SasoAya Slide story
Setelah lhyn adakan pemungutan suara *?* di rifyuan sensei to life, ternyata lebih banyak yang meminta Lhyn mempublis squel 2nd sakura juga, jadi Lhyn publis fic one shoot SasoAya ini.
Arigatou untuk semua yang udah mendukung Lhyn. LHYN LUPH YOU ALL
Perhatikan Warningnya :
Sangat berkaitan dengan 2nd sakura, bagi yang belum membaca 2nd sakura, mohon maaf kalo gag mudheng… kalo bisa baca dulu, maapkan kekurangan Lhyn yang gag bisa bikin fic ini berdiri sendiri tanpa 2nd sakura.
Alur sangat loncat2, mohon maklumnya.
Gaje tingkat Akut Stadium Akhir.
Lhyn masih bingung ini SasoAya atou SasoSaku, coz lebih banyak menceritakan tentang perasaan Sasori ke Sakura. Gomen
Typo dan segala sesuatu yang membuat Fic ini kurang sempurna.
GOMEN TERLALU BANYAK WARNING!
~Lhyn Hatake~
Naruto®Masashi Kishimoto "Om, cakep deh, Kakashi buat Lhyn yah?" *divoodoo rame2*
Lhyn lagi puasa, jadi gag boleh bo'ong, Fic ini asli murni tanpa bahan pengawat dari otak Lhyn langsung *di formalin bereng2*
Plis enjoy
~Lhyn Hatake~
Pria berambut semerah bata itu menatap nanar kepergian mobil ferarry biru yang menjauh meninggalkannya. Membawa sebagian sisi dari dirinya, sisi terhangat dalam hatinya, sisi yang membuatnya ingin selalu tersenyum dalam hidupnya, sisi yang mulai membeku karna sebuah kata 'CINTA'.
"Sakura…" Helanya berat saat mobil itu menghilang ditikungan, Sasori berbalik dan memandang rumahnya, rumah yang takkan sama lagi tanpa Sakura'nya'.
"Kita masuk Sasori-sama, akanku buatkan kopi untuk anda." Kata Ayame lembut, mata Onyxnya memandang sayu pria itu.
Sasori mengangguk pelan. Kemudian membantu Ayame menutup pintu gerbang rumahnya dan mendahului gadis itu masuk kedalam rumahnya. Sasori menarik kasar salah satu kursi kayu yang mengelilingin meja makannya dan menghempaskan dirinya dengan kasar. Tangannya mengusap wajahnya dari bawah keatas hingga jari-jarinya menyusup diantara rambut merah batanya, kemudian meremasnya frustasi.
Sasori benar-benar merasa kehilangan dayanya sebagai seorang Aniiki. Sakura, adik semata wayangnya yang selalu dia jaga dengan sangat hati-hati, satu-satunya keluarga yang masih dimilikinya, satu-satunya alasan untuknya bertahan hidup tanpa orang tua. Satu-satunya hal yang membuat dia mengerti apa itu kebahagiaan dan kehangatan. Adik yang begitu… sangat disayanginya, kini hanya mampu menangisi keberadaan pria brengsek yang telah dengan berani menyakiti Sakura'nya'. Sasori tak mampu lagi membuat gadis itu tersenyum, dia telah melalaikan tugasnya melindungi Sakura.
"Sasori-sama, Minumlah agar anda bisa sedikit merileks." Suara Ayame terdengar lembut.
Sasori memandang wanita itu saat dia meletakkan secangkir kopi diatas meja didepannya. Rambut coklatnya bergerak lembut, mata onyx yang selalu menunduk. Sasori menghela nafas berat sekali lagi. "Ayame." Sasori meraih tangan Ayame saat dia hendak berbalik, alis wanita itu berkerut sedikit.
"Ada apa Sasori-sama?" tanyanya masih dengan wajah menunduk.
"Apakah aku terlalu sibuk hingga aku melalaikan tugasku sebagai Nii-chan untuknya?" Tanya Sasori pelan.
Mata itu terangkat memandangnya, kemudian seulas senyum lembut terlukis dibibirnya. "Sasori-sama adalah Aniiki yang terbaik bagi Sakura. Jangan menyalahkan diri sendiri, Sakura membutuhkan dukungan Sasori-sama, kalau Sasori-sama sendiri tidak yakin dengan dirinya bagaimana dengan Sakura?" katanya lembut.
Bibir Sasori terangkat sedikit membentuk senyum. "Kau benar, hanya saja rasanya…" lidahnya kembali terasa kelu, senyum kecil itu pun lenyap dari bibirnya, kepala merahnya kini tertunduk.
"Sasori-sama…" suara itu terdengar begitu lembut dan sebuah sentuhan hangat menenangkan dirasakan dipundaknya. "Sakura akan baik-baik saja, percayalah padanya, saya dan anda tahu kalau dia gadis yang kuat."
Sasori mengangkat wajahnya memandang mata onyx didepannya. "Aku harap kau benar Ayame, aku hanya… terlalu takut tidak bisa melihat senyumnya lagi."
~Lhyn Hatake~
Sasori turun dari mobil BMW yang dinaikinya, seulas senyum ramah menyambutnya lembut dan dia membalas senyum itu kaku. Sepertinya aneh bila dia tersenyum untuk orang lain selain Sakura saat dia pulang kerumahnya.
"Bagaimana kabarmu Ayame?" Tanya Sasori kaku.
Rasanya juga membingungkan. Biasanya setiap kali dia pulang dari misi maka yang pertama kali ditanyakannya adalah 'Bagaimana Sakura?' , 'Dimana Sakura', 'Sedang apa dia' , 'Sakura baik-baik saja', segalanya tentang Sakura. Tapi sekarang, ketika dia pulang tanpa Sakura menunggunya… aneh, benar-benar terasa kaku, dia sendiri tidak yakin ini bisa disebut pulang. Sakura tidak disini, sementara tempatnya pulang adalah disisi Sakura.
"Saya baik-baik saja Sasori-sama." Jawab wanita itu membungkuk rendah.
Sasori menghela nafas berat. Rasanya benar-benar percuma usahanya mengambil misi kelas S ke Kiri selama sebulan ini. Niatnya untuk sedikit mengalihkan fikirannya dari 'kecenderungan memikirkan Sakura' menjadi sangat sia-sia ketika dia kembali kerumah ini.
Dia merindukan gadis itu, dia merindukan senyum hangat yang selalu ada untuk menyambutnya setiap pulang, senyum yang selalu menguapkan segala keletihannya seusai misi seberat apapun.
"Sasori-sama, anda ingin mandi atau makan terlebih dahulu?" Tanya Ayame ramah, begitu keduanya masuk kerumah itu.
Perutnya memang terasa lapar, tapi tubuhnya juga terasa sangat letih. Dan sesuatu yang lebih mendesak dihatinya terasa begitu meronta-ronta. "Mandi, kemudian tolong kau siapkan beberapa keperluanku. Aku akan ke Suna malam ini."
Rindu. Dia sangat merindukan Sakura'nya'
"Maaf Sasori-sama, tapi… anda baru saja kembali dari misi, dan ini sudah larut malam, apa tidak sebaiknya anda kesana besok saja setelah beristirahat sejenak?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.
"Lakukan saja apa yang kusuruh!" Kata Sasori keras. Dia memandang kesal wajah yang kini memucat. 'kami-sama…'. "Ayame aku… maaf, aku tidak bermaksud membentakmu." Katanya dengan nada penyesalan didalamnya, dia meremas rambut meratnya dengan frustasi.
"Tidak apa-apa Sasori sama, akan saya persiapkan keperluan anda." Kata Ayame, membungkuk rendah kemudian berjalan melewati Sasori.
"Ayame, tunggu." Sasori meraih tangan wanita itu, agar dia tidak semakin menjauh darinya. "Mungkin kau benar, Aku kelelahan. Besok saja aku ke Suna, sekarang kau istirahat saja, sudah malam." Katanya, kemudian melepas tangan itu.
Ayame kembali membungkuk rendah, "Baiklah Sasori-sama." Katanya lembut, kemudian berbalik dan pergi meninggalkan Sasori yang masih dikelilingi rasa bersalah.
~Lhyn Hatake~
Sasori kembali menghempaskan tubuhnya di atas kursi bersandaran tinggi dibalik meja kerjanya. Jari-jarinya terasa kaku setelah mengetik tiga puluh halaman lebih laporan misinya sebulan terakhir di Ame. Beberapa bulan belakangan ini Sasori memang selalu mengambil misi-misi kelas S yang pasti akan memakan waktu berbulan-bulan, misi berat yang bahkan kadang masih tetap belum mampu mengalihkan fikirannya dari Sakura.
Yah Sakura. Sakura Akasuna.
Terakhir kali Sasori menemui gadis itu sebulan yang lalu, saat itu Sakura tengah duduk bersandar dibalkon kamarnya sambil menatap kosong langit diatasnya. tanpa senyum penuh keceriaan,dan hanya sekedar pelukan tanpa kehangatan yang didapatkannya, tubuh yang semakin kurus tanpa semangat yang membuat hatinya terasa dibakar habis melihatnya.
Sekarang rasanya menjadi gelandangan jauh lebih menyenangkan dari pada menjadi Sasori. Seorang pria yang tak tahu kemana harus pulang. Kerumah tanpa Sakura menunggunya, atau ketempat dimana Sakura berada dan melihatnya dalam keadaan yang jauh dari kata baik? Sasori yakin, menjalankan misi selama mungkin agar kesempatannya untuk pulang semakin kecil adalah yang terbaik untuknya saat ini.
"Saso-kun, Kau melamun?" Sebuah suara mengejutkannya, Sasori mengerjap cepat dan matanya menangkap wajah manis gadis berambut pirang berkuncir empat.
"Temari?" Katanya dalam nada datar yang menunjukkan keterkejutan. Kemudian pandangannya tertuju pada sosok berambut merah dibelakang sigadis. "Gaara?"
"Melamunkan siapa? Seorang gadis?" Tanya gadis itu.
"Sakura." Katanya dengan nada khawatir. "Ada apa? Apa dia baik-baik saja?"
"Tch! Aku memang mengharapkanmu memikirkan gadis. Tapi bukan Sakura. Dia baik-baik saja kok… um… maksudku tidak baik-baik saja tapi baik-baik saja… ah… entahlah… dia masih seperti itu, kau tahukan maksudku?" kata gadis itu, kemudian duduk disalah satu kursi didepan Sasori, sementara Gaara duduk dikursi lainnya.
Sasori menghela nafas berat. Kemudian pandangannya tertuju pada pria merah lain didepannya.
"Jangan menatapnya seperti itu, dia juga berusaha Saso-kun, sama seperti Sasuke, semuanya berusaha, hanya saja sepertinya… kau tahu… Ah… susah sekali membicarakan adikmu itu." Temari tampak frustasi dengan menaikkan poninya asal-asalan.
"Aku tahu." Jawab Sasori tak kalah frustasi. "Lalu ada apa kalian kesini?" Tanyanya memandang Gaara yang sedari tadi hanya diam memandang keluar jendela ruangan kecil miliknya itu.
"Kami sudah seminggu disini, ada perundingan antara Gaara dan Minato-sama yang harus dibicarakan lalu kudengar kau baru pulang dari misi jadi kami kesini." Kata Temari sambil memainkan pena Sasori ditangannya.
"Sasori, Apa pria berambut perak itu yang bernama Kakashi?" Tanya pria berambut merah bertato kanji Ai dikeningnya pada pria berambut merah lain.
Sasori menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya berlahan sebelum menjawab. "Yah, Kau sudah bertemu dengannya?"
"Dia hampir membunuhnya!" Seru Temari. "Otouto Bodoh!. Dia kemarin dia hampir saja merusak semuanya!" Katanya menjitak kepala Gaara. Gaara hanya meringis kesakitan.
"Dia yang membuat Sakura jadi seperti itu." Geram Gaara tajam.
"Aduh! Gaara, berapa kali sih harus kukatakan bahwa dia juga menderita! Kau benar-benar bodoh, apa kau benar-benar tidak melihat matanya?" Seru Temari tak mau kalah.
"Persetan dengan pria itu." Gaara masih mengeram.
"Sebagai kazekage kau tidak pantas bicara seperti itu." Temari memandang Otoutonya tajam.
"Sebagai orang yang menyayangi Sakura, aku pantas melakukan lebih dari itu!"
"Sakura pasti tidak akan mengijinkanmu. Lagi pula aku yakin dia sudah sangat menderita saat ini, dia terlihat…" Suara Temari melemah. "lebih menderita dari Sakura. Hah, padalah dia sangat tampan." Nadanya kembali tingi, namun tinggi yang bersemangat. "Kami-sama dia tampan sekali… Sayang sekali sudah menjadi milik Sakura."
"Istrinya bernama Hinata Temari, Bukan Sakura!" Sasori memperingatkan.
Temari memandang Sasori yang memandangnya tajam, kemudian Gaara yang juga masih memandangnya tajam. "hah, Iyah.. iyah…" Dia bangkit dari kursinya. "Sasori, kau mau ikut pesta minum teh bersamaku dan Gaara?"
"Aku tidak ingat kalau harus menghadiri pesta minum hari ini?" Tanya suara datar yang dikenali Temari sebagai suara otoutonya.
"Kalau begitu kuingatkan sekarang." Katanya kemudian berjalan meninggalkan keduanya yang kini ikut bangkit dari kursi mereka
"Dimana pestanya, aku agak malas kalau tertalu banyak undangan." Kata Sasori.
"Dirumahmu. Hanya aku dan Gaara sebagai undangannya." Kata gadis itu, sebelum membuka pintu ruangan Sasori dan keluar menunggalkan dua pria berambut merah yang menghela nafas bersamaan.
~Lhyn Hatake~
"Gadis itu cukup manis, dia baik." Kata Temari.
Sasori memandang gadis berkuncir empat yang duduk disampingnya dikursi penumpang. Lalu kembali kejalanan malam menuju bandara konoha. "Siapa?"
"Ayame tentu saja." Jawab gadis itu. "Kapan kau akan memperkenalkannya pada kami sebagai calon istrimu."
Sasori kembali memandang mata hijau pucat Temari. Dia sama sekali tak mengerti dengan pembicaraan gadis ini. Atau mungkin teh melati buatan Ayame membuat otaknya sedikit kacau?
"Ayolah Sasori, kau juga harus memikirkan dirimu sendiri, kadangkala egois itu perlu." Kata Temari lagi.
"Aku tak mengerti." Jawab Sasori singkat.
"Kau mencintainya kan? Dan ku lihat dia juga sepertinya mencintaimu."
"Hah cinta?" kata Sasori, tidak dapat menghilangkan nada mengejek dalam suaranya.
"Yah, Cinta. Kau boleh bahagia Sasori."
"Temari, aku pikir kau cukup mengenalku." Sasori sedikit tak mengerti dengan pembicaraan gadis ini.
"Justru karna aku mengenalmu Sasori, beri dirimu sendiri kesempatan untuk bahagia. Kau mencintainya kan?"
"Bagaimana mungkin aku bisa memikirkan masalah cintaku sementara Sakura–" suara Sasori tercekat, bayangan tentang keadaan Sakura saat terakhir kali dia bertemu dengannya kembali terlintas "Terluka karna itu."
"Dan bukan berarti kau tidak boleh jatuh cinta. Aku yakin Sakura juga akan bahagia, setidaknya ikut sedikit bahagia kalau kau bahagia, aku rasa sudah cukup banyak orang yang kehilngan cintanya. Jangan sampai kau juga kehilangan cintamu."
~Lhyn Hatake~
Sasori berjalan gontai menaiki tangga rumahnya menuju kesatu-satunya kamar dilantai atas. Dia merindukannya, merindukan senyum itu, merindukan Sakuranya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mengobati rasa rindu itu. Dia terlalu takut. Takut akan kembali melihat buah kegagalannya sebagai seorang Aniiki dalam sosok Sakura yang sekarang. Rasanya memendam rindu jauh lebih baik dari pada melihat gadis itu saat ini.
Sasori membuka pintu kamar Sakura pelan.
Kamar itu kosong, hanya ada sebuah tempat tidur, meja dan lemari yang terasa mati ditinggal penghuninya. Sasori memandang kesekeliling ruangan itu, dan saat itulah matanya menangkap sesosok punggung tertutup rambut coklat yang tergerai tertiup angin diluar balkon kamar itu.
Ayame.
Gadis itu? Apa yang dilakukannya disini? Ditengah malam seperti ini? Sasori berjalan pelan dan sepelan mungkin menggeser pintu kacanya agar tidak membuat terkejut jadis itu meski tampaknya Ayame tetap terkejut dengan kehadirannya.
"Sasori-sama?" Gadis itu bangkit mendadak
"Ayame? Sedang apa kau disini?" Tanya Sasori, dipandangnya mata onyx gelap itu, mencoba mencari-cari jawaban tanpa mendengarnya.
"Saya…" gadis itu tampak ragu.
"Sakura?" tanyanya lagi.
Gadis itu mengangguk kecil. "Sakura selalu duduk disini sambil menatap langit saat merindukan seseorang. Dan saya…" suaranya mulai terdengar parau. "Saya sangat merindukannya." Dan sebutir air mata menitik dari mata onyx itu.
Sasori tertegun. Gadis itu menangis, menangisi Sakura'nya'. Dan dia menjadi bingung. Dia tidak pernah melihat seorang gadis menangis kecuali Sakura, semua gadis-gadis di Anbu yang dikenalnya tak pernah terlihat menangis. Hanya Sakura. Satu-satunya gadis yang pernah dia lihat menangis, dan saat itu dia akan memeluknya.
Jadi, itulah yang dilakukannya sekarang. Memeluk tubuh yang berguncang pelan dan mendekapnya didada, mengusap rambut coklatnya lembut. Mencoba menenangkannya, membagi kekuatan untuk saling menguatkan.
~Lhyn Hatake~
Sasori duduk dikursinya yang biasa dimeja makan itu, tubuhnya terasa sedikit kaku setelah menempuh jarak Suna-Konoha. Dia baru saja kembali dari menemui Sakura. Kalau ada satu kata yang bisa mengambarkan suasana hatinya saat ini "Pedih" adalah kata yang paling tepat.
Bahkan setelah sepuluh bulan Sakura berada disana, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tandan bahwa dia bahagia, mata emeraldnya pucat tidak bercahaya, senyumnya hambar tak mencapai mata, wajah sayu dengan lingkaran hitam tipis di bawah matanya.
Sakura menyambutnya dalam pelukan seperti biasa, pelukan tanpa kehangatan. Sasori benar-benar tak mengerti ini. Sakura hanya tinggal dua bulan di Konoha, hanya dua bulan bersama Kakashi, hanya dua bulan. Tapi kenapa butuh waktu yang begitu lama untuknya pulih dari keadaan ini? Ataukan dia tidak akan pernah pulih?
Tidak… Tidak… Sakura pasti akan pulih.
Dia akan kembali tersenyum ceria, matanya akan bersinar bahagia, wajahnya akan berseri-seri dan pelukannya akan menyambutnya hangat suatu hari nanti.
Suatu hari nanti?
Kapan 'suatu hari nanti' itu akan datang?
Sasori meremas rambut merahnya frustasi.
"Sasori-sama? Anda sudah kembali?" Tanya suara lembut.
Sasori hanya mengangguk tanpa menjawab pertanyaan itu.
"Akan saya buatkan teh untuk anda." Kata Ayame membungkuk kecil dan berbalik.
"Tunggu!" cegah Sasori, tangannya terulur mencegah gadis itu menjauh.
Sasori bangkit, dan mensejajarkan diri dengan gadis itu, dia menunduk memandang maya onyx itu dalam. Jantungnya berdebar. Yah kembali berdebar. Menatap mata onyx gelap lembut yang seakan selalu mampu membuatnya merasa kuat, merasa tak sendiri dalam keadaan ini.
"Ayame…" suaranya terdengar lirih dan ragu. "Apakah aku egois bila menginginkan kebahagiaan untuk diriku sementara Sakura…" dia tak melanjutkan kata-katanya, dia tidak sanggup memberikan kata yang buruk untuk mengambarkan kondisi Sakura saat ini.
"Setiap orang berhak bahagia Sasori-sama, anda juga berhak bahagia." Jawab gadis itu lembut.
"Apakah menurutmu Sakura akan bahagia bila aku bahagia?"Sasori mengengam tangan gadis itu lembut.
"Tentu saja Sasori-sama, Sakura pasti akan bahagia bila anda bahagia."
"Meski dia tengah terluka sekarang?" masih dipandangnya mata onyx itu.
"Barang kali kebahagiaan anda bisa menjadi obat baginya." gadis itu terlihat gugup.
"Ayame, Kau ingin Sakura bahagia?" Sasori menyusupkan jari-jarinya diantara jari jemari Ayame.
"Ten—tentu saja." Wajahnya memerah
"Menikahlah denganku Ayame, menikahlah denganku, buat aku bahagia, buat Sakura bahagia, dan aku berjanjji akan membahagiakanmu… karna…aku mencintaimu Ayame… Aku membutuhkanmu, menikahlah denganku."
~Lhyn Hatake~
Sasori menaiki tangga sekolah itu dengan ragu, dia masih belum yakin akan mengatakan ini pada Sakura. Sakura sudah cukup tertekan dengan hidupnya sendiri, tapi dia juga tidak bisa merahasiakan hal sepenting ini dari Sakura.
Dia yakin dengan keputusannya, Ayame yang terbaik untuknya. Tapi dia tidak yakin apakah itu yang terbaik untuk Sakura. Sasori benar-benar ingin melihat kembali senyum itu. Setahun bukanlah waktu yang singkat tanpa Sakura disisinya dan terasa semakin panjang tanpa senyum itu.
Sasori membuka sebuah pintu kayu terakhir dan angin kering suna langsung mengibaskan rambut merah batanya. Matanya langsung menangkap sebuah punggung tertutup rambut pink yang bergerak tertiup angin, kepalanya menunduk.
Kegagalannya.
Sasori menatap hasil kegagalannya sebagai Aniiki, kegagalannya menjaga seorang gadis yang begitu disayanginya. Dan rasanya begitu mencengkram, tapi percayalah itu belum seberapa dibandingkan nanti, saat wajah itu berbalik menghadapnya dan senyum palsu itu terlukis dibibirnya. Jauh lebih sakit.
"Kau disini." Sasori berusaha sehangat mungkin menyapa gadis itu.
Sakura memutar kepalanya, matanya sedikit melebar lalu buru-buru bangkit dan memeluknya.
"Nii-chan…" terdengar suara parau gadis itu. "Sejak kapan Nii-chan ada disini?" suara yang benar-benar tidak ingin didengarnya. Dia hanya menginginkan suara ceria, suara penuh semangat bukan suara pilu dari bibir kering itu.
"Nii-chan baru tiba sejam yang lalu, dan kuhabiskan waktu sejam itu untuk mencarimu." Kata Sasori mengacak rambut pink Sakura.
"Untung tidak terlalu lama Nii-chan mencariku, sayang sekali kalau waktunya terbuang." Sakura melepas pelukannya dan memandang wajah Sasori, dan rasa sakit yang teramat itu mencengkram seluruh tubuhnya melihat mata emerald tanpa cahaya itu.
"Gaara yang memberi tahuku kalau kau ada disini." Kata Sasori berat.
"Oh." Hanya itu yang bisa Sakura berikan sebagai respon.
Sasori mengawasi setiap gerakan Sakura, dia sangat merindukannya dia sangat ingin memeluknya, tapi pertemuan selalu membuatnya menyesal, dia tidak pernah sanggup melihat Sakura yang seperti ini, pertemuan dengan Sakura selalu menjadi hal yang paling buruk bagi Sasori.
"Untuk apa Nii-chan datang?" Tanya Sakura, Sasori bisa mendengar nada tersinggung itu.
"Hey, ini hari kelulusanmu Hime…" Sasori menatap mata Sakura, berusaha bersikap hangat. Berusaha membohongi dirinya bahwa Sakura akan membalas kehangatannya "Oh, ayolah…" dan semua itu percuma, Sakura tak bergeming sedikit pun.
"Aku benci hidupku masih berlanjut." Kata Sakura.
Dan rasa sakit yang lebih kejam menusuk Sasori, Sakura… Sakuranya tidak akan pernah mengatakan hal itu. Sasori merasakan tubuhnya berguncang, amarah dan kesedihannya memuncak. "APA YANG KAU KATAKAN SAKURA!" Sasori berkata keras.
"Kalau Nii-chan mengharapkan pesta kelulusan sebaiknya Nii-chan pulang." Kata Sakura datar, kemudian berbalik dan kembali duduk menunduk di tempat itu.
Tubuh Sasori berguncang hebat sekarang, marah, benci, takut, kecewa dan yang pasti sakit. "Sungguh. Aku tak pernah tahu kemana perginya Sakuraku." Kata Sasori getir. "Aku datang karna aku berharap bisa menemukan Sakuraku kembali disini, dan juga membawa sebuah berita dan sebuah pertanyaan untuknya." Tenggorokannya terasa semakin tercekat sekarang.
Sungguh, tidak ada hal yang lebih menyakitkan dari pada melihat sesuatu yang dengan hati-hati kau jaga, dengan sepenuh hati kau lindungi dan kini hancur, hancur tanpa sisa, hanya abu kering yang akan lenyap tertiup angin.
Selama ini Sasori berusaha untuk kuat, dia ingin selalu kuat agar bisa melindungi Sakura. Dia bisa bertahan karna Sakura, dia bisa tetap hidup karna ingin terus melihat senyum Sakura. Dan sekarang… apa lagi yang tersisa dari Sakura?
"Hinata meninggal kemarin, itu beritanya dan aku ingin bertanya apakah DIA bisa mengijinkanku menikah dengan Ayame. Tapi sepertinya DIA sama sekali tidak akan perduli dengan itu, DIA terlalu memikirkan kesedihannya sendiri hingga aku yakin DIA tidak akan pernah perduli dengan itu." Kata Sasori, dia kecewa. Sakuranya telah pergi, Sakuranya bukan Sakura yang seperti ini.
'Kami-sama, kembalikan dia. Aku mohon kembalikan dia'
~Lhyn Hatake~
'Harapan selalu ada.'
Dan Sasori sedikit mulai mempercayai itu. Harapannya muncul sekarang, sepertinya keputusannya menikahi Ayame tidak salah. Sakura kembali padanya, meski tidak sepenuhnya tapi lebih baik sekarang.
Meski senyum itu belum mencapai matanya, meski mata itu tetap gelap, tapi Sasori percaya Sakura yang sedikit bersemangat mengurusi keperluan pernikahan ini akan benar-benar kembali. Sasori percaya senyum palsu itu akan berubah menjadi senyum tulus seperti dulu.
Dia harus berterimakasih pada Ayame, pada Temari, pada Gaara dan pada Sasuke.
~Lhyn Hatake~
'harapan selalu ada… harapan selalu ada… harapan selalu ada.' Sasori terus mengumamkan kalimat itu dalam hatinya.
Dadanya berdekak tak wajar, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, kedua tangannya saling meremas dengan gugup dalam genggaman tangan hangat istrinya yang berusaha menguatkan.
'harapan selalu ada…'
Air mata perlahan memeleh dari mata hijau pucatnya. 'kami-sama aku mohon jangan ambil dia… aku mohon… jangan dia… jangan sekarang, aku mohon…'
Sasori memandang kabur kramik putih dibawahnya. Bayangan wajah pucat Sakura dan denging panjang electro cardio graph terus bergema dikepalanya.
'apapun kami-sama… apapun akan kulakukan asal kau tidak membawanya, jangan ambil dia… aku mohon.' Sasori terus meremas-remas kedua tangannya dengan cemas 'atau bawa aku bersamanya kami-sama… bawa aku…'
"Kuatkan dirimu Sasori." Terdengar suara lembut itu. Sasori memadang mata onyx wanita disampingnya, lalu mengangguk lemah.
'Tidak, aku juga tidak bisa meninggalkannya sendiri, dan aku tidak bisa tanpa sakura, jangan bawa dia agar aku tak perlu meninggalkannya kami-sama' batinnya getir.
Pintu didepannya terbuka dengan cepat dan seorang perawat dengan wajah penuh keringat dan tampak pucat, nafasnya sedikit terengah. Sasori bagkit begitu cepat menghampiri perawat itu.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Sasori, jantungnya berdebar begitu cepat, ketakutannya semakin nyata, dia takut mendengar sesuatu yang akan membuatnya labih lemah dari sekarang.
"Kami masih mengusahakannya. Siapa diantara kalian yang bernama Kakashi?"
Seketika pandangan Sasori tertuju pada pria berambut perak itu, 'Kakashi? Kenapa Kakashi?' pandangan Tanya bukan hanya muncul dari mata hijau pucatnya, Sasori bisa melihat bahwa Sasuke dan Ayame juga tangah memberikan pandangan itu pada si perawat.
Kakashi mendongak, tampak ak kalah terkejutnya.
"Tsunade-sama memangilmu. Cepatlah."
Kakashi bangkit, berjalan cepat masuk kedalam ruang ICU itu, sekilas Sasori bisa merasakan mata berbeda warna itu memadangnya saat dia melewatinya.
Sasori kembali duduk, fikirannya dipenuhi pertanyaan sekarang. Kanapa Kakashi? Apakah Sakura begitu mencintainya hingga saat kritis pun dia lebih membutuhkan Kakashi dari pada dirinya? Sasori memadang Sasuke yang wajah dinginnya masih belum bisa ditebak.
Keringat dingin kembali keluar dari seluruh tubuhnya saat pintu itu belum juga terbuka setelah sekian lama, tangannya kembali saling meremas gelisah sementara Ayame terus mengusap pundaknya lembut.
Pintu ICU kembali terbuka, namun kali ini banyak sekali yang keluar dari dalamnya. Termasuk seorang dokter kepala yang menangani Sakura.
"Bagaimana keadaannya Tsunade sama." Sasori buru-buru menghampiri wanita berambut pirang itu.
"Hebat sekali Sasori." Seru Shizune dari belakang Tsunade, pandangan Sasori beralih pada wanita ini. "Kami sempat kehilangan dia dua kali, tapi begitu Kakashi datang, detak jantungnya langsung terpacu, bahkan masa kritisnya telah lewat. Aku sendiri tidak mengerti kenapa? Tsunade-sama bagaimana anda bisa tahu tahu itu?"
Kehilangan dia dua kali? Apa maksudnya Sakura sudah kehilangan meninggal dua kali?
"Kau mencintai Genma?" samar-samar Sasori mendengar itu. 'yah. Kenapa? Kenapa Kakashi?'
"Tentu saja." Jawab Shizune sedikit tersinggung. Sasori memadang mata onyx shizune, sedikit memahami perasaannya.
"Kalau begitu seharusnya kau mengerti." Kata wanita itu galak.
"Jadi Sakura akan sembuh?" Tanya Sasori, kecemasannya masih berada di ujung ubun-ubunnya. Demi apapun dia tidak mau kehilangan Sakura.
"Kalau mati saja bisa jadi hidup apa lagi sakit jadi sehat." Timpal Tsunade semakin galak. "Aku capek lanjutkan nanti saja wawancaranya. Shizune, siapkan sake untukku."
'Kakashi, Ketua Kakashi. Arigatou.'
Sasori berbalik, dan menatap mata onyx miliknya. Milik Ayame-nya. Kemudian tersenyum tipis melihat kelembutan yang dipancarkannya. garis air mata masih tertera jelas di pipinya, perlahan Sasori mengusapnya sebelum kemudian memeluk istrinta erat-erat.
"Semuanya akan baik-baik saja." Bisik wanita itu.
"Arigatou Ayame, Arigatou telah menemaniku, untuk kekuatan yang kau berikan padaku. Aku mencintaimu, "
"Semuanya akan baik-baik saja."
'Yah, semuanya akan baik-baik saja, Arigatou Kami-sama, Arigatou tidak membawa Sakura pergi. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuknya, memberi apapun untuk kebahagiaannya, dan kebahagiaan wanita ini, aku mencinta mereka.'
Sasori mendekap Ayame lebih erat, menyesap aroma lavender dari gadis itu dan mancium keningnya hangat.
Dia yakin dia bisa melewati apapun sejak hari ini asalkan dua wanita itu tetap dimilikinya, Sakura kehangatannya, dan Ayame kekuatannya.
'Arigatou kami-sama'
*FIN*
HAHAHAY…. Gimana2? Kacaukan?
Terlalu bergantung ama 2nd sakura kan?
Bagi yang mau lanjut kira2 Slide storynya siapa lagi?
Sasuke X …..
Gaara X …
Kakasaku?
atou
KakaLhyn? *di lempar ampe matahari*
Atou pair lain lagi? Tapi yang masih ada hubungannya ama 2nd sakura yah?
Kalo gag ada yang mau lanjut, Lhyn bisa ngerti kok alasan kalian…. *didepak ampe Froks, ketemu Edward minta gendong balik ke Indonesia*
Arigatou
Plish Riview
