"Wahahahaha, benarkah?"
"Siapa? Tiffany atau Jessica?"
"Kepalamu terbentur dimana?"
"Kupikir dia lupa membawa kepala."
Chanyeol memutar matanya. Oke, sepertinya lagi-lagi dia tidak akan mudah terbebas dari teman-teman keparatnya ini. Dia berdoa pada Tuhan agar diberi kesabaran yang lebih ekstra untuk beberapa menit ke depan, atau kalau tidak, dia bersumpah akan memutar kepala Jongin yang saat ini tertawa sambil memukul-mukul meja. Dan sepertinya Tuhan segera mendengar doanya karena tidak lama setelah tawa teman-temannya meledak, Kris tersedak kopinya sendiri hingga wajahnya memerah seperti terserang lupus dadakan.
"Minumanmu tidak akan lari, jadi santai saja." Ledek Junmyeon tidak setia kawan. Sementara Jongin sudah berhenti tertawa memukul-mukul meja setelah mendengar batuk-batuk dari kursi sebelahnya, dia beralih membantu menepuk-nepuk pundak Kris sebelum si tinggi itu dilarikan ke rumah sakit hanya karena tersedak minuman.
Memang terkadang ada benarnya kutipan yang mengatakan; cara bergaul seseorang akan terlihat jelas dari, dengan siapa orang itu berteman. Jika teman-temanmu tidak waras, paling tidak kau bisa saja sinting. Jika teman-temanmu rendah hati, mungkin kau akan menjadi orang yang suka menolong. Intinya semua itu dipengaruhi oleh lingkungan, jika terpengaruh, maka ucapkan selamat tinggal pada jati dirimu.
Oke, dalam kasus ini Chanyeol mungkin dapat dikategorikan dalam kalangan menengah, dia hanya terpengaruh jika itu mendatangkan keuntungan baginya. Parasit, begitulah Junmyeon memberinya julukan. Tapi apa gunanya mendengarkan ocehan orang lain sementara dia bahagia dengan dirinya yang seperti itu. Chanyeol bahkan hanya perlu menutup kupingnya yang lebar jika Junmyeon mulai memberinya wejangan tentang apa-apa saja yang harus Chanyeol lakukan diusianya yang akan memasuki kepala tiga.
Berbicara soal usia, Chanyeol sebenarnya mendapat banyak desakan dari orangtuanya agar dia segera menikah dan memberikan mereka cucu sebelum mereka meninggal dengan damai dan tersenyum mendapati hari pernikahan putranya. Ugh, orangtua memang kolot.
Memangnya mencari jodoh itu mudah?
'Jika tidak ingin mencari ya sudah kami jodohkan.' Kata ibunya saat itu dan ditolak mentah-mentah oleh Chanyeol. Dijodohkan itu justru lebih horor.
Tapi mencari jodoh tidak sulit-sulit juga sih, Chanyeol bahkan sudah menemukan calon istrinya jauh-jauh hari, dan niatnya ingin mengatakan kepada teman-temannya bahwa dia akan melamar anak dari keluarga Byun justru ditanggapi dengan tawa yang menyebalkan. Ulangi, menyebalkan!
Apa susahnya memberikannya selamat alih-alih mentertawainya seperti itu.
"Aku tahu aku ini humoris, tapi aku tidak sedang melucu." Jongin membuat gerakan pura-pura muntah mendengar Chanyeol mengatakan dirinya humoris, tapi si tinggi bermata bulat itu tidak menghiraukannya, Jongin memang selalu kurang ajar dimana pun dan kapan pun. Jadi Chanyeol melanjutkan, "Kalian kan tahu sendiri kalau Tiffany dan Jessica sudah punya pacar. Aku bisa-bisa digantung Nichkhun dan Taecyeon jika berani mendekati gadis mereka."
"Jadi maksudmu kau ingin melamar adiknya yang baru lulus SMA itu? Siapa namanya? Baekyeon?" Celetuk Jongdae asal-asalan.
Luhan segera menampar kepala anak itu, "Namanya Baekhyun, bodoh!"
"Salah menyebutkan nama saja kan tidak membuatku masuk penjara, kau ini!" Protes lelaki berwajah kotak yang suka tersenyum seperti unta itu. Untung saja Luhan tidak menampar kepalanya dengan keras, bisa dibayangkan otak Jongdae yang sudah geser akan semakin tidak karuan. Mungkin saja setiap melihat Sehun, dia akan mengira anak itu sebagai Justin Bieber, atau yang paling parah, versi keren dari larva kuning.
Siapa yang tahu 'kan? Otak Jongdae terkadang sulit dipercaya.
"Aku memang ingin melamar Baekhyun."
"PPPFFFFTTT"
"HYA! KOPIMU KENA WAJAHKU!"
"Kau ini tidak ingat umur atau tidak tahu malu? Bocah seperti itu ingin kau nikahi? Hei, mimpi basah saja kuyakin dia belum pernah. Apa-apaan tua bangka sepertimu ingin melamar bocah yang baru lulus SMA?" Junmyeon mulai bermulut besar jika sudah dalam kondisi seperti ini. Seseorang seperti Chanyeol yang menyimpangnya sudah kelewatan perlu diberi kritikan pedas sekali-kali, pikirnya. Junmyeon itu teman yang anti solidaritas, terkadang Kris ingin menendangnya dari kelompok.
"Apanya yang salah? Menikah kan tidak berdasarkan rentang usia. Bukankah menikah itu berdasarkan cinta?"
"CIH! Perutku mulas mendengarmu mengatakan cinta. Hobi bocah itu saja berdandan, tahu apa dia soal cinta? Yang ada dia akan lari terbirit-birit saat tahu tua bangka sepertimu ingin mengajaknya menikah." Junmyeon masih belum selesai dengan mulut elastisnya.
"Berhentilah mengataiku tua bangka seolah-olah aku ini sudah kakek-kakek. Lagipula selama ini Tuhan tidak mengizinkanku menikah karena Tuhan ingin aku menunggu Baekhyun hingga usianya legal untuk dinikahi." Satu lagi, pemikiran Chanyeol yang kekanakan. Kalau takdir bisa diprediksi semudah itu, Seulgi tidak akan bunuh diri karena mengira Kris berselingkuh dengan Irene yang pada kenyataannya saat itu Kris ingin melamar Seulgi dengan bantuan Irene. Salah paham memang selalu klise, orang putus asa malah menjadikannya alasan untuk bunuh diri.
Tapi sudah terlanjur mati, apa boleh buat?! Kris kelihatan sangat bajingan saat mengatakan itu. Untung saja dia tampan. Memang tidak ada hubungannya kebrengsekan Kris dengan wajahnya. Namun kalau dipikir-pikir, ketampanan itu terkadang menjadi tolak ukur. Bayangkan jika Kris itu, sudah jelek, bajingan, tidak tahu diri lagi?
Tapi sebenarnya, tidak tahu diri itu identik dengan Park Chanyeol. Sudah berapa kwintal liur Junmyeon terbuang sia-sia demi menceramahi Chanyeol disetiap kesempatan tapi si tinggi itu selalu mengabaikannya. Menurutnya Junmyeon lebih baik menjadi seorang konsultan pribadi di Kementrian daripada menghabiskan masa hidupnya menjadi radio rusak. Itu perumpamaan yang menyakitkan, namun Chanyeol terlalu tega untuk peduli. Stephen hawking; seorang fisikawan dan ilmuwan kosmologi bilang kalau ingin memahami alam semesta salah satunya harus tahu tentang tarian galaksi, dan dengan kurang kerjaannya Chanyeol pernah membayangkan milkyway (galaksi bimasakti) melakukan dance Mr. Simple akan kelihatan lebih menarik daripada mendengar ocehan Junmyeon yang sepanjang gerbong chennai express.
"Eh, tunggu dulu." Jongin mengerutkan dahinya seperti sedang berpikir serius. "Aku belum pernah bertemu dengan Baekhyun yang kalian bicarakan, tapi kalau tidak salah pacarnya Sehun juga namanya Baekhyun."
.
.
.
Baekhyun tidak menyukai warna rambut barunya. Pink, seperti permen kapas. Kedua kakaknya memang jahil luar biasa. Entah dia sudah melakukan dosa besar apa sejak lahir sehingga harus diberi kedua kakak yang suka mendandaninya seperti perempuan. Terkadang Baekhyun pikir dirinya seonggok mannequin yang dapat berjalan. Memang dandanannya tidak berlebihan, tapi ayolah, dia tetap saja seorang laki-laki.
Baekhyun mendelik sebal pada kedua kakaknya yang sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Didekat meja belajarnya, Jessica sedang mewarnai kukunya dan mengabaikan wajah cemberut Baekhyun. Sedangkan Tiffany sedang asik pacaran didekat jendela dengan seorang pria yang Baekhyun ketahui namanya Nichkhun. Lelaki aneh yang suka memakai kolor spiderman. Darimana Baekhyun tahu? Tanyakan saja pada Tiffany yang suka membongkar aib pacarnya sendiri.
Lihat saja mereka pacaran dibalik jendela. Tidak elit sekali. Itu kebiasaan aneh kedua yang sering dilakukan Nichkhun —selain memakai kolor spideman. Pertemuan pertamanya dengan Tiffany juga jauh dari kata layak, karena kebiasaanya mangkal di dekat jendela, Nichkhun pernah ketahuan sedang mengintip Tiffany memakai baju hingga membuat wanita itu memukul Nichkhun dengan catokan rambut milik Jessica. Sebulan lebih Tiffany selalu menyiram Nichkhun dengan air cucian mobil jika lelaki itu lewat di depan rumahnya. Dan anehnya, lelaki itu justru betah lewat di depan rumah mereka dengan baju yang selalu basah. Demi melihat pujaan hati, katanya.
"KALIAN APAKAN RAMBUTKU YANG CANTIK?!"
"Itu lebih cantik, Baekki sayang." Jessica tersenyum innocent dengan hasil kerjanya sementara Tiffany tertawa genit saat Nichkhun memainkan rambutnya seolah-olah mereka sudah lupa dunia.
"CANTIK APANYA?! INI SEPERTI RAMBUT PALSU HUWAA MAMA ADA APA DENGAN KEDUA WANITA INI?! POKOKNYA KEMBALIKAN RAMBUTKU YANG SEBELUMNYA! AKU TIDAK MAU TAHU—"
"Heh, kau ini, aku sedang bicara, jangan berteriak seperti itu. Kau ini tidak sopan sekali."
"AAAAAAAAAAAAAAA hmp—" Mulut Baekhyun segera dibekap oleh Jessica dan kepalanya dijepit diantara ketiak wanita itu.
"Kak, nanti kita ketemu lagi di gallery saja ya? Adikku sedang rewel." Tiffany mengeluarkan jurus puppy melasnya, sepertinya Nichkhun belum ingin berpisah karena pria itu masih bergeming dari tempatnya. Namun Tiffany sudah mendorong bahu pria itu agar segera pergi dan menutup jendela kamar Baekhyun saat melihat Jessica kewalahan menenangkan adiknya yang sedang dalam mode marajuk parah.
Setelah mendapat kode mata dari Jessica, mereka menyeret Baekhyun menuju ranjang anak itu dan mengamati penampilan barunya. Bukannya merasa bersalah karena sudah membuat adiknya cemberut, kedua wanita itu justru ber-highfive.
"Sempurna. Dia terlihat seperti barbie." Komentar Jessica yang selalu menomor satukan kecantikan sembari mencubit pipi gembul adiknya.
"Kalian tidak waras ya?" Bibir anak itu semakin cemberut.
"Memang benar ya yang dikatakan kak Seunghyun, diluar sana banyak wanita yang iri dengan kecantikan adikku yang alami ini. Kau tahu, wajahmu itu memanjakan mata, terkadang juga membangkitkan gairah lelaki mesum seperti adik angkatnya kak Taecyeon, siapa itu namanya yang tinggi seperti tiang pemancar?" Tanya Tiffany seenaknya. Di tempat lain, orang yang disebut seperti tiang pemancar terpleset dari tangga.
"Namanya Park Chanyeol." Koreksi Jessica tidak dapat menahan tawa setiap tinggi badan lelaki itu selalu dijadikan perumpamaan yang tidak elit oleh mulut Tiffany.
"Pertama, aku tidak peduli dengan anggapan wanita manapun karena aku ini laki-laki. Kedua, aku tidak mau tahu tentang adik angkatnya kak Taecyeon yang mesum itu. Ketiga, dan ini yang paling penting, KEMBALIKAN RAMBUTKU SEPERTI SEMULA!"
"Begini ya Baekki..." Jessica menekan kedua pipi adiknya dengan gemas hingga bibir anak itu manyun seperti bebek. "Lebih baik terima saja keadaan rambutmu yang seperti ini, dan jangan coba-coba mengecat rambutmu sendiri karena jika kau salah dalam aturan mengenakan produknya, kepalamu akan alergi dan kau bisa mengidap kanker otak."
Mendengar kanker otak, Baekhyun segera berlari keluar kamarnya, meninggalkan kedua kakaknya yang tertawa jahat.
"Mamaaa, bawa baekki ke dokter sekaraaaang."
...
Hak Baekhyun sebagai lelaki sudah dirampas sejak kecil oleh kedua kakaknya yang terobsesi menjadikannya lelaki tercantik diseluruh Itaewon. Awalnya Jessica dan Tiffany sangat senang ketika tahu sang ibu memberikan mereka adik laki-laki yang lucu ditengah-tengah keluarga mereka yang isinya didominasi oleh makhluk bergender perempuan —selain ayah mereka. Anjing dan kucing peliharaan mereka pun tidak ada yang jantan, semuanya betina.
Kehadiran Baekhyun ditengah-tengah keluarga besar mereka pastilah mendapat perhatian dari banyak saudara-saudara mereka yang tinggal di luar kota. Ketika bayi, Baekhyun sudah kebanjiran mainan yang diberikan oleh paman-pamannya. Namun saat usia Baekhyun bertambah setelah tiga tahun, anak itu justru lebih sering memperebutkan boneka barbie milik Jessica hingga kedua kakak beradik itu tarik-tarikan boneka hingga kaki dan kepala si boneka lepas.
Baekhyun yang kesal boneka incarannya rusak lantas menarik rambut kakaknya hingga hidung Jessica memerah karena digigit oleh Baekhyun. Padahal dia memiliki banyak mainan di kamarnya, tapi anak itu lebih suka merebut apapun mainan kakaknya. Sejak saat itu tidak ada lagi boneka barbie di rumah mereka, itu menjadi benda yang diharamkan kehadirannya. Jessica akan main ke rumah tetangga mereka tanpa sepengetahuan Baekhyun dan bermain barbie sepuasnya disana bersama temannya, Ellen.
Menurut Baekhyun, Ellen itu anak yang manis karena matanya berwarna seperti batu emerald, dia seorang bule yang menetap hanya lima tahun di Korea karena keluarga itu di deportasi setelah mengetahui bahwa ayah Ellen sebenarnya bukan warga negara yang legal. Kemudian rumah Ellen dibeli oleh keluarga Choi yang memiliki tiga orang anak lelaki, dan satu anak angkat.
Nama Jessica dan Tiffany sendiri sebenarnya hasil dari bentuk protes Tiffany dengan nama lahirnya. Byun MiYoung dan Byun SooYeon, menurutnya nama mereka seperti nama tante-tante. Berhubung keduanya lahir di San Fransisco, ibunya mengganti nama kedua putrinya dengan nama yang berbau Amerika. Baekhyun yang baru pandai membaca saat itu juga ingin namanya diganti menjadi Rihanna setelah melihat seorang wanita berdiri disebelah mobil keren pada majalah ibunya.
Tentu saja ibunya menentang keras meskipun saat itu Baekhyun mengancam akan mencabuti bulu Petty —kucing kesayangan ibunya. Namun saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, dia bersyukur ibunya dulu tidak memberinya nama Rihanna, karena saat itu dia tahu bahwa nama itu milik seorang wanita bukan merek mobil keren. Meskipun demikian, kedua kakaknya tetap saja mengejeknya Rihanna sampai akhirnya dia mengancam akan mencampurkan obat perontok rambut di shampo mereka.
Kejahilan Jessica dan Tiffany berlanjut hingga Baekhyun mencium dunia SMA. Mereka secara sengaja membelikan Baekhyun parfume yang berbau feminim, katakanlah Baekhyun buta mode hingga membeli parfume untuk dirinya sendiri saja dia tidak mengerti. Daripada bau ketiak, lebih baik berbau feminim. Begitulah Baekhyun yang polos —padahal dungu— menanggapi situasinya saat itu. Paling tidak, banyak teman-teman perempuannya yang menanyakan merk parfume-nya yang fenomenal tersebut.
Saat Baekhyun naik satu tingkat di kelas dua, Jessica dan Tiffany resmi membuka Restaurant mereka di distrik Yongsan-gu yang diberi nama Byun Holly. Baekhyun sering berkunjung kesana bersama teman sekolahnya; Kyungsoo dan Minseok. Kedua kakaknya berhasil mengambil gelar Chef setelah tiga tahun belajar di Toronto, dan sekarang menjadi pengusaha kuliner beken di Itaewon. Selain itu karena pemiliknya dua wanita cantik, banyak lelaki-lelaki genit yang suka berkunjung dan ujung-ujungnya malah menggoda Baekhyun.
Seperti saat ini, anak angkat dari keluarga Choi yang rumahnya tepat disebelah kiri rumah Byun, sedang sok akrab dengannya.
"Pagi-pagi sudah cantik saja."
Baekhyun mengabaikannya. Dia sangat tahu dengan siapa dia sedang bicara, Baekhyun lebih suka memanggilnya ahjusi karena suara berat dan tinggi tubuhnya yang seperti paman-paman yang suka berjudi di Kasino.
"Baru ganti warna rambut ya?"
Baekhyun mendengus, tiba-tiba dia ingat bagaimana Jessica dan Tiffany dengan kejamnya sudah membuat rambutnya seperti permen kapas.
"Aku suka warnanya, cocok untukmu."
"TAPI AKU BENCI WARNA RAMBUTKU!"
Di sudut restaurant dekat meja Chees 2067 (tempat bermain catur online), beberapa pria yang Baekhyun yakini sebagai teman dari orang ini sedang tertawa kearah mereka.
"Sudahlah Park Chanyeol, jangan buang-buang waktumu." Teriak seseorang berwajah kotak diantara kelompok pria dewasa itu.
Tapi kelihatannya Chanyeol bukan pria yang mudah menyerah, dia justru lebih mendekat lagi pada anak itu. "Kau pasti tahu teori Darwin kan?"
"Kenapa? Ahjusi ingin bilang wajahku seperti kera?" Baekhyun memutar matanya, paling-paling dia hanya akan digombali lagi.
"Bukan. Menurut Darwin kan manusia berasal dari kera, tapi setelah melihatmu, aku tidak percaya pada teorinya. Karena menurutku, kau berasal dari tulang rusukku."
Tuhkan?
"PFFFFFTTTT"
"BWAHAHAHAHA"
"SUIT SUIT"
Baekhyun tidak menghiraukan orang-orang disekitarnya yang mulai heboh, tiang pemancar di depannya ini membuatnya malu saja. "Ahjusi ngomong apa sih?"
"Tidak ada hehe... Aku ingin pesan minum, tapi kau yang melayani ya?"
Baekhyun menghela nafas, baiklah, ini hanya demi restaurant kakaknya. "Ahjusi mau pesan apa?"
"Pesan tubuhmu semalaman berapa?" Gumamnya tidak jelas.
"Ahjusi bilang apa? Aku tidak dengar."
"Aku bilang, disini ada kopi arabica atau robusta?"
"Arabica." Jawabnya malas, tinggal pesan saja apa susahnya sih, pakai tanya-tanya segala.
"Pahit, manis atau pakai susu?"
Ahjusi ini benar-benar. "Pakai susu!"
"Susu sapi, domba atau kuda liar?"
"SUSU SAPI!"
"Sapi Australia atau sapi Korea?"
Disudut sana teman-temannya sekarat karena tertawa melihat bagaimana Chanyeol berhasil membuat wajah bocah itu semakin memerah. "Astaga dia itu."
"AHJUSI JADI PESAN TIDAK SIH?!" Baekhyun membanting buku menunya diatas counter. "KAK JESSICA, KAK TIFFANY, KALIAN SAJA YANG MELAYANI AHJUSI JELEK INI, AKU MAU PULANG!"
Baekhyun menghentak-hentakkan kakinya saat tahu kedua kakaknya itu ternyata melihatnya sejak tadi sambil cekikikan. Dia merasa dikhianati karena kakaknya justru berpihak pada tiang pemancar itu dibandingkan dirinya.
"Mau pulang lewat mana? Pintu depan atau pintu belakang?" Tanya Chanyeol masih saja berusaha menggoda anak itu.
"LEWAT JENDELA!"
"Oh ya sudah. Hati-hati ya."
.
.
.
Lain saat bersama Baekhyun, lain pula saat bersama keluarga anak itu. Chanyeol sangat pandai mencari perhatian kedua wanita yang menjadi kakak dari bocah yang ditaksirnya itu.
Jessica tidak sulit didekati, dia lumayan akrab dengan Chanyeol semenjak berkencan dengan Taecyeon yang notabene-nya adalah hyung ketiga Chanyeol. Walaupun tidak sedarah, tapi keluarga Choi selalu memperlakukannya layaknya anak kandung mereka. Sedangkan Tiffany, dia tipikal wanita yang suka bergaul dengan siapapun, meskipun dia tidak ramah dengan semua orang, namun dia sangat mudah didekati.
Nyonya Byun juga berhasil mendapat perhatiannya setelah Chanyeol membantu mencari Petty saat kucing persia itu hilang didekat kompleks rumah mereka. Sejak saat itu nyonya Byun menganggapnya pahlawan, setiap Petty bermain di luar rumah dan hilang, Chanyeol selalu dapat diandalkan untuk mencarinya dan ajaibnya kucing itu selalu ketemu. Padahal kalau saja wanita itu tahu, Chanyeol lah yang sengaja menyembunyikan Petty di tempat-tempat berbeda.
Park Chanyeol penuh dengan kemodusan.
"Siwon dan Seunghyung sudah menikah, Taecyeon sudah memiliki pacar, lalu kau kapan Chanyeol-ah?"
Pertanyaan ini lagi.
Chanyeol yang baru saja selesai mandi dan akan bergabung dengan keluarganya di meja makan, justru diterjang pertanyaan yang membuat kepalanya pening akhir-akhir ini.
Memiliki kekasih lalu menikah.
Masalahnya, yang ingin diajaknya menikah merupakan anak tetangganya yang baru saja lulus SMA tiga bulan yang lalu. Belum lagi hubungannya dengan si bocah tidak mengalami peningkatan sedikitpun. Chanyeol takut disangka seorang pedofil, walaupun itu memang benar, tapi bagaimana cara mengatakannya pada keluarganya ini? Dia takut Siwon akan mendampratnya lebih parah daripada Junmyeon yang tidak pernah absen memberinya wejangan.
"Aku ingin menikah bu, tapi aku tidak mengerti bagaimana melamarnya." Chanyeol menggaruk tengkuknya.
"Buat saja dia hamil, nanti juga dia akan minta dinikahi." Seunghyun menjawab seenak dengkulnya dan mendapat jitakan dari sang ayah.
"Cukup kau saja yang membuat malu, tiga orang wanita datang ke rumah minta pertanggung jawabanmu tapi kau malah menikahi wanita lain." Kata pria paruh baya itu menatap kearah putra dan menantunya, Jenny.
"Jenny kan juga sedang hamil saat kunikahi, yah."
Tuan Choi menepuk-nepuk dadanya, frustasi dengan putranya yang satu ini. "Cepat cari pekerjaan yang layak dan tinggal dengan istrimu di rumah kalian sendiri, aku akan mati kena serangan jantung lama-lama melihatmu di rumah ini."
Jenny yang sudah mengerti bagaimana hubungan kedua ayah dan anak ini, tidak merasa kecil hati diperlakukan seperti itu. Dia merasa itu sudah nasib yang harus dia terima karena menikah dengan pria urakan seperti Seunghyun.
"Sudahlah, kita sedang membahas tentang Chanyeol, jangan alihkan topik begitu saja, nanti aku lupa lagi menyuruhnya menikah." Wanita setengah baya itu kembali pada putranya. "Jadi siapa yang ingin kau lamar? Kirim alamat rumahnya biar nanti ibu dan ayah yang melamarnya untukmu."
"Errr... Itu..."
"Siapa?"
"Baekhyun, tetangga kita."
"APA?!"
Ketakutan Chanyeol menjadi kenyataan melihat wajah horor anggota keluarganya saat ini. Pasalnya, semua orang di ruangan ini sangat tahu bagaimana sikap bocah bernama Baekhyun yang menjadi tetangga mereka itu. Dia merupakan aset berharga keluarga Byun dan sangat dimanja oleh ibu dan kakak-kakaknya, tentu saja keluarga itu tidak akan menyerahkan lelaki kesayangan mereka pada sembarangan orang.
Dan sialnya, Park Chanyeol tidak ingin yang lain, dia hanya ingin Byun Baekhyun.
"Kau sinting hah?" Ibunya yang pertama kali mengomelinya, sedangkan yang lainnya masih betah terkejut. Di kepala mereka saat itu, bagaimana bisa Chanyeol sampai ingin menikahi seorang bocah yang, demi Tuhan, masih ingusan.
"Ayolah bu, lamar Baekhyun untukku. Ibu dan bibi Byun kan sangat dekat, tolonglah bu. Aku sudah frustasi mendekati anak itu, dia sangat tidak peka." Chanyeol dengan wajah menderitanya menarik-narik tangan ibunya.
"Aish, kau memang sudah sinting rupanya." Sang ibu menepis tangannya, "Mau taruh dimana wajahku saat berbicara dengan ibunya nanti?"
Kemudian ritual makan mereka berubah menjadi debat panjang dan wejangan yang keluar dengan leluasa dari mulut Siwon dan ibunya. Sementara Taecyeon justru sibuk dengan ponselnya dan tersenyum kearah benda itu sambil mengetikkan sesuatu. Ketika tawanya meledak tiba-tiba ditengah adegan 'Mari menceramahi Chanyeol' sebuah sendok nasi melayang ke wajahnya.
"DASAR GILA! SEMUA PUTRAKU SUDAH GILA!"
.
.
.
—TBC—
.
.
.
A/n :
Udah kebelet pengen publish cerita ini jauh-jauh hari, tapi ngga pede sama tata bahasanya yang slengean. Ini request dari Sindi yang suka ngomel ke saya karena susah ngerti sama style menulis saya yang terlalu serius. Padahal menurut saya biasa aja :s
Ini ff bikin mules, sebagian besar cast disini karakternya kurang waras /dibakar/ Good bye sama image keren Chanyeol yang selalu saya pakai untuk ff saya yang lain. Pengen coba aja sih bereksperimen(?) sama karakter kayak gini.
Review nya sangat ditunggu, responnya bagus, saya update kilat^^
