A/N: Ini fic rate M RusBel smut pertama di FHI o.o, karena saya memang hardshipper mereka jadi bikin deh. Selamat membaca :)

Disclaimer: Hetalia © Hidekazu Himaruya. Terinspirasi dari sajak 'hanya satupertigadua saja, tapi itu lebih dari sempurna' © Jacob Bunyamin (dengan eksekusi yang sangat jauh berbeda). Cover milik kanon.

Warning: Canon-setting, (not really) incest, entahlah ini IC atau OOC, namun saya buat semasuk-akal mungkin dengan realita. 1st POV (Belarusia) karena sedang jenuh dengan 3rd POV. Tidak menggunakan human name.

Pairing: Rusia-Belarusia.

Rate M: Karena menyinggung sedikit ideologi, political issue, dan adegan dewasa implisit.


.

¾ to 1

~sebab aku akan menjadi satu perempat dirimu, dan kita akan menjadi satu~

.


[1991]

.

Hari ini aku melihatmu tak seperti biasanya, Kak.

Tepat sehari setelah Natal tahun ini seharusnya kau masih gembira menyambutnya—dengan mengadakan pesta vodka maupun mengerjai Trio Baltik itu, seperti biasanya—menyuruh mereka menari balet meski tak peduli akan tangisan keterpaksaan ketiganya. Namun alih-alih demikian, kau terlihat murung dan menunduk seolah tak peduli lagi dengan semua itu. Kau mengunci dirimu seharian di kamar, tak menggubris sekalipun si Trio Gemetar Baltik Konyol sempat berpamitan pergi untuk yang terakhir kalinya.

Kau pun tak membukakan pintu ketika Kak Ukraina berkata bahwa ia juga akan meninggalkan rumah Soviet, mencari teman baru untuk kemudian berencana membangun rumahnya sendiri secara mandiri. Bahkan kakak perempuan payah itu pun sempat mengajakku untuk pergi bersamanya dan meninggalkanmu. Tck, kakak macam apa yang sampai hati meninggalkanmu, meninggalkan kita, meninggalkan adik-adiknya?

Semula, aku sempat bermaksud mengetuk pintu kamarmu, sekadar ingin tahu bagaimana keadaanmu. Namun, akhirnya kuurungkan karena kurasa kau butuh waktu untuk sendiri. Aku akan kembali beberapa saat lagi. Tapi kau harus tahu, bahwa aku merasa sedih melihatmu sendiri seperti itu, hei ... Kak Rusia yang selalu kukagumi.

.

.

Dua setengah jam berselang, aku sudah berada di depan pintu kamarmu. Membawa secangkir teh hangat dan beberapa pirohzki kesukaanmu. Aku terkejut mendapati pintumu tidak lagi tertutup rapat seperti semula, namun terbuka tiga perempatnya saja. Dan dari celah yang terbuka tiga perempatnya itu, aku mengintipmu—ingin tahu apa yang sedang kaulakukan dan sebenarnya penasaran mengapa akhirnya kau memutuskan untuk membukanya sebagian. Apakah artinya kau mengizinkanku masuk, Kak? Mengingat tinggal aku saja yang satu-satunya berada di rumah ini selain dirimu.

"Kak Rusia?"

"Masuk saja, Bela."

Kau menjawab panggilanku dengan suara yang terdengar tak seperti biasanya. Bukan, bukan dengan nada riang, ceria, maupun inosen seperti yang biasa kauperdengarkan pada orang-orang—termasuk pada diriku. Kali ini, ada nada rapuh dan kesendirian yang tertangkap oleh indera pendengaranku. Aku membuka pintu dan sepenuhnya melangkahkan kaki ke dalam, retinaku mendapati dirimu yang duduk di lantai, bersandar pada tembok, dan mengulas senyum padaku.

Tck. Kau bohong, Kak.

Senyummu hanya tiga perempat saja dari biasanya. Aku tahu, sesungguhnya hatimu sedang merasa tidak ingin tersenyum. Kau tak mungkin bisa tersenyum saat Uni Soviet dinyatakan bubar. Kau tak mungkin bisa tersenyum saat penghuni rumah besar Soviet satu demi satu pergi. Mereka yang tak lagi sepaham denganmu, mereka yang tak mau lagi menggunakan ideologimu, mereka yang tak ingin lagi bernaung di bawah panji yang sama denganmu. Jangan terlalu bersedih, sebab mereka hanya para pecundang yang berlagak kuat dan mampu menghadapi semuanya sendiri tanpa uluran tanganmu lagi, Kak.

Aku meletakkan nampan yang kubawa di meja kerjamu, setelah kusingkirkan dokumen-dokumen berlambang palu arit yang berhamburan tak karuan itu.

"Tehnya, Kak. Dan kau makanlah, seharian ini kau belum makan apapun."

Kau mengangkat kepala pirang platinamu, kembali tersenyum palsu dan mengucapkan terima kasih padaku. Seharusnya, kau tak perlu berterima kasih hanya karena hal kecil seperti itu, Kak. Lalu, aku tak tahan lagi—mulai mendekatimu, menyejajarkan diri denganmu. Kita berhadapan dan sama-sama duduk di lantai yang dingin. Aku tidak peduli pada dinginnya marmer yang sempat menyentuh kakiku, sebab yang kupedulikan adalah dirimu—

—yang tengah meneteskan air mata, kau rapuh, Kak. Orang bilang kau adalah sosok yang tidak memiliki hati, namun bagiku tidak demikian. Aku baru pertama kali melihatmu yang seperti ini dan aku ada di sini untuk menjadi penopangmu. Lampiaskan padaku semuanya, Kak. Semuanya, hingga kau lega dan kembali menjadi kakak lelaki yang selalu kukagumi.

Aku meraih kepalamu, kurengkuh dengan segenap cinta yang kumiliki. Mulai kurasakan basah di bahuku. Kau menangisi kedigdayaan Soviet yang telah sirna, Uni Soviet yang sudah susah payah kaubangun dengan segenap cara—bahkan dengan pertumpahan darah pun—mulai saat ini hanyalah cerita. Namun, melihatmu menangis seperti ini membuatku ingin menangis juga, Kak. Akan kukutuk takdir dan siapapun juga yang membuatmu selalu berakhir dalam kesendirian. Akan kukutuk semua yang telah membuat Kak Rusia bersedih, lihat saja!

"Kak, aku tidak akan meninggalkanmu."

Tanpa kusangka kedua lengan besar telah melingkar di pinggangku. Kupeluk dirimu yang berbalut mantel cokelat, kita berbagi rengkuhan—kupastikan kau tak akan sendirian lagi. Aku akan selalu berada di sisimu dan aku akan selalu berada di pihakmu.


[2005]

.

Dan ketika tahun demi tahun berganti semenjak saat itu, aku merasa semakin mengagumimu. Ya, kau adalah lelaki yang paling kukagumi dan paling kucintai di dunia ini. Kau mampu bangkit dari keterpurukan runtuhnya Soviet, kau mampu menunjukkan kembali tajimu di hadapan dunia. Bahkan si Pantat Burger sok Pahlawan itu kaubuat tak mampu berkata-kata dengan ancaman nuklirmu.

Aku selalu melihatmu, meski aku telah membangun rumahku sendiri secara mandiri. Namun, sejatinya aku tak pernah sekalipun memalingkan wajahku darimu—

—sebab kau adalah tiga perempat diriku. Aku tak butuh banyak-banyak, Kak. Seperti misalnya, menjadi separuh dirimu, kupikir itu porsi yang terlalu besar dan aku cukup tahu diri soal itu (meski sebenarnya aku ingin lebih). Namun kurasa, jika satu perempat bagian saja aku mampu mengisi hatimu, itu sudah lebih dari sempurna. Dan gagasan untuk menjadi satu denganmu kemudian menjadi populer di antara orang-orangku. Mereka semua tahu betapa besar aku mencintaimu, hingga aku melupakan bahasaku sendiri dan lebih memilih bahasamu.

"Ayo kita menikah, Kak!"

Aku melamarmu ketika berkunjung ke rumahmu di suatu sore. Kau terkejut mendengarnya, terlihat bingung untuk sesaat, sebelum akhirnya sebuah lengkung tipis kautekuk ke atas.

"Bela suka bercanda, da?"

"Aku serius, Kak. Aku mencintaimu dan aku ingin menikah denganmu!"

"Tapi, kau adikku, da. Bagaimana mungkin aku menikahimu?"

Aku geram, apakah kau tidak ingat belasan tahun lalu itu, Kak? Dimana hanya aku satu-satunya yang menemanimu kala kau bersedih, dan hanya aku yang tidak benar-benar meninggalkanmu? Tidak. Aku sama sekali tidak bermaksud mengungkit-ungkit hal yang kulakukan tulus untukmu. Namun, aku hanya ingin kau sadar bahwa akulah satu-satunya yang tak keberatan untuk selalu berada di sisimu. Tck, bahkan Kak Ukraina saja tidak pernah peduli lagi padamu.

Persetan dengan anggapan bahwa aku adalah adikmu. Sejak kapan kita benar-benar terhubung oleh ikatan darah selayaknya manusia mortal hanya karena kita satu suku bangsa Slavia? Kita adalah personifikasi tanah yang kita huni, kita immortal selama orang-orang kita percaya bahwa negaranya ada dan tak berhenti mereka perjuangkan.

"Kita tidak benar-benar saudara, Kak. Jadi, ayo menikah besok!"

Tatapan mataku mengkilat, tak jauh berbeda dengan kilatan pisau belati yang kukeluarkan dari saku dress biruku—dress yang merupakan pemberianmu. Kau pun mulai mengernyit melihat diriku yang perlahan mendekatimu. Tapi, kau kenapa, Kak? Kenapa kau malah ketakutan melihat adik yang kaubilang cantik ini?

"Menikah, menikah, menikah!"

Tck, kau malah lari menuju kamarmu dan mengunci pintunya. Kaupikir aku akan menyerah begitu saja? Kau harus tahu, Kak ... aku tidak akan menyerah dan tidak akan berhenti sebelum kau bersedia menikah denganku.


[2014-sekarang]

.

Namun, aku tidak pernah mengerti dirimu, Kak. Kau memang sulit ditebak.

Kau selalu lari dan seolah menghindariku, bahkan di tahun-tahun berikutnya ketika aku mengutarakan kembali keinginanku untuk menikah denganmu. Akan tetapi, kau selalu menjadi yang pertama datang saat aku mengalami kesulitan. Ya, meski kau menolak menikah denganku, faktanya kaulah yang selalu membantu urusan rumahku. Tak perlu kusebutkan apa saja, namun dari semua tindakanmu aku dapat mengartikan bahwa kau juga sebenarnya mencintaiku, bukankah begitu, Kak?

"Bela, maaf menunggu lama, da."

Dirimu muncul dari balik pintu, saat menjelang petang aku tiba di rumahmu. Penampilanmu berbeda kini. Syal pemberian Kak Ukraina sudah tidak kaugunakan lagi, berganti menjadi syal berwarna hijau tua yang kini melingkari lehermu. Pun dengan model rambutmu yang terlihat lebih ... keren kalau kubilang dengan poni ke kiri itu. Aku menjadi semakin mencintaimu.

"Kau keren dengan penampilan barumu itu, Kak. Besok, ayo kita menikah," ucapku begitu dipersilakan masuk ke rumahmu.

"Err ... Bela, bisakah kau tidak terus-terusan memintaku menikahimu, da?"

Aku berdecak sebal. "Tck, memangnya kena—"

"Miauww..."

Seekor kucing Siberia berbulu lebat, seketika menghentikan kalimatku yang belum sempat sepenuhnya terucapkan. Ia mengelilingi kakiku dan mengusap-usapkan bulu lembutnya di sana. Ah, aku tidak tahu sejak kapan kau memelihara kucing. Supaya kau tidak kesepian, huh, Kak? Makanya, menikahlah denganku sehingga kau tidak akan kesepian lagi di rumah ini.

"Ah, sepertinya Koshka menyukaimu. Padahal biasanya ia tidak ramah dengan orang lain, da."

Aku menunduk, mengelus lembut kepala kucing berbulu gelap itu. Koshka terlihat sangat menikmati sentuhanku, terbukti dengan matanya yang terpejam. Membuatku tidak tahan untuk tidak memeluknya. Koshka adalah kucingmu, Kak. Ia nampaknya sangat nyaman berada di dekatku—lihat saja ekornya yang bergerak-gerak itu— padahal baru kali ini aku bertemu dengannya. Aku penasaran, bagaimana sebenarnya perasaanmu padaku jika peliharaanmu saja ternyata menyukaiku begini.

.

.

"Jadi, apa yang kaubutuhkan? Jet tempur, pesawat amfibi, tank anti peluru, senjata nuklir? Katakan saja, da."

Nyatanya, sebagian besar alutsista pertahanan di rumahku adalah darimu, Kak. Kau selalu memiliki pengaruh besar bagi diriku, pada rumahku, dan juga orang-orangku. Kau terlalu banyak membantuku, hingga rasanya aku sedikit sungkan untuk sekadar memberitahuku tentang sesuatu yang sedang kubutuhkan.

"Ah, kurasa aku perlu menambah unit Sukhoi di rumahmu, da. Dalam beberapa hari ke depan akan kukirimkan," katamu jeda sejenak, "dan kurasa sudah saatnya bagimu untuk memiliki reaktor nuklir."

Mataku membulat, terutama mendengar kalimat terakhirmu. Aku tahu dirimu telah menjadi negara yang disegani saat ini, meski belum menjadi adidaya seperti saat kita tergabung dalam panji Uni Soviet dulu. Namun, kepemilikanmu atas persenjataan nuklir terbanyak di dunia dan kekuatan militermu yang saat ini menempati peringkat kedua dunia, telah mampu membuat negara lain berpikir ratusan kali jika bermaksud macam-macam denganmu, bahkan si Pantat Burger itu selalu mewaspadaimu hingga kini.

"Terima kasih, Kak. Tapi, soal reaktor nuklir, kupikir aku belum siap untuk itu. Aku tidak sepandai dirimu."

Kau tersenyum, terlihat hangat dan aku suka itu.

"Nanti akan kuajari, da~"

Kau memang baik sekali, Kak. Sungguh. Baik sekali hingga rasanya aku semakin mencintaimu dengan segala hal yang kaumiliki (ah, meski kau tidak memiliki apapun lagi, kurasa aku masih mencintaimu). Dan semua sikapmu padaku, membuatku sering merasa lupa bahwa aku memiliki satu kakak lagi—kakak perempuan yang tidak bisa diandalkan. Kau memang baik sekali, hingga rasanya kau benar-benar telah sukses mematri dirimu dalam hatiku, membuatku tak bisa melihat yang lain lagi selain dirimu. Meski di sisi lain, sebenarnya aku tersiksa akan satu hal.

"Padahal kau sangat baik padaku, tapi mengapa kau tidak mau menikahiku, Kak?"

Pertanyaan yang membuatmu memperlihatkan raut wajah berbeda. Aku tidak peduli kalau kau lelah dengan pertanyaan itu sejak beberapa tahun lalu, namun aku butuh jawaban, jawaban yang bukan sekadar 'karena kita saudara'. Itu omong kosong.

"Bela, aku memang menyayangimu. Jika tidak, tak mungkin aku membantu dalam banyak hal demi kepentinganmu. Namun, kau harus tahu bahwa kita adalah personifikasi negara, tidak bisa dengan mudah menikah seperti manusia mortal, da."

Aku menyanggah. "Bila menikah antar personifikasi negara itu tidak mudah, mengapa Austria dan Hongaria bisa menikah di masa lalu? Jika mereka bisa, kita pun bisa, Kak!"

Kau menghela napas. "Penggabungan dua negara menjadi satu bukanlah hal yang dapat mudah diterima oleh masyarakat dunia di waktu sekarang, Bela. Ketika dua negara bergabung, orang-orang, pemerintahan, budaya, semuanya tidak mudah untuk begitu saja berasimilasi," kau menjeda sejenak, "dan seperti pernikahan manusia mortal, pernikahan personifikasi negara pun tidak menjamin bahwa mereka selamanya akan bersama, kau tahu sendiri bahwa Kerajaan Austria-Hongaria akhirnya berpisah, da."

Aku diam, tak berkomentar apapun. Sesungguhnya, aku mengerti hal itu, Kak.

"Kuharap kau mengerti, da," ucapmu sembari mengelus pelan kepalaku.

"Tapi, aku mencintaimu, Kak! Betul-betul mencintaimu hingga aku tak bisa memandang yang lain lagi, lalu aku harus bagaimana, Kak? Kaupikir semua ini mudah bagiku?"

Ya, aku tidak tahan lagi. Semua perasaan yang tertahan tak sanggup lagi untuk terus kupendam, membuat kaca-kaca bening secara perlahan terlihat di iris biru keunguanku. Selama ini aku memang berusaha untuk tegar, namun tidak selamanya akan bertahan seperti itu, Kak. Aku juga perempuan dan aku butuh kejelasan. Aku perlu mengambil keputusan untuk langkah yang selanjutnya dapat kuambil tentang ini.

Tapi, selanjutnya tidak ada kalimat apapun darimu.

"Mungkin, jika kau tetap tidak memberiku kejelasan, aku akan menyerah dan beraliansi dengan yang lain saja, Kak. Sehingga aku tidak perlu lagi sepenuhnya bergantung padamu. Kau akan bebas tanpa pernah kuganggu lagi."

Dapat kulihat iris ungumu yang perlahan melebar, alismu yang bertaut dan bibirmu yang terlihat menutup tiga perempatnya saja.

"Tapi, Bela partner terbaikku, da. Aku tidak bisa membayangkan bila kau benar-benar meninggalkanku. Aku ... benar-benar benci kesendirian, kau tahu?"

Kali ini sorot matamu berubah. Ada tendensi kuat seolah tak ingin kehilangan yang terpancar darinya, apakah aku benar, Kak? Atau hanya delusiku saja karena aku sudah mulai menyerah atas dirimu. Dan aku tahu betul bagaimana kau membenci kesendirian, mereka yang tidak benar-benar berteman denganmu—yang hanya bergaul denganmu hanya karena rasa takut atas intimidasi yang kauberi: Trio Baltik Konyol dulu itu, maupun mereka yang bergaul denganmu hanya karena memiliki kepentingan tertentu: seperti NATO, misalnya. Seharusnya kau bisa melihat aku, yang mendekatimu karena memang aku menyayangimu.

"Aku tahu, Kak."

Kau lantas mengenggam lenganku dan menggumamkan kalimat yang selanjutnya tidak pernah kubayangkan.

"Aku memang tidak bisa menikah denganmu, setidaknya untuk saat ini. Namun, jika kau hanya ingin 'bersatu' denganku, aku bisa mengabulkannya, da."

Belum sempat keterkejutanku hilang, selanjutnya aku tidak berdaya saat kau menarikku dan menuntunku ke kamar. Percuma saja jika melawan ataupun berontak toh tenagamu lebih besar dariku. Lagipula, aku sama sekali tidak ada niat untuk berontak. Koshka yang tertidur di keranjang berisi bantal miliknya, adalah sesuatu yang terakhir kulihat sebelum akhirnya pandanganku terhalangi sepenuhnya oleh pintu yang kaututup.

Tak pernah kukira dibalik wajah inosenmu, ternyata kau pencium yang handal, kecupan dan pagutanmu serasa candu hingga rasanya aku menginginkan lebih.

"Jangan main-main denganku," ucapmu kemudian.

Aku hanya beberapa kali melihat sorot tajam dari matamu, dan kali ini adalah salah satunya. Lakukanlah, Kak. Lakukan apa yang kau mau, karena aku pun menginginkannya—bahkan sejak lama, hanya denganmu. Dan saat kau melepas syal hijau itu dari lehermu, aku sepenuhnya yakin bahwa kau sungguh-sungguh.

Selanjutnya yang terjadi adalah seperti mimpi bagiku, namun jauh lebih baik daripada fantasi-fantasi liarku yang pernah kubayangkan atas dirimu. Aku bahagia saat akhirnya kau menyentuhku, Kak. Persetan dengan rasa sakit itu, aku tidak peduli apapun lagi ketika aku menjadi satu perempat dirimu dan akhirnya kita menjadi satu—menyatu selayaknya perempuan dan laki-laki. Kita bergerak liar di atas ranjang dengan intensitas yang semakin meninggi. Kau posesif, Kak ... bisa kurasakan itu saat kau mengklaim sepenuhnya diriku, tapi aku sama sekali tidak keberatan. Karena nyatanya, aku bahagia.

"Bela ... Belarusia," kau menggumamkan namaku kala permainan sensual kita mulai mencapai titik akhir.

Kuharap kau menyadarinya. Bahwa dalam namaku pun terdapat namamu, Kak Rusia. Bukankah dari namaku saja kau bisa tahu betapa besar aku mencintaimu? Ayo, Kak ... cegah aku pergi, pertahankan aku, maka aku akan selamanya berada di sisimu, tak peduli seandainya seluruh dunia memusuhimu—akulah yang akan tetap membelamu dan berada di pihakmu.

"... jangan pergi, dariku."

Waktu serasa berhenti ketika akhirnya aku dapat mendengar itu darimu, hanya tiga kata meskipun bukan kata cinta namun mampu membuat pelupuk mataku basah, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Aku bahagia, Kak ... sangat. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, kau tak perlu merasakan kesendirian itu lagi. Ini sudah jauh lebih dari sempurna, jauh lebih dari sempurna dari apapun yang pernah kupikirkan tentang dirimu. Kueratkan rengkuhanku atas tubuhmu yang jauh lebih besar dariku itu dan kau membalasnya dengan pagutan dalam nan lembut. Kita adalah pasangan personifikasi paling bahagia di dunia, ketika pandangan memudar dan gejolak yang tertahan akhirnya berhasil terlepas.


"Dengar ... berani macam-macam dengan Belarusia, sama saja kau mencari masalah denganku, da?

"Kau sudah membuat Belarusia kesal, da? Ah ... apa perlu kukirimkan rudal nuklir ke rumahmu? Ledakannya bagus lho ... tidak beda jauh dengan kembang api, ufu!"

Kau menjadi pelindung, ketika ada negara yang berniat menggangguku, Kak. Kau bilang padaku bahwa kau bisa melihat gelagat kurang baik mereka, dan dengan aura intimidasi yang kaumiliki kau berhasil membuat mereka bungkam seketika. Aku menyukai itu. Lalu, aku pun tidak akan menarik ucapanku untuk selalu bersamamu dan selalu mendukungmu, termasuk ketika kau memutuskan untuk membentuk Aliansi Eurasia denganku dan tiga anggota lainnya.

"Kak, kita akan selalu bersama, 'kan?" tanyaku di suatu musim semi. Iris ungumu berbinar menatap bunga-bunga matahari yang mekar sempurna di taman yang kita miliki.

"Tentu, da! Rusia dan Belarusia akan terus bersama-sama, bos kita pun sudah mengatakan demikian, tehe."

Kau pun tersenyum padaku sembari menjulurkan sedikit lidahmu. Seharusnya kau tahu, bahwa jika kau seperti itu wajahmu terlihat sangat ugh ... imut. Bahkan dengan begitu saja, aku sudah semakin dalam mencintaimu.

.

.

.

[selesai]


Fun Facts:

[1] Akhir Desember 1991 adalah saat dimana Uni Soviet dibubarkan.

[2] Lambang palu arit berwarna kuning dengan warna dasar merah, memang lambang Sosialis-Komunis Uni Soviet.

[3] Tahun 2005, wacana untuk bergabung dengan Rusia menjadi populer di Belarusia.

[4] Dress biru yang sering dipakai Natalia, memang pemberian dari Ivan. Dan Natalia bertekad untuk memakainya sesering mungkin, karena ia menganggap itu adalah hadiah Ivan yang sangat berharga baginya.

[5] Koshka adalah nama kucing Rusia di Nekotalia, dan Hima-papa sudah dua kali menggambar Koshka yang sangat 'lengket' dengan Natalia.

[6] Ivan mengganti syal pemberian kakaknya dengan syal berwarna hijau di Hetalia Beautiful World.

[7] Menurut kitawiki, Natalia memang berfantasi liar soal Ivan. Sementara Ivan adalah DFWM-seme.

[8] Maret 2014, Rusia mengirimkan sejumlah Sukhoi Su-27 ke Bobruisk, Belarusia. Terkait permintaan presiden Lukashenko.

[9] Rencana pembangunan pabrik energi nuklir di Belarusia atas arahan Rusia, dibahas oleh kedua negara di April 2014.

[10] Rusia memang negara yang memiliki persenjataan nuklir terbanyak di dunia, lupa berapa namun seingat saya ada ribuan, as expected from yandere Ivan :). Dan menurut GlobalFire yang rilis Februari 2015, Rusia saat ini menempati peringkat kedua negara terkuat dalam militer dan pertahanan di bawah Amerika dan di atas China. Indonesia? Kini di peringkat 12, hebat lho~ naik dua tingkat setelah sebelumnya di peringkat 14.

[11] Rusia, Belarusia, Kazakhstan, Armenia, dan Kyrgystan sepakat membentuk Aliansi Eurasia yang mulai aktif mulai 1 Januari 2015. Aliansi ini memberlakukan perdagangan bebas dan kebijakan-kebijakan lain terkait bidang ekonomi dan transportasi.

[12] Masa kini, Rusia masih belum menyetujui gagasan penyatuan Belarusia. Namun, nyatanya Rusia selalu menjadi negara no.1 yang membantu Belarusia di berbagai bidang. Keduanya merupakan trading partner terpenting satu sama lain dan merupakan sekutu terdekat masing-masing. Sebagai aliansi terpentingnya, Rusia tentu tidak akan begitu saja dengan mudah 'melepaskan' Belarusia. Adegan dewasa di fanfic ini didasarkan dari itu.

[13] Putin mengatakan bahwa Rusia dan Belarusia akan terus bersama-sama.

.

A/N:

Saya selalu suka dengan hubungan Rusia-Belarusia yang menurut saya menarik, mana Rusia terlihat seolah tsun begitu tapi sebenarnya sayang juga, sengaja saya tidak membuat Rusia mengatakan kata cinta di sini supaya tidak terlalu OOC, toh cinta tidak selalu diwujudkan dengan kata-kata bukan? Bagi saya, tindakan yang dilakukan Rusia sudah lebih dari cukup untuk mendefinisikan cinta pada Belarusia #eaaa. Bahkan hubungan di RL mereka yang nyatanya dekat sekali hingga kini, bisa saya katakan mereka adalah pair semi-canon. Terima kasih telah membaca, maaf jika ada kekeliruan yang terdapat di fanfiksi ini karena saya memandang mereka sebagai OTP XD.

Biasakan setelah membaca, tinggalkan review: bisa komentar, pertanyaan, koreksi, maupun cuma OOT dan fangirling—sebagai apresiasi kepada author. Sampai jumpa lagi~ :)