Fandom : Narto the ramen eater
Disclaimer : Kishimoto Masashi
Summary : Deidara merasa kesepian…
Warning : ooc, …and lots of 'un' words (yaiyalah)
--
HOME ALONE
"Un…"
Shinobi itu masih di alam mimpi sambil memeluk guling kesayangannya. Bantal dan selimut telah terlempar berserakan di lantai kamar. Lima buah kepangan menghiasi rambut pirangnya yang panjang dan halus supaya tidak kusut saat tidur. Ayam-ayam berkokok dan burung-burung berkicau, tak ada satupun yang mampu membangunkan dirinya yang sedang membuat genangan iler, …benar-benar genangan yang sangat besar karena ada tiga mulut yang ngiler. Untunglah mulut yang paling lebar masih terjahit oleh segel dengan rapat-rapat.
Matahari pagi mengintip dari balik tirai jendela, membuat sang shinobi merasa sedikit silau. Ia pun membalikkan badannya untuk menghindari sinar itu.
TOEEEEEEEEET TOET TOET TOET
Gedabruk
Sang shinobi terkaget, jatuh tersungkur, kepala di lantai dan kaki masih di kasur, alias nungging. Terlihat jam weker di atas meja riasnya bertoet-toet ria dengan kencang. Tak tahan mendengar kebisingan tersebut, saking malasnya berjalan ia dengan ogah-ogahan merangkak ala Sadako menuju sumber suara. Dengan mata masih setengah terpejam tangannya meraba-raba meja rias.
"Eh, ini bedak un.. bukan un… duh… ini mah minyak telon un…"
Setelah seluruh barang menjadi berantakan di atas meja rias itu, akhirnya ia berhasil mendapatkan jam weker yang masih bertoet-toet dan menonaktifkan tombol alarmnya. Sambil menguap lebar ia menggosok-gosok matanya yang masih berat. Dilihatnya jarum-jarum yang ada di jam weker berbentuk doraemon itu.
"Wah, udah jam segini un… musti mandi dulu hoaaaaaaahm uun…"
Ia pun melepaskan semua pita-pita yang mengikat kepangan rambutnya. Setelah meraih handuk yang tergeletak di lantai kemudian ia menyeret kakinya menuju kamar mandi.
"Un un un uuuun un un… un un un uuuun un uun…."
Terdengar senandung kecil dari dalam kamar mandi. Wangi melon tercium dari shampoo dan sabun yang ia pakai. Setelah itu ia menyiapkan tiga buah sikat dan pasta gigi, masing-masing rasa jeruk, rasa pisang, dan rasa peppermint. Satu persatu ia menyikat gigi di tiap mulutnya, karena untuk menyikat ketiga-tiganya secara bersamaan itu sangat susah dan mustahil. Ia mulai menyikat gigi dari yang ada di kepala, tangan kiri lalu tangan kanannya.
Cling cling cling… di depan cermin, ketiga mulut sang shinobi itu menyeringai dengan gigi yang berkilau. Setelah selesai mandi dan berdandan, tak lupa mengikat ekor kuda rambutnya, berganti pakaian, lalu ia keluar dari kamar tidurnya untuk menuju ruang santai sambil menenteng sebuah jubah hitam bermotif awan-awan merah.
"Kisame-dannaa un… pinjem samehada buat dijadiin meja setrika dong un… jubahku masih kusut habis dari jemuran un"
Shiiiiiing
Ruang santai yang biasa dipakai untuk berkumpul itu kosong melompong. Ia menoleh kanan kiri, melongok ke kolong meja, mencari di balik sofa, di bawah karpet, di atas lemari, di dalam loker, tak ada satu pun manusia yang ada selain dirinya. Di dapur, di WC dan di kantor leader pun tak ditemukan tanda-tanda kehidupan. Dengan perasaan cemas ia mulai memeriksa setiap kamar.
Di kamar Kakuzu dan Hidan… hanya ada celengan berbentuk ayam jago yang berderet-deret, juga bercak-bercak darah yang sudah menghitam terciprat di dinding kamar. Ia merinding dan segera menutup pintu kamar itu.
Di kamar Kisame dan Itachi… hanya ada toples bekas kerupuk yang sekarang menjadi akuarium bagi Kichame-chan, ikan mas koki kesayangan Kisame.
Di kamar Zetsu… euh, lantainya masih bertanah tanpa ubin, di sana sini tumbuh berbagai macam tanaman. Hampir saja ia tersandung dan tertelan ke dalam mulut bunga rafflesia arnoldi. Cepat-cepat ia kabur menuju kamar selanjutnya.
Di kamar Pein dan Konan… hanya ada tumpukan kertas, tampaknya pekerjaan leader sangat banyak sampai harus membawanya dari ruang kantor untuk mengerjakannya di dalam kamar tidur.
Di Kamar Deidara dan Tobi… tentu saja hanya ada dirinya. Ia pun melanjutkan pemeriksaan ke gudang… hanya ada boneka-boneka kayu yang teronggok dan semua peninggalan milik Sasori. Setelah puas nangis sesengukan bernostalgia, ia kembali menuju ruang santai.
'Aneh sekali un. Ini bukan hari libur un. Orang-orang pada ke mana sih un?' dahinya berkerut karena kesunyian tak wajar yang sedang terjadi di markas rahasia Akatsuki.
Kriuk…
Perutnya berbunyi tanda saatnya sarapan. Dari lemari dapur ia mengambil tiga mangkok dan tiga kotak sereal, masing-masing rasa coklat, rasa vanilla, dan rasa tutty frutty. Setelah menuangkan susu pada tiga mangkok penuh sereal tersebut, ketiga mulutnya mulai makan dengan lahap.
Sambil makan di ruang santai ia memencet-mencet tombol remote tv.
"Yah un, berita infotainment nya mbahas hal yang sama semua un, bosen un"
"Wah un, Spongebob un! Loh un, ini kan episode yang kemaren un"
"Waduh un! Imam Samudra maw dieksekusi un! Ngeri ganti aja un"
"Nah un, ini aja deh un"
--
"Jose Armandoo…! Jangan tinggalkan aku!"
"Tidak bisa Paulina Mercedez… ini sudah takdir kita! Selamat tinggal!"
"Kumohon! Demi anak kita yang tengah kukandung ini Jose Armando!"
"Apa!! Anak kita? Apa maksudmu Paulina Mercedez?"
--
"Wuih, dah lama ga nonton telenovela un" Deidara menonton acara tv itu dengan antusias. Tak terasa ketiga mangkoknya sudah kosong. Setelah telenovela tersebut selesai, ia mematikan tv. Kesunyian kembali mendatangi markas rahasia Akatsuki.
Dengan badan yang masih terhenyak di sofa, dipandangnya langit-langit ruang santai. Baru kali ini ia merasa betapa luasnya markas yang biasa disesakkan oleh hiruk pikuk para kriminal S-class itu.
Tak ada lintah darat yang selalu menagih utang, tak ada sumpah serapah yang selalu terlontar dari penganut Jashin, tak ada Uchiha yang selalu tersandung karena matanya yang buram, tak ada ikan hiu yang selalu memaksa semuanya menonton discovery channel, tak ada Venus Flytrap yang selalu tiba-tiba menyembul dari lantai, tak ada pesawat kertas yang selalu beterbangan, tak ada permen lollipop yang selalu ribut asyik sendiri, dan tak ada teriakan leader yang selalu stress meladeni para anak buahnya.
Benar-benar sepi… ia merebahkan badannya, tiduran sambil memeluk bantal sofa. Jubah Akatsuki yang tadi ingin ia setrika menjadi tergeletak telantar. Coba markas ini punya pesawat telepon ataupun internet, tentu saja itu tidak mungkin ada karena ini adalah markas rahasia. Tak satupun anggota yang diberi hape demi menjaga kerahasiaan Akatsuki.
'Kalau begini kan jadi lost contact un, gimana sih pemikiran leader-sama un??' Deidara jadi sebal sendiri, 'ato jangan-jangan un, semua lagi pada piknik dan aku ditinggal karena kesiangan un? Kejem amat sih un!' Deidara menjadi tambah sebal. Sambil manyun-manyun ia menggaruk-garuk kepalanya. Kedua mulut yang ada di tangannya terbatuk-batuk karena beberapa helai rambut kepalanya tertelan.
Jika begini terus, hari ini akan terasa sangat panjang. Akhirnya Deidara memutuskan untuk menyalurkan hobinya, membuat bom atom. Ia segera bergegas ke kamarnya untuk mengambil sekarung penuh tanah liat.
Di lantai ruang santai, berserakan berbagai macam boneka-boneka tanah liat. Burung hantu, jangkrik, laba-laba, lipan, semut, kutu, amuba, plankton, dan berjenis-jenis hewan lainnya ia buat dengan cekatan.
Haepp, nyaem nyaem nyaem… bwehh…
Satu boneka lagi termuntahkan dari mulut yang ada di tangannya. Sudah setengah karung tanah liat ia habiskan selama berjam-jam. Kedua tangannya hampir kram karena terus menerus mengunyah tanah liat.
"Aduh un… malah capek sendiri jadinya un… hosh un.. hosh un.."
Deidara menghentikan kegiatannya yang melelahkan. Melihat kedua mulut di tangannya belepotan tanah liat, ia menuju ke wastafel untuk 'berkumur'. Kemudian semua boneka-bonekanya dibereskan dan disimpan dalam loker pribadinya, 'lumayan buat senjata cadangan un'.
'Ga ada kerjaan un, jadi sepi lagi un…'
Siang itu Deidara menjadi sedikit sedih. Tak tahu harus ke mana dan bagaimana untuk mencari rekan-rekan kriminalnya. Bukannya ia tak mau keluar markas untuk mencari mereka, tapi satu-satunya jubah kebanggaannya belum disetrika lantaran tak ada meja. Kabel setrikanya terlalu pendek jika ia ingin menyetrika di lantai. Peraturan di Akatsuki mewajibkan anggotanya untuk selalu mengenakan jubah yang rapi dan bersih jika berada di dunia luar. Padahal Hidan masih saja mengenakan jubah yang sudah compang-camping setelah bertarung dengan asuma, kata Kakuzu sih karena biaya permak jubah itu terlalu mahal.
Ia pun duduk termenung di pojok ruang santai, meratapi kesendiriannya. Sesekali ia memandangi kuku-kukunya yang tercat hitam, berpikir ulang untuk menggantinya dengan warna pink. Ia mulai memainkan rambutnya yang panjang, memilin, mengepang, atau sekedar meniup-niup poni yang menutupi sebagian wajahnya. Itu semua tetap tidak bisa mengusir rasa sepinya.
Krieeet…
Terdengar suara derit pintu. Deidara segera bangkit berdiri menuju sumber suara. Terlihat pintu ruang yang sedikit terbuka di ujung lorong. Dengan tidak sabaran ia membukanya lebar-lebar. Tak ada siapa pun. Hanya kamar kosong yang biasa dipakai untuk tamu menginap. Heran juga mengapa di suatu markas rahasia tersedia kamar tamu.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menggerayangi pundaknya. Sesuatu tersebut masuk ke dalam bajunya melanjut ke punggung dan pinggangnya, membuat Deidara bergoyang menari-nari karena merasa kegelian.
"Kyahaha un!! Apa ini un!! Jijik un!!"
Deidara segera melepas bajunya. Ia cengkeram sesuatu yang sudah menggelitik badannya. Ternyata… seekor cicak. Deidara membuang cicak itu setelah ia jejali boneka tanah liat berbentuk nyamuk. Terdengar bunyi doar kecil dan cicak itu berpulang ke Yang Maha Kuasa.
Deidara kembali tertunduk lesu. Daun pintu kamar tersebut kembali ia tutup. Rasanya ingin tidur siang saja untuk menghilangkan penat. Begitu ia membalikkan badan untuk menuju ke kamar tidurnya, terdapat sesosok manusia berwajah permen lollipop rasa jeruk mandarin berdiri tepat di hadapannya. Deidara terkejut.
"Tobi un?"
"Hyah un! HELP UN!!"
Tak ada petir tak ada badai, tiba-tiba Tobi membekap Deidara dengan saputangan yang sudah dibubuhi obat bius. Deidara meronta-ronta dan berusaha untuk melepaskan diri, namun badannya yang kecil tak mampu menandingi kekuatan Tobi. Hanya dalam hitungan detik ia sudah pingsan tak sadarkan diri. Tobi segera menyangga badan seniornya yang terkulai lemas.
"Maaf senpai…"
semua menjadi gelap…
tbc…
--
yah… bgitulah akhir dari hari sepi yang dialami oleh Deidara…
apa yang sebenarnya terjadi?
Pada ke mana anggota Akatsuki yang laen?
Kenapa Deidara ditinggal sendirian?
Kenapa tiba-tiba Tobi jadi aneh?
Bisakah Anda menebaknya?
Jawabannya ada di chapter slanjotnya… mungkin (lho?)
Pembaca yang baik hati un… harap direview ya un…
Oh ya, review juga fanfic saia yang atunya un… judulnya Team Sannin un…
makasiii un…
-tak ada cicak yang disakiti dalam pembuatan fanfic ini un-
