One Piece © Eichiro Oda
A Drag © Michantous
Yuhuuu~~~ Michan kembali lagi dengan pairing-pairing langka.. LawxSanji!
Pairings : SanjixSemua! *plaaaakkk!* #maunya author
Happy reading!
Xxx
Sejak kejadian di malam sialan itu tepatnya malam setelah dua hari kedatangan Law di kapal mereka, hidup Sanji jadi kacau dan tidak pernah tenang. Saat dimana aktivitas yang biasanya dia lakukan untuk melayani serta menggoda Nami dan Robin tanpa ada yang mengusiknya, kecuali Marimo bodoh rivalnya itu tentu saja. Sekarang hari-harinya terasa sangat menyebalkan karena ulah dari seorang dokter bedah yang menurutnya sangat abnormal.
"Ck… Kussoooo.." gumam Sanji ketika teringat malam yang sangat menjijikan baginya.
FlashBack
Sanji sedang merilekskan dirinya di dek belakang Sunny. Manik safirnya menatap lautan yang kini warnanya sudah senada dengan langit malam. Ia tidak bertugas jaga malam hari ini jadi bisa sedikit santai. Kakinya melangkah keluar hanya untuk mendapatkan udara segar dari lautan di malam hari. Semua nakamanya sudah pergi tidur setelah makan malam.
Law POV
Mataku melebar sekilas ketika mendapati dirinya seorang disana. Ia sedang membelakangiku menghadap lautan. Meski sudah malam aku dapat melihat beberapa helaian rambut pirangnya yang indah disinari oleh cahaya bulan dan diterpa oleh angin. Aku terkejut, baru ku sadari ternyata Koki mesum yang bodoh itu dapat terlihat menarik dan indah di mataku. Ku telusuri lekuk tubuhnya yang terbalut oleh kemeja putih dengan rompi hitam bergaris-garis putih. Lalu mataku berjalan memperhatikan kaki jenjangnya. Menarik. Dia sungguh menarik. Tak pernah ku sangka akan bertemu orang sepertinya. Meski awalnya aku adalah musuh Kaptennya saat itu. Haha… aku benar-benar tidak menyadarinya dari awal.
Menatapnya yang terdiam tak bergeming terus seperti itu membuatku heran. Apa yang sedang dia lakukan? Rasa penasaranku mendorong kaki ini untuk melangkah mendekatinya. Aku melangkah, terus... semakin dekat. Sampai akhirnya langkahku berhenti tepat di belakangnya.
Dia tetap diam. Bahkan saat aku melangkah mendekatinya ia tak sadar. Apa dia memikirkan sesuatu? Kali ini aku benar-benar sangat penasaran.
Ku pegang pundaknya dan melihat wajahnya dengan dekat. Ia pun terkejut dan dengan refleknya ia menyerangku dengan kakinya, mungkin ia mengira aku adalah musuh, pft… lucu sekali. Tapi sayangnya aku berhasil menahan kakinya dengan satu tanganku.
Law POV End
Sanji terkejut ketika ada yang memegang pundaknya. Ia langsung melayangkan tendangannya ke arah kepala Law tapi sayangnya kakinya ditahan.
Mereka terdiam lama dalam posisi itu. Law menatap Sanji dengan serius. Jujur dia suka dengan warna bola mata Sanji. Biru safir, warna yang indah. Ditatap seperti itu membuat Sanji menatap Law dengan perasaan aneh dan jijik. Sang koki pun menghentakan kakinya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Sanji matanya terus menatap aneh pada Law dan yang ditatap hanya diam memasang wajah stoicnya.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang sedang kau lakukan?" bukan menjawab Law malah balik bertanya.
"heh… Apa urusanmu?" Sanji menjawab sinis. Ia mengeluarkan sebatang rokoknya lalu menyelipkannya di bibir. Law tanpa sadar memperhatikan Sanji, bukan! Law hanya memperhatikan bibir merah muda milik Sanji yang entah mengapa terlihat menggoda.
Baru saja Sanji ingin menyalakan rokoknya, Law sudah lebih dulu mengambil rokok yang terselip di bibir si koki pirang tersebut. Membuat Sanji menjadi kesal.
"HEI! APA YANG KAU LAKUKAN BODOH?! KEMBALIKAN!" si pirang mencoba mengambil rokoknya kembali dari tangan Law. Tapi Law tidak akan memberikannya dengan semudah itu.
"Kenapa kau selalu melakukan hal itu?" tanya Law santai. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi membuat Sanji sedikit kesulitan menjangkau rokoknya.
"Heh! Sudah kubilang itu bukan urusanmu! Cepat kembalikan!" bentak Sanji masih berjinjit memegang tangan Law sembari menggapai rokoknya. Law mengangkat kedua alisnya. Pemuda ini keras kepala juga, pikirnya. Seketika niat jahat muncul ia pun berencana mengerjai Sanji.
"Huh? Lalu, bagaimana dengan ini?" Law melempar rokok Sanji ke laut sambil menyeringgai. Sanji hanya terdiam kesal dengan urat siku-siku di dahinya.
"khh.. kau pikir semudah itu menghalangiku merokok?" si koki pirang mengeluarkan kotak rokoknya dan mengambil satu batang rokok dengan mulutnya. Dan dia menyeringgai puas karena bisa membalas Law.
Law mendelik. Dan sedetik kemudian kotak rokok dan sebatang rokok yang baru saja bertengger di mulut Sanji sudah berada di tangan Law. Sanji terkejut lagi. Ia benar-benar murka dengan Law kali ini.
"OI! JANGAN MACAM-MACAM! KEMBALIKAN ITU! SAMPAI KAU BUANG ITU KELAUT AKAN KU BUNUH KAU DOKTER GILA!"
Law hanya mengangkat kedua alisnya. lagi-lagi ia memberikan seringai pada Sanji. Law senang dapat membuat koki itu marah-marah.
"KEMBALIKAN ITU BRENGSEK!"
"Ambil saja jika kau bisa" jawabnya tenang. Ia mengangkat tangannya tinggi agar Sanji kesulitan. Law benar-benar senang melihat wajah kesal Sanji yang menurutnya manis.
"BAJINGAN! JANGAN MAIN-MAIN DENGANKU!" Sanji marah ia menarik-narik tangan Law agar turun tapi tetap saja gagal.
Pasti ada cara untuk menghentikannya... pikir Sanji.
Ia memperhatikan Law secara seksama. Pandangannya berhenti pada topi putih bertotol hitam milik Law. Sanji menyeringai. Dengan cepat ia mengambil topi Law. Membuat Law setengah terkejut.
"Heh.. bagaimana? Aku mengambil topimu. Ayo kita tukar bersamaan." tawar Sanji dengan senyum tipis di wajahnya. Law diam menatap koki pirang tersebut. Terjadi hening yang cukup lama sampai-sampai membuat Sanji merasa canggung. Dia sempat berpikir kalau Law marah padanya karena ia mengambil topinya. Sanji jadi merasa tidak enak, apakah perbuatannya berlebihan? dan perlahan raut wajah sang koki berubah pucat.
Law masih terdiam menatapnya dingin. Tadinya, Law sempat terperangah ketika melihat senyuman Sanji yang menurutnya itu seksi. Dan ia jadi berpikiran bagaimana rasanya bibir Sanji yang menggoda itu. Sesaat Law kehilangan pikirannya di alam nyata sampai tiba-tiba suara Sanji menyadarkannya kembali.
"H-Hei.. apa kau marah?" tanya sang koki takut-takut kalau ia salah bicara.
Law hanya menatapnya lagi lalu melangkah mendekati Sanji. Dia masih diam tak berbicara sepatah katapun membuat Sanji gelisah.
"Hei.. aku minta maaf kalau telah membuat mu marah—"
GREBH...
Law mencengkram satu tangan Sanji yang tidak memegang topinya. Membuat Sanji panik dan bersiap menyerang balik.
"A—aku… Eh—?!"
SRET!
Sang dokter bedah pun menarik Sanji hingga tubuh mereka benar-benar bersentuhan. Dengan cepat satu tangan Law yang bebas melingkari pinggang Sanji membuat yang bersangkutan bingung.
"Aaaaa…. Tu-tunggu dulu, aku tidak tau kalau topi mu itu sangat berharga.. tapi… Eh?" ucapan Sanji terhenti saat ia menyadari posisi mereka sekarang.
Bagaimana bisa? Apa-apaan ini? Sanji panik. Apakah ini adalah salah satu jurus andalan Law untuk membunuh lawannya dengan jarak dekat? pikirnya. Keringat dingin perlahan menetes. Ia menatap Law yang juga sedang menatapnya. Pandangan Law benar-benar stoic seperti seorang pembunuh berdarah dingin. Ia tidak menampakan ekspresi apapun. Bahkan mungkin sikap dingin Zoro lebih baik dari ini menurut Sanji.
"Ma-maaf… aku mi— Mmmmhhhhpppp" tanpa disangka Law langsung membungkam mulut Sanji dengan mulutnya.
"what?" Sanji membatin. Matanya terbelalak lebar, bahkan topi Law yang ia pegang telah jatuh ke lantai karena syok. "Ini pasti ada yang salah" sahutnya dalam hati.
"Mmmhhh… mmmppphhh…" Sanji Memejamkan matanya. Ia memberontak. Sanji berusaha melepaskan ciuman Law darinya. Kedua tangan koki itu mendorong bahu sang dokter bedah agar melepaskan ciumannya. Namun Law malah semakin memperdalam ciuman mereka. Pelukan Law semakin kencang pada pinggang Sanji sedangkan tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk menahan kepala Sanji agar tidak melepaskan ciumannya.
"Ghhhmmm… hhhmmm.. mmmppphh.." Sanji berusaha menahan Law agar tidak memasuki rongga mulutnya. Tapi nampaknya Sanji sudah hampir kehabisan oksigen jadi ia pasrah dan membiarkan Law menjelajahi rongga mulutnya. Law mengabsen gigi-gigi Sanji satu persatu, mulut bagian atas, dan kemudian lidah.
"Hhhhnnnnnn…." Sanji mendesah ringan saat ia merasakan lidahnya di aduk oleh lidah Law. Tanpa sadar tangannya meremas baju Law saat merasakan sensasi aneh. Law yang menerima respon itu malah tambah semangat.
BUGH BUGH BUGH
Law merasakan pukulan bertubi-tubi pada punggungnya, dia tahu bahwa Sanji kehabisan oksigen. Mengerti akan hal itu ia segera melepaskan ciumannya.
"H-hhhaahh… hahh.. haahh.." Sanji menarik napas sebanyak-banyaknya. Ia melihat Law yang sedang mengusap saliva yang menetes di pinggir bibirnya.
"hhaahh… Kau…" tatapan tajam ia lontarkan kearah Law. Meski tak yakin Sanji merasakan bahwa saat ini wajahnya memanas.
"Heh, kau terlihat sangat seksi sekarang" celetuk Law dengan lancang, ia bersiap menyerangnya kembali dengan ciuman tapi Sanji segera menahan lehernya dengan siku.
"Jangan macam-macam kau, Trafalgar bajingan… hah…hah.." ujar Sanji masih menyikut leher Law.
Law diam. Ia menatap intens Sanji. Matanya berkilau menyala menandakan bahwa ia sedang menahan suatu hasrat. Sanji mencoba melepaskan tangan Law yang memeluk pinggangnya tanpa menatap dokter tersebut.
Law sendiri langsung tersenyum tipis. "Baiklah. Aku akhiri ini. Terimakasih karena telah menghiburku." ia melepaskan pelukannya pada pinggang Sanji lalu mengambil topinya yang jatuh di lantai lalu. Sebelum pergi Law memegang dagu Sanji lalu dengan cepat menjilat benang saliva yang berada di pinggir bibir sang koki dan berbisik.
"Sebenarnya aku ingin lebih…"
Sanji merinding mendengarnya. Setelah mengucapkan kata itu Law pun pergi ke kamar tidur. Meninggalkan Sanji dengan mimpi buruk sendirian.
"Grrrgh! KUSO!" ia reflek meleparkan kotak rokoknya yang sudah ia dapatkan ke laut. Gara-gara rokok itu ia jadi terperangkap oleh jebakan menjijikan ini.
End Of Flashback
Sang koki sibuk mencuci piring bekas makan siang. Ia melakukannya dengan terburu-buru karena ini adalah minggu kelima setelah kejadian di malam itu. Dan selama berturut-turut Law selalu datang mengampirinya untuk mengganggunya. Seperti saat ini.
Sanji benar-benar merasa tidak nyaman di awasi terus oleh Law sejak selesai makan siang. Saat yang lainnya keluar Law tetap diam di kursinya mengamati gerak gerik Sanji. Dan hal itu benar-benar membuat Sanji risih setengah mati. Ingin rasanya ia menendang Law keluar dari Sunny, tapi apa daya kaptennya sendiri yang merekrut si Trafalgar itu dengan senang hati. Sanji benar-benar tersiksa. Ia tidak mau di jadikan mainan terus oleh si Trafalgar itu.
Law yang sedari tadi hanya duduk diam memperhatikan Sanji tanpa bicara atau apapun membuat Sanji gelisah.
"Kenapa kau tidak keluar? Percuma walau kau menunggu sampai aku selesai, aku tidak akan pernah—"
GREBH
Sanji tidak melanjutkan kata-katanya karena tiba-tiba saja Law memeluknya dari belakang. Tangan-tangan nakal milik Law mulai menggerayangi perut Sanji dan pinggulnya. Membuat koki pirang tercekat. Sudah berkali-kali Sanji menerima serangan ini dari Law. tapi yang sebelumnya berbeda dengan sekarang. Sanji tidak bisa melarikan diri. Tidak ada orang di dapur. Dan bahkan bila ia bertarung di dapur dia tak akan pernah menang dari Law.
"Law! Hentikan itu!" Sanji membentak Law sedangkan Law tak mendengarkannya
"Kubilang hentikan! Jangan bodoh!" didorongnya Law dari belakang. Sanji yakin kalau tadi pinggang Law terbentur sudut meja saat Sanji mendorongnya.
"Agh..! ja—jangan… ah…" tiba-tiba ia lemas saat tangan Law berhasil menyusup kedalam kemejanya dan memijat lembut nipple sensitif itu.
"Sudah ku bilang. Aku ingin lebih…"
"Hei! Tapi aku bukan perempuan! Hentikan itu!" Sanji memegang tangan Law yang sedang menggerayangi dadanya serta menginjak kaki Law sekuat-kuatnya.
Tapi Law tidak menghiraukan sama sekali. Law malah beralih pada leher jenjang yang terbuka, ia menghisap batas antara leher dan bahu Sanji dengan kuat. Membuat Sanji mengerang.
"Ahhhhh! Hentikan itu bodoh!" Sanji menjambak Law dengan kasar lalu berbalik menghadap Law masih dengan tangan Law yang memegang pinggangnya. Baru saja Sanji akan menendang Law tiba-tiba—
BRUGH!
Law mendorong Sanji jatuh kelantai. Ia segera memposisikan dirinya di tengah-tengah kaki Sanji. Dan dengan ganas Law merobek kemeja putih Sanji. Sepertinya Law akan membuat kissmark disana sini kalau diliat dari gelagatnya. Namun Sanji segera menahan kepala Law dengan kedua tangannya. Law yang benar-benar sudah tidak tahan lansung saja mengunci kedua tangan Sanji ke atas kepala.
Dengan seringai puas Law pun mendengus. Matanya berkilat penuh nafsu kepada Sanji dan secepat mungkin ia menggerayangi tubuh bagian atas koki pirang itu. Law berkutik dengan nipple merah muda yang menggoda. Dijilatnya perlahan lalu menghisapnya kuat-kuat. Membuat Sanji lagi-lagi mendesah.
Zoro yang kebetulan sedang berjalan naik ke tangga karena ingin mengambil Sake di dapur malah tak sengaja mendengar suara Sanji yang berteriak aneh. Perasaan Zoro seketika jadi tidak enak. Dan dengan cepat Zoro langsung menuju pintu dapur.
"Aaaahhhnnnnn! Henti—kan… Bo—"
BRAK!
Zoro membanting pintu.
"KOKI!" matanya memicing ketika melihat Sanji yang tengah dikunci oleh Law.
"M... Marimo"
"Apa yang… kalian lakukan?" Zoro bertanya dengan nada rendah ketika melihat kegugupan Sanji. Ia langsung melirik curiga terhadap Law.
"Kau..."
Dengan santai Law menyingkir dari tubuh Sanji. Ia berdiri lalu merapikan pakaiannya. Sanji hanya bisa diam. Dia malu harus terlihat seperti itu di depan rivalnya. Si Koki pirang itu duduk lalu mengusap pelan rambutnya gelisah.
Zoro memperhatikan rivalnya itu dengan detail. Walaupun agak lambat, otak ototnya langsung memproses apa yang sedang terjadi. Pemuda bertato itu entah mengapa memojokan sang Koki.
Zoro beralih menatap Law yang sudah merapihkan pakaiannya. Dengan Santai dan tanpa beban Law melangkah keluar melewati Zoro. Zoro yang kesal dengan kelakuan Law langsung saja memberikan tinjuan kuatnya yang berhasil membuat Law terpental ke dinding dapur.
"Hoi, jangan mentang-mentang kau menjadi aliansi kami kau bisa bertingkah seenaknya! Ini adalah peringatan pertama dan terakhir untukmu." Zoro lalu menarik tangan Sanji "Koki. Ayo pergi!" dan mereka berduapun langsung meninggalkan dapur.
.
.
.
"Marimo, kenapa Sunny sepi sekali? Dimana Luffy dan yang lainnya?"
"Saat kau mencuci piring, kapal kita sudah menepi di pulau. Mereka semua pergi jalan-jalan dan menyuruhku menjaga kapal. Lagi pula aku memang tak berniat jalan-jalan" jawabnya sambil masih menarik Sanji.
"Lalu.. kenapa kita harus ke menara pengintai?"
"Karena Chopper tidak ada"
"Hah…? Memangnya siapa yang terluka?"
"Kau! Aku takut kau kenapa-napa."
"Haaa? Apa maksudmu barusan Marimo?"
"sudahlah. Lebih baik kau diam saja."
Sampainya mereka di menara pengintai. Zoro segera menuju ke satu-satunya sofa yang ada di sana lalu merebahkan Sanji secara paksa.
"Oi, apa-apaan kau Marimo?"
"Kau diam saja disitu. Pokoknya jangan kemana-mana! Jangan jauh-jauh dariku sampai yang lainnya pulang. Mengerti?" tegas Zoro lalu mengambil beberapa barbelnya dan melanjutkan latihannya.
Sanji hanya bisa jawdropped di perlakukan Zoro seperti itu.
"Oi, oi. Tidak usah berlebihan begitu juga. Aku ini bukanlah anak gadis yang harus dilindungi"
Zoro menatapnya lama membuat Sanji jadi salah tingkah.
"Oi, oi, ada apa? Apa aku salah bicara?" celetuk si pirang tak enak.
"Tentu saja kau salah, Koki. Jelas-jelas kau itu terlihat seperti anak gadis yang benar-benar tidak berdaya sama sekali." Zoro menjawab santai sembari menunjuk-nunjuk kearah kemeja Sanji yang terbuka. Menampilkan hasil dari perbuatan Law sebelumnya.
Dan… lima detik setelahnya wajah Sanji langsung memerah padam.
"Diam kau Marimo bodoh!"
~THE END~
Maafkan Michan untuk fanfic yang absurd ini lagi…
Seperti Biasa Review Please~~
