PROLOGUE :
[ Rin's childhood memory:]
"Rin suka sama sekali sama cerita ini, ya?"
"Hu'um!"
"Kenapa?"
"Soalnya Rin mau jadi putri sehari yang ditolong oleh Dewi penjaga desa ini juga"
"Rin percaya soal itu?"
"IYA! Soalnya siapapun yang percaya, maka Dewi pasti akan menolong kalau kesusahan."
[Rin's childhood memory –end-]
Akaibara adalah desa kecil yang dipenuhi oleh kebahagiaan bagi siapapun yang tinggal disini. Semuanya dapat ditemukan dengan mudah. Supermarket, klinik, pasar, sekolah, kuil, taman, alun-alun kota, apapun yang kucari ada disini. Aku suka tinggal di tempat ini meski dapat dikata, aku putri tunggal dari keluarg petani yang hidup sederhana. Aku berharap akan datangnya keajaiban! Karena aku percaya, Dewi dalam legenda itu memang ada..
Aku Kagamine Rin, umurku 16 tahun. aku bersekolah di SMU Akaibara, satu satunya SMU di desa ini. Seperti yang kujelaskan sebelumnya, keluargaku bertani. Ayah sibuk mengolah sawah, sementara ibu lebih suka menjaga kios dipasar. Kehidupanku biasa-biasa saja, tidak lebih, terkadang kekurangan, terkadang bahagia, terkadang terpuruk juga. Hari-hari berat kujalani tanpa beban.
Kehidupan disini berkat Dewi Haru (spring season). Hanya sebagian orang yang percaya akan keberadaannya, termasuk aku! Namun cerita legendanya, hampir seluruh masyarakat Akaibara mempercayainya, terutama dikalangan wanita. Konon dalam cerita, Dewi Haru memiliki simbol bunga mawar merah. Sehingga mawar merah dapat dengan mudah ditemukan di desa ini. Sepanjang jalan disisinya, selalu ditanami mawar merah sebagai tanda kehormatan.
"Rin! Kau sedang apa? Bantu ibu antarkan box lobak ini ke kios!" perintah ibu.
"Aku ke kios dulu, Mina! Nanti sepulang sekolah kita main lagi, oke!"
"Guk!"
Itu berarti Mina bilang iya! Aku menghampiri ibu diladang. Whoa! Tumpukan box lobak siap menguras tenagaku pagi ini.
"Jangan hanya bengong! Ayo angkut sana!" sekarang ayah yang memerintahku.
Mengangkut box berisi sayuran seperti ini baggiku bukan pekerjaan yang berat. Kuangkut beberapa box, lalu kuletakkan di jok belakang sadel sepeda. Kupastikan teikat dengan kencang, setelah itu kukayuh sepedaku ke pasar. Pukul 5 lewat 32 menit. Sekolah dimulai pukul 8, aku masih punya banyak waktu! Tidak perlu terburu-buru. Kukayuh sepeda dengan santai. Dinginnya pagi sungguh menyegarkan. Terlihat air embun yang membasahi kelopak mawar ditepi jalan. Damai sekali. Dan sesekali embun menutup seluruh lensa kacamataku. Ugh!
Sesampainya di kawasan pasar, beberapa orang yang kukenal menyapaku ramah. Mereka tersenyum dan memanggil namaku. Sampai di kios milik ibu, tempat itu masih berantakan. Terpaksa harus kubersihkan. Kuambil sapu dari bawah meja lalu menyapu disekitar kios.
Terlihat bayangan orang menghampiriku.
"Kagamine Rin!" panggilnya dengan nada tinggi.
"Anak rajin. Sapu-sapu, ya~" temannya yang lain menggodaku.
"Rajin kau, nak! Setelah ini, sapu halaman rumah kami juga, ya! Hahahahahaha!"
Aku ditindas! Manusia yang paling sering menindasku, siapa lagi kalau bukan Yoshimune Okami, putra mayor Akaibara yang kurang ajarnya selangit! Kulihat dia mengunyah permen karet dan membuangnya kedepan kakiku. Sialan!
"Bersihkan itu, nak! Kau tak ingin ayahku menyuruhmu membayar atas kekotoran ini, bukan?" dia tertawa lagi. Tawanya seperti iblis!
Aku tidak bisa melawan! Bahkan berteriak minta tolong pun rasanya aku tak mampu! Aku menggenggam sapu erat-erat. Tetapi mereka malah memainkan kepangan rambutku. Aku memejamkan mata rapat rapat! Aku takut! Dewi Haru! Tolong aku!
"OKAMI! Kau sedang apa disana?!" bentak seseorang.
"Ayah?!"
Aku melihat kearah datangnya suara. Itu Mayor! Syukurlah! Terimakasih Dewi Haru!
"Sedang apa kamu, Okami?! Menindas orang lagi?"
"Bukan, ayah! Ini temanku, Rin! Hahahaha! Iya kan, Rin?" dia merangkulku akrab.
Aku hanya terdiam menunduk.
"Okami! Pergi dari sana!"
Kini Okami yang terdiam menunduk. Kemudian dia pergi meninggalkan aku dan mayor. Diikuti oleh teman-temannya.
"Maafkan anakku, Kagamine." Mayor menenangkanku.
"Saya baik-baik saja, mayor!" aku tersenyum.
"Ya, lain kali, berhati-hatilah." Kemudian mayor pergi meninggalkanku sendiri di kios.
Mayor Matsuda benar-benar baik. Dia tidak melihat perbedaan derajat disemua rakyatnya. Terkadang aku heran, entah kenapa ayahnya yang begitu ramah, tetapi anaknya kejam seperti itu.
Aku melirik arloji, pukul 6 lewat 5 menit. Aku harus segera pulang!
"Aku pulaaaang!"
"Rin, tadi ada pos. Bisa kau lihat?" tanya ibu.
Pos? Pesananku datang! Aku segera memarkirkan sepeda lalu berlari kearah kotak pos. Benar sekali! Buku pesananku karya penulis terkenal dari kota seberang, Legend : Princess of Red Rose and The Blue Fairy. Kisah yang diangkat berdasarkan legenda desa kita, Akaibara! Sebenarnya kisah ini pernah kubaca sewaktu kecil dulu bersama nenek. Namun setelah nenek meninggal, aku tak dapat menemukan buku itu lagi. Namun sepertinya, kenangan manis ketika membaca dan terhanyut oleh cerita ini akan terulang lagi.
