, aku tak mau tahu."
Taemin hanya berdesis mendengar ucapan Minho. Ia akan melempar pandangan ke luar jendela lagi andai saja tidak mendengar keributan dari arah pintu masuk.
"Kita duduk di sana saja, Jinki! Di dekat Taemin."
Taemin menoleh dan menemukan lelaki bermata sipit yang ditarik – paksa – oleh seorang namja lain dengan mata serigalanya. Kibum dan Jinki. Si dua sejoli yang tak terpisah itu, memang selalu membuat keributan dimana pun mereka berada. Sebenarnya sih, hanya Kibum yang ribut. Tapi karena mereka itu satu paket, jadi sebut saja mereka berdua.
"Aahh.. kenapa meja di depanku kosong, sih." Minho menyindir dalam tidur-tidurannya. Dan ia mendapatkan hadiah pukulan manis di puncak kepala dari seorang Kim Kibum.
"Setidaknya, mereka menguntungkan saat ulangan fisika dan matematika, Minho." Ujar Taemin sambil melirik Jinki yang memutar bola mata.
"Aku tidak akan memberikan jawabanku lagi. Kita sudah kelas tiga, kalian harus mandiri." Jinki berujar sambil meletakkan tasnya – yang selalu berat – ke atas meja.
Taemin berdecak, "Dulu kau juga bilang begitu saat kita naik ke kelas dua."
"Kali ini aku serius." Balas Jinki.
"Sebenarnya dulu kau juga bilang begitu saat kita naik kelas dua." Minho menambahkan.
"Aku sudah bersumpah."
"Kalau yang ini baru kau sebutkan barusan." Taemin menimpali.
"Hei hei, kalian datang pagi-pagi sekali? Tumben saja, karena biasanya aku akan datang lebih dulu." Kibum mengalihkan topik menjadi lebih seru untuk diperbincangkan.
Minho menunjuk Taemin dengan lidahnya, "Orang ini akan merengek sepanjang hari kalau kita tidak dapat spot ini."
Taemin menatap Minho dengan tajam, "Aku tidak merengek."
"Kau merengek saat kenaikan kelas sembilan. Saat itu kita tidak mendapatkan tempat ini karena kau kesiangan." Ujar Minho menjelaskan secara detail seolah ia adalah ahli sejarah yang akurat.
"Aku tidak ingat!" Taemin mencoba menutupi rasa malunya karena Kibum dan Jinki mulai terkikik di depannya. "Lagipula, itu dulu saat kita SMP."
"Che?" Minho menatap Taemin meremehkan. "Bicaralah dengan jidat Eve."
"Kenapa membawa-bawa Eve?" Taemin kesal.
"Karena Eve jauh lebih wajar dibanding kau, Taemin. Dia tidak akan merengek hanya karena tidak mendapatkan spot yang diinginkan." Omong-omong, Eve itu anjing milik Taemin.
"Dia juga suka merengek, kok." Taemin merengut. Ia sebal tapi malas mendebat Minho. Ia masih ingin mempertahankan moodnya yang baik – dan hampir buruk – di hari pertamanya sebagai kelas tiga. Berkali-kali ia menenangkan diri dengan membisikkan kata-kata 'sabar' pada dirinya sendiri.
"Kalian ini kenapa senang sekali bertengkar, sih?" Kibum yang awalnya cekikikan mulai jengah. "Sebaiknya kita coba menebak siapa yang akan jadi wali kelas kita nanti."
"Ah, seperti tidak ada pekerjaan lain saja." Jinki menyahut dengan menyebalkan.
"Kalau begitu, coba menebak siapa yang menjadi ketua kelas?" Taemin memberi usul.
Minho menggaruk hidungnya, "Kenapa harus main tebak-tebakan, sih?"
"Kalau mau yang lebih bermanfaat, tebak-tebakan rumus fisika sa–hmmffftt"
"Bekap yang keras, Kibum. Dia membuatku pusing." Minho menekankan dengan sadisnya.
Taemin melemparkan pandangannya ke luar jendela lagi. Ia mengerutkan dahi ketika melihat lapangan basket terlihat ramai. Memangnya, sudah ada tim yang latihan di hari pertama tahun ajaran baru? Apakah sudah ada yang dihukum mengitari lapangan?
BRAK!
Mereka berempat menoleh ke arah pintu karena keributan itu. Dan Park Chanyeol, si mantan wakil ketua kelas saat mereka kelas dua itu nampak memenuhi ambang pintu.
"Hei, ada yang mau confess di lapangan basket." Serunya dengan heboh.
"Lalu?" Jinki mengedikkan bahu tak mau tahu. Berbanding terbalik dengan Kibum yang langsung mengeluarkan kamera dan notes-nya dari dalam tas. Fyi, Kibum itu anggota klub jurnalistik.
"Kenapa harus menonton orang yang confess sih?" Minho ikut menjawab dengan malas-malasan.
"Paling-paling, tidak beda jauh dari confessnya Seungcheol pada Jeonghan saat itu." Taemin berseloroh sambil mengingat-ingat adegan confess yang dilakukan Seungcheol – anak kelas sebelah – saat menyatakan perasaan pada Jeonghan yang berambut panjang.
Saat itu Seungcheol juga melakukannya di lapangan basket. Ia membawa ribuan bunga mawar yang dibentuk tulisan 'Yoon Jeonghan' di atas lapangan basket. Lalu beberapa teman sekelas Seungcheol membawa kertas yang bertuliskan BE MINE. Lalu dengan gentle-nya anggota klub basket itu menyerahkan bola basket ke arah Jeonghan dengan mesranya sambil berkata "Kalau kau menerimaku, lemparkan bola ini ke ring. Kalau kau menolakku, kau boleh menusuknya." Saat itu Seungcheol sambil menyerahkan paku berkarat juga pada Jeonghan, untuk menusuk bolanya.
Tapi seperti yang diperkirakan sebelumnya, Jeonghan melemparkan bola ke ring sehingga spanduk bertuliskan 'I LOVE YOU' terbentang dengan indahnya.
Paling tidak seperti itu lah.
"Ya sudah kalau tidak mau." Chanyeol nampak mencibir. "Tapi ini sepertinya berbeda karena yang melakukannya anak kelas satu. Di hari pertamanya sekolah dan dia menyatakan perasaan pada seorang Sunbae."
Minho dan Jinki masih tidak tertarik, tapi Taemin yang berjiwa drama mulai tergerak. "Sepertinya agak seru, Minho."
"Ck, lihat saja dari sini." Minho merebahkan kepalanya lagi.
"Ayolah, Jinki. Ini akan jadi hot news untuk majalah sekolah." Kini giliran Kibum yang menggoyangkan tubuh Jinki.
"Tidak, ah." Jinki menggelengkan kepalanya bersikeras.
Taemin mengerucutkan bibirnya. Ia kembali melihat ke luar jendela. Ia mencoba untuk melihat kerumunan orang di lapangan basket. Dan benar saja, Taemin bisa melihat ada bunga-bunga mawar memenuhi lapangan basket.
"Jeon Wonwoo? Itu nama anak kelas dua, kan?" Kibum mencoba membaca tulisan yang dihasilkan dari tumpukan bunga mawar itu.
"Kalau tidak salah, anggota klub fotografi, kan?" Taemin menimpali. "Tapi.. aku seperti mengenal orang dengan senyum bodoh yang berdiri di tengah sambil membawa bouquet bunga itu."
"Itu kelas satu, ya?" Kibum bertanya lagi.
"Iya, dia seperti.." Taemin membolakan mata ketika ia mulai ingat satu nama. "KIM MINGYU!"
Lapangan basket sekolah sudah terasa sesak saat ini. Semakin menyebalkan lagi karena ada beberapa oknum tak bertanggung jawab yang berteriak-teriak histeris seperti sedang menonton konser tunggal Super Junior.
Tapi hal itu tak membuat Mingyu gentar. Dengan bouquet bunga mawar di tangannya, Mingyu terus tersenyum sampai rasa-rasanya taringnya agak mengering. Mingyu mengecek tatanan rambutnya dengan bercermin di sepatunya yang sudah disemir semalaman. Lalu ia menarik kemejanya yang sudah disetrika sangat rapi. Tak lupa ia mengecek aroma tubuhnya, barangkali saat tadi melewati kandang kambing paman Jung baunya menempel.
"Hei, Wonwoo Sunbae sudah datang." Kode dari Seokmin – teman sekelas Mingyu – itu membuat keringat dingin di sekitar pelipis Mingyu kembali mengucur.
Tapi Mingyu tetap mempertahankan senyuman – ehem tampan ehem – nya. Ibunya bilang, Mingyu itu tampan dan akan lebih tampan lagi kalau sedang senyum, jadi ia akan memberikan wajah terbaiknya pada si pujaan hati. Jeon Wonwoo Sunbae, kelas 2 A yang memiliki wajah menggemaskan – menurut Mingyu saja – itu.
Dan dada Mingyu semakin tak bisa tenang saat ia melihat sosok berambut hitam legam itu mulai muncul dari kerumunan. Rasanya Mingyu sudah gemetaran sampai ingin luber seperti squidward ke lantai lapangan ini. Bahkan Mingyu mencoba mengecek hidungnya barangkali ia mimisan.
Wonwoo dengan wajah datarnya – tapi menurut Mingyu tetap menggemaskan kok – itu diam di tengah-tengah lapangan setelah Mingyu memberinya kode untuk berhenti. Mingyu tidak mau Wonwoo capek kalau harus berjalan menghampirinya, jadi biar Mingyu yang menghampiri Sunbae kesayangannya itu. Bukankah ia sangat gentle?
"Ekhem.." Mingyu membersihkan tenggorokannya dengan deheman keras. Suaranya sih tidak terlalu berat, tapi dalam dan terdengar tegas. Seperti suara-suara rapper boyband lah.
"Mingyu! Jari kelingking!" Mingyu mengutuk suara Seungkwan – teman sekelasnya juga – yang tiba-tiba terngiang di telinganya. Dasar diva jadi-jadian.
"Wonwoo Sunbae.." Mingyu memanggil nama pujaan hatinya dengan suara yang sengaja ia buat seseksi mungkin.
Sebuah senyuman miring ia selipkan seraya berjalan mendekat pada Wonwoo. Mingyu dapat mendengar suara beberapa gadis yang sedang fangirling melihat pesonanya, bahkan ia mendengar suara 'gedebug' yang kuat, pasti ada yang pingsan.
"Aku menyukaimu, Sunbae." Mingyu memulainya. "Mungkin ini memang terlalu cepat. Aku baru melihatmu saat hari kedua orientasi sekolah beberapa hari yang lalu, tapi aku langsung jatuh cinta padamu, Sunbae." Mingyu tersenyum miring lagi. Menurut dirinya sendiri sih, dia itu sangat sangat sangat tampan saat melakukannya.
Tak ada jawaban dari Wonwoo karena memang belum waktunya untuk menjawab. Tapi wajahnya masih terlalu datar untuk ukuran seseorang yang sedang ditembak. Bahkan tatapan mata tajamnya di balik kacamata minus itu membuat Wonwoo terlihat seperti sedang kebosanan dibanding tersanjung.
Tapi Mingyu masih melanjutkan confessnya. Ia segera berlutut dan mengulurkan tangannya untuk menyerahkan bouquet bunga pada Wonwoo. Ternyata tekniknya masih lebih mainstream dari Seungcheol.
"Wonwoo Sunbae, jadilah kekasihku." Kata-kata pamungkas itu memancing keributan dari para penonton. Mereka segera bersorak dan tidak sedikit yang bersiul. Tapi karena tak ada reaksi apa-apa dari Wonwoo, para audience pun berangsur diam.
Hening.
HENING.
Sangat hening, sampai suara kicau burung dan krik krik jangkrik terdengar.
Mingyu mengerjapkan matanya. Ia berdiri lagi dan melambaikan tangan di depan wajah si pencuri hatinya itu. Barangkali saja Wonwoo terlalu tersanjung sampai ia pingsan sambil berdiri. "Eum.. Sunbae?"
"Sudah?"
Mingyu mengerjap lagi mendengar suara berat itu keluar dari si sunbae tersayangnya. Meski suaranya lebih berat dari Mingyu, tapi itu terdengar manis sekali. Rasanya Mingyu ingin melompat dan fanboying meski hanya mendengar satu kata dari mulut Wonwoo.
"Sudah." Mingyu menjawab. "Jadi?"
Wonwoo mengambil bunga dari tangan Mingyu, membuat Mingyu tersenyum lebar dan benar-benar akan melompat. Tapi sebelum semua itu terealisasi, Wonwoo melemparkan bunga itu ke wajah Mingyu dengan sadisnya.
Membuat senyuman lima jari di wajah Mingyu luntur secara berangsur. "S-sunbae?"
"Sudah bermain-mainnya?" Wonwoo mengulangi pertanyaan dengan sedikit tambahan. "Sebaiknya sekarang kau izin dan periksakan dirimu ke rumah sakit jiwa. Idiot."
Dan setelah melontarkan kata-kata kejam dan keji itu, Wonwoo berbalik membelah kerumunan yang ikut menegang seperti Mingyu saat ini. Semuanya terasa begitu cepat sampai-sampai Mingyu masih sulit mencernanya. Tapi yang ia tahu ia mendengar suara 'gedebug' yang keras sebelum akhirnya semua menjadi gelap.
"Haaahh.. ini baru hari pertama dan kau sudah mempermalukanku." Minho mendengus ketika melihat mata Mingyu mengerjap.
Well, setelah kejadian wajah Mingyu dilempar bunga mawar oleh pujaan hatinya, ia pingsan. Mungkin lebih baik kalau Mingyu langsung pingsan. Yang membuat Minho geram dan ingin memecatnya sebagai sepupu adalah sebelum pingsan Mingyu menyempatkan diri untuk menangis dramatis di lapangan basket sambil berguling-guling.
Kan nggak banget.
"Eo, kau sudah sadar, Mingyu-ya?" Suara yang tak asing itu membuat dua lelaki dengan tubuh ala tiang listrik itu menoleh ke arah pintu. Kepala Taemin menyumbul dengan lucu di sana.
"Tadi kupikir kau punya semacam penyakit jantung." Taemin menambahkan sambil menghampiri Mingyu yang bermata sembab di atas bangsal.
Minho memutar bola matanya, "Lebih tepatnya ayan."
Mingyu melempar wajah Minho dengan bantal yang sedari tadi ia peluk dengan mesra, alih-alih menimpali kakak sepupunya itu.
"Sudahlah, jangan sedih begini, Mingyu-ya." Taemin tiba-tiba jadi dokter cinta. Ia duduk di tempat tidur Mingyu lalu mengusap jidat Mingyu yang selebar bandar udara internasional Incheon. Tapi Mingyu masih mencebikkan bibirnya bahkan hampir menangis. Taemin menambahkan, "Mungkin Wonwoo hanya bercanda."
"Benarkah?" Mata Mingyu berbinar-binar. Apakah ia masih punya harapan? Dan Taemin tidak sadar sejak kapan Mingyu sudah duduk setegak ini?
"Ya, mungkin saja 'kan?" Taemin menggaruk pangkal alisnya. "Meskipun dia itu orang terserius yang pernah kutemui."
Mingyu kembali menekuk wajahnya. Nampaknya sahabat sepupunya ini sangat suka menaik turunkan mood orang.
"Hei, lagipula kau terlalu berlebihan, tahu." Minho tiba-tiba bersuara. "Meskipun aku lebih tampan darimu, tapi kau masih bisa mendapatkan yang lain. Daripada kau berlebihan menangisi si Jeon itu."
Mingyu berdecak, untuk pertama kali setelah ia pingsan, ia mengeluarkan suaranya. "Iya, aku tahu kalau aku tampan, Hyung. Dan jangan pernah mengaku kalau kau lebih tampan dariku karena yang benar itu kebalikannya. Aku tahu aku sangat tampan. Kalau bertemu denganku, Ariana Grande atau Chloe Moretz pasti akan bertekuk lutut. Tapi aku maunya Wonu Hyuuuuung~"
"Menjijikkan." Komentar Minho entah untuk kenarsisan Mingyu atau untuk panggilan aneh dari Mingyu untuk bocah emo bermarga Jeon itu. Yang jelas sekarang Minho menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari westafel atau kantong plastik. Ia benar-benar mual.
"Hyung, seharusnya kau menyemangatiku. Sepupumu yang tampan ini sedang patah hati." Mingyu bersungut dan melemparkan selimut ke arah wajah Minho.
Minho menautkan alisnya, "Kau ingin aku memakai mini skirt dan membawa pompom lalu berteriak 'Semangat Mingyu-ya!' begitu?"
Dan kini giliran Taemin yang segera mencari kantong plastik.
Seharusnya Minho senang karena sekarang ia mengendarai sepedanya sendiri. Tapi ia sama sekali tak bisa tersenyum karena ada makhluk yang menggelayuti punggungnya. Bukan hantu toilet sekolah kok, hanya Mingyu yang bongsor dan tengah patah hati.
Keadaan Mingyu yang baru siuman itu sedikit mengkhawatirkan kalau harus menggowes sepeda sendiri, jadi Minho rela betisnya akan membesar karena memboncengi sepupunya yang bak tiang listrik itu.
Taemin dengan sepeda kuningnya lebih dulu sampai di depan rumah Minho. Padahal biasanya Taemin yang akan kewalahan mengejar laju sepeda Minho. Maklum, Minho sedang membawa beban berat sekarang. Asal kalian tahu, berat badan seseorang ternyata bisa bertambah saat ia sedang patah hati.
"Kau bisa membawanya sendiri?" Taemin merujuk pada Mingyu yang membenamkan wajah di punggung Minho.
"Aku tidak yakin, sih. Tapi kau pulang saja. Eomma Lee pasti mencarimu." Ujar Minho sok gentle.
Dan Taemin menganggukkan kepalanya setuju. Lagipula ia tidak mau repot-repot membopong Mingyu yang bahkan lebih tinggi darinya. "Kalau begitu aku duluan, ya." Taemin kembali menatap Mingyu, "Mingyu-ya! Fighting! Kau harus kembali ceria besok."
Minho menghela nafas ketika Taemin sudah menggowes sepedanya pergi. Rumah Taemin hanya berjarak empat rumah dari rumah Minho. Itu yang membuat mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Lagipula, Taemin dan Minho itu sudah bersahabat sejak dalam bentuk janin – ini sih kata Eomma Choi.
Minho menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati rambut Mingyu yang berantakan. "Hei, kita sudah sampai. Aku hanya akan menggendong orang cantik saja, jadi jangan harap kau akan kugendong."
Masih tak ada jawaban dari Mingyu. Malah Minho bisa mendengar suara isak tangis yang memilukan. Mingyu menangis di punggungnya.
"Hei, kau boleh menangis, tapi tidak di punggungku." Minho mencoba menggoyang-goyangkan tubuhnya agar makhluk yang menempel di punggungnya itu bisa enyah. Tapi ia sia-sia. "Yak yak yak! Jangan mengelap ingusmu di seragamku!" Setelah ini Minho harus merendam seragamnya di air bunga tujuh rupa.
Tak ada pilihan lain bagi Minho. Ia juga tak mau berlama-lama bertahan dalam posisi seperti ini atau ia akan encok dini. Bahkan ia kesusahan untuk membuka pintu gerbang. Minho mencoba menekan bel rumahnya.
TING TONG!
"Eomma!" Persetan dengan kemungkinan Eomma-nya akan memukul kepalanya karena berteriak tak sopan. Ia hanya ingin cepat masuk ke rumah dan mengenyahkan makhluk yang masih menangis di punggungnya.
Mingyu sedang asyik membaca komik ketika ia mendengar suara pintu terbuka.
"Ada apa, Hyung?" Tanpa menoleh pun Mingyu sudah bisa menebak siapa tersangka yang melakukan itu. Kalau Eomma atau Appa Lee, pasti mengetuk pintu terlebih dulu.
Minho bersandar di kusen pintu kamar Mingyu – yang sebenarnya adalah kamar Minseok, kakak Minho – itu. Bicara soal Minseok, dia sudah kuliah dan memilih menyewa apartemen dekat kampusnya. "Eomma menyuruhku memastikanmu tidak bunuh diri atau lompat dari jendela."
"Aku sudah baik-baik saja." Sahut Mingyu lalu menyeruput softdrink-nya.
"Kelihatannya memang begitu." Minho bersilang dada. "Kau hanya acting di sekolah agar jadi terkenal, ya? Dasar menyusahkan. Punggungku rasanya akan remuk."
"Kau pikir aku sebodoh itu?" Mingyu menatap Minho dengan datar.
"Kau baru sadar kau bodoh?"
Mingyu malas menanggapinya. Benar kata Taemin, Minho itu sangat menyebalkan. Jadi benar 'kan kalau Mingyu menganggap tinggal bersama Minho adalah ujian hidup?
"Kau bisa mendengar ucapan dokter sekolah kalau aku terserang shock hebat, 'kan?" Mingyu menjurus ke pertanyaan Minho sebelumnya. "Lagipula, aku memutuskan untuk bangkit, Hyung."
"Secepat ini? Kau bipolar?" Minho masih dengan nada suaranya yang menjengkelkan.
Mingyu menutup komiknya dan menatap Minho sepenuhnya. "Kalau tidak sekarang lalu kapan lagi? Aku harus kembali bangkit agar aku bisa mencari cara lain untuk mendapatkan Wonwoo Sunbae. Siapa yang tahu kalau besok mungkin ada yang merebutnya dariku?"
Minho memutar bola mata, "Bahkan dia itu hanya seorang Jeon Wonwoo berkacamata dan berwajah emo. Tidak, kau pasti benar-benar bipolar."
"Pandangan setiap orang itu berbeda-beda, tahu." Mingyu mulai kesal. Ia hampir melempar kaleng softdrink-nya andai ia tidak ingat kalau pria menyebalkan itu adalah anak dari pemilik rumah yang ditumpanginya.
Minho tertawa mengejek, "Baiklah baiklah. Terserah kau saja." Minho memperhatikan kamar yang dulunya selalu berantakan itu dengan seksama. Sedikit berdecak kagum karena ternyata bocah kelas satu SMA itu cukup rapi dalam mengelola kamar. "Biasanya Eomma akan marah-marah kalau masuk ke kamar ini. Setidaknya, kau mengurangi resiko ketulian dini untukku."
"Ya, aku gatal melihat barang-barang tidak rapi. Anggap saja itu kelainan." Mingyu menyahut. Ia menyilangkan kakinya di atas tempat tidur. "Kalau Minseok Hyung pulang, dia pasti akan memakai kamar ini. Jadi kau harus merapikan kamarmu, Hyung. Agar aku bisa nyaman tidur di kamarmu nanti."
"Siapa bilang aku akan berbagi kamar denganmu?" Minho menggelengkan kepalanya dengan semangat. "Bahkan kalau Minseok Hyung menginap, aku tak akan membukakan pintu kamar untuk siapa pun. Seharusnya kau berbagi saja dengan Minseok Hyung."
"Aku 'kan tidak terlalu akrab dengannya." Desis Mingyu kesal.
"Aku juga tak akrab denganmu." Sahut Minho membuat Mingyu benar-benar melemparkan kaleng softdrink-nya. Beruntung Minho segera menghindar dengan sigap seperti dalam games yang selalu dimainkannya sampai dini hari. "Oh ya, sebaiknya kau menabung dan beli sepeda. Kau pikir tadi aku tidak melihatmu menabrakkan Miranda ke tong sampah di parkiran?"
Mingyu menyengir polos, "Aku 'kan tidak sengaja, Hyung. Hanya belum menguasai sirkuit."
"Kalau kau melakukannya lagi, aku tidak akan membiarkanmu mengendarai Miranda." Ancam Minho serius.
Mingyu menganggukkan kepalanya malas. "Kupikir kau senang memboncengi Taemin Hyung."
"Ck, sebaiknya kau cepat turun dan katakan pada Eomma kalau kau baik-baik saja. Kau menjadi anak durhaka karena membuat orang tua khawatir." Minho berbalik dan beranjak ke kamarnya yang berada di samping kamar Mingyu.
Meninggalkan Mingyu yang kembali berkutat dengan komiknya, alih-alih membaca buku pelajaran yang baru diterimanya hari ini.
"Dia benar-benar terlihat bersemangat. Ciri-ciri remaja baru puber." Taemin yang diboncengi Minho mengomentari Mingyu ketika sepedanya menyalip sepeda Minho yang dikendarari Mingyu. "Kau memberikan obat apa padanya, Minho? Bahkan kemarin ia menangis seperti dunia akan hancur."
Tanpa menoleh Minho menjawab, "Hanya semangkuk sup rumput laut buatan Eomma. Ck, dia sepertinya pengidap bipolar." Minho masih bersikeras dengan spekulasinya itu.
"Bipolar?" Taemin menelengkan kepalanya lalu melirik Mingyu. "Dia tidak terlihat seperti itu. Dia 'kan hitam."
"Seperti apa?" Minho bertanya dengan antisipasi. Ia mulai curiga dengan pernyataan Taemin barusan.
"Beruang kutub." Taemin menyahut.
Benar, 'kan? Taemin yang selalu punya masalah dengan daya tangkap. "Itu polar bear. Kau ini benar-benar."
"Oh.. hehe.. kau 'kan tahu nilai english-ku hanya rata-rata." Taemin mengerucutkan bibirnya. Dan ia baru sadar kalau mereka sudah sampai di sekolah.
"Semua nilaimu itu rata-rata."
Minho mendengus ketika melihat Miranda-nya kembali harus menabrak tong sampah. Dasar Kim-taring-Mingyu.
"Mingyu-ya... Hari ini kau akan memilih klub ekstrakurikuler, kan?" Taemin menatap Mingyu yang masih memarkirkan Miranda.
"Ya, Hyung." Jawab Mingyu lalu menghadap Taemin sepenuhnya.
"Kalau kau mau masuk klub dance, formulirnya ada pada Jongin di kelas dua. Aku masih ketua, sih, tapi aku sudah tidak mau mengurusi formulir karena aku sudah kelas tiga. Dan−"
"Tidak, Hyung. Aku sepertinya akan masuk basket saja." Mingyu menyela membuat Taemin merengut.
Minho menyela, "Kenapa harus klub basket, sih? Aku malas harus satu klub denganmu."
"Ck, bilang saja kau takut tersaingi, kodok hitam." Mingyu mencibir.
"YAK! Dasar dracula bakar!" Minho membalas.
"Sudah-sudah, kenapa kalian jadi bertengkar, sih?" Taemin melerai pertengkaran dua orang dengan tubuh super tinggi itu.
"Ck, kalau begitu aku duluan, ya Hyung-deul." Mingyu segera berbalik dan berlari ke kelasnya setelah menyempatkan diri untuk menjulurkan lidah pada Minho.
"Iya Mingyu-ya~" Itu tentu bukan suara Minho. Taemin sepertinya tertular semangat anak puber dari Mingyu. Ia bahkan masih melambaikan tangannya meski punggung Mingyu sudah tak terlihat. Dan Taemin baru sadar kalau Minho sudah meninggalkannya.
"YAK! Minho-ya! Tunggu aku!"
"Taemin!" Itu Kibum yang selalu heboh setiap saat. Ia melambai-lambaikan tangan pada Taemin – seperti menjemput orang di bandara – yang sebenarnya tak akan tersasar meski mereka menempati kelas baru.
"Kenapa? Semangat sekali?" Taemin meletakkan tasnya di atas meja dan mengabaikan wajah protes Minho yang ditinggalkannya.
"Lihat lihat, ada hot news!" Kibum menunjukkan majalah sekolah pada Taemin. Majalah itu memang selalu terbit di hari Selasa, tapi Taemin tidak tahu kalau klub jurnalistik akan menerbitkannya secepat ini. Bahkan mereka baru sekolah satu hari di tahun ajaran baru ini.
Taemin memicing bersama Minho yang membaca judul besar cover majalah itu. "FAILED CONFESSION : Dracula Prince ditolak mentah-mentah"
"Dracula Prince? Dia itu dracula terbakar." Minho menanggapi sambil menopang dagunya di atas meja.
Sementara Taemin merengut pada Kibum sambil meletakkan kembali majalahnya. "Kenapa kau jahat sekali membuat berita ini?"
"Ah... ini bukan tulisanku, kok." Kibum mencoba menyangkal.
"Tapi penname 'KEY' itu hanya milikmu." Jinki yang baru datang tiba-tiba menyahut. "Sebenarnya kasihan juga sih anak baru itu. Tapi sepertinya ini jadi berita yang tidak boleh dilewatkan oleh setiap jurnalis sekolah."
Kibum tersenyum lebar mendengar Jinki membelanya. "Memang benar, kita itu harus mencari berita yang pasti akan menjadi fenomena. Dan lihat hasilnya? Nama Kim Mingyu jadi trending topic di area Seoul High School dari semalam."
"Aku tidak mempermasalahkan itu, sebenarnya. Tapi kenapa kau harus menyertakan namaku di sini? Itu memalukan." Minho memprotes sambil menunjuk tulisan 'siswa kelas satu yang ternyata sepupu dari kapten basket Choi Minho'. "Dan kau tahu dari mana kalau dia sepupuku?"
"Aku ini jurnalis." Kibum menjawab dengan kalimat yang menurutnya bisa menjawab pertanyaan Minho. "Lagipula, aku 'kan hanya menyebut namamu sekali. Dan itu tidak merugikanmu."
"Ck, cepat bayar komisi untukku. Kau bahkan tidak meminta persetujuanku." Minho menengadahkan tangannya di depan wajah Kibum. Tapi Kibum berlagak akan menggigitnya sehingga Minho segera menarik kembali tangannya dengan tatapan horror. Ternyata Kibum itu lebih buas dari serigala.
"Tapi, anak kelas satu itu tidak apa-apa, 'kan? Dari video yang beredar, ia pingsan dengan sangat memprihatinkan." Jinki yang selalu bicara serius tapi berwajah jenaka itu bertanya.
Taemin dan Minho berpandangan sebelum berseru bersama, "Video apa?"
"Video confess-nya kemarin." Jawab Jinki polos.
Taemin melirik Minho, "Sepertinya Mingyu akan jadi superstar."
"Tidak apa-apa kalau dia tidak membawa-bawa namaku." Minho mendengus.
"Anggap saja kau menumpang nama. Barangkali kau juga jadi superstar." Jinki mulai melantur.
Kibum menjentikan jarinya, "Tenang saja, dengan bantuanku kau akan jadi booming."
"Ck, kalian ini bicara apa." Minho menutup telinganya mendengar ocehan aneh orang-orang yang mengaku sahabatnya itu.
BRAK!
Mereka menoleh ke arah pintu. Seperti deja vu, Chanyeol yang tinggi besar itu berdiri di depan pintu.
"Apa lagi? Apa ada confession lagi?" Kibum sudah mengangkat kameranya tinggi-tinggi tapi Jinki segera menariknya kembali duduk di kursi.
"Lee Taemin ditunggu Yunho Sunbae di studio dance." Chanyeol berujar seperti seorang letnan yang melakukan laporan pada komandannya. Dia menambahkan, "Sebaiknya kau cepat, Taemin."
"Ck, kenapa dia tidak langsung memanggil Jongin saja, sih? Kenapa harus melimpahkannya padaku? Dasar beruang menyebalkan." Taemin terus mengumpat pada Yunho Sunbae – senior alumni sekaligus pelatih klub dance – sepanjang perjalanan. Pria itu menitipkan tumpukan formulir untuk calon anggota klub untuk diberikan kepada Jongin. Bukankah itu menyebalkan? Iya, sih, Taemin itu ketua, tapi 'kan..
"Eo?" Umpatan Taemin terhenti ketika ia melihat lelaki bermabut hitam dengan kacamata di hidungnya itu memasuki ruang kelas yang juga menjadi tujuan Taemin. Itu Jeon Wonwoo yang sepertinya baru datang. Taemin jadi penasaran sehingga ia mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam kelas 2 A itu.
Taemin bisa melihat Jongin yang tertidur di sudut kelas. Tapi alih-alih langsung menghampiri Jongin, Taemin lebih dulu melirik Wonwoo yang duduk di kursi keempat dekat jendela. Itu berarti kursinya berada jauh dari kursi Jongin.
Hampir saja Taemin menabrak meja milik Sehun, andai ia tidak segera sadar dari memandangi Wonwoo. Setelah mengatakan permintaan maaf pada hoobae berwajah poker itu, Taemin langsung menghampiri Jongin.
Decakan keras keluar dari mulut Taemin. "YAK Jongin-ah. Bangun. Banguuun!"
Jongin mengerang kesal karena tidur paginya yang baru lima menit harus terganggu karena guncangan hebat di tubuhnya. Ia membuka mata dan menegakkan tubuh dengan kesal sebelum menemukan Taemin yang bersilang dada di samping mejanya.
Dan Jongin tak bisa menahan matanya untuk tidak melakukan rolling eyes. "Kau! Kenapa menggangguku, sih?"
"Pantas saja Yunho Hyung memanggilku. Dia bilang dia tidak bisa menemukanmu jadi dia menitipkan ini padaku." Taemin menjatuhkan tumpukan formulir itu di atas meja Jongin hingga menimbulkan bunyi berdebam. "Dasar menyusahkan."
"Aku tidak bisa tidur semalaman jadi aku mengantuk sekali." Jongin menarik tumpukan formulir itu dan menjatuhkan kepalanya di sana. Menjadikan formulir itu sebagai bantalnya.
"Aigoo.." Taemin berpura-pura prihatin. "Itu 'kan salahmu sendiri. Memang apa yang kau lakukan semalaman sampai mengantuk begini, eo? Bermain games? Ish.. kenapa kau sama tidak bergunanya dengan Minho?"
Jongin melirik Taemin kesal. "Tidak. PS-ku sedang disita."
"Lalu apa? Ah, aku tahu kau pasti menonton sesua−hmmfffttt"
Beberapa pasang mata langsung menoleh ke arah Taemin dan Jongin ketika mendengar itu. Bahkan Soonyoung sudah hampir menyerang Jongin karena melihat adegan pembekapan brutal itu. Tapi setelah Soonyoung sadar kalau itu adalah Taemin dan Jongin, jadi ia duduk lagi di kursinya. Sudah biasa.
"YAK!" Taemin langsung memekik keras begitu ia bisa melepaskan tangan besar Jongin dari mulutnya. Ia menjulurkan lidah. "Kau habis memegang apa, sih? Rasanya sangat aneh."
"Kau saja yang tidak bisa menjaga mulutmu." Jongin mendesis.
Taemin mencibir, "Memangnya kau pikir aku mau bilang apa?"
Jongin tak mau menjawabnya. Ia kembali mendaratkan kepalanya ke atas formulir dan memejamkan mata. Melihat itu Taemin memukul kepalanya telak.
"YAK!" Kini giliran Jongin yang memekik. Membuat orang-orang kembali menoleh pada mereka.
"Sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi. Apa kau masih mau tidur?" Taemin mengomel persis ibu Jongin. Membuat Jongin mendengus sebal sekali lagi.
"Kenapa, sih? Itu lumayan daripada aku tidak tidur sama sekali."
Taemin berdesis sebelum kemudian matanya kembali menangkap sosok Wonwoo. Lelaki itu terlihat sedang mengelap lensa kacamatanya. Dan hal itu membuat wajah polos Wonwoo terekspos begitu saja.
Taemin terdiam sejenak di tempatnya. Ia mengerjap dan tiba-tiba tersenyum. Menurut Taemin, wajah Wonwoo yang tanpa kacamata itu benar-benar manis. Apalagi bibir Wonwoo sedikit mengerucut saat serius mengelap lensa kacamatanya. Aaa~ rasanya Taemin jadi ingin memaksa Wonwoo untuk menerima Mingyu agar ia bisa sering melihat keimutan tersembunyi milik Wonwoo.
"Hei, kenapa kau senyum-senyum begitu?" Jongin bergidik. Barangkali Taemin kerasukan hantu toilet sekolah.
"Tidak." Taemin menyahut lalu segera menepuk kepala Jongin beberapa kali. "Aku pergi dulu, ya, Jongin-ah. Dadaaah~"
Kepergian Taemin membuat Jongin semakin merinding. Tadi itu.. apa yang Taemin lakukan padanya? Kenapa Taemin tiba-tiba berubah sok manis setelah ia marah-marah pada Jongin? Sepertinya hantu toilet sekolah benar-benar mulai berkeliaran.
TBC
Annyeong.. ini adalah karya pertamaku di sini. Sebelumnya aku cuma publish ff di facebook sama di wordpress *malah curhat*. Dan ini adalah ff pertama aku yang menyertakan Meanie di dalamnya. Jadi ceritanya aku ini 2minshipper yang mulai tergoda sama Meanie wehehehe..
FF ini cuma sebagai perkenalan yang pengen aku buat ringan, seringan badan Taemin menurut Minho :v
Nah, karena aku juga anggota baru di , aku lagi pengen cari temen juga. Buat yang mau berteman bisa contact aku di fb Arila NurAlvisah atau kunjungi wordpress aku di *promosi terselubung*
Oke deh, segitu aja cuap-cuap tidak jelasnya. :D Ditunggu reviewnya :*
arilalee
