.
.
.
OUR houseHOLD
By :Vhy*mirror
.
.
Cast : Kim Joong Woon, Kim Ki Bum, Choi Si Won, and another cast -SUJU's member-
.
.
Disclaimer : ALL OF THE PLOT IS MINE !
.
.
RATED : – T – ( yang aman aja DULU... )
.
GENRE : ROMANCE/DRAMA -CONFLIC
.
CHAPTER : 1 OF ?
.
Warning : SC –Straight Character–, Typos, POOR EYD, alur EXPRESS, general LIFE –not as SUPER JUNIOR member- ^_^
Warning++ : Bold Italic text is for flashback moment
Warning +++ : diSARANkan untuk membaca cerita ini dengan POSISI PALING NYAMAN & SANTAI
Note : Seluruh charakter& setting tempat hanya fiksi belaka dan milik bersama.
.
.
DON'T FORGET to SEND me A RIVIEW, ne~~?
.
.
.
.
! HAPPY READING !
.
.
1thSummary :
Inikah hidupku? Haruskah aku menjalaninya? ||| " bogosipho" singkat Siwon, ||| " Siwon~~" Yesung mulai merengek.. ||| ' bahkan dia tidak khawatir ataupun bertanya. DASAR!' umpat Yesung dalam hati disusul dengan 'bantingan' pintu kamar, setelah kembali dari dapur dengan segelas air putih.
THEME : AUTUMN SOUTH KOREA -SEOUL
.
.
Malam sangatlah larut. Bahkan mungkin ini adalah dini hari. Tapi seorang yeoja manis bersurai legam ber-onyx hitam masih sibuk dengan selimut dan bantalnya, membenarkan posisi yang dirasa nyaman untuk berkelana ke dunia mimpi untuk menepis kegundahan dalam dirinya, dalam hidupnya.
'eemmmphh...hhaahhhhh' hembusan nafasnya sangatlah berat dan dalam. Ia usapkan kedua tangannya ke pipi dan matanya. Berusaha meraih ketenangan. Ia benar- benar ingin tidur, tapi tubuhnya melakukan penolakan.
.
Ckleeek!
Sebuah pintu dibuka, pintu kamar yang dihuni yeoja manis itu -Yesung. Kini ia telah mengenakan mantel tebal yang dirasa cukup untuk menangkal dingin di luar rumah. Ya. Dia memutuskan untuk keluar. Menghabiskan waktu di luar mungkin akan mengusir sedikit bebannya.
" aku akan membeli ramyeon" katanya -Yesung- kemudian, tanpa menatap lawan bicaranya yang masih setia menjentikkan jari pada benda hitam bercahaya, yang disebutnya laptop. Di samping benda itu, ada secangkir coklat panas yang bahkan masih mengepulkan asap.
" ini masih jam 1 malam" ingat namja bersurai hitam arang –dengan nada datar seraya mengalihkan pandangannya dari laptop dan mengangkat cangkir, bermaksud meminum isi dari gelasnya.
" na kkalge.." pamit Yesung melangkah menjauh dari pintu kamarnya, terkesan mengabaikan.
" di lemari masih ada ramyeom" sanggah pengetik itu –Kibum yang masih memegang gelasnya, dan masih dengan posisi mendongak ke arah Yesung, mengingat dirinya yang tengah duduk di atas karpet hangat bersandar pada kaki sofa di depan TV.
"..." Yesung tak meresponnya, ia hanya menunduk sebentar lalu melangkah lagi.
" jakkan." instruksi Kibum yang segera melesat ke kamar –dimana Yesung keluar dari dalamnya tadi, dan kembali dengan sebuah syal berwarna senada dengan mantel Yesung, merah.
Tangan Kibum tak berniat untuk mengalungkan syal di tangannya ke leher Yesung. Ia hanya menyampirkannya, lalu kembali ke tempat duduknya tadi. Menyibukkan diri dengan mengetik –entah apa itu, yang pasti itu adalah deretan tulisan yang harus dikerjakannya sebagai presiden direktur di perusahaan kedua appanya –appa Yesung dan appanya sendiri.
Dengan sedikit gumaman tak terdengar, Yesung melangkah makin menjauh dari pintu kamarnya, membiarkan Kibum begitu saja.
Membiarkan –mengusahakan (lebih tepatnya)- ketidakpedulian Kibum terhadapnya sebagai hal biasa dan membiasakan diri untuk hal itu.
Hingga tak disadarinya, sepasang mata mengekori pergerakannya –yang melangkah menjauh. Ekor mata Kibum, mengikutinya. Dengan diam dan menjaga jarak, tubuh Kibum ikut serta mengekori Yesung yang telah menjauh dari apartement mereka.
-:::::::::::::::::::::::::::::::::-
8^_^8
-:::::::::::::::::::::::::::::::::-
Yesung's SIDE~~
Inikah hidupku? Haruskah aku menjalaninya? semenyedihkan ini? Adakah sebuah pilihan untuk menggantinya?
Itulah yang selalu berputar- putar dalam diri dan otakku adalam 8 bulan ini. Dan kalimat- kalimat seperti 'aku ingin punya pangeran berkuda putih' dan sejenisnya bahkan sepertinya enggan untuk bersinggah di bibirku. Entah semua hari- hari yang kusebut kehidupan itu menguap kemana, dan entah menjadi apa kini. Semua hilang begitu saja. Semenjak hari itu...
Teng...teng...teng...
Upacara pemberkatan berlangsung dengan khusuk, meski aku –mungkin- tak melakukannya dengan khusuk.
Yang kuinginkan hanyalah menyelesaikan semua hiruk- pikuk ini dan tidur. Hanya itu.
Entah siapa saja yang tersenyum padaku dengan balutan gaun- gaun bernuansa putih di berbagai sudut gereja ini. Meski tak terlalu banyak, aku telah merasa bingung. Tak ada satupun yang kukenal. Lebih tepatnya aku hanya mengenal kedua orangtuaku yang berdiri di barisan paling depan, dan di sisi lain, ada 2 orang yang kutau. Mereka adalah orangtua dari namja ber-onyx datar disampingku, ia tepat berdiri disampingku, yang juga hanya sekedar aku mengetahui siapa namja itu. Hanya sekedar tau.
Aku sama sekali tak mengenalnya, meski baru saja aku mengucapkan sebuah janji untuk mencintainya seumur hidupku dan mendampinginya.
Kim Kibum.
Kim Kibum adalah nama yang baru saja kudengar beberapa bulan lalu, ketika appaku mengatakan bahwa ia ingin memperbaiki semua.
Perusahaan appaku mengalami kemunduran, dan sepertinya akan terjadi hal yang tak diinginkan. Bukan apa -apa jika keluarga kami bangkrut. Toh.. memang appaku memulai bisnis konstruksi ini benar- benar dari nol.
Tapi.. kini perusahaan appa tidaklah hanya memegang satu kepala keluarga saja. Melainkan beratus- ratus, bahkan beribu- ribu kepala keluarga yang telah menopangkan kehidupan mereka pada perusahaan appa.
Dan itu membuat appa sangat sulit untuk membiarkan semua hanya sekedar berlalu. Ia harus mempertahankan perusahan itu. HARUS!.
Dan sebuah tawaran dari sahabat lama appa datang dengan sebuah jendela kebebasan untuk masalah appa. Seorang sahabat lama yang sangat appa sayangi.
Seorang sahabat lama yang menawarkan sebuah bantuan untuk mengembalikan kondisi keuangan perusahaan appaku -Lee Donghae-.
Dan yang kutau, setelah semua kembali dan masalah appa selesai, appa mengatakan bahwa ia mendapat tawaran lagi dari sahabat lamanya.
Beliau bilang ingin menjadikanku sebagai menantunya. Entah bagaimana aku menyikapi keadaan ini. Bahkan aku sempat berpikir bahwa menolong appaku adalah salah satu cara untuk 'membeli'ku dengan harga yang –menurut mereka- pantas.
Appa tak memaksaku, ia hanya tersenyum tipis saat mengatakan 'apakah kau mau menerima tawaran Hankyung ajjussi?'.
Aku belum menjawabnya, bahkan berniat untuk mengabaikan pertanyaan itu.
Pertanyaan macam apa itu?
Aku masih berumur 21 tahun!
Aku ingin meraih mimpiku juga.
Aku ingin bebas!
Ingin merasakan yang remaja lain rasakan..
cinta pertama..
ciuman pertama..
kencan pertama..
aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya sebuah kata rindu dan menggebu- nggebu ketika memikirkan seseorang..
ingin merasakan bagaimana sebuah hubungan menjadi sebuah ikatan janji suci dengan dasar saling mencintai.
Tapi... eommaku berkata lain.
Meski dengan halus, ia selalu mengingatkanku tetang jasa- jasa yang telah keluarga Hankyung ajjussi lakukan selama ini. Bahkan ketika appa dan Hankyung ahjussi masih di bangku SMP dan SMA hingga kuliah, dan lulus.
" bukankah hal yang baik jika membalas budi pada orang yang baik, nak? Kau akan merasa bahagia...eomma bisa merasakannya..."
lantunan kata itu selalu halus, terlalu halus bahkan. Eommaku selalu mengatakannya dengan sangat halus. Tapi entah aku merasa tidak mudah melakukannya. Aku bahkan belum mengenal putra Hankyung ahjussi, untuk tau wajahnya pun tidak.
Aku mengetahuinya tepat sesaat setelah ia membungkuk hormat pada kedua orang tuaku di ruang tamu.
Ia medongak ke arahku, dan menyematkan senyum tipisnya. Aku menuruni tangga dan duduk disamping orang tuaku, sedang dia diapit oleh kedua orangtuanya.
Hingga kalimat yang paling kuhindari benar- benar muncul untuk kesekian kalinya...
'apakah kau mau menerima tawaran Hankyung ahjussi?' pertanyaan itu lagi.
Kali ini appa tak menatapku, melainkan menatap seorang yang namanya disebut sebagai Hankyung ahjussi itu –ayah Kibum.
Aku belum menjawab. Mataku yang kuarahkan pada karpet di kakiku. Kualihkan menatap appa, lalu beralih ke Hankyung ahjussi, lalu mengarah ke namja –sedikit lebih tua dariku yang berada disebelahnya, ia hanya diam sedari tadi. Tapi ia –Kibum menatapku. Entah dengan tatapan apa.
Kulihat eommaku, ia membalas tatapanku dengan wajah tersemat senyum yang berisi sebuah harapan, sebuah harapan bahwa aku akan mengatakan 'iya'...dan itulah jawabanku.
Dengan menatap eomma, aku menjawab dengan senyum seadanya. Paling tidak, senyum eomma telah berganti senyum bahagia dan bangga.
Dan paling tidak, aku bisa meringankan pikiran eomma tentang ini...semoga...
" ahjumma..berapa semua?" tanyaku yang telah menghabiskan semangkuk ramyeon dan beberapa gelas soju?
Oh! Bukan! itu bukan soju. Itu hanya segelas air mineral biasa.
Aku tak bisa meminum minuman beralkohol, itu membuatku tak nyaman, meski orang- orang bilang itu adalah minuman yang tepat untuk menghangatkan badan dan menenangkan pikiran.
Setelah menghampiri kasir, aku melangkah menjauh. Melangkahkan kaki gontaiku ini entah kemana. Aku hanya berniat untuk makin menjauh dari apartement yang kutinggali bersama seseorang yang –tak- bisa disebut dengan kata suami.
YESUNG side END!
-:::::::::::::::::::::::::::::::-
8^_^8
-:::::::::::::::::::::::::::::::-
Yesung masih saja terus dan terus melangkah menjauhi arah apartementnya. Hanya ada beberapa kendaraan yang masih berlalu lalang di jalan raya dekat perumahan elit Hwangdong, yang kini ditapakinya.
Terkadang, ia akan berhenti dan menghadap jalan hanya untuk menghitung kendaraan yang sedang melintas lalu menghitungnya 1 sampai dengan 10, kemudian melangkah lagi.
Kibum masih mengikutinya.
Dia benar menjadi menguntit yang baik untuk saat ini.
Yesung sama sekali tak merasa bahwa dirinya sedang diikuti serta diperhatian sejak tadi. Dan mereka berdua melangkah mengisi jalan, dengan jarak yang cukup untuk melihat sebuah bangunan kokoh di salah satu kawasan rumah elit Hwangdong yang sebenarnya berjarak 4 blok dari apartemen mereka.
Itu adalah rumah orangtua Yesung.
Kaki Yesung berhenti.
Ia terus saja melihat bel rumah orangtuanya –Lee Donghae dan Lee Joong Soo-. Tapi belum berniat untuk memencetnya.
Ia mengambil ponselnya, dan bergumam 'jam 2.18, pantas saja masih sangat gelap' sambil mendongakkan dirinya ke atas langit.
Dan tanpa disadari kristal bening Yesung meleleh begitu saja dari matanya, menjadi anak sungai. Segera, ia menggosoknya dengan sedikit kasar, sambil memejamkan mata.
' ayo kembali Yesung..ayo pergi dari sini! jika eomma melihat, dia akan sedih!' gumamnya dalam hati, lalu melangkah menjauh.
" Yesung?!" sapaan agak ganjal menghentikan langkah Yesung. Ia menoleh. Ia mendapati seorang pengendara motor besar sedang mengangkat sebelah tangan untuk menyapanya. Dan terbalas ulasan senyum, agak lebar -mungkin- (sedikit) tulus...-sebagai sopan santun.
" Neo.. Yesung-ida, kkeuji?!"(trans : Kau..Yesung, 'kan?) katanya lagi, kini ia turun dari motornya dan mendekati Yesung, sambil menaik turunkan pandangannya. Memastikan bahwa itu benar- benar Yesung. Dan yang dipandang hanya menautkan alis. Ia melakukan pemastian juga. Lalu senyumnya merekah. Ia telah mendapatkan jawaban...
" kau...ingin minuman hangat?" tawar pengendara itu –Siwon menengadahkan tangannya, lengkap dengan cengiran khas sambil menggarukkan jarinya pada tengkuk yang tak gatal –dengan tangan satunya. Dan senyum lembut Yesung menjadi jawaban pertanyaan itu, lalu naik ke motor dengan bantuan tangan Siwon.
Sepasang mata yang memperhatikan mereka sedikit mengkilat, lalu matanya berangsur kembali bersama dengan langkahnya kembali ke apartement, mengakhiri misinya untuk membuntuti Yesung, istrinya. Istri seorang Kim Kibum.
'paling tidak, dia aman bersama Siwon' batin Kibum masih terus melangkah menjauh dari balik tembok, dan menjauh dari dua orang yang tengah siap melaju menembus angin malam.
-:::::::::::::::::::::::::::::::::-
8^_^8
-:::::::::::::::::::::::::::::::::-
"tunggulah di sini, arrachi?" Siwon menaruh penyangga motornya, turun dari tempatnya duduk, dan tersisalah Yesung yang masih duduk di bagian belakang motor Siwon, masih menyematkan senyum dan anggukan lucunya.
Lalu, Siwon kembali membawa katong berisi entah apa saja dari dalam toko, dan mengarahkan kantung itu pada Yesung. Yesung hanya tersenyum, tapi bukan padanya.
"apa yang kau lihat?" Kini Siwon menelusuri arah mata Yesung.
Tapi dia tak melihat apapun yang lucu ataupun aneh. Ia menelusuri ingatannya, dan Gotcha! Ini adalah tempat yang memang sering mereka kunjungi dulu, sebelum Siwon pergi German untuk belajar bisnis demi meneruskan Choi Publishing. –perusahaan appanya-.
Lalu mereka tersenyum bersama, menelusuri manik yang berada dihadapan mereka,
Lalu tersenyum lagi.
Ada sebuah rasa yang membuncah kala itu..rindu...sebuah kerinduan..dari Siwon untuk Yesung, dan sebaliknya (mungkin).
-:::::::::::::::::::::::::::::::-
8^_^8
-:::::::::::::::::::::::::::::::-
Malam, -ahh! Tidak. bahkan ini benar- benar hampir pagi- ini mereka habiskan berdua, hanya Yesung dan Siwon.
Tepat di depan mereka menyeruak sebuah air mancur super besar yang dikelilingi sebuah taman kecil. Siwon duduk di tengah tangga menuju air mancur itu, dan di samping kirinya Yesung duduk sambil bersandar di bahu Siwon. Mereka menutup kedua mata, sedari tadi tak ada yang memulai perbincangan.
Mereka hanya saling bungkam, dan sesekali saling melempar tatapan dan senyum, kemudian menutup mata lagi.
" bogosipho" singkat Siwon, tanpa membuka mata. Kepalanya disandarkan di pucuk kepala Yesung yang masih berada di bahunya.
"..." tak ada jawaban, Yesung hanya mengeratkan lengannya pada lengan Siwon, bahkan jika diingat lagi, dari awal Yesung belum membuka mulutnya bahkan hanya untuk satu kata. Ia hanya membiarkan Siwon mengetahui yang dipikirkannya melalui sorot matanya.
" kau harus pulang" Siwon berkata lagi. Kali ini ia mengangkat tangannya dan melihat jam yang menempel di pergelangan kanannya.
"..." masih tak ada jawaban. Bahkan sebuah reaksi dari Yesung pun Siwon tidak mendapatkannya.
" jangan seperti orang bisu. Aku tau suaramu serak. Menangis, Keujji (iya, 'kan)?" tanyanya kali ini dengan mendapat anggukan dan gumaman 'mmm'. Dia memang seorang yang sangat mengerti bagaimana Yesung.
" kenapa kau di depan rumahmu tadi? sedang ngambek?" Siwon membuka perbincangan, melihat Yesung meresponya dengan baik. Dia hanya tau jika Yesung –masih- tinggal bersama orangtuanya, dan belum menikah.
" mmm " Yesung hanya mencoba berdehem.
" Berhentilah besikap seperti itu Yesung. Kau sudah dewasa, bukan~? Hilangkan kebiasaan kabur dari rumah saat ada yang tidak nyaman. Kau bisa membicarakannya. Bukan seperti ini..." Siwon bicara panjang lebar, berharap Yesung akan mengerti.
" Lagi pula...kita baru bertemu setelah 3 tahun. Dan ini yang kudapat?" lanjutnya kini dengan nada kesal yang dibuat- buat. Yesung lalu melepas lengannya dari Siwon, menatap dengan tidak suka. Tapi sejurus kemudian ia melangkah menuruni tangga, mendekati air mancur dengan kelap - kelip lampu disekitarnya.
Siwon menyusul di belakangnya.
Siwon tau, Yesung sedang meneteskan air matanya kini, menangis dalam diam. Meski Siwon sedang tak melihat airmata itu.
" Ok! baiklah...ayo pulang! aku sudah bosan~!" Kata Yesung semangat, walau agak serak, seraya membalikkan badanya dengan melompat. Memasang ekspresi merengek dan gembungkan pipinya.
"..." Siwon mengerutkan keningnya, tidak mengerti dan setengah kesal. Selalu seperti ini, sejak dulu. Yesung selalu menghindar dari sebuah penjelasan yang harus dikatakan.
Yesung tak pernah membagi air matanya pada orang lain.
Bahkan Siwon bisa dibilang satu- satunya yang pernah melihat air mata itu leleh dari matanya.
Yesung selalu bungkam dan hanya bergumam, tak berani membuka suara. Ia takut suaranya akan bergetar dan serak. Dan itu membuat dirinya tak nyaman. Ia berpikir bahwa ia akan merasa terlalu menyedihkan.
Siwon adalah kekasih Yesung dulu.
Tapi Siwon, dalam hatinya, Yesung tetaplah kekasihnya. Karena mereka memang belum menyatakan untuk berpisah hingga akhir bertemu dulu. Mereka hanya saling bertatap lalu tersenyum.
Tak ada kata 'aku akan menunggumu' atau 'aku akan segera kembali untukmu' yang keluar dari mulut keduanya. Hanya sebuah tatapan yang penuh keyakinan. Entah untuk apa keyakinan itu.
Yesung dan Siwon.
Mereka adalah sepasang kekasih yang sempurna. Bahkan tidak sedikit yang iri pada mereka.
Bagaimana tidak?
Siwon adalah seorang ketua OSIS Internaniotal Seoul High School saat Siwon berada ditingkat 2, dan Yesung sebagai sekretarisnya yang berasa di tingkat 1.
Cerita cinta mereka sangatlah klasik, tapi mereka menikmatinya.
Hanya berawal dari segelas minuman yang tertukar di sebuah toko ( toko yang sama saat siwon pertama kali bertemu Yesung –lagi-), dan berlanjut ke sebuah perbincangan, lalu makan malam, dan seterusnya.
Hanya sesederhana itu. Tapi mereka benar- benar menikmatinya.
Hingga sebuah surat yang dilayangkan appa Siwon datang.
Surat itu berisi 'perintah' agar Siwon melanjutkan study Bisnisnya di German, melihat ia memang putra tunggal dari keluarga Choi, sekaligus penerus Choi Publishing. Setelah membaca surat itu, mereka hanya bertatapan lalu tersenyum, walau keduanya menyimpan sedikit rasa getir.
" Baiklah Tuan Choi, Ini sudah jam 5 pagi. Aku masuk...pulang sana!" titah Yesung mutlak. Suasana mulai mencair saat mereka hampir pulang. Sekarang, mereka telah sampai di depan pintu apartemen Yesung –dan Kibum-.
"..." Siwon hanya diam, dan melihat Yesung yang mulai memencet password untuk membuka apartemen.
Cttrriingg...
Pintu terbuka. Siwon mengedarkan pandangannya ke dalam apartement Yesung, mencoba menangkap sesuatu –mungkin-.
" jangan yang aneh- aneh Tuan Choi~. PULANG!" suara Yesung meninggi dengan sedikit pout. Tangannya bergerak untuk menutup pintunya, takut- takut kalau Siwon menangkap seorang lain di dalam apartemennya, Kibum.
" sejak kapan kau tinggal di sini? Apa kau sendirian? Memang kau berani tidur sendiri, ha~? Atau ini hanya tempatmu kalau sedang kabur?"
" Siwon~~" Yesung mulai merengek.
" oh..ayolah~ aku hanya ingin masuk sebentar, lalu pulang. Aku janji!"
" aku tak pernah memasukkan siapapun ke kamarku. Kau ingat~~?"
" ini apartemen Yesung~? Bukan kamar!" Kekeuh Siwon yang memang tak mau kalah.
Tapi sejurus kemudian dia hanya pasrah dan melambaikan tangannya, setelah Yesung memberikan deathglare pada Siwon 'dia makin manis' pikir Siwon lagi, tapi terus menjauh.
.
'Jam enam pagi' gumam Yesung lagi lalu masuk.
Ia mengedarkan pandangannya.
Kibum duduk di sofa sedang menatap sebuah buku dengan serius menghadap ke TV yang mati. Sesekali ia membalikkan lembaran kertas di dalamnya lalu terdiam.
Yesung menatapnya kesal, dan sedikit miris.
'bagaimana bisa dia membiarkanku pergi semalam suntuk! Huft' gumamnya sangat tipis, hanya dia yang akan mendengarnya.
Lalu ia kembali melangkahkan kakinya yang sempat diam menuju kamarnya dan kembali keluar berniat mengambil minuman di dapur, yang berada agak jauh di belakang Kibum.
Yesung menoleh sebentar. Ia melihat Kibum masih serius dengan bukunya.
'bahkan dia tidak khawatir ataupun bertanya. DASAR!' umpat Yesung dalam hati disusul dengan 'bantingan' pintu kamar, setelah kembali dari dapur dengan segelas air putih.
TO BE COUNTINUOUD –:_
Okay,, this is a first part for my chaptered Fiction,,
Leave a comment or suggestion, ne~? Gomawo for reading !
Double tumb for your review 8^_^8 ! saranghae~~
Sign,
Vhy*mirror
