taintedIris proudly presents

Yo, hello guys. saya kembali dengan fic baru!~ yeeeey~

oke, saya tahu saya masih memiliki banyak tagihan fic multichapter yang menunggu, tapi saya pun tidak dapat menghentikan otak saya untuk berimajinasi, dan here it's.

my first sci-fi fic, I hope it'll turn to be a nice story. yeah I hope so *sweaty*

okay. My first MiKaito~ enjoy minna ^_^


taintedIris proudly presents

Time Machine

Vocaloid © Crypton

Story © Me

gajeness, typos bermekaran ( ? ), rate T for save

don't like don't read. simple as that

.

.

.

Act. 1 : Prologue. First Sight.

Tik tok tik tok..

Bunyi jam antik disebuah ruangan terus terdengar di ruangan itu. Jarum jamnya kini telah menunjukkan pukul 9 pagi. Disekeliling ruangan itu terlihat beberapa botol sake yang berantakan, mangkuk-mangkuk bekas dipakai yang tidak dibersihkan sama sekali. Bahkan beberapa baju pun terlihat berserakan di lantai, berdampingan dengan berbungkus-bungkus makanan dan remah-remahnya. Dalam ruangan itu terdapat sebuah sofa besar dan sebuah sofa kecil ditengahnya, dengan sebuah meja kaca di depannya. Tak lupa sebuah televisi dengan layar selebar 22 inch dan rak berisi kaset-kaset video, cd, dvd dan film tergeletak berantakan di sana. Dalam ruangan itu terdapat sebuah kamar, sebuah kamar kecil dan dapur yang tak terurus. Oh, jangan kau pikir bahwa ruangan yang lebih tepat disebut kapal pecah ini tak berpenghuni, karena si pemilik sedang berada di atas sebuah sofa besar yang terletak di tengah-tengah ruangan itu. Dari mulut si pemilik terdengar suara dengkuran kecil, dengan hawa sake yang menguar dari mulutnya. Si pemilik ruangan itu kini membalikkan badannya. Namun sialnya bukannya ia merasakan kehangatan sofa di bawahnya, melainkan ia harus menelan kenyataan pahit karena harus merasakan dinginnya lantai ruangan yang ia tempati. Sosok itu kini mulai membuka matanya. Gerutuan dan umpatan pelan terlontar dari bibirnya dengan hawa sake yang masih tercium. Sosok itu menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan rasa pusing dari kepalanya dan mengingat-ingat kepingan kejadian yang menimpa dirinya sebelum ia berakhir di rumahnya dengan kaos oblong dan celana kerja yang telah ditanggalkan, memperlihatkan boxers bermotif es krim yang ia kenakan dibalik celananya. Jadi, sudah jelas siapakah pemilik ruangan yang kacau itu?

Pikiran lelaki itu kembali melayang ke kejadian malam sebelumnya, ketika pada masa itu ia, Kaito Shion, di usia yang ke 26 tahun, siap untuk melamar Meiko Sakine, wanita berusia 25 tahun yang telah ia kencani 2 tahun belakangan ini. Segalanya telah ia siapkan; makan malam romantis, pakaian berkencan yang rapi dan berkelas serta cincin pernikahan. Bahkan malam itu ia tidak memakai syal kesayangannya yang bagi Meiko syal itu sudah layak buang. Tapi pada saat ia menyerahkan cincin emas bertahtakan batu rubi dihadapan kekasihnya itu …

'Maaf Kaito-kun. Aku sangat bahagia kau melamarku, tapi, you're not the one. Sekali lagi maafkan aku.'

DUAAR!

Kejadian itu membuat Kaito syok berat. Sepanjang perjalanan pulang pikirannya terbang entah kemana. Masa depan yang ia rencanakan bersama sang kekasih pun pupus sudah. Di tengah kesedihannya itu ia melihat seorang temannya di sebuah kedai sake.

Dan berakhirlah ia di sana bersama temannya.

Bahkan setelah 10 botol sake yang ia habiskan bersama kawannya itu tidak membuatnya puas. Dengan langkah gontai dan sempoyongan lelaki itu berjalan kembali ke apartemennya dengan susah payah. Setelah sampai di depan pintu apartemennya, ia mengambil kunci yang sengaja ia simpan dalam kotak surat di samping pintunya lalu membuka pintunya setelah berkutat dengan kunci di tangannya ( yang berjumlah 5 buah, namun butuh waktu lebih dari 15 menit hingga pemuda itu dapat membuka pintu apartemennya. ) Setelah masuk, lelaki itu langsung mengunci kamar apartemennya dari dalam, berjalan menuju dapur dan mengambil persediaan sakenya dan Meiko- dulunya- dari lemari piring, mengambil gelas sake lalu duduk di depan tv. Tak lupa berbagai jenis cemilan dan beberapa mangkuk es krim kini berada di atas meja kaca di depan sofa, menemani acara minum sake si pria yang kini sedang dilanda kesedihan yang mendalam.

Si lelaki yang telah berhasil mengingat segalanya itu kini mengeram. Ia melihat kotak cincin yang tergeletak tak berdaya di ujung ruangan, dengan cincin yang masih berada di sana. Lelaki berambut biru itu, Kaito, beranjak dari posisi duduknya lalu berjalan dan memungut kotak cincin itu sambil memegangi kepalanya yang masih berdenyut karena efek sake dan karena baru saja mencium lantai. Ia melirik ke arah jam di atas dinding. Kini jam menunjukkan pukul 9 lewat 15 menit. Namun ia tidak panik seperti biasanya, karena hari itu adalah hari Minggu yang menandakan ia bisa libur dari pekerjaannya hari itu. ia memutuskan untuk keluar dari ruangan apartemennya, sekedar mengambil antaran susu, roti dan koran paginya. Lelaki itu kini berjalan menuju pintu apartemennya dengan langkah yang sedikit sempoyongan sambil menutup mulutnya yang terbuka lebar karena mengeluarkan udara dari mulutnya. Lelaki itu kini membuka pintu di depannya, memunguti 2 botol susu, roti dan koran yang masih setia menunggu untuk dibawa masuk ke dalam ruangan apartemen si pemilik. Baru saja lelaki itu membalikkan tubuhnya, matanya terbelalak dan ia kembali memutar tubuhnya. Bukannya ia lupa mengambil barang pesananannya atau ada paket kiriman dan surat yang tidak ia ambil di depan pintunya. Namun yang membuatnya terkejut adalah …

Ada seorang anak perempuan yang berada di depan pintunya! Dan yang memperparah keadaan ialah, anak itu berada di sana dalam keadaan pingsan!

.

.

Kaito kini memandangi gadis yang sedari tadi tidak sadarkan diri itu di atas sofanya. Ia memegangi dahi gadis itu yang anehnya terasa dingin. Gadis itu memiliki rambut berwarna teal yang amat aneh. Rambut gadis itu dikuncir dua, dengan pita berwarna merah muda pucat. Gadis itu mengenakan pakaian turtle neck lengan pendek berwarna biru pucat, dengan celana pendek berwarna hitam. Gadis itu juga mengenakan kaus kaki panjang berwarna putih dengan flat shoes berwarna hitam. Mata gadis itu perlahan mulai bergerak, dan Kaito yang menyadari pergerakan yang dibuat oleh gadis itu langsung duduk menjauh, tak ingin dicurigai sebagai penculik oleh gadis di depannya ini. Si gadis perlahan membuka matanya, memperlihatkan iris sebening air dengan warna biru kehijauan yang besar dan indah. Gadis itu langsung bangkit dari posisi tidurnya, mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan yang amat berantakan itu. Pandangannya kini beralih pada lelaki di depannya yang sedang terduduk di kursi dengan kepanikan yang terlihat jelas di wajahnya. Gadis itu 'pun langsung tersenyum.

"Kaito Shion, umur 26 tahun, seorang professor muda yang bekerja di sebuah perusahaan elektronika yang bergerak dalam bidang komputer, lelaki yang baru saja ditolak untuk menikah oleh seorang wanita yang berusia lebih muda satu tahun bernama Meiko Sakine, betulkah begitu?" tanya si gadis. Suara gadis itu sedikit nyaring, namun manis. Kaito yang bingung mendengar pertanyaan si gadis pun menaikkan sebelah alisnya heran. 'Bagaimana bisa gadis yang ia tidak kenal ini mengetahui hal-hal itu? Ah kalau nama, umur, dan tempatku bekerja itu mungkin saja. Tapi soal penolakan Meiko semalam … Bagaimana gadis ini bisa tahu?'

"Kau … Siapakah kau sebenarnya?" tanya Kaito sambil menjauhkan diri si gadis. Namun si gadis sepertinya tidak berniat menjauh. Gadis itu pun turun ke lantai kemudian ia berjalan merangkak mendekati Kaito yang kini terpojok di sudut tembok apartemennya.

"Aku? Aku Miku Hatsune." Kata gadis itu. Kaito memutar kembali otaknya, mencoba mengingat kenalannya yang berusia kira-kira 16 tahun dengan rambut berwarna teal. Tapi nihil. Kelihatannya memang gadis di depannya ini adalah orang yang benar-benar asing.

"Mi … Miku Hatsune?" ulang Kaito, dan gadis itu mengangguk.

"Ya master." Lanjut gadis itu, membuat Kaito melongo. Master? Kenapa gadis di depannya memanggilnya dengan sebutan seperti itu?

"Aku datang dari masa depan, dan aku bertugas untuk menemani Master Kaito hingga menemukan kebahagiaan yang baru."

"Apa?!"

.

.

.

To Be Continued