YAMI ( The Darkness)

BLEACHTITE KUBO

RATED : T

WARNING : TYPO,OOC,AU,DLDR

Tak ada artinya bagi duniaku dan bagi duniamu untuk tetap ada disisiku Tapi tak ada artinya juga bila tak ada kau disisiku yang membawamu dalam dunia kelamku ini.

.

.

Chapter 1: My darkness

.

.

.

.

o)(o

.

.

.

.

.

Ulquiorra side

Gelap . Aku dilahirkan dikelilingi kegelapan yang menyelimuti sepanjang hidupku. Aku selalu bertanya-tanya apa yang kujalani didalam kegelapan ini? . Apakah ini takdirku, apakah ini sesuatu yang benar ?. Sampai sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa aku akan dibenci semua orang.

Tak terkecuali Dirinya

"Apa yang kalian lakukan hah!?"

Masih terasa segar dalam ingatanku kata-kata Kepala Sekolah itu pada kami. Aku dan pemuda berambut orange itu menjadi sorotan puluhan-ah bukan, bahkan aku tak bisa menghitungnya lagi berapa banyak pasang mata yang telah melihat pertikaian kami. Dan, pada hari itu juga mereka tahu siapa diriku yang sebenarnya, bukan hanya sekedar anak SMA biasa. Ya aku seorang siswa SMA yang bergelar anak Yamaguchi-gumi.

ZRAASSHHH

Aku merasa pening bukan main, sepertinya aku tersadar dari pingsanku. Mataku mulai berakomodasi dengan cahaya di ruangan ini. Dimana aku?

"Hei rupanya kau sudah sadar kalong hitam?" entah suara siapa itu, aku tak memperdulikan ejekannya padaku.

"Dimana aku ?," tanyaku sambil mengedarkan padanganku sekeliling ruangan ini, tampaknya tidak familiar.

"Kau ada dirumahku"jawabnya. Sepertinya aku tak asing dengan pria dihadapanku ini, rambut biru muda, seringainya, mata birunya.

"Sekarang kau aman disini, heh! Setidaknya ucapkan terima kasih padaku,"racaunya sambil menyeringai kearahku, cih membuatku muak saja.

"Kau yang membawaku kemari?"

"Tentu saja siapa lagi. Kau pikir aku akan pergi ketika melihatmu 'bersenang-senang' dengan anak buah mantan Yamaguchi-gumi itu"

Setelah mencerna perkataannya, aku baru menyadari sesuatu.

"Hm, dimana yang lain?,"pertanyaanku sukses membuyarkan lamunannya.

"Huh? Kau mengkhawatirkan mereka? Tak kusangka seorang seper-"

"Jawab saja Grimmjow"

"Mereka berada di rumah Gin Ichimaru, asisten Ayahmu"

"Gin?,"alisku mengernyit heran atas jawabannya.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak apa-apa, hanya saja aku benci dengan senyum rubahnya itu dalam arti lain"

Mata emeraldku kini memandang keluar jendela. Keadaan diluar sana hujan deras seakan mengumpulkan kembali sekelebat ingatanku saat aku menyerbu diam-diam ke kediaman mantan Yamaguchi-gumi Sousuke Amagai . Penjagaan kediamannya itu agak lengang sehingga kami mudah menyusup kesana. Kalian tahu apa yang kami lakukan? Tentu saja membantai seluruh nyawa yang berada disana, tak terkecuali Amagai itu. Namun sial, saat kami ke ruangannya yang berada dibawah tanah, tiba-tiba saja anak buahnya itu menyerang kami dari belakang. Apa boleh buat, langsung saja kuayunkan pedangku pada mereka dan jadilah pertempuran singkat disana.

Sejak aku dilantik menjadi anggota Yakuza, aku pikir ini hanya pemenuhan kewajibanku sebagai anak seorang Yamaguchi-gumi. Tetapi tidak, entah apa yang salah dengan diriku . Aku menikmati sebagai seorang Yakuza, cih masa bodoh dengan mereka yang melihatku dengan tatapan bencinya. Kalian tidak tahu apa-apa tentang Yakuza, sampah!

"Sepertinya aku harus memeriksa keadaan, Grimmjow pinjam mobilmu"

"Apa? Enak saja kau ini! Sudah kutolong malah sekarang mau meminjam mobilku!," jelas aku tak suka penolakannya, akhirnya aku pun mendengus kesal tanpa mengubah ekspresiku yang stoic. Rupanya dia tahu akan sikapku ini, langsung saja ia melemparkan kunci mobilnya dari saku celananya.

"Hah..Baiklah, ini!" Grimmjow melemparkan kunci mobilnya kearahku, tak menunggu lama kupercepat langkahku keluar dari mansionnya sambil memegangi kepalaku yang masih berdenyut, kujalankan mobil ini melesat ditengah hujan deras.

.

.

.

o)(o

.

.

.

BAKK BUKK

"Ayah ampun, ma-maafkan aku , kumohon…" rintih bocah berumur 9 tahun itu, tergeletak lemas dilantai dingin tak berdaya.

"Tidak ada ampun bagimu Ulquiorra! Kau mempermalukanku, bagaimana bisa kau kalah hanya dalam pertadingan karate itu"

"A-aku ini lemah…"

"Jangan katakan itu dihadapanku!" hardik lelaki itu dihadapan wajah anaknya.

Ulquiorra kecil hanya mampu merintih dan menangis merasakan sakit pada tubuhnya. Tiba-tiba saja Ayahnya menarik dirinya untuk berdiri.

"Tatap aku, Ulquiorra!"

Ulquiorra yang masih menunduk itu kini menampakkan sedikit wajahnya yang lebam karena kelakuan biadab Ayahnya.

"Jangan menangis! Kau adalah laki-laki jangan tunjukkan kelemahanmu itu pada siapapun!"

"Ta-tapi…" nafasnya tercekat begitu melihat warna kelam yang menusuk pada bola mata Ayahnya.

"Aku ingin kau mempunyai tatapan benci, dengan itu kau akan mempunyai kekuatan!"

"A-ayah.."

"Kau dengar aku kan!?"

Bocah malang itu hanya menggangguk pasrah dibawah tekanan Ayahnya, rasanya ia ingin cepat-cepat mengakhiri hidupnya segera menyusul sang Ibu.

CKITTT

"Argghh…!, " sial kenapa memori itu kembali diputar dalam otakku. Aku benci, kulampiaskan segera rasa kesalku pada stir mobil ini.

DAKK DAKK

Nafasku begitu memburu, aku lepas Kontrol. Emosiku bergejolak tanpa bisa dibendung, kedua tanganku mengepal kuat. Buku-buku jariku memutih mengingat memori itu.

Aku benci, membenci semua yang berhubungan dengan Ayahku. Namanya, wajahnya, seringainya yang kejam, gelarnya yang ia banggakan , peduli setan dengan itu semua. Ia bukan panutan untuk anaknya ini, Ayahku bukan contoh yang baik .Ia tak jauh beda dengan seorang pengeksploitasi anak-anak di luar sana, meskipun umurku menginjak 19 tahun tak jarang aku diberi 'hukuman' oleh Ayahku karena ia tak puas dengan apa yang aku lakukan. Dan sekarang aku berpikir bagaimana jadinya 'misi' yang kuemban darinya tak berhasil. Aku yang rela mendedikasikan hidupku untuk Yakuza ini harus berakhir dengan 'hukuman' dari Ayahku sendiri, heh lucu sekali.

Aku lalu menghela nafas panjang, aku memikirkan 'mereka' bukannya aku peduli hanya saja aku melaksanakan kewajiban sebagai ketua kelompok pada misi ini.

Ulquiorra side end

.

.

.

o)(o

.

.

.

TREEKK

"Akhirnya kau datang juga Ulquiorra," bunyi gelas wine beradu diatas meja menyambut kedatangan Ulquiorra. Terlihat beberapa dari mereka sebagian tubuhnya dibalut dengan perban.

"Hm" Ulquiorra hanya menyahuti dengan gumamannya saja,

"Kami baik-baik saja, kau tak usah cemas" ujar Szayel sambil menaikkan kacamatanya.

"Percaya diri sekali kau, aku hanya melaksanakan tugasku" Ulquiorra berkilah dengan nadanya yang dingin kemudian duduk disofa itu.

"Jadi misinya tak berhasil?," tanya Nnoitra sambil terkekeh, mengapa pula ia harus menanyakan hal yang sudah pasti.

"Menurutmu?, " tanya Ulquiorra balik.

"Kita hanya mengalami kendala saat di bawah tanah itu, kalau hal itu tak terjadi misi kita akan tuntas. Setidaknya kita terselamatkan olehnya," papar Szayel, matanya melirik sekilas kearah pria dengan senyuman rubah yang ada disampingnya.

"Oh jadi begitu," ujar Gin dengan senyuman rubahnya, membuat Ulquiorra langsung mengambil kesimpulan dari kata-katanya.

"Aku tak bilang kau akan menyembunyikan hal ini darinya bukan, karena aku tahu kau selicik kelihatannya," serkah Ulquiorra, ia berusaha menjaga jarak dengan pria berambut perak itu sepertinya.

"Tak masalah, aku bisa menyembunyikannya dari Aizen-sama.." Gin seolah bisa membaca pikiran Ulquiorra termasuk orang-orang yang berada di ruang tamunya ini.

"Hm?"

"Tentunya tanpa imbalan" lanjutnya. Semua orang yang ada disana tidak langsung mempercayainya melihat karakter Gin yang bisa berubah-ubah seperti boomerang.

"Apa kami bisa mempercayaimu Gin-san?" tanya Szayel sambil mencari kebohongan dari perkataan Gin.

"Aku tak menjanjikan apa yang kalian inginkan, tapi aku berusaha untuk tidak membocorkannya. Kali ini kalian bisa mempercayakanku sepenuhnya," jawabnya. Dilihat dari perkataannya bisa saja Gin mengkhianati mereka nanti, tapi untuk sekarang ucapannya itu bisa dipercayai, walaupun persentasenya hanya 55%.

"Kalau begitu kami pegang ucapanmu itu, Misi ini tak berhasil bukan Ulquiorra saja yang mendapat hukuman Gin-san, jika kau membocorkannya," tukas Szayel.

Szayel lalu menatap Ggio yang sedari tadi diam, mungkin bocah itu menahan rasa sakit pada bahunya akibat terpelanting jauh oleh anak buah Yamaguchi-gumi itu,"Ggio, apa menurutmu kita akan diincar oleh anak buah mantan Yamaguchi-gumi itu?"

"Menurutku kemungkinan itu bisa terjadi, tapi untuk sekarang ini mungkin mereka akan kerepotan dengan bom yang kutanam saat kita menyelinap" jawab Ggio tak minat.

"Apa kau bilang!?," Nnoitra tak percaya dengan perkataan Ggio barusan, bagaimana bisa disaat mereka kelimpungan menyerang anak buah itu, Ggio diam-diam menanam bom kediaman mantan Yamaguchi-gumi itu.

"Aku dan Szayel menanam bom itu ketika kalian sibuk membantai mereka didalam mansion Amagai itu" Ggio memperjelas ucapannya.

"Tak kusangka kalian tidak menyadarinya, tenang saja pemicunya ada ditanganku jadi tinggal menunggu perintah ketua kelompok untuk meledakkannya," ujar Szayel meyakinkan rekan-rekannya.

"Kalau begitu kalian tetaplah disini sampai besok, diluar sana mungkin ada mata-mata mereka yang mengincar kalian," ucap Gin, disambut anggukan dari Ggio,Nnoitra dan Szayel.

Dirasa keadaan disekelilingnya aman sesuai yang ia harapkan, Ulquiorra melenggangkan dirinya keluar dari rumah,"Kurasa tugasku sudah selesai, aku permisi"

"Selamat malam Ulquiorra"

"Huh! Memangnya dia mau kemana sih? sepertinya tergesa-gesa sekali," keluh Ggio yang nampaknya tak suka dengan sifat Ulquiorra yang seenaknya saja.

"Sudah pasti ke Apartemen gadis itu," sambar Szayel.

"Kuperhatikan akhir-akhir ini tiap malam ketika aku bertugas dikediaman Aizen-sama, ia mengendap-ngendap keluar menggunakan mobil entah kemana, kadang-kadang Ulquiorra baru pulang setelah paginya," ucap Gin.

"Oh jadi Ulquiorra rutin mengunjunginya. Gadis itu..Siapa namanya,Ggio ?" tanya Nnoitra pada pemuda kecil itu.

"Entahlah, Ulquiorra tak pernah memberi tahunya, ia bilang gadis itu miliknya"

"Apa gadis itu kekasihnya?"tanya Nnoitra.

"Mana kutahu, tanyakan saja padanya!" ucap Ggio sambil mengangkat bahunya.

"Hei, Gin-san ucapanmu…yang tadi kalau kau melanggarnya. Kami juga tak menjamin kepalamu ada ditempatnya lho," ancam Szayel.

Gin hanya membalasnya dengan senyuman khasnya itu, tanpa rasa takut oleh ancaman Szayel.

'Aku juga tidak menjanjikan kalau tak kulaporkan hal ini pada Aizen-sama, dan kita lihat siapa yang lebih dahulu kehilangan jarinya atau mungkin seperti yang kau bilang-kepalanya'

.

.

.

.

o)(o

.

.

.

Gadis bersurai bak matahari senja itu terlihat keluar dari Toko kue menggunakan seragam sekolahnya lagi. Payungnya ia bentangkan menutupi tubunhya dari deras hujan, tangan mungilnya sesekali mengusap bahunya yang dingin.

"Orihime-chan?"

Merasa dirinya dipanggil seseorang, ia sedikit menoleh ke belakang, rupanya sahabat rambut pirangnya yang ciri khas menghampiri dirinya sambil berlari-lari kecil, tangan pemuda itu yang panjang menghalau terpaan air hujan.

"Hirako-kun, kau sedang apa?"

"Butuh tumpangan?"

"T-tidak terima kasih," tolak Orihime dengan halus.

"Hahh…Jangan begitu, kupikir tak baik seorang gadis pulang sendirian malam-malam, apalagi saat ini sedang hujan," ajak Hirako, menampilkan deretan gigi-giginya.

Tanpa menunggu Orihime mengiyakan ajakannya Hirako langsung menarik gadis itu menuju mobilnya,"E-ehh! Hirako-kun tunggu sebentar"

Setelah masuk dalam mobilnya, Orihime sesaat memandang baju Hirako yang basah,"Bajumu…Jadi basah begitu"

"Hehehe….Tak apa Orihime-chan, habis kau tak langsung mengiyakan ajakkanku sih"

"Ma-maaf Hirako-kun, aku tak mau merepotkanmu…." Orihime dengan rasa bersalahnya tersenyum miris pada Hirako.

"Sudahlah hanya masalah kecil tak usah dibesar-besarkan"

"T-tapi tetap saja kan…"

"Wah tak kusangka kau sangat perhatian padaku," tanpa aba-aba Hirako memeluk bahu Orihime.

"Hen-hentikan Hirako-kunn…" pinta Orihime sambil meronta-ronta dalam pelukannya.

"Hahaha…Kau tetap saja seperti dulu malu untuk didekati laki-laki, kita kan sudah bersahabat sejak lama," akhirnya Hirako melepaskan pelukannya pada Orihime.

"Hehe..I-iya sih"

"Kau mau langsung pulang atau mau menemaniku makan malam?"

"Umm…Maaf aku tak bisa menemanimu makan malam, aku akan langsung pulang saja. Besok aku masih banyak pekerjaan di Sekolah"

"Baiklah aku mengerti.."

.

.

.

o)(o

.

.

.

"Arigatou atas tumpangannya" ucap Orihime pada Hirako dengan senyumannya yang hangat ketika sudah tiba di Apartemennya.

"Hahaha…Tak apa, jangan sungkan-sungkan" Hirako yang salah tingkah menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Kau mau mampir dulu ke Apartemenku?"

"Hm? Hahh Kupikir aku akan cepat-cepat pergi dari sini"

Orihime memiringkan kepalanya heran,"Ehh kenapa? Tumben biasanya Hirako-kun menyempatkan diri ke Apartemenku"

"Orihime…Lihatlah kedepan" Hirako memandang keluar dari kaca mobilnya, tampaklah seorang pemuda yang tak jauh dari mobilnya memandang tajam pada mereka, tepatnya tatapan itu ditujukan pada Hirako Shinji.

"Aku tak mau berurusan dengannya, karena sekedar mengantarmu pulang," ucapnya sebelum Orihime turun dari mobilnya.

Langkah Orihime terasa berat menuju Apartemennya, ia terus berharap agar presepsi Ulquiorra pada dirinya tadi salah. Gadis ini tahu betul, betapa tak sukanya Ulquiorra melihat laki-laki lain dekat dengannya. Seiring Orihime berjalan, tak henti-hentinya Ulquiorra menatap lurus pada gadis itu. Pemuda bersurai sehitam jelaga ini tidak peduli dengan derai air hujan yang mengguyur dirinya, ia masih tetap angkuh pada posisinya yang duduk di kap mobil Grimmjow.

"U-ulquiorra-kun..?"sapanya.

"Ulquiorra-kun sedang apa disini?" tanya Orihime, gadis itu menempatkan posisinya tepat dihadapan pemuda itu agar sebagian payungnya bisa meneduhi tubuh Ulquiorra.

"Kupikir akhir-akhir ini sudah rutinitasku untuk kemari" jawab Ulquiorra singkat.

" T-tapi kau terkena air hujan kalau disini, lihatlah tubuhmu sudah basah kuyup…"

"Jangan mengkhawatirkanku seperti itu. Bagaimana tadi, apakah kau senang pulang bersamanya, dewa penyelamatmu saat hujan ini?"

Orihime menemukan nada sinis pada ucapan Ulquiorra,"A-aku hanya diantar oleh Hirako-kun, tidak lebih"

"Jangan sebut namanya dihadapanku, kau tahu aku membencinya Onna"

Gadis senja ini berusaha tidak menanggapi ucapan Ulquiorra, ia hanya diam saja. Ia tahu berkelut dengan Ulquiorra hanya membuat hatinya sakit saja nantinya.

Orihime menghelas nafas dalam-dalam, ia ingin memecahkan suasanya yang dingin ditengah hujan ini,"A-apa kau mau masuk? Ulquiorra-kun kau nanti masuk angin…."

"Tidak aku disini saja, kau masuklah. Semoga kau bermimpi tentangnya"

"S-sudah cukup Ulquiorra-kun, maafkan aku. Jangan berpikiran begitu padaku"

"Seharusnya kau memikirkan apa yang terjadi jika kau dekat dengannya, bukankah kau yang paling tahu tentang itu?"

"Aku dan Hirako-kun hanya de-dekat sebatas teman itu saja..." ucap Orihime, ia sudah tidak tahu bagaimana lagi untuk meyakinkan seorang Ulquiorra.

"Ulquiorra-kun maaf….."

"Ba-baiklah jika kau tidak mau memaafkanku, tapi kumohon masuklah ke Apartemenku kalau kau terus disini kau bisa sakit"

"Hm"

.

.

.

o)(o

.

.

.

Kini Orihime merutukki dirinya karena mengikuti ajakkan Hirako, sebenarnya ia juga tak enak hati melihat Hirako turun dari mobilnya hanya untuk sekedar menawarkan tumpangannya di kala hujan tadi. Gadis ini memaklumi peringai Ulquiorra yang khas , ia juga tak bisa menyalahkan pemuda itu begitu saja.

Dilihatnya Ulquiorra yang telah keluar dari kamar mandi menggunakan pakaian mendiang kakaknya, harum aroma mint begitu menguar dari tubuh Ulquiorra membuat Orihime menghirupnya dengan perlahan seakan bisa mereflesikan pikiran dan hatinya yang gundah. Langkah kaki pemuda itu yang panjang berlalu begitu saja dari hadapannya.

"Ulquiorra-kun?, " panggilnya pada laki-laki yang tengah membenahi pakaiannya yang basah, dari gerak-geriknya Orihime tahu kalau Ulquiorra tak ingin beralama-lama disana.

"Ulquiorra-kun, kenapa tadi tak menungguku didalam mobilmu saja?"

Melihat Ulquiorra mengacuhkan dirinya, membuat hati gadis ini serasa tercubit. Memang pemuda stoic itu pelit bicara tapi bukan berarti mengganggap Orihime seperti angin lalu belaka seperti saat ini.

SET

Sekilas pemuda bermata emerald itu menghentikkan aktifitasnya, tubuhnya diam tak merespon keadaan yang telah dicoba Orihime untuk mencair. Masih terdiam, gadis itu mengusap lembut rambut Ulquiorra perlahan dengan handuk dari belakang. Sungguh sebenarnya Ulquiorra sangat menikmati setiap sentuhan gadis itu pada dirinya, namun keegoisannyalah yang kali ini yang menguasai pemuda itu.

"Hentikan Onna" ujarnya dingin.

Kata-kata itu sangat tak bersahabat ditelinga Orihime, membuat sang empunya menahan sakit pada dadanya. Tapi jemari lentiknya masih setia mengusap rambut hitam itu dengan lembut berharap bisa mengahantarkan getaran pada hatinya saat ini.

"Kubilang hentikan Onna!" Ulquiorra menaikkan satu oktaf pada kalimatnya, membuat Orihime tergelak sesaat kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ulquiorra membalikkan tubuhnya menghadap Orihime, dilihatnya gadis yang ia klaim sebagai miliknya ini hanya diam terpekur, mungkin kaget karena Ulquiorra sedikit membentaknya tadi.

Tangan pucatnya terulur menggapai bahu Orihime yang sedikit bergetar, tapi sebelum mencapainya ia menariknya lagi. Pemuda itu menghela nafas, Ulquiorra yang dikenal bisa menjaga emosinya bahkan bisa tidak menampakkan ekspresi, kini dengan mudah ia dipenuhi perasaan yang pemuda itu sendiri tidak bisa menjelaskannya, terlalu irasional menurutnya.

Kenapa? Kenapa seperti ini? Apa yang terjadi padanya?, pertanyaan itu terus bermunculan dibenak Orihime. Ia tahu Ulquiorra memang membenci sahabatnya itu, tapi sepertinya hari ini aneh. Ulquiorra seperti menanggung beban yang berat pada bahunya, selain dari rasa bencinya pada Hirako.

"K-kau ada masalah…?" tanya Orihime hati-hati. Gadis ini mencoba menampilkan raut wajahnya yang benar-benar mencemaskan Ulquiorra.

"Jawab aku Ul-"

"Aku ingin pulang Onna"

Kemudian Ulquiorra dengan sigap mengambil pakaiannya, dan berjalan ke arah pintu Apartemen Orihime. Tiba-tiba saja langkahnya terhenti, Ulquiorra merasakan lengannya ditarik pelan oleh gadis itu seolah-olah berkata-jangan-pergi.

"Baju ini akan kukembalikan besok"

"Kau ada masalah…?" pertanyaan itu Orihime ulangi dengan penuh harap.

Mata emeradlnya yang tajam memandang Orihime dengan tatapan yang sulit dijelaskan, "Jika kau seperti ini, hanya akan memperlambat tugasku"

"Apa itu?"

"Kau tak perlu tahu"

"Ulquiorra-kun..Hikss..Maaf, maaf, maaf, maafkan aku…." Berkali-kali kata maaf itu meluncur dari bibir Orihime. Gadis itu yang mati-matian menahan air matanya akhirnya terisak juga.

"K-kenapa? Kau tidak biasanya seperti ini. Berarti benar kau mempunyai masalah…Tak apa, ceritakan saja padaku Ulquiorra-kun"

Orihime tak segan-segan berlutut dan melingkarkan tanganya dikaki Ulquiorra. Pemuda stoic itu hanya menatapnya dingin, dramatis sekali pikirnya. Ah sekarang Ulquiorra merasa dirinya benar-benar keterlaluan, mengapa ia harus diselimuti rasa amarah yang disebabkan oleh dirinya sendiri, melampiaskannya pada gadis senjanya itu.

Ulquiorra dengan perlahan berlutut mengahadap Orihime yang tak lagi menahan kakinya. Pemuda itu beralih pada tangan mungil yang menutupi wajah gadisnya itu. Semakin ia mendekat, isakannya terdengar jelas.

"Onna"

"S-sudah…Hikss..Cepatlah pulang…"

"Onna"

Dengan sekali tarik Ulquiorra dapat membuka tangan Orihime yang menutupi wajahnya, menampilkan wajahnya yang ayu kini berlinang air mata. Pemuda itu tak langsung mengusap air matanya, ia masih menatap Orihime dengan mata emeradlnya yang kelam.

Kini jarak diantara mereka cukup dekat sehingga Orihime bisa melihat dengan jelas luka lebam dan goresan dilekuk wajah tegas Ulquiorra, ia benar-benar tak sadar. Ia tak tega melihatnya, daripada itu, Orihime harus memikirkan perasaan berkecamuk pria ini juga. Tiba-tiba saja Orihime langsung merengkuh kepala Ulquiorra dan membenamkan didadanya. Pemuda itu terkaget-kaget dengan perlakuan Orihime pada dirinya. Ya Ulquiorra hanya tahu Orihime benar-benar mengkhawatirkan dirinya. Hanya dirinya seorang.

"Hikss..Kau k-kenapa seperti ini?"

"Diamlah Onna, ini hanya luka kecil"

Ulquiorra dapat mendengar detak jantung Orihime yang tak beraturan, tapi secara bersamaan ia merasakan hatinya menghangat. Tanpa sadar ia menarik tubuh Orihime pada dekapannya sendiri, membalas pelukan Orihime pada kepalanya.

"A-apa kau memafkanku Ulquiorra-kun?"

Sebagai jawabannya Ulquiorra menganggukan kepalanya, ia sudah tidak memikirkan apa-apa lagi. Baginya Orihime satu-satunya yang bisa meringankan bebannya untuk saat ini, Ulquiorra merasa nyaman saat berada disisinya, dan hatinya pun bisa menghangat melelehkan perlahan tembok es yang dingin pada ekstitensi dirinya. Sungguh perasaan yang tidak bisa ia dapatkan dari siapapun kecuali mendiang Ibunya.

"Arigatou Ulquiorra-kun"

"Aa"

Akhirnya Orihime hanya perlu tahu apa yang dirasakan Ulquiorra, tapi disatu sisi keadaan itu sulit secara bersamaan. Bagaimana tidak, Ulquiorra adalah pemuda stoic yang tidak bisa mengekpresikan perasaannya. Ia lebih suka memendamnya sendiri tanpa diketahui oleh siapapun. Orihime, gadis yang diklaim Ulquiorra hanya mencoba mengerti apa yang harus ia lakukan jika Ulquiorra benar-benar dititik terlemahnya. Seorang anak dari Yamaguchi-gumi benar-benar sulit dijalankan Ulquiorra, itu yang Orihime tahu.

.

.

.

.

o)(o

.

.

.

TBC