Annyeong haseyo! Setelah menulis FF SuLay ber-genre romantis, sekarang author bikin genre yang rough. Terlampau rough sampai akhirnya author bingung sendiri ini bercerita tentang apa.

Intinya, ini tentang top Suho dan bottom Lay.

FF ini super nista, penuh banget sama dirty talk dan humiliation scene. I don't hold myself. Kalau gak suka dengan sesuatu yang kasar, lebih baik ga usah dibaca karena…

Ini. Sangat. Kinky.

Maaf kalau ada typo dan semacamnya. *bow*

Jangan lupa tinggalin review, ya! Smooch!

Title:

It's Fun, Right?

Cast:

Kim Joonmyeon – EXO Suho

Zhang Yixing –EXO Lay

Supporting Cast:

Wu Yifan – EXO Kris

Genre: ?

Length: Oneshot

Rating: M

-SuLay-

WARNING! NC (No Children), SMUT, LIME, AU (Another Universe), BDSM, DIRTY TALK, YAOI, PWP

***Conventional can't read***

.

.

.

.

"Lihat-lihat saja dulu koleksiku."

Suho tengah berada di basement rumah Kris, sahabatnya yang baru pulang dari Kanada. Hari ini, Kris berjanji untuk memperlihatkan Suho koleksi peliharaannya. Di depan mata Suho, terdapat lima buah kandang dengan tiang besi yang berukuran cukup besar.

Suho harus mengakui bahwa Kris memang pintar memilih peliharaan. Semua yang ada di balik kandang itu memiliki kesamaan: menarik tapi terlihat lemah. Benar-benar favorit Suho.

"Aku penasaran dengan nomor tiga." gumam Suho setelah mengitari kandang-kandang itu dua kali.

"Namanya Luhan." Kris tersenyum tipis. "Dia salah satu favoritku. Sayangnya, Sehun lebih sering memakainya."

"Ah, jadi sudah sering dipakai si bocah itu. Sayang sekali." Suho kembali menggumam. "Kalau yang itu?"

Kris mengalihkan pandangannya ke arah kandang nomor lima. "Oh, itu koleksi terbaruku. Namanya Yixing, tapi aku memanggilnya Lay."

Suho mengangguk sambil mencermati objek yang ada di depannya. "Boleh juga. Dia belum sering kau pakai, kan?"

Kris tertawa renyah. "Tentu saja belum, bodoh. Aku baru memakainya satu kali."

"Ah, begitu rupanya." Suho kemudian menyeringai. "Boleh kucoba?"

"Tentu saja." Kris kemudian membuka kunci kandang nomor lima itu dan menyerahkan sebuah ujung rantai pada Suho.

Suho menyeringai sambil mengamati pilihannya. "Koleksimu bagus juga, Kris. Tak sia-sia aku pergi jauh-jauh ke China."

"Pakailah kamar nomor dua." Kris kemudian memberi Suho sebuah kartu. "Nikmati waktumu. Selamat bersenang-senang."

Lay tidak asing dengan pria yang membawanya kini. Namanya Kim Joonmyeon, lebih dikenal dengan nama Suho. Pria itu sering masuk televisi nasional karena suaranya yang merdu. Selain itu, kepribadiannya yang menurut orang-orang seperti malaikat membuat namanya semakin diingat.

Setahu Lay, Suho memang seperti malaikat.

"Merangkaklah lebih cepat!"

Setidaknya, sebelum ini.

"Baik, Tuan."

Lay kini tengah merangkak di sebuah koridor yang ada di lantai satu rumah Kris. Majikannya itu memang memiliki rumah super besar. Bangunan yang kini dipijaknya memiliki tiga lantai dengan satu basement. Belum lagi kolam renang dan taman yang terletak di belakang rumah.

Bagi Lay, bangunan seperti ini lebih cocok disebut kastil. Sayangnya ia tidak bisa menikmati kastil ini dengan semestinya.

"Posisi!"

Lay tersadar dari lamunannya dan segera bertumpu pada kedua lututnya. Badannya dibuat tegap dengan tangan yang ia lipat di belakang punggung.

"Bagus. Kris memang telah melatihmu dengan baik." Suho menyeringai senang. "Sekarang, masuk!"

Lay kembali merangkak menuju sebuah kamar yang tadi dibuka Suho. Di rumah Kris, kamar ini merupakan kamar kedua paling besar. Kris sering menghabiskan waktunya seharian di kamar tanpa keluar sama sekali. Bahkan, fasilitas di kamar ini lebih lengkap dari rumahnya sendiri.

"Posisikan dirimu di depan sofa, cepat!"

Lay segera memposisikan dirinya di depan sofa. Kepalanya menatap lurus ke depan.

"Jadi…" Suho mengelilingi Lay dengan tatapan mengintimidasi. "Siapa namamu tadi?"

"Lay, Tuan."

"Ah, benar. Lay." Suho mengelus-elus rambut Lay yang berwarna coklat dengan lembut. "Nama yang bagus."

Lay tidak benar-benar menikmati sentuhan lembut Suho. Dari cara bicaranya saja, ia tahu Suho tidak selembut itu.

"Terima kasih, Tuan."

Suho kemudian duduk di hadapan Lay. Oh, dear. Lay bisa melihat sebuah gundukan di antara paha Suho. Secara refleks, Lay menundukkan kepalanya.

"Hey, siapa yang menyuruh kau menunduk?" Suho setengah membentak. "Tetap lihat lurus ke depan!"

"B-Baik Tuan."

Suho mengamati wajah canggung Lay—dan menikmatinya. Ia sangat senang melihat lelaki bertampang lemah itu tak bisa berbuat apa-apa di bawah kuasanya.

"Tak bisa melakukan apa yang kau mau, huh?" Suho tertawa meremehkan. "Rasakanlah."

Lay tak sanggup berkata apa-apa setelah mendengar pernyataan Suho tadi. Lelaki ini benar-benar Suho? Suho yang selalu ia lihat di televisi?

"Itu yang kurasakan saat menjalani tugasku sebagai artis, kau tahu? Dipaksa tersenyum ke sana-sini walau aku tidak ingin. Hal-hal seperti itu terasa menyenangkan, kan?" Suho menekan kata 'menyenangkan' pada kalimatnya. "Tentu menyenangkan untuk budak sepertimu."

Lay merasa harga dirinya dikuras habis. Jika bukan karena hutang keluarganya pada Kris dan secercah jiwa hamba yang ada di dirinya, ia tidak mau menjalani hidup seperti ini.

"Jawab aku! Apakah menyenangkan?" Suho menggenggam erat dagu Lay, membuat lelaki yang sedang bersimpuh itu menghadapnya.

"I-I-Iya, Tuan."

Plak!

"Jawaban macam apa itu?" Suho membentak Lay setelah menampar pipi kirinya. "Jawab aku dengan lantang!"

"Iya, Tuan! Hamba menyukainya!" jawab Lay sambil menahan rasa sakit di pipinya yang baru saja ditampar Suho.

"Baiklah." Suho mengelus dagunya sambil menyeringai puas. "Kalau begitu, kau akan menikmati permainanku hari ini."

Lay sadar betul akan apa yang Suho sebut dengan 'permainan': hubungan seks dengan sentuhan-sentuhan kasar. Jadi, Lay diam saja saat Suho sedang sibuk mencari-cari alat bantu seks yang tersimpan di sebuah lemari khusus di dekat tempat tidur.

"Merangkaklah kemari. Aku butuh bantuanmu."

Lay lalu merangkak ke arah Suho sebelum kemudian kembali ke posisi default-nya.

"Pilih salah satu dildo yang paling kau sukai."

Tentu saja Lay memilih yang terkecil. Ia tidak ingin tersiksa karena dildo yang besar.

"Oh, tentu saja kau akan memilih yang paling kecil." Suho tertawa merendahkan. "Punyamu juga kecil."

Lay merasa telinganya panas. Ia jengah dengan dirty talk yang dilancarkan Suho.

"Sayangnya ini tidak akan memuaskanmu. Tapi akan memuaskanku." Suho kemudian melepaskan satu persatu bajunya di depan Lay. Sementara Lay harus menahan nafas ketika penis tegang Suho mencuat begitu saja di depan matanya.

"Aku senang baik dalam posisi top atau bottom. Tapi aku tidak mau lubangku dikotori oleh milikmu." Kini, bukan hanya telinga Lay yang panas, tapi seluruh kepalanya. "Sekarang, bantu aku untuk mencapai kepuasanku!"

Suho menarik ujung rantai yang terikat ke leher Lay dengan agak keras—hingga membuat Lay meringis kesakitan. Kemudian, Suho telentang di atas ranjang king size di kamar itu sambil tetap memegang ujung rantai itu.

"Gunakanlah lube yang banyak. Aku tak ingin kesakitan." Suho memerintahkan Lay untuk mulai melakukan tugasnya.

Dengan begitu, Lay mengeluarkan lube dua kali lebih banyak dari biasanya dan mengoleskannya pada dildo kecil yang tadi dipilihnya.

"Masukkan sekarang!"

Lay langsung saja memasukkan dildo itu pada lubang Suho yang terlihat nyaman. Erangan nikmat keluar dari mulut Suho begitu saja.

"Ah, rasanya dildo ini pas sekali dengan lubangku."

Karena itulah aku memilihnya untukku, batin Lay.

"Buat spermaku keluar di wajahmu! Cepat!"

Lay kemudian mengeluar-masukkan dildo kecil yang tadi dipilihnya sambil mengurut dan sesekali mengulum penis Suho yang… Ehm, besar dan berurat banyak.

"Sedikit lagi, Lay! Sedikit lagi! A-aaahhh!"

Lay kemudian mendekatkan wajahnya pada penis Suho dan membiarkan wajah bersihnya dikotori oleh sperma milik tuannya itu.

"Lay, kau terlihat sangat murahan dengan tumpahan spermaku." Suho terkekeh setelah menormalkan nafasnya. "Ratakan seperti kau memakai lotion!"

Oh, dear.

Lay tidak punya pilihan lain selain melakukan apa yang telah Suho perintahkan. Jadi, ia mulai meratakan sperma Suho pada wajahnya hingga hampir seluruh permukaan wajahnya lengket.

"Bagaimana? Kau senang, bukan?" Suho bertanya setelah mengeluarkan dildo dari lubangnya.

"I-Iya, Tuan. Terima kasih."

Memang apa lagi yang bisa Lay katakan selain itu?

"Baiklah kalau begitu." Suho kemudian bangun dari kasurnya. "Aku akan memberimu sedikit hadiah."

Suho kemudian menyiapkan berbagai peralatan di atas kasur: ball gag, cock ring, tali, borgol, serta… dildo super besar.

"Aku pikir aku harus berterima kasih padamu dengan memberimu yang jauh lebih besar." ujar Suho dengan seringaiannya yang mengerikan.

Suho kemudian memborgol kedua tangan Lay pada kepala ranjang, mengikat kedua kaki Lay pada kaki ranjang, memasang ball gag pada mulut kecil Lay yang sudah agak kering, lalu memasang sebuah cock ring pada penis Lay yang—tidak bisa dipungkiri—mulai menegang.

"Bukankah kau pikir Kris tidak akan suka jika kita habiskan lube miliknya?" Suho memainkan sebotol pelumas yang kini hanya bersisa setengah. "So, you wouldn't mind if you take it dry, right?"

"Hmph!" Lay berusaha mengatakan 'tidak' dengan mulutnya yang kini tersumpal ball gag.

"I took it as a yes."

Lalu, dengan tenaga penuh Suho dan rintihan-rintihan menyedihkan Lay, dildo super besar itu kini tertanam di dalam lubang si budak baru.

"Kau pasti ingin berkata bahwa kau menyukainya." Suho tersenyum puas dengan hasil karyanya. "Aku tinggal dulu, ya. Aku ingin bersantai di pinggir kolam renang."

Dengan begitu, Suho melangkahkan kakinya keluar kamar dengan teriakan-teriakan tertahan dari mulut Lay. Bagaimana Lay bisa tidak berteriak jika dildo yang dipasang di lubangnya digerakkan dengan kecepatan maksimal?

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Itu artinya, Lay sudah terikat selama kurang lebih dua jam. Badannya sudah penuh dengan peluh. Kakinya bergetar-getar karena tidak sanggup lagi menahan sakit dan nikmat yang bercampur jadi satu. Matanya sayu, seolah ingin minta tolong pada siapa saja yang melihatnya. Butir-butir saliva tercecer dari mulutnya yang tak kunjung berhenti mengeluarkan rintihan halus.

Dan Suho sangat, sangat menikmatinya.

"Kulihat kau sangat menyukainya. Kakimu sampai bergetar-getar begitu." Suho tertawa merendahkan. "Such a cock slut."

Ingin rasanya Lay berteriak di depan mata Suho dan mendorong-dorong kepalanya ke tembok beton. Sayangnya, hal itu tidak mungkin terjadi saat ini.

"Tapi kau harus aku lepaskan sekarang. Aku butuh dipuaskan lagi." ujar Suho sambil melepaskan seluruh benda yang ada di tubuh Lay—selain pet collar, tentunya.

Suho kemudian telentang di sebelah budaknya. "Ride me, Lay. Ride me real good."

Lay menetralkan suaranya dulu sebelum menjawab. "Maaf, Tuan. Bisakah hamba beristirahat dulu? Hamba-"

Plak!

"Pertanyaan macam apa itu!" Suho bangkit dari tidurnya dan menampar keras pipi kiri Lay. Sepertinya Lay akan memiliki tanda bekas tangan cukup tebal hari ini. "Ini perintah, bukan diskusi. Aku tidak butuh pendapatmu, mengerti?"

Lay ingin sekali menangis rasanya. Bagaimana bisa ia sanggup dengan semua ini?

Sementara itu, Suho memposisikan tubuh lemah Lay di atasnya. "Jadi, masukkan penisku ke dalam lubangmu tanpa banyak bicara. Cepat!"

Mau tak mau, Lay harus mengumpulkan sisa tenaganya untuk melayani Suho. Ia memasukkan penis Suho ke dalam lubangnya yang lecet di sana-sini. Ia kemudian bergerak naik turun sambil sesekali memejamkan mata karena kenikmatan yang ia hasilkan sendiri.

"Tsk. Lubangmu longgar sekali. Rapatkan!"

Lay kemudian membuat otot-otot di lubangnya berkontraksi. Dulu, Kris pernah mengajarinya tentang ini. Jadi, ia bisa mengontraksikan ototnya tanpa tenaga berlebihan yang akan menyakiti lawan mainnya.

"You're doing great." Suho menggeram pelan. "Kau pasti sering belajar, kan? Kau memang menginginkan hidup menjadi budak, kan?"

Lay hanya bisa menjawabnya dengan desahan. Otaknya kini tidak bisa berpikir jernih. Ia hanya butuh mengeluarkan spermanya yang selama dua jam terakhir tertahan cock ring.

"Damn it Lay, I'm close."

Suho kemudian membalikkan posisi mereka sedemikian rupa hingga mereka kini dalam posisi doggy style. Setelah itu, Suho menampar-nampar pantat Lay dengan keras seperti sedang menghukumnya.

"Rasakan ini! Nikmatilah rasa sakit ini!" Suho terus menampar-nampar Lay hingga kedua bongkahan pantatnya berwarna merah gelap. Sepertinya ia sedang melampiaskan perasaan sakit hatinya pada Lay.

"Argh! T-Tuan, hamba sudah—ah, tidak tahan lagi!" Lay menggeram.

"Tunggulah aku, budak!" Suho menutup lubang kencing milik Lay untuk mencegahnya ejakulasi duluan.

Lalu, setelah beberapa sentakan kuat dan dalam, Lay dan Suho sama-sama mengalami ejakulasi. Sperma Suho memenuhi lubang Lay, sementara sperma Lay terlihat mengotori seprai kasur.

"Kau sangat nikmat." Suho melepaskan kontak tubuhnya dengan Lay dan mendorong Lay jatuh di atas tumpahan spermanya sendiri. "Sepertinya aku harus membelimu dan membawamu ke Korea. Kris tak akan marah, kan?"

Oh, no. Sepertinya penderitaan Lay belum berakhir sampai di sini.

.

.

.

-END-

Aaa maafkan aku yaaa kalau ini terlalu eksplisit. Kalau ada sesuatu yang tidak masuk akal tolong dimaafkan ya, aku ngerjain ini sambil terkantuk-kantuk =))