Title : Back in Love
Pair : SeKai/ HunKai
Cast : Member EXO
Warning : OOC, Boy X Boy, banyak typo
Ok aku datang dengan cerita yang geje, aneh juga. Entah kenapa aku ngetik ni cerita. Aku juga gak tahu. Judulnya juga gak nyambung dech. Pokonya ceritanya aneh.
Eh malah curhat,
Langsung aja kalau gitu.
.
.
.
Cinta…
Sebenarnya apa yang kalian ketahui tentang cinta?
Jangan bertanya padaku, karena aku tidak tahu pasti apa jawabannya. Banya yang mengatakan bahwa cinta itu indah, tapi ada juga yang mengatakan cinta itu menyakitkan.
Pengertian cinta itu sendiri sulit dibedakan batasan ataupun pengertiannya, karena cinta merupakan salah satu bentuk emosi dan perasaan yang dimiliki individu. Dan sifatnyapun subyektif sehingga setiap individu akan mempunyai makna yang berbeda tergantung pada penghayatan serta pengalamannya.
.
.
.
Januari, 2010 Haidian Districk, Beijing, China
Terlihat seorang namja manis tengah duduk dibangku taman pusat kota, memandangi kesekelilingnya dengan senyum yang tidak pudar dari bibir sexy-nya. Kulitnya yang tan terlihat begitu indah tatkala sinar matahari sore menerpanya.
Sepertinya hari ini dia sedang bahagia—tadi siang orang tuanya pulang dari perjalan bisnisnya dan mengatakan kalau mereka akan menghabiskan waktu selama satu minggu penuh. Mereka sengaja mengambil cuti meskipun tetap akan mengerjakan pekerjaannya dirumah tapi tak apa yang penting dia bisa bersama keluarganya.
Dan semalam sang kekasih menelponnya, mengajaknya ketemuan dan ditaman inilah mereka akan bertemu. Dan rasanya dia sangat bahagia.
Tapi apakah benar begitu?
Apakah dia akan tetap bahagia?
Sudah 30 menit ia menunggu, tapi sang kekasih belum juga terlihat oleh penglihatannya. Tapi itu tidak mengurangi rasa bahagiannya sedikitpun.
Terlihat seorang namja tampan menghampirinya dengan langkah tergesa, "Maaf membuatmu menunggu lama, tadi ada sedikit masalah." Ucapnya setelah sampai dihadapan namja manis itu, sambil berusaha mengatur nafasnya yang terengah.
"Tidak apa ge, aku juga belum lama datang." Ucapnya sedikit berbohong, tidak enak juga kalau mengatakan dia sudah menunggu lama karena orang yang dihadapannya kini terlihat bersalah.
"Benarkah?" ujarnya memastikan. Namja manis itu mengangguk dan memberikan senyum manisnya, membuat sang namja tampan jadi lebih lega melihatnya. "Ini, kau pasti hauskan." Imbuhnya seraya memberikan sebotol cola, yang langsung diterima dan meneguknya. Dan setelahnya menggumamkan kata terimakasih.
"Aku merindukanmu ge," ucapnya manja sambil memeluk namja tampan itu dari samping setelah mendudukan tubuhnya.
"Gege juga merindukanmu, Jonginnie." Ucapnya sambil tersenyum lembut dan membalas pelukan sang kekasih. Dan setelahnya hening menlingkupi mereka berdua, meski begitu mereka masih berpelukan erat. Setidaknya biarkan seperti ini dulu saja.
Hening…
"Emm… Jonginnie ada yang ingin gege katakana." Ucapnya sedikit ragu sambil melepaskan pelukannya.
"Katakan saja ge, kenapa gege jadi gugup begitu?" tanyanya.
"Kau tahu…" jeda lumayan lama meski begitu Jongin atau yang sering dipanggil Kai itu tetap diam, memilih untuk mendengarkan, dia tahu kalau kekasihnya itu akan melanjutkan kata-katanya. "saat bersamamu merupakan hari-hari yang indah. kau orang baik yang pernah kutemui—"
"Ge—" potong Kai, rasanya ia sudah tahu kelajutannya.
"Tapi maafkan hatiku ini Kai-ah, yang tak bisa membuka untuk kau isi dengan cintamu. Sekali lagi maafkan gege yang tak bisa meneruskan hubungan ini lagi." Ucapnya kali ini lanjar, Kai yang mendengarnya hanya bisa mematung. Ia tidak percya mengapa harus berakhir sekarang? Bahkan mereka telah menjalani hubungan ini selama dua tahun, tapi kenapa harus berakhir sekarang.
Dia tidak bereaksi sama sekali, juga tidak menangis. Kekasih—ah mantannya mungkin yang melihat Kai tidak bereaksi sama sekali jadi khawatir, dia menguncang bahunya pelan.
"Ah, maaf, ge aku melamun." Katanya sambil mencoba tersenyum. yang di panggil gege pun menjadi lebih khawatir, Kai tidak seperti biasanya. Dia tidak akan melamun kalau ada orang yang sedang berbicara dengannya. Ah mungkin dia hanya tidak terima saja dengan ucapan yang baru ia lontarkan.
"Dengarkan gege Kai—"
"Tidak, jangan katakan apapun lagi," katanya sambil mengelengkan kepanaya. Sudah cukup dia tidak mau mendengar apapun lagi.
"Tidak Kai, kau harus dengarkan gege. Terima kasih atas segala cinta yang telah kau berikan pada gege. Kau orang baik layaknya mendapatkan seseorang yang baik, orang yang benar-benar mencintaimu dan sesuai keinginmu. Aku yang tak pantas untukmu, karena aku tak benar-benar mencintaimu lagi. Aku percaya persahabatan adalah jalan terbaik bagi kita. Izinkan aku memilih jalan seperti ini." Ucapnya panjang lebar.
Kai menunduk, jadi selama ini… tidak dia tidak mau mengatkannya. Apapun itu, ini hanya mimpi. Yah ini hanya mimpi.
Tapi kalau ini semua hanya mimpi kenapa rasanya sakit sekali.
Katakana saja, ini adalah cinta pertamanya. Dia baru pertama kali ini merasakan apa itu cinta? Orang yang telah memberikannya cinta selama dua tahun ini adalah cinta pertamanya. Dia sangat mencintai orang ini, dia adalah hidupnya.
Tapi cinta itu tidak selamanya indah kan? Cinta tak selamanya harus memiliki
"Kai,"
"Ne," Dia mendongak, menatap cinta pertamanya sambil tersenyum manis—terlihat ketulusan disana tapi tak ubah ada kekecewaan disana. Tapi dia tidak menangis, dia tidak mau menangis sekarang ini. "Kau tahu ge, remuknya kepingan kaca akan sulit disusun, namun remuknya hatiku olehmu lebih sulit lagi untuk kurangkai." Dia mengatakannya dengan tersenyum.
Luhan—cinta pertamanya memandang tak percaya melihat Kai yang tersenyum kala mengatakan kata-kata itu. Ia tahu, ia telah membuat Kai kecewa dan dia tahu benar makna dari ucapan Kai barusan. Tapi hati bukankah tidak bisa dipaksakan, karena dia sekarang sudah lebih mencintai orang lain.
"Kenapa gege melihatku seperti itu?"
Luhan tersadar, dia tersenyum tipis. Tidak tahu harus berkata apa.
"Tapi kita masih bisa bersahabatkan, seperti yang gege ucapkan tadi." Luhan mengangguk, "Baiklah, kau tahu ge kebahagian dan keceriaan bersamamu adalah masa lalu, indah dirimu adalah masa lalu. Tapi sayang, aku adalah penikmat kehidupan dimasa sekarang dan masa yang akan datang bukan masa lalu." Ucapnya panjang lebar, dan dia mengatkannya dengan lancar.
Bahkan Luhan kembali memandang tak percaya bagaimana bisa Kai bisa mengatakan itu semua dengan lancar. Dia tahu kata-kata seperti itu dari mana? Luhan tahu Kai baru merasakan cinta pertama kalinya, dia belum memiliki pengalaman sebelumnya.
Tapi satu yang Luhan lupakan Kai adalah orang yang bisa melakukan apapun dengan otak cerdasnya. Dan Kai bukan tipe namja yang suka menangis, apalagi dihadapan orang yang sangat dicintainya.
Ya dia masih mencintainya sampai saat ini, mungkin besok, besok, besok, dan besoknya lagi dia akan selalu mencintai pemuda yang ada dihadapannya sekarang ini. Meskipun hubungan mereka sudah berakhir, tapi bukankah Luhan mengatakan kalau mereka bisa bersahanat dan Luhan memilih itu.
Back in Love
"Maaf."
Ia masih mengingat kata-kata itu, tadi sebelum Luhan meninggalkannya.
Kai masih melihat punggung Luhan yang kini tengah pergi meninggalkannya. "Wae?" tanyanya entah pada siapa. Suranya terdengar bergetar sekarang.
Setelah kepergian Luhan tapi ia masih berusaha menahan air matanya agar tidak keluar saat itu juga.
Langit mendung seakan menggambarkan hatinya yang kini tengah sakit. Rasanya sakit seakan ia susah untuk bernafas. Meremas dadanya kuat hingga air matanya turun sudah, membasahi pipinya yang mulus.
Hujan mulai turun dengan derasnya, tapi Kai seolah tidak peduli. Wajahnya mendongak membiarkan air hujan menyamarkan tangisnya, dengan keadaannya kini yang telah basah kuyup.
"Wae? Wae? Luhan ge?"
.
.
.
.
.
2013, Osaka, Jepang
Disebuah rumah yang bergaya eropa klasik cukup mewah dan besar, terlihat keluarga itu sedang sarapan. Namun tidak seperti biasanya sarapan kali ini, karena keluarga kecil itu terlihat lengkap. Tidak seperti biasanya yang akan menyisakan seorang namja manis saja dan beberapa maid dan bulter yang biasanya menemaninya sarapan.
Tidak dipungkiri perasaan senang dihatinya muncul.
"Dear, bagaimana sekolahmu?" tanya sang kepala keluarga memcah keheningan, sesekali ia melirik sang putra yang hanya diam membisu. Entah apa yang dipikirkan namja manis, matanya memandang kosong sarapannya.
"Baby," panggil sang eomma yang melihat sang putra diam saja tidak menyahut pertanyaan sang appa. Memandang sang putra dan sang suami secara bergantian. Dia khawatir melihat sang putra yang hanya diam.
Trang
Sang kepala keluarga meletakkan garpu dan sendoknya disisi piring, dia telah selesai sarapan, menggambil gelas yang berisi air putih dan meminumnya.
"Jonginnie!" seru sang kepala keluarga, kali ini sepertinya ada respon dari sang putra yang kini telah meletakkan garpu dan sendok makannya serta menoleh pada sang appa.
"Ne, sekolahku biasa saja, Dad." Ucapnya seraya memandang keduanya bergantian, heran juga kenapa eommanya memandangnya dengan khawatir begitu. "Wae Mom? Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya kemudian.
"Ah, tidak apa, mom hanya khawatir. Kau baik-baik saja?" tanya sang eomma, memberikan segelas air pada sang putra yang tentu saja diterima dengan senang hati oleh sang putra dan langsung meneguknya sampai habis. "Terima kasih mom, aku baik-baik saja. Kalian akan lama tinggal?" ucapnya memandang mereka penuh harap. Berharap ia tidak ditinggal sendirian lagi dirumah, mengingat kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka. Sang appa yang merupakan pemilik Kim Corp perusahaan terbesar di Asia.
"Maaf Tuan semuanya sudah beres, jadwal penerbangan dua jam lagi." Seorang pria paruh baya menginterupsi kegiatan mereka, seraya menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat muda pada Tuan Kim.
"Terima kasih Pak Han," menerima amplop tersebut dan menyerahkannya pada sang putra.
"Igemwoya?" tanyanya memandang bingung pada sang ayah.
"Tiket pesawat," jawab sang ibu melirik Pak Han. Pak Han yang mengerti segera meninggalkan ruangan tersebut setelah sebelumnya membukukkan badannya.
"Tiket pesawat? Untuk apa?" tanya Kai bingung.
"Kau akan terbang ke Seoul, dan melanjutkan sekolah disana. Mom dan Dad sudah menyiapkan segala sesuatunya kau tinggal berangkat saja. Surat kepindahanmu juga sudah diurus oleh Pak Han." Jelas sang ayah.
"Seoul? Kenapa harus pindah sekolah lagi Dad?"
Back in Love
Anyang Art High School Seoul, Korea Selatan
Siang itu cuaca cukup terik namun tidak menyurutkan semangat siswa-siswa XOXO high school untuk mengurungkan niatnya bermain basket dilapangan basket utama. Peluh bercucuran bukan halangan, panas yang menyengat tubuh mereka bukan alasan untuk mengurungkan permainan mereka.
Itu adalah kesenangan untuk mereka.
Penonton juga tak kalah semangat. Walau ini bukan pertandingan, tapi seru juga. Walau ini hanya permainan biasa, tapi menarik juga. Apalagi ada Kris yang tampan, Chanyeol yang tak kalah keren, dan Sehun yang cool.
"Kau sudah dengar kalau sekolah kita akan kedatangan murid baru?" tanya Chanyeol pada teman-temannya meski begitu ia masih setia mendribel bola basket yang ada ditangannya tersebut.
"Aku tidak tahu kalau sekolah kita akan menerima murid baru di pertengahan tahun ajaran. Sehun apakah peraturannya sudah dirubah?" ujar Kris seraya bertanya pada Sehun, yang ditanya hanya mengangkat bahu acuh dan merebut bola dari tangan Chanyeol yang siap mengoper pada Kris. "Aku tidak tahu, aku tidak mengurusi hal itu." Ujarnya datar yang sudah melakukan jump shoot, yang mendapatkan teriakan hisateris dari penonton.
Oh sial!
Kris dan Chanyeol kalah cepat dari anak satu ini, meskipun dia tidak lebih tinggi dari mereka berdua tapi permainan Sehun memang bagus. Mereka hasur mengakui itu, tapi yang mereka herankan kenap Sehun tidak mau menjadi kapten malah memilih menjadi anggota dan memberikan gelar kapten pada Kris dan wakilnya pada Chanyeol. Dan waktu ditanya Sehun hanya mengatakan, "Aku tidak hanya tidak mau repot saja." Itulah jawaban Sehun kala itu.
"Sehun-ah!" panggil seseorang dari arah bangku penonton, Sehun menoleh dan mendapati Luhan tengah melambaikan tangan kearahnya memintanya untuk menghampirinya.
"Ada apa, Lu?" tanyanya setelah sampai dihadapan Luhan. Luhan langsung memberikan ponselnya, "Ahjussi…" ucapnya singkat.
Sehun menerima ponsel tersebut dengan malas. "Ada apa?" ujarnya ketus, terdengar helaan napas dari ujung line sana sebelum menjawab. "Hari ini kau harus pulang, kami merindukanmu," ujarnya setenang mungkin.
Memutar bola matanya malas, selalu seperti ini. Padahal mereka saja jarang dirumah karena urusan bisnis. "Hari ini aku sibuk, mungkin besok aku pulang."
"Baiklah kami tunggu, ya usah appa tutup."
Pip
Menghela nafas, lelah. Keluarganya memang keterlaluan, meminta dia pulang kerumahnya seenaknya dan mengatakan kalau mereka merindukannya. Dia juga memang merindukan appa dan eomma-nya bahkan sangat rindu, tapi karena urusan bisnis mereka sering meninggalkan Sehun sendirian dirumahnya yang besar itu. Sebenarnya tidak sendirian sih karena masih banyak main dan bulter yang selalu menemaninyha, tapikan itu berbeda dia juga ingin menghabiskan waktunya bersama keluarganya dan akhirnya ia memilih tinggal dengar Luhan sepupunya.
"Kenapa? Ahjussi menyuruhmu pulang," ujar Luhan yang kini tengah menatapnya sambil menerima ponselnya dari tangan Sehun.
"Ya." Jawab Sehun singkat.
Luhan mengangguk mengerti. Sebenarnya tanpa ditanyapun Luhan sudah tahu, tapi dia memilih untuk berbasa-basi dengan sepupunya yang kelewat datar itu. Kalau tidak ditanya ia tidak akan bicara, kalaupun ia bicara itu hanya seperlunya saja.
"Lu, mana Joonmyeon?" tanya Kris yang kini sudah menghampiri mereka berdua bersama Chanyeol, sambil melihat kesekelilingnya—mencari seseorang eoh?
"Biasa diruangannya." Jawab Luhan singkat, "Aku lapar ayo kita kekantin," imbuhnya.
"Kau yang traktir?" tanya Chanyeol. Maklum anak satu ini suka gratisan, entah karena apa. Padahal dia itu anak putra tunggal keluar Park yang memiliki perusahan pertambangan, bisa dibilang dia itu anak orang kaya sangat kaya malah tapi itulah dia tetap saja suka yang gratis katanya yang gratis itu lebih enak.
Luhan tidak menjawab tapi matanya melirik Sehun. Chanyeol menyeringai, kalau Sehun yang mentraktir dia bisa makan sepuasnya, kekeke.
"Ayo," menyeret Luhan dan Kris dari sana, meninggalkan Sehun yang hanya melihat mereka seperti biasanya—datar, meskipun begitu dia tetap mengikuti teman-temannya—berjalan santai dengan kedua tangannya yang dimasukkan disaku celananya.
Back in Love
"Yeobo, apa tidak apa-apa. Aku khawatir dengan Jongin, dia sudah pindah sekolah sebanyak 3 kali tahun ini. Kasihan dia pasti lelah." Ucap seorang wanita paruh baya.
"Tidak apa-apa dia akan baik-baik saja. Akan mudah baginya kalau dia di Seoul, mungkin dia bisa melupakan masa lalunya." Tuan Kim menyahut sambil melipat Koran yang tengah dibacanya dan meletakkannya dimeja.
"Tapi belajarnya pasti akan terganggu, bahkan sekarang dia harus pindah sekolah dipertengahan tahun ajaran. Aku takut dia akan ketinggal pelajaran." Ujar Nyonya Kim, kentara nada khawatir disana. Tuan Kim mengelus punggungnya untuk menenangkannya.
"Aku jauh lebih khawatir kalau dia terus terpuruk. Aku dengar dari wali kelasnya kalau dia terus melamun sepajang pelajaran. Ya meskipun aku tahu anak itu bisa langsung menguasai semua pelajaran hanya melihatnya sekilas. Tenang saja semuanya akan baik-baik saja, disana ada Pak Han yang akan mengawasinya." Terangnya panjang lebar.
"Aku percaya padamu."
Back in Love
"Pak Han, tidakkah ini berlebihan." Ucap namja manis sambil memandang sekelilingnya.
Yah, sekarang ia dan pria paruh baya dipanggil Pak Han itu kini tengah berada disebuah apartemen mewah, kelewat mewah malah.
"Tidak Tuan Muda, Tuan dan Nyonya sudah mempersiapkan segalanya. Sekarang sebaiknya Tuan Muda istirahat, mari." Membawa koper besar—yang diyakini hanya berisi buku-buku—karena orang tuanya bilang tidak perlu membawa pakaian karena semuanya telah diurus—milik Tuan Mudanya kesebuah kamar yang cukup besar.
"Kenapa hanya ada satu kamar? Pak Han tinggal disini juga kan?" tanyanya bingung, pasalnya diapartemen itu hanya ada satu kamar, dapur yang langsung digabung dengan ruang makan, ruang Tv, perpustakaan, dan ruang tamu—tadi dia sudah berkeliling.
"Maaf Tuan Muda, saya hanya bertugas mengawasi anda, tapi kalau anda butuh sesuatu anda bisa memanggil Ahn ahjumma. Beliau yang akan mengurus segala keperluan anda. Beliau anda diapartemen sebelah. Dan beliau akan datang setiap pagi." Tuturnya panjang lebar.
Kai hanya mengangguk, ya dia cukup mengerti dengan semua ini. Dia sudah biasa. Hidup sendiri mungkin akan jauh lebih baik, pikirnya. "Baiklah Pak Han boleh pergi,"
"Untuk makan malam sudah siap dimeja makan, baiklah saya permisi Tuan Muda." Membungkuk hormat, berbalik meninggalkan Tuan Mudanya.
Setelah kepergian Pak Han, Kai merebahkan tubuhnya di tempat tidur king sizenya, menatap langit-langit kamarnya.
.
"Tapi kita masih bisa bersahabatkan, seperti yang gege ucapkan tadi." Luhan mengangguk, "Baiklah, kau tahu ge kebahagian dan keceriaan bersamamu adalah masa lalu, indah dirimu adalah masa lalu. Tapi sayang, aku adalah penikmat kehidupan dimasa sekarang dan masa yang akan datang bukan masa lalu." Ucapnya panjang lebar, dan dia mengatkannya dengan lancar.
.
Kai tersenyum miris kala mengingat ucapannya sendiri.
Sahabat?
Bukankah sabahat itu akan selalu ada untuknya kalau susah maupun senang?
Tapi tidak.
Luhan bahkan tidak pernah menghubunginya setelah ia meninggalkannya ditaman kala itu. Bahkan dia tidak lagi mendengar kabar darinya.
Apakah itu yang disebut sebagai sahabat?
Hah! Lucu sekali, pikirnya.
"Aku tidak tahu mom dan dad akan menyuruhku tinggal sendirian, baiklah aku akan hidup dengan baik. Dan melupakan masa laluku." Gumamnya pelan.
.
.
.
To be Continue
Sampai disini dulu ceritanya, ada yang nunggu kelanjutannya nga?
Meskipun tidak ada aku akan tetap melanjutkannya kok, LOL
Terimakasih buat yang udah review
