Saat itu sekitar jam 9 malam, tepat dimana biasanya para 'Puella Magi' berpatroli membasmi majo.
Di salah satu sudut kota, suara perempuan terengah-engah mengisi sepinya gang-gang kota. Kakinya terus berlari tanpa menghiraukan genangan air yang terus bercipratan setiap kali dia menginjaknya. Ia tetap berlari menyusuri gang mencari tempat bersembunyi dari sesuatu yang mengejarnya. Tapi kemana pun ia berlari tak ada tempat bersembunyi yang pantas. Dia sangat tergesa-gesa dan makin tergesa-gesa, saat ia melihat kebelakangnya, tampak sesosok mahluk raksasa berbentuk tak karuan seperti boneka kusut berlumut mengejarnya. Mahluk itu adalah majo. Sumber keputus-asaan kaum manusia.
Walaupun gadis itu sudah tidak kuat berlari ia tetap berlari sekuat tenaga untuk menghindari majo tersebut. Tetapi sayangnya, ia tak menyadari di depannya ada sebuah pipa yang tergeletak, sehingga ia tersandung dan terjatuh ke genangan air di depannya.
"Sakit.."
Gadis itu mencoba bangun dari jatuhnya tetapi itu sudah telat. Tanpa disadarinya majo itu sudah sampai di depan 'mangsa'nya, majo itu yang asalnya tak bermulut tiba-tiba muncul mulut yang tersenyum lebar dari ujung wajah ke ujung wajah yang lain saat melihat ke gadis itu. Sekarang ia hanyalah mangsa empuk bagi majo itu. Muka majo itu perlahan mendekatinya itu, ia membuka mulutnya lebar-lebar dan menunjukan taring-taringnya yang runcing untuk melahap gadis itu. Kepalanya sudah bagaikan ceri di atas kue bagi majo itu. Ia sudah tidak bisa apa-apa lagi. Air mata tak berhentinya ia teteskan. Matanya terbelakak dan mulutnya gemetar ketakutan. Ia hanya bisa pasrah akan kehidupannya.
Tiba-tiba, cahaya mengkilat datang dari langit malam. Belasan pedang dan tombak meluncur dari langit mengenai majo, sehingga ia pun tejatuh dan terhantam ke tanah. Sang majo kembali berdiri dari jatuhnya dan mencoba melihat ke arah pedang-pedang itu datang, tapi tak lama setelah itu ratusan cahaya berbentuk panah menembaki majo tersebut dan hancurlah majo sebelum ia sempat melihat serangan keduanya.
Setelah serangan itu, turunlah sesosok perempuan dari langit dengan anggunnya. Rambutnya yang hitam mengkilap berkibas-kibas bagaikan angsa yang merenggangkan sayapnya. ia turun perlahan bagaikan malaikat menurunIan kebahagiaan. Gadis yang baru di selamatkan itu langsung takjub dengan aksinya. Perempuan itu adalah seorang Puella Magi, bisa dilihat dari penampilannya dengan kostum khas dan sebuah tongkat magis di punggungnya. Ia berdiri di atas majo yang mati itu untuk memastikan apakah dia sudah mati.
"Ano..." perempuan yang baru diselamatkan berusaha memanggil Puella Magi yang menyelamatkannya.
Dia yang baru menyelamatkan tidak tahu ada orang lain. Saat ia berbalik, ia terlihat kaget, ia tidak sadar kalau orang itu adalah Puella Magi juga. Tiba-tiba mulutnya menggertak kesal setelah mengetahui kalau perempuan itu adalah seorang Puella Magi.
"Terima kasih telah menyelamatkan ku.." ia mencoba berterima kasih dengan lembut.
"Sejak kapan kau menjadi seperti ini?" Si penyelamat itu tiba-tiba berbicara tanpa menghiraukan terima kasihnya.
"Menjadi.. Seperti ini?" Namun ia tidak mengerti apa yang ditanyakannya. Dia yang asalnya lega menjadi sedikit panik.
"Sejak kapan kau menjadi 'Puella Magi'?!" Sang penyelamat itu mulai menaikan suaranya ditambah nada kesal.
Puella Magi itu turun dari majo yang mati itu lalu mulai berjalan mendekati Puella Magi yang terjatuh tersebut. Dari hentakan kakinya terasa seperti hentakan predator yang ingin memakan mangsanya yang sudah di ujung tanduk dan tatapannya yang sangat membunuh pun juga menambah ketegangan Puella Magi yang jatuh itu.
Gadis menelan ludahnya, "Ano.. Seminggu yang lalu.." Lalu ia menjawab dengan rasa takut dan ragu-ragu.
"Seminggu yang lalu? Hee, berarti dia masih di dekat sini kan?" ia menanyakan hal yang tidak dimengerti perempuan itu dengan nada yang mulai sinis.
"Memangnya ada apa dengan seminggu yang lalu..? Lalu, siapa maksudmu dia..?" Ia menjawabnya dengan rasa takut yang semakin bertambah.
Sesampainya Puella Magi penyelamat itu ke hadapan Puella Magi lainnya, si penyelamat itu langsung memegang kepala Puella Magi yang jatuh itu dengan erat. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga gadis yang ia pegang erat itu, lalu berbisik "maafkan aku." Ia tidak menjawab pertanyaannya, tetapi malah meminta maaf dengan nada menyesal.
Setelah mendengar bisikannya, mata gadis yang jatuh itu pun langsung terbelakak dan gemetar. Perlahan-lahan permata yang ada di tangannya yang asalnya keruh menjadi semakin cerah lalu menghilang.
Tiba-tiba, tubuh Puella Magi yang dipegang erat itu berubah menjadi pecahan-pecahan cahaya yang melayang di udara sampai tidak ada yang tersisa dari tubuhnya. Perlahan pecahan-pecahan kaca itu masuk ke dalam tubuh Puella Magi yang mem'binasa'kan Puella Magi itu.
"beristirahatlah dengan damai" lanjut bisiknya pada dirinya dengan muka yang menunduk sedih dengan air mata yang menetes sedikit demi sedikit.
"Sebentar lagi ini akan berakhir, monster!"
"ooy, Misa-chaan, ooy Misaki-san, bangun lah ini sudah pagi."
"hmm?"
"ooy, sampai kapan kamu mau tidur? Misaki-saan?"
"tunggu dulu, kucing itu masih belum menikah.."
"kucing? ... kelamaan tidur bisa bikin gemuk lho, liat nih, berat kamu kemarin *beep* , tetapi hari ini -"
"GYAAH!" Misaki yang baru saja tidur mengigau tiba-tiba di bangunkan yang membuat 'hebring' suasana.
"Selamat pagi! Neng Misaki!" Shiori, teman sekelas Misaki, menyambut pagi Misaki dengan indah.
"Itu tidak baik Shiori-san, bangunin orang yang lagi tidur gini." Ia berbicara dengan diselakan kantuknya dan sambil mengucek-ngucek matanya.
"teehee," Shiori hanya tertawa senyum melihat Misaki. "Sehabisnya Misa-chan terlihat lucu saat baru bangun." lanjutnya.
Melihat kelakuan Shiori, Misaki membuat muka kesal. "Selamat malam!" Spontan ia langsung melanjutkan tidur nyenyaknya.
"Wooy, Misa-chan! Bangun udah mau perlajaran ke 3!" Shiori yang asalnya tertawa kecil langsung kewalahan melihat Misaki tidur lagi.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, "Ayo anak-anak, duduk di tempatnya masing-masing." Ternyata Misaki tertidur di meja sekolahnya yang kebetulan saat itu meja Shiori berada di depannya.
"Misa-chaan, gurunya sudah dateng!" Shiori yang kaget dengan kehadiran gurunya langsung ambil posisi tempat duduknya dan tetap berusaha membangunkan Misaki.
"Berisik, aku cuma pingin tidur." Tetapi Misaki malah tetap melanjutkan tidurnya.
"Misa-chan, wooy, dibilangin. Nanti kalo ketahua- HIII!" Shiori yang menceramahi Misaki tiba-tiba membuat suara aneh di akhir kalimatnya.
"Apa-apaan kamu ini Shiori-san, tiba-tiba buat suara aneh kayak begit..." Misaki yang tertawa kecil mendengar suara aneh yang di buat Shiori, tetapi ketika ia mengangkat kepalanya dari tidurnya gurunya sudah didepan mejanya.
"Are?" Hanya muka polos yang bisa ia buat saat berhadapan dengan gurunya.
Gurunya langsung mengangkat buku yang ia pegang lalu menepakannya pada kepala Misaki dengan anggunnya.
"Kalau begitu, sampai mana kita tadi?" Guru itu kembali ke depan kelas.
"Ngomong-ngomong! Usia 24 bukanlah usia yang baik untuk menikah! Jadi lebih baik kita menunggu umur kita sampai kita cukup untuk menikah!" Sebelum murid menjawabnya, si bu guru kacamata ini malah melanjutkan omongannya dengan ocehan-ocehan tak jelas sambil menunjuk-nunjuk ke segala arah.
"mulai lagi kan gurunya.." bisikan-bisikan mulai terdengar di antara murid-murid yang sudah biasa menanggapi gurunya seperti itu.
"Nakazawa-san!" Si guru menunjuk murid yang duduk paling depan dengan spontan.
"Siap bu!" Nakazawa langsung berdiri tegak karena kagetnya.
"Apakah karena sekolah ini sekolah perempuan kita jadi tidak bisa dapat jodoh?!" Bu guru itu mulai mengoceh tidak jelas lagi.
"Hah? Ehh . Eto.. Tentu tidak bu.." Ia jelas bingung menanggapi pertanyaan si guru itu.
"Ya, Benar sekali! Tentu saja tidak! Walaupun ini adalah sekolah khusus wanita, kita masih bisa mendapatkan pria!.. Yaitu diluar sekolah.." Ocehannya mulai pada klimaksnya, namun daripada ocehan itu lebih mirip dari curhatan. Si guru mengatakan itu hanya untuk membuat ocehan belaka, tapi para murid sudah jelas tahu, kalau itu hanyalah curahan hati si guru jomblo itu.
"Ngomong-ngomong, kita kedatangan murid pindahan hari ini." Guru yang asalnya menggila itu kembali kalem lagi.
"Murid pindahan? Padahal ini sudah pelajaran ketiga, apa dia telat?" bisikan-bisikan gosip mulai terdengar saat murid-murid lain mendengar kata 'murid pindahan'.
"Shirousagi-san, silahkan masuk" Ia memanggil murid baru yang akan masuk.
Saat pintu kelas terbuka, masuklah sesosok gadis menawan dengan rambut hitam yang panjangnya hampir melewati pinggangnya mengkilap dan dengan elegannya berkibas selagi ia berjalan. Tubuhnya mungil sehingga ia lebih tampak seperti boneka dari sudut pandang para murid. Matanya sayu dan terlihat sedikit cemberut pada mulutnya, namun itu sama sekali tidak mengganggu penampilannya. Seisi kelas hanya bisa terngangap-ngagap melihatnya. Sesampainya ia di depan kelas, ia berbalik menghadap seisi kelas lalu keadaan langsung hening.
"Ano.. Tolong perkenalkan dirimu." Guru itu membantu murid barunya itu memperkenalkan diri.
"Namaku Shirousagi, Selamat bertemu dengan kalian." Ia menunduk sedikit setelah mengucapkan salam, namun tidak ada ekspresi sama sekali darinya.
"Ano.. Shirousagi san? Nama marga-"
"Tidak, tidak ada." Sebelum guru itu selesai bertanya ia sudah menjawabnya.
"Ba- baiklah, Shirousagi-san, silahkan ambil tempat duduk yang kosong.." Guru itu mengarahkannya dengan sedikit ragu.
"Anak yang aneh, benarkan misa-chan?" Shiori membalikan badannya untuk berbicara dengan Misaki.
"Hmm" Tetapi Misaki tidak terlalu menanggapinya.
Kebetulan Shirousagi, si murid pindahan melintasi meja Shiori dan meja Misaki, tiba-tiba Shirousagi berhenti melangkah setelah melihat cincin yang dipakai Shiori. Matanya terlihat kaget setelah melihat cincin itu.
"Kenapa?" Tanya Shiori dengan sinisnya.
"Tidak, tak usah pedulikan." Lalu Shirousagi kembali lagi berjalan setelah membuang mukanya.
"Ada apa dengannya?" Shiori kesal.
Tetapi Misaki hanya memalingkan mukanya dari mereka berdua dan menganggap itu tidak pernah terjadi.
Jam makan siang berbunyi, para murid-murid membereskan buku pelajarannya lalu mengambil makannya untuk di santap, tak semuanya membawa makannya sendiri, termasuk Shiori dan Misaki. Mereka yang tidak membawa biasanya membeli dari kantin sekolah di ujung lantai 3, dimana letak yang sangat jauh dari kelas mereka berdua di lantai 2. Kali ini giliran Shiori untuk membeli makan siang untuk mereka berdua.
"Maaf menunggu~ " Kata Shiori sambil membawa sebuah kantung kresek berisi makanan.
"Kamu telat, makan siang tinggal lima belas menit lagi." Misaki yang duduk di kursinya terlihat sudah bosan menunggu Shiori membeli makanan mereka.
"Yaaa, mau bagaimana lagi? Kamu tau kan? Tiap hari itu kantin kondisinya gimana? Orang-orang yang ngantri mainnya udah 'senggol bacok' , terpaksa daku ini harus bersabar." Ia mencoba meringankan suasana sambil merapikan kursinya dan membagi-bagikan makanan yang di belinya ke Misaki.
"Yasudah lah, yang penting bisa mak-"
"WAAH! Roti ku ketinggalan!" Sebelum Misaki sempat selesai bicara, Shiori tiba-tiba menyelaknya.
"Ceroboh banget 'lu' ini" Misaki langsung membagi dua roti-nya lalu memberinya ke Shiori, "Nih, makan ini aja."
"Ga bisa.. Roti yang ku beli adalah roti legendaris dimana roti itu akan langsung habis dalam hitungan detik saat di suguh kan.." Shiori langsung berdiri dari duduknya lalu berlari sekencang-kencang ke arah kantin. "Makan aja duluan! Gua mau ambil roti gua yang ketinggalan!" Ia berteriak dari jauh.
Setelah Shiori keluar kelas, Misaki langsung menggigit rotinya. Tak lama setelah itu, Shirousagi berdiri dari kursinya lalu pergi keluar kelas. Misaki pun mulai curiga dengannya.
"Silahkan, rotinya yang ketinggalan."
"Hi hi.. Maaf telah membuatmu menjaganya selama aku lupa."
"Tidak apa-apa, lebih baik kamu cepatlah makan, waktu istirahat hampir habis."
"Oke, Terima kasih bu~"
Setelah Shiori mengambil makanannya yang tertinggal ia langsung berjalan menuju kelas.
"Sudah lima menit lagi.. Kira-kira Misaki nungguin ga yah?" Dalam hati ia bertanya pada dirinya sendiri. Saat dia makin memikirkan hal itu, perut nya langsung bunyi kelaparan.
"Yasudah lah, ku makan saja." Ia membuka bungkus rotinya lalu menggigitnya sambil berjalan ke arah kelasnya, tetapi..
"Shiori-san, ada waktu?" Tiba-tiba Shirousagi berdiri menghadangnya di tangga yang kebetulan di lewati Shiori.
"Apa masalahmu?" Shiori terpaksa tidak bisa melanjutkan langkah ke kelasnya dan harus berhadapan dengan Shirousagi.
"Dari mana kau mendapat cincin itu?" Rupanya Shirousagi langsung menanyakannya dengan tegas.
"Bukan urusanmu, lagipula apa hubunganmu dengan cincin in-" Ia menjawab Shirousagi dengan nada sinis, tetapi tiba-tiba ia tidak dapat berkata-kata lagi setelah dengan spontan Shirousagi menunjukan cincin yang sama persis di tangan kanannya.
"Kau seorang 'Puella Magi' juga? Hebat! Bukankah ini kebetulan?" Shiori yang asalnya curiga dengan tindakan Shirousagi langsung senang kegirangan setelah mengetahui bahwa mereka adalah sesama 'Puella Magi'.
Tetapi kegembiraannya tak disambut dengan kegembiraan lain. Tiba-tiba Shirousagi mendorong Shiori ke tembok, lalu menahannya agar tidak bisa bergerak.
Shiori yang kaget total saat itu tidak bisa apa-apa, ia hanya bisa merinding sambil melihat mata Shirousagi yang tajam terus memandanginya.
"Sejak kapan?"
"sejak.. kapan..?"
"Sejak kapan kau menjadi Puella Magi?!" Tiba-tiba Shirousagi menaikan nadanya menjadi nada kesal.
"Dua.. Dua hari yang lalu.." Shiori menjawabnya dengan sedikit terancam.
"Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan setelah kau membuat kontrak dengannya?!"
"Hah?"
"Apa kau kira hidupmu sepadan dengan apa sudah kau harapkan?!" Kata-katanya terus ia lontarkan pada Shiori.
"Aku sama sekali.. Tidak mengerti." Shiori tidak bisa menjawab omongan Shirousagi.
"Hah?! Apa kau menjadi 'Puella Magi' tanpa mengetahui apapun?!" Suaranya makin keras saat ia makin banyak bertanya.
"Apa itu memang masalah besar untuk mu?" Shiori sudah mulai berani melawannya.
Mendengar Shiori mengatakan itu, Shirousagi langsung menggertakan mulutnya.
"Kalau begitu aku harus menangani ini dengan cepat." Setelah itu Shirousagi langsung mengangkat tangan kanannya untuk memegang kepala Shiori, tapi Shiori menghadangnya dengan tangan kirinya.
"Apa yang ingin kau lakukan?!" Shiori mulai beranjak marah dengan tindakan Shirousagi.
"Semua kutukan harus kuakhiri sekarang." Gumam Shirousagi sambil berusaha kembali memegang kepala Shiori.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Tiba-tiba bell istirahat selesai berbunyi seiring Misaki sampai ke tempat kejadian itu.
Saat itu posisi mereka, telapak tangan kiri Shirousagi menempel di tembok untuk menghadang Shiori, dan tangan kanannya yang memegang pipi shiori. Dan kedua wajah mereka yang saling berdekatan.
"KYAAA! Tidak! Tidak! Kau salah paham Misa-chan! Ini bukan 'hubungan' atau semacemnya! Tadi dia jatuh dan aku menangkapnya!" Shiori membuat-buat alasan.
"Ooh gitu ya.." Muka Misaki mulai kesal melihat tingkah Shiori.
"Suwer dah! Sumpah pocong gua ga homo!" Shiori menambah-nambah lagi.
Tiba-tiba Shirousagi melepas tangannya dari Shiori, lalu beranjak meninggalkan mereka.
"Anggap saja saat ini keberuntungan mu, tidak, anggap saja saat ini adalah kesialan mu." Itu kata-kata Shirousagi saat meninggalkan mereka berdua. Keadaan menjadi hening setelah dia pergi.
"Hey, Shiori." Misaki bertanya.
"Ya?"
"Apa Maksudnya sial?" lanjutnya lagi
"Tidak tahu, aku tidak mengerti sama sekali."
"Oh.. Begitu ya..."
"Tunggu dulu" Tiba-tiba Shiori menyela.
"GYAAAH!"
"Kenapa Shiori?" Misaki bingung dengan Shiori yang tiba-tiba teriak begitu.
"Gua belom makan siang!"
"Salah sendiri." Ejek Misaki.
-=CHAPTER I - END=-
.
.
To Be Continued
