Mencari Perhatian
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : High School love,drama
Rated : T
Warning :
AU!, Typo(s), pairing sesuka author, OOC, gaje-ness
.
Present~
.
.
Sorak sorai para gadis menyemangati para siswa lelaki yang sedang main basket sebelum jam masuk berbunyi. Gemuruhnya melebihi bising pesawat yang kerap lewat di atas atap sekolah mereka tiap harinya.
Seorang gadis bersurai pirang menyibakkan helaian rambutnya yang panjang menjuntai.
Segerombolan lelaki di bawah ring basket pingsan.
"Lumayan juga adik kelas kita yang baru ini, kan?"
"Ti-tidak juga." Sepasang kaki menyejajarkan langkah dengan si rambut pirang. Senyumnya begitu manis, senyum sang pemilik manik lavender.
"Gaara-kun masih tetap yang paling tampan menurutku." Pipinya bersemu.
"Kau benar Hinata, adik-adik kelas kita memang tidak ada apa-apanya dibanding tipe idealku." Ada satu lagi yang menyamakan langkah. Si pemilik rambut eksentrik, pink.
"Memangnya tipe idealmu seperti apa, Sakura?" Ino masih mengerling pada gerombolan lelaki lain.
Sakura menyeringai. "Yang di bawah pohon dengan headsetnya, itu tipe idealku."
Ino dan Hinata mendelik bersamaan.
"Ma-maksudmu Sasori senpai?" Hinata menggaruk kepalanya pelan, masih mengais rasa penasaran.
"Benar, senior kita yang paling tampan. Dan aku akan mencuri perhatiannya sebentar lagi."
.
.
~Mr. Poker Face~
.
.
"Nama saya Haruno Sakura, kelas dua Kimia. Umur saya tujuh belas tahun, dan belum punya pasangan. Saya berjanji tidak akan terlambat lagi." Sakura berteriak lantang.
"Sakura-chan," Hinata menatap nanar dari jendela kelas saat mendapati salah satu sahabat baiknya kini tengah menjalani hukuman di lapangan. Menyedihkan.
Ino yang ada di sampingnya menghembuskan napas panjang berkali-kali.
"Aku sudah bawakan dia jam weker kemarin, tapi dia tetap saja bangun siang." Keduanya berdiri lesu.
Sepertinya Sakura belum jera diminta menggosok kloset tiga hari berturut-turut.
"Sekarang merangkak sampai masuk kelas, tangan di belakang kepala!" Suara guru piket satu ini benar-benar polusi udara di pagi hari.
Sakura menrut saja, tidak berani membantah, apalagi karena barisan manusia terhormat pagi ini begitu panjang, dan gadis bermata emerald itu ada dibaris paling belakang.
"Tunggu, kau harus buat pernyataan dulu seperti biasa baru bisa masuk barisan!"
Satu lagi barisan manusia terhormat bertambah.
"Tapi pak, tiap hari saya sudah membuat pernyataan."
"Cepat, tidak ada waktu lagi!"
Anak itu berdecih. "Nama saya Akasuna Sasori, kelas tiga Kimia. Saya yakin saya tampan, dan saya berjanji tidak akan terlambat lagi."
Sakura sendiri sedang melamun, merenungi kapan dirinya bisa jadi seperti Hinata yang selalu berangkat pagi buta. Bukannya menjadi anak gadis yang hanya rajin mematikan suara alarm pada setengah 5 pagi untuk kemudian tidur lagi.
"Maju dong, jangan melamun." Bisikan dari arah belakang membuyarkan lamunan panjang si gadis pink.
Sakura menoleh, dan dalam sekejap matanya membelakak, hidungnya kembang kempis, sampai rasanya kebelet pipis.
Sasori?
Di belakangnya?
Dari tadi woi!
Sakura berbatuk-batuk untuk menetralkan suaranya.
"Emm, senpai, tasnya dipakai untuk menutup kepala saja, seperti aku ini."
Sakura hanya mendapatkan 'heh?' pendek sebagai jawaban.
"Matahari sudah mulai naik, sebentar lagi panas, nanti kulit senpai terbakar." Selanjutnya, Sakura mendapat 'hah?'
"Tidak perlu 'hah' senpai, lakukan saja. Antrian merangkat masih sangat panjang."
Sasori yang sedari tadi ragu nampak tertarik melakukan hal yang sama.
Sakura tersenyum menatapnya.
Berhasil mendekati Sasori, hehe.
.
.
.
"Berhentilah memainkan makananmu, Ino. Bibi kantin akan marah bila melihat kekacauan yang kau buat."
Seorang pemuda di hadapan Ino kembali mengunyah, tanpa sedikitpun menoleh ke arah gadis Yamanaka.
"Kekacauan apanya? Kau pikir aku tukang rusuh, hah? Dasar poker face sialan."
Pemuda yang disebut poker face hanya membuka kotak susu, meneguknya.
"Tiap hari yang kau lakukan hanya membuka buku sketsa, dan jangan pikir aku tidak tahu kalau kau bolos kelas sastra demi menggambar burung di pohon cemara dekat kantin itu, kan?"
"Aku hanya membolos satu kali, kok."
"Sai!"
Pemuda lain datang dan dengan tergesa duduk di samping si pemuda berkulit pucat, sambil mencomot sepotong daging yang ada di piring.
"Apa?"
Sejauh yang bisa didengar, Ino hanya tahu bahwa pemuda bertato segitiga terbalik yang baru datang meminta bantuan pacarnya untuk melukis dirinya dan si anjing kesayangan, Akamaru.
Kurang kerjaan sekali para lelaki ini, sih.
"Sai, kebetulan kau di sini, aku membutuhkanmu untuk mendekorasi ruang siaran."
Astaga, ada lagi lelaki yang datang, Kali ini berambut panjang dengan mata lavender, mirip Hinata.
Ino beranjak, membawa nampan pergi ke meja Sakura dan Hinata yang ada di bawah jendela. Jalannya tergesa, menunjukkan rasa tak suka. Biarlah orang bilang dia berlebihan, yang ia tahu orang-orang yang mengambil waktu berharganya dengan Sai jauh lebih berlebihan.
"Ino-chan, kenapa ke sini?" Hinata memandangnya penasaran.
"Terlalu banyak pembicaraan laki-laki yang tidak ku mengerti."
Menelisik bibis Ino yang maju bersenti-senti, Hinata langsung paham. Ia tahu, setiap pasangan pasti pernah bertengkar. Tapi Hinata tidak bertanya lebih jauh, takut Ino meledak. Ia akhirnya mengalihkan perhatiannya pada temannya yang lain.
Sakura sedang melamun.
"Memikirkan apa, Sakura-chan?" Hinata memberanikan diri bertanya.
"Dia pasti melamun lagi." Ujar Ino.
"Melamun adalah proses mengembangkan ide, ada masalah?" Sakura berusaha memperbaiki tatanan rambutnya yang sedikit tersapu angin.
Hinata menggeleng pasrah, sedangkan Ino menghembuskan napas kasar. Ada yang tidak beres dari orang-orang ini sepertinya.
"Kalian tahu kan sebentar lagi Valentine? Apa yang sebaiknya aku berikan pada Sasori nanti? Cokelat atau bunga?"
"Cokelat," Jawab Hinata.
"Bunga dong," Jawab Ino.
"Ah, bagaimana kalau keduanya?" Tanya Sakrua disambut gelengan kuat dari dua temannya.
"Kenapa? Apa yang salah dari bunga dan cokelat?"
"Jangan beri hadiah terlalu banyak, nanti dia merasa terbebani dan berakhhir menjauhimu."
.
.
.
"Hentikan Hinata, kau merusak sound systemnya." Seorang pemuda merah meraup wajahnya kasar.
"Ma-maafkan aku, Gaara-kun. Aku akan memperbaikinya." Hinata kembali menekan tombol di hadapannya dengan asal. Dan yang selanjutnya terjadi adalah ia menjatuhkan mikrofon dalam keadaan hidup.
"Aih, apa ini?"
"Telingaku sakit!"
Pekikan para siswa terdengar sampai ruang siaran.
Gaara mengambil mikrofon yang jatuh dan mematikannya.
"Sudah ya Hinata, jangan pegang apapun lagi tanpa seijinku. Oke?"
"Maaf, Gaara-kun."
"Sudah, tidak perlu minta maaf. Kau, mulai hari ini diterima anggota klub. Tapi ingat janjimu tadi, kau tidak boleh pegang apapun tanpa seijinku." Gaara memijit pelipisnya.
Mata Hinata mendadak berkaca-kaca. "Yang benar Gaara-kun? Aku bisa mengambil alih ruang siaran?"
Gaara mendesah lelah. "Tidak, tidak. Kau tidak diperbolehkan mengambil alih siaran sendiri. Aku akan jadi partnermu selamanya –eh selama kau jadi anggota klub siaran."
Gaara berdehem, mengacaukan impian Hinata.
"Jadwal kita setiap hari jumat."
"Hanya hari jumat?"
Gaara mengangguk.
Hinata tidak melepaskan pandangannya dari wajah Gaara yang meski banyak orang bilang si panda ini mirip tembok berjalan.
"Err, Gaara-kun?"
Hanya dengungan yang jadi jawaban.
"Bolehkah hari ini aku tetap di sini untuk belajar? Aku tidak ingin mengacaukan siaran pertamaku nanti." Hinata menatap memohon Gaara seperti biasa, namun anehnya itu tidak biasa bagi Gaara.
Gaara tidak bisa berlama-lama menatap mata yang seperti itu, jadilah ia memperbolehkan adik sepupu Neji itu tinggal.
"Gaar!" Seseorang telah membuka pintu ruang siaran, ia berkedip beberapa kali ketika melihat Faara dan Hinata tengah berdua saja.
"Aku tidak mengganggu, kan?" Pemuda itu hanya mendapat gelengan singkat dari Gaara, namun tidak dengan Hinata.
Gadis ungu itu masih sibuk berkutat pada ruangan yang tiap hari dihuni orang-orang keren.
Brukk!
Mikrofon jatuh lagi, kali ini dalam keadaan mati.
"Huwaaa, Gaara-kun. Maafkan aku."
TBC
A/N : Saya buat ff baru. Makin nggak jelas karena memang pikiran saya lagi sakit. Ini sebenernya tulisan dari jaman sma. Sayang kalau berdebu. XD
Semoga berkenan di hati kalian ya~
RnR bisa kali, ehe.
See you on the next chapter.
