"Park Jimin tidak suka ada pegawai baru".
.
Park Jimin x Min Yoongi
Kim Taehyung x Jeon Jungkook
A/N : Ini hanya fanfic percobaan, jadi kalau nyatanya nanti kurang ada yang berminat, akan saya hapus.
...
Soley, Bombay Bicycle Club, Alexi Murdoch, Acidman.
Taehyung kelewat sering mencibir selera musiknya. Katanya, kuno dan terbelakang. Jimin tak terlalu peduli, tapi tetap saja ia kesal. Menurut Taehyung, rentetan nada disonan di tengah lampu - lampu biru berkedut jauh lebih menarik. Berbeda dengan Jimin, ia lebih suka lagu - lagu bertempo adagio yang merasuk sampai batas kepala. Sama, Taehyung juga tak terlalu peduli pendapatnya.
Saluran radio pukul dua pagi, siaran dengan skala satu kali seminggu.
Park Jimin itu mengidap insomnia, itu yang terlintas di otak Taehyung. Mereka sahabat karib, tapi Taehyung kelewat acuh untuk sadar Jimin yang seringkali terlihat mengantuk di keesokan harinya. Tidur larut malam bukan berarti insomnia, mental Taehyung itu mental primitif. Taehyung pun kelewat sering melihat notifikasi atau pesan linimasa kiriman dari Jimin di pukul tiga pagi, ia belum bisa tidur katanya. Taehyung akan menjawabnya pada pukul lima, nyatanya Jimin sudah terlelap.
Toko kaset berjajar penyanyi - penyanyi independen, lagu - lagu bermonolog.
Ini tempat favorit Jimin, ada dua faktor yang menyebabkannya. Pertama, toko ini adalah satu - satunya tempat penjualan album fisik untuk selera orang - orang seperti Park Jimin. Kota - kota besar di Korea Selatan lebih menjanjikan jajaran musik - musik pop di tiap etalasi toko - toko, entah toko kaset, restauran bintang tiga, atau toko pakaian dalam. Kedua, Jimin jatuh cinta.
Namanya Joen Jungkook, satu - satunya pegawai yang bekerja di sana. Sebodoh apapun dirinya, setidaknya Taehyung tetap sahabat sampai mati seorang Park Jimin, ia tahu betul bagaimana Jimin menyikapi seseorang. Lelaki itu kelewat mudah jatuh cinta, jadi ia konklusikan cinta Jimin hanyalah cinta monyet yang dibuat - buat.
Pernah satu kali Taehyung mengatakan hal itu kepada Jimin, responnya terlihat kesal.
"Kau berkata begitu, apa mungkin kau menyukainya," seperti itu.
.
Sudah lebih dari sembilan bulan Jimin menjadi pelanggan tetap toko itu, Taehyung pun seringkali ikut terseret masuk akibat Jimin yang selalu memintanya menemaninya. Taehyung mau - mau saja. Tak ada maksud lain, ini hanya simbol mutual antar sahabat karib. Karena nyatanya sepulang dari tempat ini Jimin akan mentraktirnya semangkuk jjangmyeon atau ke restauran masakan Cina milik bibinya.
Joen Jungkook seringkali terlihat terganggu akibat frekuensi kedatangan mereka yang kelewat berlebihan. Dalam seminggu, Jimin bisa saja datang lima kali di antaranya tiga kali bersama Taehyung. Ini lucu, bagaimana lelaki Joen itu yang selalu terlihat kesal setiap kali Jimin yang menghampirinya.
Taehyung jarang meragukan pimikirannya, walaupun ia bukan tipe orang yang suka berkontemplasi. Ini yang ia takuti, kalau saja nantinya ia akan menyukai orang yang disukai sahabatnya.
.
Tanggal 13 Oktober lalu, Jimin berulang tahun yang ke tujuh belas. Dua hari setelahnya, atmosfer kegembiraan akibat usia dewasanya luluh lantah dalam beberapa menit.
Toko itu masih sama, dengan satu pegawai dan jajaran album - album fisik dari beberapa penyanyi independen. Jimin datang sendirian, tapi ia mampu meyakinkan wajah pegawai bermarga Jeon itu berubah. Itu bukan Jeon Jungkook.
Orang itu jauh lebih pendek daripada Jungkook, dan ia yakin dirinya pun mungkin saja beberapa senti lebih tinggi daripada orang itu. Tubuhnya kecil, kulitnya pucat. Matanya sipit, bibirnya ranum. Sepertinya orang itu mengecat rambutnya, warnanya mint sampai ke atas telinganya. Wajahnya kelewat datar namun lunak, dan itu menjengkelkan. Dalam sepekan, belum pernah Jimin semarah ini. Pegawai baru.
Jimin melangkah cepat. Hidup tidak adil, begitu pikirnya. Ia mendatangi meja kasir di mana orang itu duduk, dan memukulnya kencang. Tangannya berkedut, dan orang itu menoleh.
"Ya?"
...
To Be Continued
