step 1. nothing without you
{ deep x cloud }
Jinyoung terlihat sederhana, tetap mempunyai sinar tanpa sadar setiap kali dia berdiri atau sekedar menyenderkan punggungnya di sofa nyaman, tersenyum sedikit dan itu sudah cukup menawan. Ia mampu membuat jantung Sungwoon terus rusak berdenyut terlalu banyak. Berhenti memandangnya seolah kau jatuh cinta. Sadar posisimu.
Sungwoon terus mensugesti pikirannya untuk tidak nakal membayangkan kehidupan romansa penuh tantangan dengan seorang idol ternama, seorang adik dari masa-masa pendewasaan dirinya saat ini. Mereka berbeda sekarang. Ini bukan empat tahun yang lalu atau tiga tahun yang lalu.
Semuanya berubah cepat dan kadang Sungwoon enggan menerimanya, kalau dia telah membuang banyak waktunya tanpa menghargai momen bersama Jinyoung.
"Sungwoon hyeong!" sapa Jinyoung, matanya menyipit dengan lucu membentuk senyuman menggemaskan namun, mengerjap cepat begitu melihat mata Sungwoon yang menggelap, bahu lebih turun kekurangan percaya diri atau bibirnya yang dikunyah tidak nyaman. Sungwoon layu, layu seperti kelopak bunga yang menghitam.
Duduk disebelah Jinyoung, Sungwoon sedikit memberi beberapa jarak, "Jaga kesehatanmu, oke, fans akan mengkhawatirkanmu jika kau terlihat kelelahan." tangan Sungwoon mengudara jatuh dengan hati-hati kepala Jinyoung, mengusapnya perlahan penuh afeksi.
Afeksi sekedar fans.
Sungwoon terlalu mengagungkannya, memandang tinggi dirinya, terutama saat lampu putih terang menyakitkan mata bersinar memeluk tubuhnya. Sekedar menggerakkan ujung jemarinya dengan gerakan lihai dan saat ia berada ditengah, mengeluarkan suara seraknya. Sungwoon sangat menyukai momen memukau seperti itu. Jinyoung sakit mendengarnya.
"Hyeong, berhenti memandangku." Jinyoung meringis, matanya terus mencari sokongan untuk tidak menatap Sungwoon. Matanya tidak memiliki fokus yang benar dengan tangan bergetar. Pandangannya mengabur, hanya bayangan rambut cokelat tersisir berantakan Sungwoon yang nampak.
Setitik air jatuh dari mata kiri Jinyoung, "Aku jatuh. Terlalu dalam untukmu. Kumohon, berhentilah memandangku."
Karena bagaimanapun Sungwoon tetaplah menjadi bintangnya, mata yang berkilau menakjubkan hampir setara dengan matahari menyengat, pipinya yang membulat merah sebagus persik lebih baik dari siapapun, tergugunya dalam bicara ketika juga senyum lucu tertahan menggemaskannya selalu menjadi kesukaannya, kecintaannya.
(Banyak lagi, banyak lagi bagian dari Sungwoon yang disukainya)
Sungwoon memujanya lebih dari apapun, sebagai fans.
Dan Jinyoung mencintainya lebih dari apapun, sebagai pria.
Setiap orang ingin berada dalam posisinya, siapapun itu. Menjadi seseorang yang dicintai idolnya sendiri terdengar seperti karangan fans yang sering dibaca Sungwoon. Seperti keajaiban paling tidak mungkin terjadi, seperti bunga tidur yang terus membayangi atau seperti keinginan terselubung setiap fans.
Sungwoon tidak mau. Tidak akan pernah mau. Penyimpangan seksualitas dalam dunia yang penuh dengan lampu kilat atau lampu panggung berkilau bukanlah hal yang bisa diterima mudah layaknya berbicara leluasa.
Bae Jinyoung terlalu berharga untuk cemoohan, untuk ejekan, untuk komentar jahat.
"Jinyoung." panggil Sungwoon hati-hati, tangannya bahkan tidak bisa menggapai pipi Jinyoung, untuk menghapus bekas lelehan air mata. Ia tidak seberani itu karena, Sungwoon selalu membatasi keadaan. Ia kembali memanggil dengan getir, "Jinyoung."
Jinyoung dalam tahap kehilangan diri dengan bibir bergetar parah tidak bisa mengucap apapun. Sesuatu dalam dada Sungwoon mencekik setiap sirkulasi sehatnya ketika berbagi pandang dengan Jinyoung yang menatapnya dengan mata sakit.
"Dengarkan aku, Jinyoung." Sungwoon kali ini mengambil kedua pipi Jinyoung, menariknya perlahan hingga mata mereka pas sejajar. Bahkan dalam sedekat ini Bae Jinyoung masih tidak memilik fokus. Matanya pergi kemana-mana.
"Tolong dengarkan aku." Sungwoon ingin menangis. Matanya sudah panas menginginkan emosi yang merebak-rebak ingin keluar. Perasaannya kalut setengah mampus kalau Jinyoung seperti, apapun akan diabaikan pria itu. Semuanya, bahkan Sungwoon yang memiliki separo hatinya juga akan diberi keterdiaman.
Sungwoon hanya punya satu cara dan saat itulah kekalahan terbesarnya, "Aku mencintaimu, Jinyoungie."
Kerjapan penuh kesadaran.
"Berhentilah untuk memujaku kalau begitu, hyeong!" sentak Jinyoung kalap, luruhan air matanya semakin banyak tanpa dikompromi, "Berhenti dari pekerjaanmu kalau begitu!"
Detakan Sungwoon berhenti saat itu juga. Pekerjaannya hanya berkutat sibuk bersama kamera lensa besar dengan resolusi mengagumkan. Memberikan preview diakun sosial media miliknya lalu mengupload kualitas tinggi difansitenya. Sungwoon akan membuat goodies saat fansite miliknya melejit naik drastis.
Ya. Hanya seperti itu. Paling susah mungkin saat melakukan perjalanan luar negeri. Itu saja.
Jinyoung selalu sepenuh hati sangat membenci pekerjaannya.
"Aku tidak ingin berhenti." karena berhenti adalah konklusi terakhir, karena berhenti membuatku tidak bisa menatapmu, karena berhenti membuatku akan kehilanganmu, karena berhenti mempunyai kesamaan tidak mencintaimu lagi.
Jinyoung lemah dengan apapun yang mempunyai hal berhubungan dengan Sungwoon. Entah hyeongnya yang matanya basah tidak sekira namun, lebih memilih menahan emosi. Sangat tegar namun, dapat dipastikan hatinya sedang dalam keadaan buruk. Padahal Jinyoung sendiri sudah memiliki air mata mengumpul di dagunya.
"Sungwoon hyeong, jangan seperti ini. Aku— tidak tahan— aku selalu memandangimu. Aku merasa beruntung sekaligus jatuh begitu mendasar. Karena kau hanya memandangku, hanya mencintaiku sebagai fans bukan yang lain." ibu jari Jinyoung menaruh hati-hati diatas kelopak mata Sungwoon, memberi usapan hingga ke sudut mata.
Sungwoon menutup sebelah matanya tanpa basa-basi, sudut bibirnya tahu-tahu sudah tertarik hingga ada senyum menyembuhkan terbingkai disana. Tangannya naik mengenyahkan air mata Jinyoung sebelum mengucap, "Tidak apa-apa, bukan? Aku cukup mencintaimu, menjadi salah satu bagian dari mereka yang meneriakkan namamu. Bagiku, itu sudah cukup. Melihat Jinyoung dari kejauhan sudah cukup."
Sudah dibilang, Jinyoung lemah dengan Sungwoon. Apapun itu. Sungwoon selalu bisa mengkonsolidasinya hatinya, membuatnya berdebar hanya dengan kesederhanaan ucapan yang menggugah derakan nyaman dirusuk.
Jinyoung sedikit merundukkan wajahnya, bergerak menerobos keleluasaan, berbisik tanpa kecanggungan dan sangat mudah, "Aku ingin mencuri satu ciuman darimu boleh, hyeong?"
Sungwoon tidak yakin. Ia sangat tidak ingin beberapa orang nanti menyalahpahami arti dari dia dan Jinyoung berada ditempat seterbuka ini. Walaupun hanya sekedar ruang tunggu dan coordi, make up artist juga yang lain sedang tidak ada; sudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Sungwoon tetap tidak ingin.
Tapi, Jinyoung selalu bisa mengambil langkah terlebih dahulu. Sungwoon memahami Jinyoung itu barbar, mengerluarkan perkataan seenaknya bahkan bersikap tak pilah-pilah. Jadi, ketika pikiran Sungwoon masih mengudara entah dimana.
Jinyoung sudah merajam dengan ciuman halus, lumatan selembut menyentuh es krim manis menyegarkan. Ia menyukainya, menyukai bibir saling menyentuh walaupun hanya memakan tidak banyak waktu. Ketika terlepas Jinyoung langsung menumpu dahinya terlampau nyaman dibahu hyeongnya. Sungwoon memakai parfum mahal jantan namun, diselanya Jinyoung selalu bisa menangkap harum manis, tajam dan meracun.
"Aku benar-benar mencintaimu, hyeong."
Sungwoon memberi tepukan beberapa kali, "Aku selalu mendukungmu."
Lagi-lagi.
Ucapan Sungwoon selalu berputar disana.
Jinyoung lagi-lagi harus menelan himpitan nyata dalam tenggorokan kalau akan selalu berakhir seperti ini. Selalu terjebak dalam kegilaan sakit, menghantamnya kencang dan giginya mengerat tidak menentu.
"Bae Jinyoung, saatnya rehaesal!" manajer membuka pintu dan menyembulkan kepalanya sedikit layaknya kecambah baru tumbuh. Sedikit tersenyum melihat Sungwoon yang memberikan senyum maklum padanya.
Jinyoung bergerak cekatan, berdiri sembari merapikan rambutnya sendiri yang berseliweran kemana-mana, membetulkan letak poni teratur dan berjalan melewati Sungwoon; tidak mengucap apapun, tidak melakukan apapun. Hanya lurus mengikuti manajer hyeong.
Mungkin memang harus seperti ini.
Mungkin dari awal Jinyoung harus menenggelamkan rasanya dalam-dalam.
Mungkin harus melupakan Sungwoon.
Mungkin.
Mungkin.
Kepala Jinyoung sakit. Pikirannya terus tidak sejalan, tubuhnya terus protes. Siksaan mencekik dari dentuman kepala yang menjadi-jadi sehingga tangannya harus menyusuri dinding untuk menopang tubuh dengan nafas tersengal terburu-buru.
Bae Jinyoung mati.
Ketika semuanya berputar, melambung membentuk kesadaran menghitam gelap ringan yang tenang. Jinyoung menyukainya, menyukai keringanan dan ketenangan seperti ini. Ia bisa mendengar beberapa orang memekik, terkesiap mengejutkan sebelum semuanya hilang, buram dan gelap.
Diam-diam, Jinyoung mendambakan suara Ha Sungwoon yang ikut memanggil namanya.
Ia seorang idol, harus terlihat sehat bagaimanapun kondisinya, harus selalu tersenyum memukau sesakit apapun dirinya, harus bersikap sopan seburuk apapun mood yang dimilikinya.
Karena Bae Jinyoung adalah seorang idol, bukan seorang pria biasa yang mudah terluka karena masalah sepele tentang perasaan.
Jinyoung hanya ingin mati.
(Hanya dengan seperti ini Sungwoon akan memberikan seluruh hatinya tak berpikir lagi)
it actually kills me when you ignore me,
it actually kills me when we pretend that everything is fine,
it actually kills me when you…
don't love me anymore
…selesai
INI CRACK COUPLE PALING UNYU HUWEEEEE
btw, yang mau rikues, tinggalkan aja di kolom komentar. psst! asalkan top!baejin, mau bott nya siapa aja bole ;) ratingnya juga bisa naik lololol ;)
tolong antisipasi chapter berikutnya, yaw!
