Disclaimer: Dalam segala bentuk dan perkara apa pun, KHR! bukan milik orang yang bikin fanfic tidak jelas ini.
Chapter 1
"Tsu-kun, ada surat untukmu." sahut ibu Tsuna, Sawada Nana yang sangat dikenal oleh semuanya sebagai figur yang penyayang, sampai-sampai semuanya menganggap dia sebagai ibu mereka sendiri.
"Tunggu... Lagi ganti baju!" teriak Tsuna dari kamarnya dan setelah selesai, dia bergegas turun ke dapur di mana ibunya berada. "Pagi, Tsu-kun... Suratnya ada di meja." sambut Nana dengan senyum sebelum kembali membuat sarapan.
"Pagi juga, bu..." balas Tsuna yang kemudian meraih mengambil surat yang masih tersegel di atas meja makan. Mengamati amplop surat itu, dia tidak menemukan apa pun yang menarik, kecuali beberapa tulisan yang menyebut nama, alamat, dan prangko yang bergambar... Bunglon?, yang ditulis dengan indah. Sudah jelas kalau penulisnya adalah orang yang memiliki apresiasi yang cukup banyak terhadap keindahan dan kerapian.
Tanpa menunda lebih lama, dia segera membuka amplop itu dan membaca surat di dalamnya.
Untuk Sawada Tsunayoshi di tempat,
Dengan hormat,
Saya, selaku manajer dan perwakilan dari Vongola Enterprises yang senantiasa menghasilkan bintang-bintang ternama baru di dunia hiburan, menyampaikan bahwa Anda telah lulus dengan nilai sempurna dalam audisi pemilihan bintang baru perusahaan kami. Jika Anda memutuskan untuk menerima tawaran ini, silahkan datang ke alamat berikut ini.
Alamat: 4-7 Tokyo Meguro Kamimeguro 2
Kami sangat berharap agar Anda menerima tawaran ini dan agar memikirkannya dengan baik terlebih dahulu.
Manajer Vongola Enterprises,
Reborn.
N.B. Iemitsu sudah memberimu izin untuk menerima tawaran ini dan jangan membuatku menunggu jawabanmu terlalu lama, dame-Tsuna.
Hening.
5 menit kemudian...
"HIIEE!" teriak Tsuna dengan histeris sampai tetangga di sebelah merasa kalau ada gempa bumi ringan karena kaca rumahnya bergetar. Bahkan Nana yang sedang memotong wortel dengan tidak sengaja melempar pisau di tangannya.
Dan di saat yang sama, ada yang buka pintu dapur.
"Hm... Pagi..." kata Lambo sambil mengusap matanya dan langsung merasakan salah satu shock terbesar di hidupnya selain diburu oleh Bianchi saat pisau yang terlempar itu tertancap di dinding sebelah kanannya yang nyaris mengenai wajahnya (sisa 1 cm).
"Oh, Lambo! Kamu tidak apa-apa?!" tanya Nana dengan khawatir setelah menyadari kalau pisaunya hampir mengenai wajah si bocah yang berumur 10 tahun itu.
"I-iya... Aku tidak apa-apa..." jawab Lambo dengan ekspresi dan nada yang masih shock.
"Oh, untunglah kalau begitu..." balas Nana dengan ekspresi yang langsung saja berubah 180 derajat dari khawatir ke yang biasanya.
Dia kemudian berbalik ke arah Tsuna. "Lagipula, Tsu-kun... Ada apa dengan suratnya sampai membuatmu histeris begitu?"
Tsuna masih terlalu shock untuk merespon sehingga Nana segera mengambil kertas di tangan anaknya tanpa basa-basi.
"Wah, beruntung sekali kamu, Tsu-kun! Saya tidak pernah menyangka kalau kamu punya cita-cita untuk jadi aktor dan betul-betul terwujud!" sahut Nana dengan senang setelah mengetahui kalau Tsuna akhirnya bisa berguna juga.
Mendengar itu, Tsuna kembali dari keadaan shocknya dan segera saja menentang perkataan ibunya. "Tapi saya tidak pernah mengikuti audisi apa pun, apalagi punya cita-cita jadi aktor! Lagian, saya kan dame!"
"Ah... Untuk saat-saat seperti ini menjadi kenyataan sama seperti mimpi saja..." lantun Nana yang terlalu sibuk dengan khayalannya sampai dia tidak mendengar apa yang dikatakan Tsuna.
Mengetahui bahwa tidak ada yang bisa mengganggu ibunya saat dia sedang seperti itu, Tsuna menyerah dan berjalan keluar dari dapur dengan Lambo yang mengikuti dari belakang.
"Sebenarnya ada apa ini?" tanya Lambo yang masih tidak mengerti apa yang terjadi.
"Haah... Mungkin kau tidak akan percaya dan memang saya sendiri juga tidak bisa percaya, tapi saya diterima sebagai aktor baru oleh Vongola Enterprise." Jawab Tsuna dengan tidak yakin.
"Perusahaan ternama itu? Yakin tidak salah orang?"
"Saya tidak tahu harus menganggap itu sebagai pujian atau hinaan, tapi semoga saja hinaan karena berarti memang salah orang. Tidak mungkin mereka mau terima orang yang dame..."
"Hm... Tapi aneh juga kalau mereka tiba-tiba merekrut orang baru. Kalau tidak salah, perusahaan itu sudah berbulan-bulan tidak menerima calon baru."
"Eh? Begitukah?" tanya Tsuna yang penasaran dengan informasi baru tersebut. Jelas saja dia tidak tahu karena dia adalah tipe orang yang jarang ikuti berita (lebih tepatnya malas).
"Kalau tidak salah... Jadi, kak Tsuna mau terima tawarannya?"
"Hm... Sebenarnya masih galau..." kata Tsuna tanpa memandang langsung ke Lambo dan di saat itu juga dia tidak sengaja melihat jam dinding yang menyatakan kalau sekarang sudah pukul 8:10.
"HIIEE! Saya bakalan terlambat!" Tsuna cepat-cepat kembali ke kamarnya untuk mengambil barang-barangnya. Hampir secepat dia lari ke atas, dia segera turun kembali ke dapur untuk mengambil sepotong roti dan bergegas ke sekolah.
Yah, bisa dibilang kecepatan larinya membuat pelari-pelari marathon malu dan itu semua hanya untuk terhindar dari amarah sang prefect atau ketua komite disiplin SMP Namimori yang sangat sadis.
Tsuna masih berusaha menghirup oksigen untuk paru-parunya ketika dia masuk ke kelas. Gokudera Hayato, orang yang menyebut dirinya sendiri sebagai tangan kanan Jyuudaime (sebutan yang dia berikan untuk Tsuna) –nya, spontan saja menghampiri Tsuna.
"Jyuudaime! Kau baik-baik saja?" tanya Hayato dengan khawatir.
"I-iya... Hanya... kecapaian... lari..." balas Tsuna di tengah usahanya untuk mencari nafas.
"Haha... Semangat sekali kamu, Tsuna, sampai bisa seperti itu." Kata Yamamoto Takeshi, salah satu teman baik Tsuna dan bintang baseball SMP Namimori.
"Tch, Jyuudaime bisa seperti ini karena tidak mau dihajar sama orang sialan itu, dasar orang gila baseball!"
"Eh? Memangnya sudah hampir masuk, ya? Haha... Saya tidak perhatikan jam." ujar Yamamoto sambil tertawa dan tidak sadar kalau Gokudera memberinya pandangan sinis.
Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi yang disusul oleh guru pelajaran pertama. Semua murid segera kembali ke tempat masing-masing dan pelajaran berlangsung seperti biasanya.
Waktu istirahat...
"Tsuna, ayo kita makan sama-sama!" sahut Yamamoto.
"Dasar! Jyuudaime tidak perlu makan dengan kau!" balas Gokudera sambil marah-marah.
"Um, sejujurnya saya lagi mau sendirian hari ini... Tidak apa-apa, kan?"
"Oh, baiklah kalau begitu. Kalau kau tiba-tiba berubah pikiran, kami ada di halaman sekolah, ya..." jawab Yamamoto yang menyilangkan lengannya di leher Gokudera dan menariknya keluar kelas tanpa mempedulikan teriakan-teriakan si rambut silver yang minta dilepaskan.
Tsuna hanya bisa tertawa kecil melihat perilaku kedua sahabatnya itu dan berbelok arah menuju ke atap sekolah.
Hal yang pertama dilakukannya yaitu untuk melihat-lihat apakah sang prefect yang sadis itu ada di sini atau tidak karena layaknya orang yang masih berpikiran normal, tentu saja dia tidak mau membuat orang itu marah dan kena hajar.
Setelah memastikan kalau hanya dia sendiri di tempat itu dan aman dari sang prefect hingga waktu istirahat usai, dia duduk di dekat tembok yang terletak di sebelah pintu atap dan menyantap bentonya. Tidak menyadari bahwa ada orang lain yang juga ada di situ tapi tersembunyi dari pandangannya.
Orang misterius itu sedang menikmati espresso yang dibuat khusus dari biji kopi kesukaannya sambil memandang ke kejauhan saat tiba-tiba saja dia mendengar suara pintu atap terbuka dan langkah kaki.
Berdasarkan dari suara langkah kakinya yang tidak menentu, orang itu bisa menyimpulkan bahwa pemilik suara tersebut sedang mengamati sekelilingnya sebelum berhenti di sebuah bagian dan duduk. Selanjutnya muncul juga suara sebuah kotak yang dibuka dan peralatan makan yang berbenturan.
Dari tempat persembunyiannya di atas tembok di mana pintu atap terletak, orang itu mengintip ke bawah dan melihat seorang murid dengan rambut berwarna coklat yang tidak karuan acaknya.
Langsung saja dia mengenali murid itu sebagai targetnya dan tidak bisa menahan senyum yang perlahan muncul di wajahnya.
Tampaknya keberadaan orang misterius itu tidak terlewatkan oleh Tsuna karena di saat itu juga Hyper Intuition-nya kembali berakting dan segera saja dia menengok ke atas tapi tidak mendapati siapa pun.
Dia menutup matanya dan menghembuskan nafas lega karena dia kira akan ada si prefect atau anak-anak nakal tapi ternyata tidak, saat dia tiba-tiba saja dia mendengar suara orang ketika mau kembali menyantap makanannya.
"Chaos." seru suara yang kedengaran asing di telinga Tsuna.
Secara spontan dia berbalik ke depan dan melihat seorang pria yang memakai jas dan fedora dengan pita kuning di kepalanya. Hal yang paling mengagetkan Tsuna adalah karena orang itu lagi jongkok jadi mereka berhadapan langsung dan jarak antara berdua yang dekat sekali.
Tsuna kaget setengah mati sampai tidak sadar kalau teriakannya menggema di satu sekolah dan baru berhenti setelah orang misterius itu menodongkan senjatanya di muka Tsuna.
"Diam atau kutembak." ujarnya dengan suara dan tatapan yang dingin sampai Tsuna tidak bisa berkata apa-apa kecuali menganggukkan kepalanya dengan patuh.
"Bagus. Saya di sini untuk menjemputmu karena jawabanmu terlalu lama."
"Eh?" satu-satunya respon yang muncul di pikiran Tsuna sebelum dia tiba-tiba diangkat (seperti karung) oleh Reborn yang kemudian lompat ke gedung terdekat.
"HIIIEEE! Lompatan macam apa itu?!" Melihat dan berada dalam keadaan yang sangat tidak mungkin itu membuat otak kecilnya untuk bereaksi dengan berteriak sekeras mungkin. Reborn memberinya pandangan sinis agar berhenti supaya tidak menarik perhatian.
Kalau ingin tahu bagaimana cerita mereka selama perjalanan, yah... coba bayangkan Tsuna yang hampir setiap waktu teriak sampai Reborn akhirnya tembak dengan peluru bius.
Beberapa menit kemudian...
"Sudah mengerti, dame-Tsuna?"
Tsuna hanya menganggukkan kepala dengan perlahan, masih memproses apa yang baru saja didengarnya sekaligus apa yang dilihat di depannya. Tampaknya semua hal-hal aneh yang terjadi seharian ini terlalu berlebihan untuk otak kecilnya. Apalagi setelah mengetahui kalau dia akan bekerja bersama dengan orang-orang yang bisa bikin fans-fans berbuat apa saja hanya untuk mendapatkan tanda tangan mereka dan menjadi bahan pembicaraan utama di berbagai media sampai saat ini.
Tolong di read and review ya, guys :) Berhubung saya agak stress sendiri waktu bikin ini cerita dan akan selalu begitu (makanya penggunaan katanya semacam formal), jadi saya akan dengan senang hati menerima saran dan kritik supaya saya tidak jadi tambah gila sendiri.
Muhahahahahaha~!
