Kepanikan jelas tergambar diwajah seorang gadis yang saat itu masih berusia 7 tahun. Bagi seorang gadis kecil saat itu yang polos dan sulit mengerti keadaan hanya bisa meratapi kesedihan melihat orangtuanya yang terluka. Sampai suatu kabar yang mngejutkan, mereka telah pergi kembali pada sang pencipta.
Setelah beberapa hari dari kejadian naas tersebut, keceriaan yang biasanya tergambar pada wajah gadis itu seolah memudar seiring berjalannya waktu. Bahkan tarlihat menahan sesuatu yang membuatnya tak bisa mengeluarkan air mata. Namun, siapa sangka dalam kesendirian gadis itu menangis. Menyesali semua yang terjadi padanya. Seandainya jika ia tidak memaksa, seandainya jika ia menurut, seandainya jika... terlalu banyak kata seandainya. Semua telah terjadi.
Taman Konoha pagi itu dipenuhi keceriaan,tawa, dan sorak-sorak anak kecil dan pasangan muda-mudi yang berbahagia. Sebuah keluarga yang hangat dan harmonis yang lengkap. Suasana baik di pagi awal musim panas. Namun, tak semua membawa keceriaan seperti yang terlihat.
Disudut taman yang jauh dari keramaian, di bawah pohon sakura, seorang gadis kecil tengah meringkuk sambil menangis. Sesekali ia menyeka liquid bening yang tak mau berhenti mengalir dari kedua matanya. Entah kenapa tak ada yang bisa membuatnya berhenti menangis, hanya jika ia sendiri. Tak ada yang tau. Di depan semua orang, keluarganya ia terlihat tegar dan tak menunjukkan apapun selain tatapan kosong pada kesehariannya.
"Daijobou ka?", seorang bocah laki-laki dengan rambut raven senada dengan warna gagak menghampiri gadis tersebut sambil memberika sapu tangan berwarna biru laut yang indah. "Ha'i Dozo."
Gadis itu mendongak dan menatap seseorang yang bertanya kepadanya. Mata emerald itu seolah tertawan oleh mata onyx dan semakin terhisap dan terhisap. Bocah laki-laki itu tak tau entah kenapa ia juga merasa tertawan keindahan mata emerald gadis itu. Namun, ia segera tersadar dan menatap gadis yang kini masih menatapnya dengan tatapan yang tak terdefinisikan. Bocah laki-laki itu memegang bahu gadis didepannya dan mengguncang-guncangkannya.
"Hei.. kau tak apa?" Seolah tersadar, gadis itu kembali menunduk dan mencoba mengusap air matanya.
"Ini, gunakan ini!" gadis itu mendongak dan kembali menatap bocah itu dengan tatapan bertanya. Sedetik kemudian ia menerima sapu tangan biru laut pemberian bocah itu. Ia mulai mengusap sapu tangan ke matanya.
Ia menundukkan kepalanya sambil mengembalikan sapu tangan pemberian bocah itu.
"Untukmu saja. Simpan, gunakan saat kau menangis. Tapi, lebih baik jika kau tak menangis. Aku tak ingin melihat redupnya emerald mu." Ujar bocah tersebut sambil tersenyum.
"Siapa namamu?" Bocah raven itu bertanya.
"Sakura, "
Bocah tersebut mengamati baik-baik wajah gadis yang sayu sehabis menangis dan menggumamkan kata 'nama yang indah' dengan jarak mereka berdua saat ini tentu gadis itu cukup mendengar apa yang dikatakan bocah ini dan secara tak sadar membuat wajahnya mmemerah karena malu.
"Ah baiklah, aku sudah harus pergi.. Jaa~"
Sebelum Sakura sempat mengucapkan terima kasih, bocah yang tidak diketahui namanya telah berlalu dengan cepat. Namun, dari tempatnya berdiri masih nampak bocah tersebut lari dengan tergesa-gesa. Secara tak sadar, seulas senyum manis terukir diwajah gadis itu. "Arigatoo" dan secara tak sadar juga ia telah berteriak dan membuat anak laki-laki tadi menolehkan kepalanya. Ia mengangguk sambil tersenyum pada gadis itu yang entah kenapa sudah terlihat ceria lagi.
