Tittle : Fifty shades

Author : Baby Ziren

Main Cast :

Huang Zi Tao as Tao

Wu Yi Fan as Kris

Other Cast :

Find by yourself

Pairings : KrisTao

Lenght : Chaptered

Genre : Romance

Rating : M

Summary : Tao, seorang mahasiswa jurusan sastra terpaksa harus melakukan wawancara dengan pengusaha muda yang sukses, Wu Yifan. Tao yang polos pun terkejut bahwa dia ternyata menginginkan Yifan, tapi Yifan menjauhinya. Yifan membuat rencananya sendiri untuk mendapatkan Tao. Dapatkah hubungan mereka melampaui gairah fisik semata?

Disclaimer : Cast diatas adalah milih Tuhan, Orangtua mereka, SMent, kecuali Tao adalah

Milik saya *digebukinCronics* dan cerita ini bukan milik saya. FF ini merupakan remake dari novel Fifty shades of grey by E.L James. Percayalah, novelnya keren abis dan membayangkan pemerannya adalah TaoRis, biking gw senyam-senyum nggak jelas kaya orang bego. ;)

Warning : OOC(Out of Character), BDSM, Miss Typo(s), Yaoi, BOYSXBOYS, BL,

Alur cerita GAJE

DON'T LIKE! DON'T READ!

NO BASHING!

Happy Reading^^

.

.

.

.

Jalanan sepi ketika aku mengarah ke distrik gangnam, seoul. Satu jam lagi aku harus tiba di kantor pusat Wu group. Aku menghela nafas lega, setidaknya aku masih punya cukup waktu untuk bersantai menjelang wawancara itu.

Ah.

Mengingat wawancara tersebut membuat perutku mulas seketika. Kalau bukan gara-gara Baekhyun, sahabatku yang seharusnya melakukan wawancara terkutuk ini jatuh sakit, aku tidak mau melakukannya. Untunglah dia meminjamiku mobil Mercedes CLK sporty miliknya. Kalau hal itu tidak terjadi, aku tidak yakin aku sampai tepat waktu.

Jam menunjukkan pukul dua kurang seperempat ketika aku sampai di depan gedung perkantoran besar dengan lantai mencapai tiga puluh, semua terbuat dari kaca lengkung dan baja. Tentunya sangat megah. Aku berjalan cepat menuju lobi dan berhenti tepat di meja besar resepsionis. Seorang perempuan muda berambut pirang menarik tersenyum kepadaku.

"Aku disini untuk melakukan wawancara dengan ."

"Byun Baekhyun?" Tanyanya sembari matanya melirik sekilas penampilanku.

"Huang Zitao, menggantikan Byun Baekhyun." Aku berusaha menatap matanya seakan aku tidak terintimidasi.

Ugh. Aku benci di intimidasi!

"Tuan Huang, anda sudah di tunggu. Silahkan mendaftar terlebih dahulu. Anda bisa menaiki lift di sebelah kanan kiri menuju lantai tiga puluh." Dia tersenyum geli ke arahku, membuatku mencibir dalam hati.

Setelah berterima kasih aku pun berjalan ke deretan lift melewati dua penjaga keamanan yang berpakaian lebih rapi daripada diriku dengan menggunakan jas hitam.

Lift membawaku ke lantai tiga puluh. Aku sampai pada lobi besar berikutnya yang semuanya juga terbuat dari kaca, baja, dan marmer putih mengkilap. Aku langsung di sambut dengan perempuan berambut pirang-lagi.

"Tuan Huang, anda telah di tunggu oleh Mr. Wu di ruangannya. Bolehkah aku membawa jaketmu?"

"Ah.. baiklah. Terima Kasih."

Dia hanya tersenyum ramah kepadaku.

"Apakah anda ingin minum sesuatu, tuan?"

"segelas air mineral saja, please." Suaraku serak akibat gugup berlebihan.

"Baiklah, aku akan membawakannya untuk anda. Silahkan masuk tuan."

"Terima Kasih."

Dia tersenyum kembali ke arahku sebelum kaki panjang berhaknya melenggang pergi. Aku mengehembuskan nafas dengan pelan dan meremas telapak tanganku untuk mencoba bersikap tenang dan tidak melakukan hal memalukan selama proses wawancara berlangsung.

Aku membuka pintu dan memasuki ruangan sebelum aku tersandung, dan kepalaku terjatuh terlebih dahulu.

Memalukan!

Aku merangkak mendekati sofa di dekatku sebelum tangan dengan jari-jari panjang dan lembut menggengam tanganku dan membantuku berdiri. Itu membuatku sangat malu dan mencoba untuk melirik siapa pemilik tangan yang menolongku.

Aku membeku. Lebih tepatnya terpana.

"Tuan Huang, apakah kau baik-baik saja?" dia masih memegang tanganku.

Mataku berkedip. Mulutku membuka lalu menutup karena tidak tau apa yang harus dikatakan. Wajahku pasti terlihat sangat konyol. Rona merah muda perlahan muncul di kedua pipiku. Aku langsung menunduk malu menyembunyikan rona merahku darinya.

Dia- bagaimana aku harus menggambarnya? Oh. Sial, dia amat sangat tampan, muda,tinggi, dengan menggunakan jas biru gelap, kemeja putih yang melekat pas di badannya yang berotot dan proporsional, dasi yang senada dengan jasnya, serta celana hitam yang pas dengan kakinya yang panjang. Jangan lupakan mata coklatnya yang tajam, alisnya yang tebal dan menukik, bibirnya merah penuh dan rambut blonde keemasan yang tertata rapi. Jelas dia amat-sangat-duper-super menarik. Butuh beberapa saat untukku mengendalikan diri dan mencoba untuk tenang.

Tao bodoh. Apa yang kau pikirkan. Kau bukan gay!

Aku pun berjabat tangan dengannya. Saat tangan kami bersentuhan, aku merasakan perutku kembali mulas, seperti ada kupu-kupu yang menari di dalam perutku. Aku langsung menarik tanganku dan meremasnya kuat. Menundukkan wajahku, malu. Kelopak mataku berkedip cepat berulang kali menyesuaikan dengan detak jantungku.

Kenapa eomma tidak bisa membuatku setampan dia ya?

"Byun Baekhyun sedang tidak sehat. Jadi saya yang menggantikannya. Saya harap anda tidak keberatan."

"Tuan..."

"Huang Zitao."

Dia tersenyum manis ke arahku.

Kenapa dari tadi perutku mulas ya? Apa ketularan Baekhyun?

Tiba-tiba si pirang kedua masuk ke ruangan dengan membawa segelas air mineral dan segelas kopi. Dia meletakkan kedua gelas itu di meja dengan perlahan lalu tersenyum ke arahku dan mengangguk hormat kepadanya. Setelah itu dia meninggalkan ruangan dan kembali ke balik meja besar tadi.

Aku meminum air mineral dengan sekali teguk untuk menjernihkan pikiranku. Berada di dekatnya lama-lama akan membuatku terlihat seperti orang bodoh. Aku berdehem. Bersiap untuk memulai wawancara. Selanjutnya aku mengatur perekam mini-disc dan tangan bodohku menjatuhkannya dua kali.

Astaga. Bisakah aku lebih bodoh lagi?

Aku menjadi semakin malu saat dia tidak mengatakan apapun dan hanya menunggu dengan sabar. Aku mencoba untuk mendongakkan kepalaku melihat reaksinya. Dia memperhatikanku, satu tangannya yang santai di letakkan di pangkuan pahanya, dan tangan satunya lagi di letakkan di dagunya dan jari panjangnya itu menari-nari di atas bibir merah penuh yang minta dicium itu.

Dugh!

"Anda tidak apa-apa tuan Huang?" dia tampak terkejut dan dari nada suaranya terdengar geli saat aku dengan cukup bodoh-lagi membenturkan kepalaku sendiri. Aku meringis malu, membenarkan poni rambutku dengan tangan bergetar sembari menggigit bibirku kuat-kuat.

"Tidak apa-apa tuan Wu. Maaf, aku tidak terbiasa melakukan hal ini sebelumnya. Bolehkah aku merekammu?"

"Setelah kau melalui banyak masalah, kau masih bertanya kepadaku?"

Aku merona sekali lagi.

Sial. Kenapa laki-laki di depanku memberikan efek seperti ini padaku?

Aku berkedip cepat ke arahnya dan tidak tau harus berkata apa-malu.

"Baiklah, kau boleh merekamnya."

"Aku ada beberapa pertanyaan untukmu tuan Wu."

"Tentunya." Dia tersenyum menggoda ke arahku. Dia menertawakanku. Pipiku lagi dan lagi memanas menyadari kondisi ini. Aku mencoba untuk duduk tegak dan bersikap tenang.

Memangnya hanya dia saja yang bisa bersikap tampan. Aku juga bisa.

"Di usia semuda ini, kau membangun kekaisaran perusahaanmu. Untuk apa kau berutang kesuksesanmu?" aku melirik cepat ke arahnya, dan dia hanya tersenyum sedih.

"Bisnis adalah tentang orang, tuan Huang, dan aku sangat pandai menilai orang. Aku tau bagaimana mereka semua, apakah mereka berkembang atau tidak. Aku mengerjakan tim yang hebat dan luar biasa, dan aku menghargai mereka dengan baik." Dia berhenti dan menatapku dengan mata elangnya yang tajam dan mempesona.

Sadarlah tao!jangan bersikap konyol. Dia itu hanya laki-laki.

"Keyakinanku adalah untuk mencapai keberhasilan dalam suatu skema, seseorang harus ahli terlebih dahulu terhadap suatu skema tersebut,tahu luar dalam, tahu setiap detail. Aku bekerja keras, sangat sulit untuk melakukannya. Aku mencapai keputusan berdasarkan logika dan fakta. Aku punya insting alami untuk dapat melihat dan memelihara orang yang punya solid baik dan ide yang cerdas. Intinya adalah, selalu menuju ke orang-orang baik."

"Mungkin kau cuma beruntung." Ini tidak termasuk dalam pertanyaan baekhyun, tapi dia membuat kesal dengan bersikap terlalu arogan. Kulirik dia, dan dapat melihat mata tajamnya menyala karena terkejut.

"Aku tidak berlangganan keberuntungan, tuan Huang. Semakin aku bekerja keras, semakin beruntunglah aku. Ini adalah tentang bagaimana cara aku mendapatkan orang yang tepat dalam timku dan mengarahkan mereka menuju energy yang sesuai."

"Kau terdengar seperti gila control." Kata-kata itu keluar dengan sendirinya tanpa akau sadari. Membuatku ingin menampar mulut bodohku.

"Aku melakukan semuanya dengan controlku, tuang Huang." Jawabnya datar. Aku melirik sekilas melalui bulu mataku dan dia menatapku tanpa ekspresi yang membuatnya begitu tam-

Duagh!

"Apakah wawancara ini membuatmu segitu frustasinya tuan Huang?"

Sial. Dia menertawakanku!

Aku mengangkat kepalaku dari atas meja dan seketika menunduk, menyembunyikan rona merah lagi-lagi-dan lagi yang muncul.

Oh GOSH! KAU BUKAN G.A.Y HUANG ZITAO! Berhentilah merona pipi tembem yang bodoh.

"Selain itu, kekuatan besar diperoleh dengan meyakinkan diri sendiri dalam lamunan rahasiamu bahwa kau dilahirkan untuk memiliki suatu control." Dia melanjutkan, suaranya yang berat, terdengar lembut di telingaku.

Bisakah kau berhenti untuk terpesona?

"Apakah kau merasa memiliki kekuatan luar biasa?"gila control.

"Aku mempekerjakan lebih dari empat puluh ribu orang, tuan Huang. Itu membuatku memiliki tanggung jawab penuh, seperti kekuasan jika kau mau. Jika aku memutuskan aku tidak lagi tertarik dalam bisnis telekomuniasi dan menjualnya, dua puluh ribu orang akan berjuang untuk melakukan pembayaran hipotek setelah satu bulan atau lebih dari itu."

Mulutku ternganga, membayangkan kurangnya rasa kerendah hatiannya.

Dasar sombong. Gila control. Sok tampan.

"Tidakkah kau memiliki dewan direksi untuk menjawab?" tanyaku dengan nada jijik yang kentara.

"Aku yang mempunyai perusahaanku. Aku tidak memerlukan dewan untuk menjawab." Dia mengangkat alis angry birdnya itu ke arahku.

Aku memerah lagi-lagi-lagi-dan lagi. Aku berdehem dan mengalihkan ke pertanyaan berikutnya.

"Apa kau memiliki hobi di luar pekerjaanmu?"

"Aku punya hobi yang bervariasi, tuan Huang." Dia tersenyum ke arahku, dan aku merasakan perutku seperi di guncang serasa dunia jungkir balik. Aku merasa memanas di bawah tatapan tajamnya. Matanya mamancar pemikiran-pemikiran jahat.

"Setelah kau bekerja keras, apa yang kau lakukan untuk bersantai sejenak?"

"Bersantai?" dia tersenyum, menunjukan barisan gigi putih yang sempurna. Rasanya aku berhenti bernafas.

Bagaimana dia tercipta dengan sempurna? Dia benar-benar tampan.

Aku menggelengkan kepalaku cepat, berusaha mengusir pikiran-pikiran anehku.

Huang zitao bodoh, apa sih yang kau pikirkan. Jangan , kau bukan GAY.

"Aku berlayar, aku terbang, aku melakukan bermacam-macam mimpi dengan fisik." Dia bergeser di kursinya. Mengangkat kaki kanan panjangnya untuk ditopang oleh kaki kirinya. Mengaitkan kedua tangannya melalui jari-jari panjangnya yang indah dan meletakkanya dengan sangat angun seperti seorang bangsawan di paha kananya yang berotot.

Aku pun ikut bergeser dari dudukku dan menegakkan dudukku lagi, dengan cepat menyapukan tanganku ke arah poni sembari menggigit bibirku. Aku melirik cepat ke daftar pertanyaan Baekhyun, ingin rasanya aku menyelesaikan wawancara ini dengan segera.

"Kau berkecimpung di dunia manufaktur, mengapa?"

"Aku suka membangun sesuatu. Aku ingin tahu bagaimana cara itu bekerja. Bagaimana cara membangun dan mendekonstruksi. Terlebih lagi, aku sangat mencintai kapal. Apa yang bisa kukatakan?"

"Itu terdengar seperti hatimu yang berbicara. Bukan logika dan fakta."

Matanya menyipit ke arahku.

"Aku tidak tahu. Banyak yang mengatakan bahwa aku tidak punya hati." Dia mengangkat bahunya cuek.

"Mengapa mereka berkata seperti itu?"

"Karena mereka tau aku dengan cukup baik, tuan Huang." Dia tersenyum kecut menatapku.

"Kau juga berinvestasi di bidang pertanian, kenapa kau melakukan hal ini?"

"Kami tidak bisa memakan uang, tuan Huang, banyak orang di planet ini yang tidak mendapatkan makanan dan kelaparan."

"Apakah ini sesuatu dalam hatimu? Kau terdengar sangat dermawan. Apakah ini misi untuk membasmi kelaparan di dunia?"

Dia mengangkat bahu, sangat acuh.

"Ini bisnis tuan Huang. Bisnis yang sangat cerdas." Entah mengapa jawabannya kali ini terdengar tidak jujur. Aku tidak melihat memberi makan orang miskin bisa bermanfaat dan menghasilkan uang yang banyak bagi perusahaannya. Aku melirik pertanyaan berikutnya, bingung dengan sikapnya.

""Apakah kau memiliki filosofi?"

"Tidak, aku tidak punya. Kalaupun iya, aku adalah orang yang sangat tunggal. Aku suka kontro terhadap diriku sendiri dan orang di sekitarku."

Ugh. Lagi-lagi gila control!

"Jadi, kau ingin memiliki banyak hal?"

"Aku ingin dengan pantas memiliki mereka, tapi ya, garis bawahi, aku ingin."

"Jadi kau merupakan konsumen terakhir?"

Dia tersenyum lembut ke arahku, tapi senyum itu tidak menyentuh matanya. Suhu di ruangan tiba-tiba berubah menjadi panas dan membuatku gerah. Aku menelan ludah dan menggigit bibirku. Melirik pertanyaan Baekhyun selanjutnya.

"Kau di adopsi. Seberapa jauh keluargamu yang sekarang membentukmu hingga menjadi seperti ini?" aku melirik cepat ke arahnya. Aku tau ini sangat pribadi dan berharap dia tidak tersinggung. Alisnya menukik tajam.

"Aku tidak memiliki tolak ukur untuk hal itu."

"Berapa umurmu saat kau di adopsi?"

"Kurasa ini terlalu pribadi, tuan Huang." Nada suaranya yang tegas dan mengintimidasi membuatku lagi-lagi-lagi-lagi-dan lagi merona.

Sial. Berapa banyak laki-laki ini membuatku merona? Hentikan sikap konyolmu itu, jangan sampai kau membenturkan kepalamu untuk yang ketiga kalinya di meja itu. Mengerti!

Aku memperingatkan diriku sekali lagi untuk tidak bersikap konyol. Aku bergerak dengan cepat.

"Kau harus mengorbankan keluargamu untuk pekerjaanmu."

"Tuan Huang, kurasa itu bukan pertanyaan."

"Maaf." Dahiku mengkerut. Mengeliat dari tempat dudukku serasa aku ketahuan berbuat nakal. Aku cepat-cepat menanyakan pertanyaan berikutnya.

"Apakah kau harus mengorbankan kehidupan keluargamu demi pekerjaan?"

"Aku memiliki sebuah keluarga, tuan Huang. Seorang adik laki-laki dan seorang saudara perempuan beserta kedua orang tua yang aku sayang. Aku tidak tertarik untuk melakukan perluasan keluargaku."

"Apa kau gay?"

Dia tampak sangat terkejut. Lalu menyeringai. Aku merasa ngeri, malu, sialan. Bagaimana bisa aku menanyakan hal ini padanya sebelum aku memfilter segala pertanyaan Baekhyun.

Dasar laki-laki pendek sialan. Awas kau. Terkutuklah kau dan rasa ingin tahu luar biasamu itu.

"Kurasa, itu bukan urusanmu bila menyangkut orientasi seksualku tuan Huang." Dia mengedipkan matanya dan tersenyum menggoda. Astaga, entah kenapa membuatku seperti tenggelam di samudra hindia.

Kenapa ruangan ini menjadi panas sekali sih?

Aku menggigit bibirku dan mengipas-ngipas wajahku dengan tangan kananku.

"Apakah kau kepanasan? Setauku AC di ruanganku sudah cukup maksimal, tuan Huang." Dia mengerling ke arahku.

Ya TUHAN. Kenapa ada laki-laki sesexy dia sih?

Aku menundukkan kepalaku dengan cepat dan menggeleng perlahan. Mengedipkan mataku cepat dan kembali menggigit bibirku.

"Aku baik-baik saja tuan Wu. Aku minta maaf atas pertanyaanku tadi, ini- err... begitulah, tertulis disini. " aku semakin gugup dan dia semakin menatapku intens. Dengan tangan bergetar, aku merapikan poniku.

"Jadi, ini bukan pertanyaanmu sendiri?" dia memiringkan kepalanya.

"Bukan, Baekhyun lah yang menyusunnya."

"Apakah kau rekan di organisasi majalah kampus?"

Aku menggeleng cepat. "Aku hanya teman sekamarnya, tuan Wu."

Dia menggerakkan jarinya-jarinya mengetuk dagunya pelan dan berirama dan menatapku dengan tatapan menilai.

"Jadi, kau seorang sukarelawan?"

Tunggu dulu, siapa yang seharusnya di wawancarai, kenapa sekarang dia yang menanyaiku. Saat aku menatap dia melalui bulu mataku, matanya membakar di dalam diriku, dan aku terpaksa menjawab yang sebenarnya.

Kenapa laki-laki ini mengintimidasi sekali sih?

"Aku di calonkan. Dia dalam keadaan tidak sehat." Suaraku terdengar lemah.

"Oh. Dapat dimengerti."

Ada ketukan pintu, dan perempuan berambut pirang kedua masuk.

"Tuan Wu, pertemuan anda selanjutnya sekitar lima menit lagi. Maaf saya menyela."

"Batalkan pertemuannya." Dia berbicara tetapi matanya masih tetap menatapku.

Perempuan berambut pirang nomor dua yang ku ketahui dari name tag bernama-Sunny melongo ke arahnya. Dia tampak linglung sesaat sebelum dia mengalihkan tatapannya padaku ke arah Sunny dan menaikkan alisnya. Sunny langsung merona, dan mengangguk. Lalu bersiap-siap meninggalkan ruangan yang ku ketahui sebagai kantor mahkluk tampan di depanku.

Perhatiannya kembali ke arahku. " Sampai dimana tadi, tuan Huang?"

Sebelum aku benar-benar bicara, dia tersenyum kembali melanjutkan. "Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu?" mata coklat jernihnya turun dengan rasa ingin tahu. Aku membeku. Berhenti bernafas lagi. Dan merona berkali-kali. Ia menempatkan sikunya ke lengan kursi. Jari-jarinya melayang di sekitar dagu dan menari-nari di bibirnya. Jujur, bibirnya itu sungguh – mengangguku.

"Tak banyak untuk diketahui dari laki-laki sepertiku." Aku merona kembali. Dalam hatiku menggeram.

Harus berapa kali laki-laki pirang sialan yang sialnya dia begitu tampan dan sexy ini harus membuat ku merona?

"Apa rencanamu setelah lulus?"

Aku mengedikkan bahu, terkejut mendengar minatnya terhadapku.

"Aku belum membuat rencana apapun, selain aku harus lulus dengan nilai memuaskan."

Seharusnya saat ini aku sedang belajar untuk ujian akhirku daripada duduk mengeliat dan merasa gelisah serta merona berulang kali lalu melanjutkan perbuatan konyolku di bawah tatapan tajam dan mengintimidasi darimu, tuan Wu.

"Kami menjalankan program magang disini." Katanya pelan. Aku menarik alisku bingung.

Apakah dia sedang menawariku pekerjaan?

"Oh.. aku akan mengingatnya." Bisikku, benar-benar dalam kondisi teramat linglung.

"Mengapa kau berkata demikian?" tanyanya kembali sembari tersenyum yang menari di bibir nya.

Zitao, jangan berpikiran tentang bibirnya lagi. Cobalah focus.

"Sudah jelas bukan." Aku tidak terkoordinasi, berantakan, tidak berambut pirang, dan laki-laki.

"Tidak bagiku." Tatapannya kembali tajam, menahan mataku untuk tetap bertatap mata dengannya. Aku berusaha mengalihkan pandanganku jauh dari pengawasannya.

Sepertinya aku harus pergi.

Aku membungkuk untuk mengambil perekam, dan memasukkannya ke dalam tas ransel gucciku.

"Apakah kau ingin melihat sekelilingnya terlebih dahulu?" Tanya dia.

"Tidak usah, tuan Wu. Aku yakin kau sangat sibuk, bukan. Dan aku harus melakukan perjalanan panjang." Tolakku halus.

"Kau mengemudi kembali ke Busan?" matanya menatap tajam ke arahku. Terdengar kawatir dan ada nada cemas di dalamnya.

Mungkin aku berhalusinasi. Untuk apa dia cemas. Aku bukan siapa-siapa.

"Mengemudilah dengan hati-hati. Di luar mulai hujan." Perintahnya tegas dan berwibawa.

"Terima kasih tuan Wu."

"Apakah kau sudah mendapatkan semua apa yang kau butuhkan? Dia menambahkan. Matanya menyipit tajam, spekulatif.

"Ya, tuan. Sekali lagi terima kasih banyak atas waktunya."

"Aku senang dapat bertemu denganmu, Huang Zitao." Dia tersenyum sopan. Menggeser pintu ruangnya. Dan mempersilahkanku keluar terlebih dahulu.

Kenapa aku merasakan dia memperlakukanku seperti perempuan?

Kami berjabat tangan dan otot perutku menegang dan seluruh saraf-saraf ku serasa di gelitik. Aku melepaskan tanganku dengan cepat, membungkuk ke arahnya dengan sopan dan berlalu menuju ruang depan. Aku heran ketika dia juga mengikutiku. Sunny dan perempuan berambut pirang nomor satu- Hyeoyon tercengang menatap kami.

Apa lagi yang salah denganku?

"Apakah kau membawa jaket?"

"Ya." Hyeoyon melompat dari kursinya dan bergegas ke arahku dan menyerahkan jaketku.

"Terima kasih."

Wu Yifan meletakkan tangannya di bahuku sejenak. Lalu melepasnya untuk menekan tombol lift.

"Kau tidak perlu mengantarku, tuan."

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Aku merasa canggung, dan terhipnotis oleh ketampanannya. Saat pintu lift terbuka, aku bergegas masuk ke dalamnya. Sesat aku merasa sesak di dada saat memikirkan kapan aku akan bertemu dengannya lagi. Kenyataan aku tidak akan bertemu dengannya malah membuat perutku terasa mual.

"Zitao" ucapnya, sebagai salam perpisahan.

"Yifan." Balasku, sebelum pintu lift tertutup.

.

.

.

.

TBC/END?

Maaf banget, padahal peach sama DJ aja belum di lanjut. Ini dah buat ff remake baru. Maafkan saya wahai reader yang baik hati *Kedap-kedip genit. Nggak tahan bikin ff remake novel fifty shades of grey dengan cast KT. Ulalaaaa... ini ff pertama saya berate M.. ohh TJIIDAKKKKK! Hehe, kalau ada yang salah dan nanti kurang hot, maafkan saya. Saya nggak ahli dalam pembuatan ff nc yang amat sangat hot dan menggugah selera, walau otak saya di penuhi fantasi KT nc 25. Wkwkwkwkw... semoga menikmati ;)

Review please _