3#Guitar

Sudah hampir satu jam Sehun mematut diri di depan cermin setinggi manusia yang pemuda albino itu sediakan di sudut kamarnya. Berbalik ke kanan ke kiri, berputar 180 derajat layaknya model, menilik dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sungguh tidak ada yang kurang dari diri seorang Oh Sehun. Tubuh tinggi altetis, kulit seputih susu, wajah tampan. Ah, jangan lewatkan yang satu ini. Wajah Sehun termasuk dalam kategori tampan di atas rata-rata. Rahang tajam, bibir tipis, hidung mancung, tatapan mata yang bisa mengalahkan tatapan elang. Sehun berdecak. Tidak ada kekurangan sedikit pun dari fisiknya.

Tidak seperti teman seapartemennya yang berkulit hitam, tidak lebih tinggi darinya, hidung tenggelam di antara pipi. Memang sih, dia punya bibir dengan volume lebih dari Sehun, matanya yang kadang menatap sayu itu jadi pujaan banyak perempuan di luar sana. Jongin—si hitam yang Sehun sebut-sebut, juga punya senyum yang bisa membuat banyak berteriak banyak perempuan. Yah, biarpun Sehun irit berekspresi, teriakan gadis-gadis masih banyak ia temui kok, apalagi kalau dia menyeringai, hoho.

Tapi … tapi tetap saja. Sehun masih tidak mengerti dengan penolakan Seona kemarin malam. Perempuan yang diincarnya selama satu tahun ke belakang. Lihat, satu tahun ke belakang. Lama sekali bukan? Namun dengan entengnya Seona menjawab pernyataan Sehun mengenai perasaannya serta keinginannya untuk memiliki hubungan yang lebih dengan perempuan itu.

"Sehun-ah, mianhae. Aku sudah berpacaran dengan Chanyeol oppa."

What!

Si tiang listrik dengan senyum lebar bodohnya itu?!

Ugh! Ingin Sehun mengumpat saat itu juga tentang mata Seona yang mungkin sedikit kabur. Atau tentang Seona yang perlu memerikasakan penglihatannya. Bagaimanapun juga, menurut Sehun, Chanyeol itu berada jauh levelnya dengan Sehun. Namun, demi menjaga hubungan baiknya dengan Seona, yah mana mungkin lah Sehun mau bermusuhan dengan Seona setelah pernyataannya, jauh dari perempuan itu saja rasanya tidak mungkin, dan kalau ada celah, Sehun bisa menyalip Chanyeol misalnya, haha. Saat itu Sehun dengan senyum menawannya mengatakan pada Seona, ia tidak apa-apa.

"Mungkin aku kurang cepat dari Chanyeol hyung, haha." Pada saat itu Sehun tertawa untuk menutupi rasa sakitnya. Dan ternyata, jawaban Seona jauh dari ekspektasinya. Menambah luka yang sudah tergores. Istilahnya menggarami luka.

"Kalaupun kamu lebih cepat, aku akan tetap memilih Chanyeol oppa, Sehun-ah. Karena kamu sudah aku anggap sebagai adik." Pada saat itu Seona juga tertawa dengan pernyataannya. Bukan tawa gugup seperti Sehun, melainkan tawa yang datangnya dari hati. Tawa yang diam-diam Sehun kagumi, serta impikan setiap harinya. Mau tidak mau Sehun tersenyum juga mendengar tawa riang Seona meski hatinya memberontak, menangis tersedu-sedu. Karena senyum indah Seona karena dirinya sebagai adik, bukan sebagai kekasih.

"Selain itu … aku selalu ingin memiliki kekasih seperti Chanyeol oppa."

Belakangan Sehun tahu, Chanyeol menyatakan perasaannya dengan memainkan sebuah lagu menggunakan gitar di sebuah café yang sedang ramai pengunjung. Setelah perfom di atas panggung, Chanyeol langsung menyatakan cintanya di depan para pengunjung yang di sambut anggukan serta air mata bahagia dari Seona.

Ya ampun. Dramatis sekali. Sehun dapat kabar itu dari perempuan yang bergosip tentang bagaimana gentle-nya Chanyeol menyatakan cintanya pada Seona, omong-omong.

Dan Sehun baru tahu kalau Seona menyukai laki-laki yang bisa bermain gitar, dan memainkan sebuah lagu untuknya.

Kenapa fakta itu bisa Sehun ketahui sekarang? Kenapa tidak dari dulu saja. Sehun, kan bisa belajar gitar dulu. Mungkin setelah melihat permainan gitar Sehun, Seona mau mempertimbangkan keputusannya.

"ARGH! Apa aku harus jadi pangeran bergitar dulu baru bisa mendapatkan hatimu, Seona?" Sehun mengerang frustasi kemudian menjatuhkan tubuhnya keatas single bed yang ada di dalam kamarnya. Memandangi langit-langit kamarnya yang tidak ada menarik-menariknya sama sekali.

Omong-omong soal belajar gitar ….

Cklek!

Sepertinya si hitam Jongin baru saja datang.

Sehun bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan teman seapartemen sekaligus sahabatnya itu. Dengan langkah riang, Sehun menggapai pintu kamarnya, mendapati Jongin tengah melepaskan tas serta mantelnya di ruang tengah membuat senyum Sehun kian mengembang.

"Hai, Jong! Baru pulang?" Jongin duduk dengan kepala tergeletak lemas di kepala sofa, mendengar sapaan Sehun di iringi cengiran mencurigakan pemuda itu membuat Jongin mau tidak mau menegakkan dudukannya. Jongin mendelik tajam Sehun yang duduk tidak jauh darinya.

"Tumben sekali kamu basa basi kayak gitu. Ada apa?"

Iya. Namanya juga sahabat, Jongin hafal Sehun. Kalau sudah seperti ini, pasti pemuda itu ada maunya.

Sehun terkekeh. Jongin selalu tahu dirinya. Sementara Jongin memutar kedua bola mata melihat tingkah Sehun dengan tangan bersidekap di dada. Tahu begini, lebih baik tadi Jongin langsung saja masuk ke kamarnya. Pasalnya, permintaan Sehun itu aneh kadang-kadang.

"Ajari aku main gitar, Jong."

Tuh, kan.

"Hah?" Jongin memastikan pendengarannya. Bisa saja kan pas dijalan tadi telinga kemasukan sesuatu jadi nggak bisa dengan jelas dengar permintaan Sehun.

"Main gitar, Jong. Main gitar. Ajari aku itu. Aku tahu kamu bisa main gitar, makanya ajari aku yah. Kamu kan satu-satunya sahabat aku yang paling pengertian."

Tidak salah nih? Sehun minta diajari gitar pakai mengeluarkan aegyo lagi. Sehun sedang tidak kesambet hantu apapun, kan?

Jongin kaget. Untungnya nggak sampai jantungan. Jongin masih mencerna kata-kata Sehun sampai membuatnya bergeming, gagap gugup sedetik kemudian. Lalu mendesah.

"Hun, kamu nggak lagi kesambet, kan?" adalah kalimat yang keluar dari bibir tebal Kim Jongin setelah tersadar dari sambaran geledek keinginan Sehun yang katanya mau belajar main gitar.

"Ke sambet pesonanya Seona, iya!" Sehun layangkan pukulan penuh cinta bantal sofa ke kepala Jongin. "Dasar! Aku serius, hitam!"

"Yak! Albino sialan, kamu mau aku batal buat ngajarin kamu, hah?" pekik Jongin dengan menunjuk Sehun tepat di wajah. Yah, bagaimanapun, sebentar lagi kan Jongin jadi guru privatnya. Masa Sehun mau macam-macam. Sehun nyengirkuda kemudian meletakan kembali bantal yang jadi senjatanya.

"Tunggu di sini." Setengah kesal sambil masih usap-usap kepala, Jongin beranjak pergi ke kamarnya. Mengambil pusaka yang sudah sejak lama tak ia jamah.

Senyum Sehun kian lebar, Jongin bergidik ngeri melihatnya. Setelah ini, mungkin Jongin perlu memanggil pengusir setan biar Sehun balik kayak dulu.

Tidak sampai sepuluh menit, Jongin kembali dari kamarnya dengan tas gitar di tangan. Diletakannya tas tersebut di atas meja. Dibukanya perlahan risleting yang mengelilingi setengah bagian tas tersebut. Saat tabir tersibak, Sehun berbinar menatapnya dengan bibir menganga.

"Seingatku, terakhir kamu main gitar, tetangga sebelah gedor-gedor pintu sambil bawa pemukul bisbol."

Oke. Suara Jongin dengan kalimatnya yang sedang tidak ingin Sehun kenang, menghancurkan imajinasinya yang nanti akan bermain gitar membawakan sebuah lagu yang di sukai Seona lalu gadis itu akan jatuh kepelukannya tanpa berkata-kata. Hancur sudah kepercayaan diri yang Sehun bangun sedikit demi sedikit.

"Jong, plis, nggak usah hancurin semangat orang yang mau belajar, okay?"

Maunya Jongin tertawa, tapi yang keluar hanya ringgisan. Seram juga Sehun kalau sedang dalam mode serius.

"Yasudah, coba kamu mainkan satu lagu yang kamu hafal kuncinya." Jongin mengangkat gitar dari pembaringan, dengan hati-hati menyerahkannya penuh khidmat pada Sehun.

Sepasang manik Sehun kembali berbinar. Diterimanya gitar dari tangan Jongin dengan penuh kehati-hatian. Seakan-akan, gitar itu adalah boneka porselen yang harus diperlakukan dengan lembut.

Seperti halnya yang diminta Jongin, Sehun memainkan sebuah lagu yang ia hafal. Photograph dari Ed Sheeran yang tidak ada indah-indahnya sama sekali. Jongin sampai harus memejamkan matanya, kalau dia menutup telinga, bisa-bisa Sehun tersinggung lagi. Permainan Sehun benar-benar parah, kacau, tidak berperasaan.

"Sudah. sudah. sudah. Rasanya aku mengerti kenapa tetangga kita datang bawa pemukul bisbol." Kalimat Jongin di hadiahi tatapan dingin juga wajah datar Oh Sehun.

Jongin meringgis melihatnya. "Oh Sehunku sayang, gitar itu ibarat perempuan. Harus diperlalukan dengan lembut, penuh perasaan. Pakai hati, bukan asal gonjreng. Yang jadinya nggak enak banget buat di dengar. Cara kamu megang gitarnya juga berantakan banget. Sini! Perhatikan permainanku, nanti kamu terapkan, yah."

Jongin mengambil gitar dari pelukan Sehun lalu mendekapnya penuh kasih sayang. Raut datar hendak membunuh Sehun berganti dengan binar keingintahuan seorang murid pada gurunya. Memainkan lagu yang sama, permainan Jongin tidak sehebar para professional di luaran sana, namun cukup mengundang decak kagum Oh Sehun. Sayang sekali, Jongin tidak pernah mempublikasikan bakatnya ini di depan umum.

"Bagaimana, kamu ngerti, kan?" terbuai dengan permainan Jongin, Sehun sampai tidak sadar Jongin sudah selesai bernyanyi. Lalu disodorkan pertanyaan tiba-tiba, Sehun tergagap gara-gara gugup. Kalau ketahuan malah terlena bukannya memperhatikan, bisa malu Sehun.

"Ah, i—iya, aku ngeri kok."

"Kalau gitu, coba sekarang kamu main sekali lagi."

Sang gitar kembali berpindah tangan. Dari satu pangeran ke pangeran lainnya. Dari satu dekapan ke dekapan lainnya. Coba kalau gitar itu ibaratnya seorang gadis seperti yang Jongin umpamakan. Sudah semerah tomat mungkin wajah si gadis gitar ini.

Sehun kembali memengang kendali atas si gitar. Tidak seperti sebelumnya, Sehun tiba-tiba saja merasa gugup luar biasa. Padahal tadi nggak ah. Duh, kalau dia salah lagi, Jongin bakalan marah tidak yah? Sehun membenarkan posisinya, memperhatikan posisi lengan kanan juga kirinya, lalu melirik Jongin dari balik bulu matanya yang sedang menatapnya dengan serius.

Blush!

Kadar kegugupan Sehun bertambah beberapa kali lipat.

"Begini, Hun."

Tiba-tiba Jongin sudah memosisikan tubuhnya di samping Sehun. Memeluk pemuda kekurangan pigmen itu dari belakang, menyelaraskan pegangan Sehun pada sang gitar. Lengan bertemu lengan, punggung dada bersentuhan. Wajah Jongin juga Sehun yang berjarak hanya hitungan senti.

"Santai saja, Hun. Tangannya nggak usah tegang begitu." Jongin berbicara tepat di pelipisnya. Sehun yang sedari tadi terdiam, menelusuri tiap permukaan tubuh mereka yang saling merekat saat itu, tersentak mendengar suara Jongin. Lalu mendongak untuk memastikan pendengarannya.

Blush!

Jongin tiba-tiba berubah tampan dalam sekejap. Wajah Sehun sampai memerah. Menyesal Sehun mendongak tadi. Tapi masih untung bibir nggak ketemu bibir, padahal jaraknya itu loh. Pas banget.

Duh, Sehun. Pikiran kamu kenapa sih? Rutuk Sehun dalam hati.

"Nah, coba kamu petik pelan-pelan senar gitarnya." Sehun menurut. "Sekarang coba kunci C." manik Sehun beralih pada lengan kirinya yang memegang leher gitar, memperhatikan bagaimana jemari Jongin menuntut jemarinya untuk menempati skat-skat yang tepat untuk kemudian menjadi sebuah rangkaian kunci nada.

"Coba kamu petik lagi senar—"

Yang kali ini salah Jongin. Sehun sedang serius sampai keningnya berkerut membenarkan posisi jemarinya, Jongin malah menoleh. Alhasil, bibir tebalnya menumbuk permukaan halus pipi Sehun. Salahnya Sehun lagi, pemuda itu menoleh cepat merasakan sesuatu yang basah menyentuh pipinya padahal Jongin masih membatu. Jadinya, bibir mereka bertumbukan dalam hitungan detik. Sekilas. Nggak berlanjut.

Plak!

Dugh!

"Gila kamu, Jong! Sengaja ambil kesempatan dalam kesempitan yah?"

Sehun ngamuk. Setelah seenak jidat menampar pipi Jongin, belum lagi kepala gitar yang tidak sengaja menghantam rahangnya saat Sehun bangkit berdiri, Albino itu berdiri dengan napas terengah-engah. Wajahnya memerah karena marah—atau malu. Gitar tak bersalah masih betah di cekik lehernya di sisi tubuh Sehun.

Sedetik dua detik, Jongin belum juga bereaksi. Bibirnya sibuk meringgir, kepala sibuk berpikir. Seumur-umur, Jongin belum pernah mencium laki-laki, perempuan juga sesekali, jarang malah. Tapi, setelah pengalamannya barusan, Jongin baru tahu kalau bibir laki-laki bisa manis juga. Atau mungkin karena ini bibirnya Oh Sehun, yang notabene-nya sahabatnya sendiri dan lagi, senang bersolek—perhatian sama penampilan maksudnya.

"Please, Jong. Aku tahu, aku ini tampan juga manis, tapi masa sih kamu mau main nyelonong sama sahabat sendiri?!"

Oke, hancur sudah imajinasi Kim Jongin. Mendengar ocehan Sehun yang kelewat narsis, Jongin jadi berpikir dua kali soal bibir manis Oh Sehun. Kalau sudah begini, nggak ada manis-manisnya sama sekali.

Eh?

Berarti Sehun tidak masalah dong Jongin cium. Jongin mencerna kembali kalimat Sehun, namun segera ditepis segala pemikiran positif yang Jongin bentuk dengan kenyataan Sehun sekarang sedang berkacak pinggang sambil menatap garang ke arahnya.

"Sialan kamu! Siapa juga yang ambil kesempatan dalam kesempitan! Memangnya siapa yang tadi minta diajari gitar? Bukannya bilang terimakasih, malah nampar sembarangan. Mana nuduh yang enggak-enggak lagi." Jongin masih betah megangin pipinya. Sebenarnya tamparan Sehun nggak ada sakit-sakitnya sih. Cuma reflek tangan aja, jadinya nggak terlalu bertenaga. Yah, Jongin lagi pingin mendramatisir suasana aja sih.

Jongin melengos begitu saja setengah mengucapkan kalimat panjang pembelaan. Sama sekali nggak mau dengar ucapan Sehun yang lainnya, kalau boleh jujur sih, Jongin cuma sedang menyembunyikan wajahnya yang memerah. Kan nggak elit banget kalau Sehun sampai lihat.

Melihat Jongin masih pegang pipi, melengos begitu saja, ditambah kalimat terakhir pemuda itu yang sedikit banyak berdampak pada sosok Oh Sehun yang tadi mencak-mencak. Pemuda kekurangan pigmen itu tak lagi berdiri berkacak pinggang, tak lagi merenggut marah, tak lagi memerah. Yang ada hanya wajah mencelos merasa bersalah, belum lagi gitar Jongin yang kini beralih di dekapnya.

Aduh, Sehun keterlaluan yah?

"Ya—ya, ya sudah. Bisa berlatih sendiri. At—atau, aku bisa meminta bantuan Chanyeol hyung." Meski Sehun berkata demikian, melupakan fakta bahwa Chanyeollah yang membuatnya minta diajari gitar oleh Jongin. Namun tak menyurutkan langkah Kim Jongin. Pemuda itu masih kekeh tidak mau berbalik, kemudian menghilang di belakang pintu kamarnya.

Sehun menghentak kakinya ke lantai, kesal. Sambil mendengus menatap tajam pintu kamar Jongin, Sehun juga ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri.

"Terserahlah!"

Bam!

Mendinginkan kepala adalah satu-satunya hal yang harus Sehun lakukan di dalam kamarnya. Begitu juga dengan Jongin. Selain meredakan emosi, juga untuk menjernihkan kepala dari bayang-bayang ciuman sedetik tadi. Ditambah debaran jantung keduanya yang bertalu tidak karuan.

Ini semua gara-gara Seona, juga obsesinya pada pangeran bergitar!