Akhir bulan desember.
Angin yang berhembus, melewati tubuh dan merasuk hingga ke tulang. Para penduduk mulai mengenakan pakaian hangat setiap berada di luar rumah. Di detiap rumah mulai mengeluarkan kotatsu dan menghidupkan penghangat ruangan.
Toko-toko yang menjual makanan hangat semakin hari semakin dipadati pengunjung. Para ibu rumah tangga juga memasukkan nabe ke daftar menu mereka.
Para pebisnis fashion juga mengambil bagian dengan mengeluarkan koleksi musim dingin mereka. Berbagai merchandise seperti muffler, scarf, dan coat mulai dipajang di etalase toko. Mereka juga mempromosikan produk mereka lewat majalah dengan memakai model tertentu untuk menarik perhatian massa.
Saat itulah peran utama dalam kisah ini muncul.
Season of Love : Winter
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Drama
Pairing : SasoSaku
Rated : T(eens)
Warning : semoga tidak typo, AU, OOC
Don't like? Just review ^v^
Dedicated for all Saku-centric
Di sebuah studio, sesosok gadis remaja tengah berpose dengan blouse berkerah warna pastel, rok span yang sejengkal di atas lutut, stocking beige yang menutupi kakinya, dan ankle boots dengan hak setinggi 5 senti.
Rambutnya yang merah muda, di keriting dan disanggul dengan beberapa helainya yang dibiarkan mencuat. Wajahnya dikenakan makeup dengan warna natural agar bola matanya menjadi terlihat mencolok.
Gadis itu memberikan pose close up yang akan dijadikan cover majalah cherry yang sudah memuat foto-fotonya selama setahun terakhir. Untuk tahun depan, dia akan bekerja sama dengan salah satu fashion designer yang memintanya menjadi model untuk pagelaran busana yang akan dia adakan.
"Yak. Otsukaresama, minna. Sakura, kau bisa mengganti pakaianmu," ujar seorang pria yang bertanggung jawab atas pemotretan hari itu.
Sakura membungkuk seraya memberi salam kepada para staf dan melangkah menuju ruang ganti. Sebelum ia menutup pintunya, seorang gadis berumur sekitar 20-an ikut masuk bersama Sakura.
"Sakura. Yang tadi bagus sekali. M-san yang menjadi penanggung jawab kali ini, ingin kamu melanjutkan kontrak dengan mereka," sahut gadis itu saat sudah berada dekat dengan Sakura.
"Aah, Kin-Neechan belum bilang 'iya', kan? Aku sudah tanda tangan kontrak dengan Temari-san, lho," keluh Sakura pada Kin yang merupakan stylist di majalah Cherry. Kin menatap Sakura dengan pandangan kecewa.
"Aku belum bilang, sih. Tapi, aku benar - benar masih ingin bekerja sama denganmu," ujar Kin. " Ah, bukannya aku tidak senang, karirmu menanjak."
Sakura memperhatikan sosok yang telah menemaninya dan membimbingnya di masa-masa sulitnya sebagai orang baru di tempat itu dengan lembut. Tsuchi Kin, walau dia juga belum lama terjun di bidang fashion, tapi pembawaannya yang tenang membuat ia dipercaya sebagai salah satu stylist andalan. Kin membalas senyum Sakura.
"Yah, berarti proyek natal adalah kerja sama terakhir kita dalam kontrakmu," ujar Kin. "Kamu ada rencana khusus untuk natal? Ah, tentu saja ada. Kau 'kan sibuk sekali,"
Sakura hanya tertawa mendengar celetukan orang terdekatnya di majalah tersebut. Walau sebenarnya hatinya tidak ikut tertawa. Karena untuk pertama kalinya, Haruno Sakura tidak punya rencana untuk natal.
Tahun ini, takdir mempermainkan dirinya.
-SIMPLY ABSURD-
"No, mom. Aku punya rencana sendiri tahun ini... Right, salam untuk yang lain. Bye, mom."
Sakura melirik pemuda berambut pirang yang sedeang meletakkan handphone yang sudah lebih dari setengah jam menempel di telinganya. Pemuda itu kemudian melanjutkan kegiatan yang tertunda sebelumnya, membungkus kado.
Manik zamrud milik gadis itu bergulir dan bertabrakkan dengan iris obsidian yang gelap. Pemilik mata kelam itu tersenyum ringan sebelum masuk ke kamarnya. Dan kembali keluar dengan menggunakan pakaian yang lumayan formal.
"Hoi, kau datang ke acara keluargaku, Sai? Kau sudah gila?"
Sakura kembali menoleh pada Naruto yang terbelalak kaget melihat pemuda berpakaian formal-Sai yang sedang mengunci kamarnya. Naruto sendiri berbusana santai seperti biasanya. Mantel hitam yang dibelikan ibunya tergeletak di pangkuannya.
"Ibumu mengundangku."
"Kau akan diterkam wanita-wanita buas itu."
"...eh?"
Naruto menghela napas membiarkan Sai mencerna kata-katanya barusan. Ia kembali berkutat dengan pita dan kertas kado yang berada di hadapannya. Sai tampak berpikir tanpa mengubah ekspresi datarnya. Sedangkan Sakura tidak bergerak dari posisinya.
Bertopang dagu di sofa hangat.
Yeah, menyenangkan.
BRAK
Dua pintu terbuka secara mendadak. Pemuda berambut raven dan pria berambut perak keluar dari ruangannya masing-masing.
Uchiha Sasuke, dengan mantel yang siap dipakai, tampak sedikit berantakan dan langsung melesat tanpa mengucapkan salam. Yang terdengar hanya gerutuan samar. "Baka Aniki,"
Hatake Kakashi, dosen eksentrik yang terlihat berantakan akibat rutinitas wajibnya ketika libur. Kakashi tampak panik dan melihat sekelilingnya. Ia menatap Sai dan Naruto yang tengah sibuk dengan kegiatannya dan Sakura yang sedang bersantai.
"Kalian akan pergi malam ini, kan?"
Pertanyaan yang terlontar dari pria yang sudah menjadi wali bagi keempat anak 'bermasalah' itu sukses membuat perempatan siku muncul di kening Sakura.
Sakura di usir dari rumah Kakashi di tanggal 24 Desember, saat hari masih terang, dan suhu menunjukkkan beberapa angka di atas nol.
Apa lagi yang di rencanakan nasib untuknya?
"Kin-Neechan, reservasi salon yang kau rekomendasikan masih berlaku?"
Mungkin sedikit hiburan bagi tubuhnya akan terdengar lebih menggiurkan.
-SIMPLY ABSURD-
"Semoga harimu menyenangkan!"
Sesosok pegawai salon membungkuk hormat mengantar kepergian Sakura dari salon kecantikan yang menjadi langganan para model. Sakura yang membiarkan mahkota mencoloknya tergerai lurus. Mengenakan mantel berwarna pastel dan leging berwarna gelap. Ditambah creamy ankle-boots yang dihadiahkan padanya setelah pemotretan terakhir.
Scarf berwarna dark brown dan topi rajut dengan warna senada turut menghangatkan tubuhnya. Dengan langkah tegap, Sakura berniat menikmati malam natal walaupun ia hanya sendiri. Tujuan pertama perjalanannya adalah cafe yang menjual makanan manis dan minuman hangat.
"Irrasshaimase, ohime-sama," ujar seorang waiter menyapa Sakura yang memasuki cafe tersebut. Sakura menitipkan mantelnya pada waiter tersebut dan menampilkan blouse dengan kerah sabrina berwarna putih dan fuschia puffy skirt separuh paha. Kemudian Sakura melangkah menuju counter cafe dan berniat memilih menu.
Barisan cake ditampilkan di etalase dan dicantumkan nama beserta harga cake tersebut. Jemari lentik Sakura menelusuri deretan cake dengan warna-warna menarik itu. Manik zamrudnya berhenti pada cake berwarna merah yang tampak menggoda. Ditambah, hanya tersisa satu di loyangnya.
"Yang ini satu," / "Yang ini satu."
Suara Sakura terdengar bersamaan dengan suara seorang pria. Jemarinya bertabrakan dengan jari pria tersebut. Kening Sakura berkedut. Ia mendelik ke arah orang yang mengganggu kesenangannya itu. Namun, ia malah terbelalak kaget melihat wajah pria itu.
"Kalajengking merah?" celetuk Sakura kaget.
Pria yang pernah menjadi saingan cinta pemuda pirang berandal bernama Naruto sekarang tengah berdiri di hadapannya.
"Hah?"
Pemuda berambut merah dan bermata hazel itu menatap Sakura bingung. Sakura terkikik geli dan berkata pada waitress yang menunggu pesanan.
"Saya pesan red velvet ini dan americano panas,"
"...hei, aku juga mau pesan red velvet ini-"
Sakura merengut. "Mengalahlah pada wanita, Kalajengking Merah. Bukankah kau pria yang ramah, pintar, dan populer?"
"Hah?" Sasori melongo dan memandang Sakura heran. "Kau mengenalku?"
"Maaf, red velvet-nya hanya tinggal satu, bagaimana?" Pertanyaan waitress tersebut memotong percakapan yang nyaris terjalin. Sasori menghela napas.
"Aku pesan strawberry rare cheesecake-nya satu dan latte panas," ujar Sasori mengalah. Sakura tersenyum mendengarnya. Setelah membayar pesanan masing-masing, Sakura duduk di sofa di dekat kaca. Sasori mengikutinya dan duduk di hadapannya.
"Jadi," ujar Sasori. "Bisa kau jelaskan yang tadi?"
Sakura berpikir sejenak. "Kau siswa SMA Konoha, kan? Aku siswi Shoyo yang bertanding dengan sekolahmu di musim semi,"
"Ah, model majalah yang sedang naik daun itu, ya. Semua anggota klub menjadi fans-mu sekarang."
"Benarkah?" Mata Sakura berbinar senang. "Aiiih, senangnya,"
"Tapi," ujar Sasori lagi. Sakura menatap hazel Sasori dan menunggu pemuda itu melanjutkan kata - katanya. "Apa hubungannya dengan kalajengking merah yang tadi kau sebutkan?"
Senyum Sakura menghilang.
"Ah, itu..." Sakura berpikir keras menemukan cara menjelaskan tanpa membongkar rahasia kecil antara dirinya dan Naruto.
"Apa ada hubungannya dengan pemain bernomor 8 sekolahmu yang entah kenapa sangat membenciku?"
Oke, check mate.
Sakura memasang wajah penuh harap dengan menonjolkan bulu matanya yang panjang dan lentik. Sasori terkekeh.
"Dia siswa Konoha juga, kan?" Sakura hanya mempertahankan senyumnya dan menggerakkan kepalanya tak ingin menjawab.
"Boleh kutebak siapa namanya?" tantang Sasori. Sakura balas menatap tatapan Sasori dengan pandangan memohon. Sasori kembali tertawa kecil.
"Aku baru tahu kemampuannya lumayan juga." Manik hazel Sasori tampak menerawang sembari mengaduk isi cangkir latte pesanannya. "Apa saja yang dia ceritakan padamu?"
Bola mata hijau Sakura bergulir tidak yakin. Ia bukan tipe penggosip atau tipe orang yang menusuk sahabatnya sendiri. Tapi, entah kenapa pemuda di hadapannya seakan memaksa dirinya untuk bercerita lebih lanjut. Ia jadi sedikit merutuki sikap spontan yang ia lakukan tadi.
Sakura melirik Sasori.
"...kau tidak berharap aku akan menceritakannya, kan?" balas Sakura retoris. Satu kalimat yang ia harap dapat menyelamatkan dirinya.
Sasori mengangkat bahunya. "Yah, aku mungkin bisa memperkirakan."
Sakura menatap Sasori heran.
"Mungkin seberapa menyebalkan diriku, atau semacamnya."
Sakura mengaduk americano miliknya dan menghirup aromanya sebelum mulai menyesap kepekatan cairan itu.
"Si bodoh itu mungkin berpikiran pendek, tapi, dia tidak bermulut besar," ujar Sakura. "Dia hanya merasa kalah darimu."
Sasori tersenyum lega dan merasa bersalah pada saat yang bersamaan.
"Jadi, kusarankan dia untuk mengalahkanmu di pertandingan. Hasilnya melebihi perkiraanku, sih."
Sasori terkekeh.
-SIMPLY ABSURD-
"Kau tidak ingin ikut denganku?"
Sasori bertanya pada Sakura setelah mengobrol cukup lama di cafe dan mendapat pesan dari teman klub basket untuk datang ke pesta natal yang mereka adakan. Sakura berpikir sejenak.
"...dan membiarkan diriku terjebak di lautan laki-laki kesepian di malam natal? I don't think so, red-head."
"Kau tidak diberkahi dengan kemampuan untuk memanggil seseorang dengan namanya, ya."
Sakura tidak membalas perkataan Sasori dan mengucapkan salam perpisahan hanya dengan melambaikan tangannya. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya. Tujuan gadis musim semi ini selanjutnya adalah eye-shopping.
Sakura berjalan menuju daerah kota yang menempatkan butik-butik di tempat yang berdekatan. Dengan santai ia memilah-milah produk yang akan ia masukkan ke dalam daftar belanjaannya tahun ini. Atau setidaknya catatan benda yang bisa dijadikan rekomendasi hadiah yang akan ia minta.
Beberapa dress, clutch bag, muffler, dan heels siap masuk deretan waiting list. Andai saja ia bisa langsung membawanya pulang ke rumah.
Setelah cukup lama ia menelusuri beberapa butik, ia merasa dirinya memerlukan energi tambahan sebelum melanjutkan perjalanan. Dan, aroma sedap yang ia temukan saat melewati kedai ramen yang menjadi langganan Naruto, sangat menggelitik indera perasanya.
Tujuan utama saat ini : mendapat asupan karnivora.
" Paman Teuchi!" seru Sakura ketika memasuki kedai tersebut. Pria paruh baya yang dikenalnya dari Naruto itu tersenyum lebar melihat kedatangannya. Pria itu mengenakan topi merah dan seragam khas kakek simbol natal.
" Wah, Nona manis. Mau yang biasa?" tawar pria pemilik kedai tersebut. Sakura mengangguk sambil tersenyum antusias. Teuchi dan putrinya, Ayame menyiapkan hidangan sembari sesekali mengobrol ringan dengan Sakura.
Sakura duduk menunggu pesanannya dengan manis di kursi panjang yang memang satu - satunya di dalam kedai tersebut. Tanpa ia sadari, seorang pria duduk di sampingnya.
" Paman, unagi ramen ukuran jumbo," ujarnya lesu.
" Wah, Tuan. Anda lemas sekali di malam natal ini. Bersemangatlah!"
Pemuda berambut coklat itu hanya mengibaskan tangannya lemas dan meletakkan kepalanya di meja. Teuchi hanya bisa tersenyum kasihan dan membuat pesanan pemuda galau tersebut. Ayame yang telah selesai membuat seporsi ramen untuk Sakura menyerahkan mangkuk yang berukuran sedang pada gadis itu.
" Sakura-chan, ini pesananmu."
Sakura mengucapkan terima kasih dan menerima masakan yang menggoda perutnya itu. Ia bahkan bersenandung lirih sembari mengambil sumpit dan mulai menghirup aroma kaldu yang menyengat.
Pemuda di sampingnya melirik ke arahnya sekilas dan menyipitkan matanya. Dengan manik obsidian miliknya, pemuda itu memperhatikan Sakura yang tengah menghembuskan ramen yang berada di sumpit yang hendak disantapnya. Tiba-tiba, ia terbelalak kaget.
"Haruno...Sakura?"
Pemuda itu menyuarakan nama Sakura. Gadis itu menoleh ke arah pemuda itu. Dengan lekat ia balas memperhatikan pemuda yang ia rasa tak pernah dilihatnya itu. Mencocokkan bagian wajahnya dengan ingatannya. Terlintas satu nama, namun penampilan fisiknya berbeda.
Sakura merasa ia mirip Inuzuka Kiba yang merupakan pria yang sempat dijodohkan dengannya oleh sang nenek. Tapi, dia yakin seratus persen bahwa pemuda ini bukanlah sosok yang pernah membuatnya ribut besar itu. Kening Sakura berkerut, pemuda itu terkekeh.
"Ah, aku lupa. Terakhir kita bertemu, aku masih memakai riasan lengkap. Aku Kankurou, ingat?"
Raut wajah Sakura berubah cerah. "Kankurou? Aktor kabuki itu?"
Cengiran lebar terpampang di wajah Kankurou. Menampilkan sederet gigi putih yang rapih. Sakura mengenal Kankurou saat ia diundang salah satu teman modelnya untuk menonton pertunjukan kabuki. Saat itu, temannya itu sedang berusaha menjalin kasih dengan lawan main Kankurou. Karena itu, ia dan Kankurou sempat bertukar cerita sembari menunggu kedua temannya itu.
Ia tidak menyangka akan bertemu Kankurou di tempat itu. Apalagi malam ini adalah salah satu event yang ditunggu seluruh pasangan dan keluarga di seluruh dunia. Dan, menurut temannya itu, Kankurou lumayan populer di kalangan pekerja seni pertunjukkan. Tak sedikit aktris teater yang terpukau saat melihatnya.
Yah, walau menurut Sakura, Kankurou bukan tipe yang seperti itu. Maaf, ya Kanky-kun.
"Apa yang membawamu ke Ichiraku saat eve? Kudengar dari Hayate, Sasame dan yang lain mengadakan pesta, kau tidak ikut?" tanya Kankurou mengawali percakapan mereka.
Emerald Sakura bergulir malas. "Kamu sendiri?"
"Yah, panjang ceritanya," jawab Kankurou mengambang. Sakura mengubah sikap duduknya tertarik dengan cara Kankurou menghindari topik itu.
"Hmm, kau tidak berniat menceritakan, tapi mengangkat topik itu." Sakura memandang Kankurou tajam. "Terlambat, kau harus cerita. Aku punya banyak waktu."
Kankurou tertawa ringan. "Baiklah."
Pemuda itu mengambil mangkuk ramen pesanannya sebelum mulai bercerita sembari menyantap hidangannya.
"Aku tidak begitu suka berada di tempat keramaian. Apalagi tanpa makeup lengkap. Rasanya seperti ditelanjangi."
Wajah Sakura menunjukkan tanda tidak percaya. "Kenapa?"
"Aku sejak kecil sudah belajar di teater tanpa sepengetahuan Ayahku. Jadi, biasanya aku menyembunyikan wajahku dibalik riasan atau topeng noh. Tapi, semenjak aku menjadikan bidang ini sebagai penghasilan utamaku, aku seperti kehilangan pribadiku yang tanpa riasan."
Kankurou menyeruput ramen dan kuahnya dalam jeda ceritanya. Sakura mengikutinya sebelum ramen miliknya menjadi dingin.
"Makanya, tidak mungkin aku ikut pesta dengan riasan panggung, kan?" Kankurou tertawa keras setelah mengucapkan kalimat yang cukup ceria dibanding ceritanya tadi. Sakura ikut tertawa.
"Lalu, kenapa kau terlihat lesu tadi?"
"Ah, itu masalahnya berbeda. Namun, penyebabnya sama." Ekspresi wajah Kankurou berubah antara kesal dan frustasi.
"Spill it," tuntut Sakura bersemangat.
"Ayahku memintaku segera membawa calon istri. Umurku 22 dan aku terancam dijodohkan. Ditambah, aku tidak punya banyak kenalan untuk bersandiwara."
"Saat aku berumur 14. Nenek mengenalkanku pada seorang pria yang dipilihnya menjadi penerusnya. Esoknya, keributan terjadi di rumah besar."
Kankurou tertawa terbahak-bahak. "Itu baru terjadi minggu lalu di rumahku. Saat kakak perempuanku membawa seorang pria yang akan menjadi lawan jodoh yang dipilihkan keluarga besarku."
"Lier. Are you serious? Apa yang terjadi?"
"Dia sempurna. Latar belakang keluarga baik, berpendidikan-ah dia bahkan jenius, dan karirnya sukses. Andai saja umurnya tidak sama denganku, Ayahku tidak akan mengamuk."
Sakura tertawa mendengar Kankurou yang santai menceritakan perihal kakaknya. Pemuda itu menarik napas sejenak sebelum melanjutkan.
"She's 26. Dan berada di puncak karirnya. Entah yang dilakukannya sekedar menantang Ayah atau mereka benar serius, yang pasti aku mendukung keduanya."
Mereka terus mengobrol tentang keluarga dan nasib masing-masing. Teuchi sempat menyela mereka dengan menawarkan minuman gratis untuk keduanya. Sakura menerima jika yang ditawarkan bukan alkohol. Kankurou malah sangat menyarankan sake jika Teuchi punya. Yang menghadiahkan satu pukulan kecil di bahunya.
"Aku tidak ingin mengobrol dengan pria yang akan kehilangan akal sehatnya," umpat Sakura.
Dan mereka kembali tertawa bersama.
-SIMPLY ABSURD-
Waktu menunjukkan pukul 7 lewat. Mereka tanpa sadar sudah menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk mengobrol. Dan mereka berniat pergi untuk memberikan waktu untuk Teuchi dan Ayame merayakan natal bersama layaknya keluarga yang lain.
"Mau ke karaoke atau semacamnya? Aku juga punya banyak waktu malam ini," ajak Kankurou ketika mereka meninggalkan Ichiraku.
"Hmm.. Is it a date?" tebak Sakura.
Kankurou mengangkat bahunya. "Apapun." Mata pemuda ini bergulir sejenak. "Ah, bagaimana kalau kau yang menjadi pengganti calon yang Ayahku pilih?"
"Enak saja!" tolak Sakura tegas. "Lagipula aku tidak cukup mencengangkan untuk membuat satu keributan lagi di keluargamu."
Kankurou tergelak. "Jadi, bagaimana tawaranku tadi? Kamu ma-"
Alunan ringtone lagu dari handphone milik Kankurou memotong kalimatnya sendiri. Ia menghindar sejenak untuk menjawab telpon yang sepertinya cukup penting tersebut. Setelah mengucapkan salam, Kankurou kembali menemui Sakura.
"Sepertinya tawaran tadi harus ditunda. Kakakku kembali membuat 'pertunjukan' di rumah. Aku harus menyaksikannya," ujar Kankurou santai.
"Apa terjadi masalah serius?" tanya Sakura ikut khawatir. Kankurou menggeleng dan memberikan cengiran lebar.
"Pemuda itu melamar kakakku di depan seluruh anggota keluarga dan sekarang sedang diadili. Aku ditugaskan kakakku agar jadi pengacaranya," celetuk Kankurou santai. "Sudah dulu, ya. Aku akan menghubungimu lain kali untuk menagih tawaran tadi. Bye."
Setelah saling mengucapkan salam, mereka mengambil jalan yang berbeda. Kankurou melangkah menuju stasiun sedangkan Sakura berjalan-jalan mengitari pedestrian sembari menikmati pemandangan.
Entah kenapa, pasangan-pasangan mesra yang berada di sekitarnya tak membuatnya kesal. Ia merasa sedikit lebih santai dibanding tadi siang. Ia seakan telah mendapatkan pencerahan setelah memanjakan diri seharian. Ia yakin tidak ada yang membuat mood-nya kembali buruk.
Tidak...ada.
Sakura tertegun melihat pemandangan yang ia hindari sejak lama. Gadis berambut merah muda itu seakan terpaku di dekat restoran yang bagian dalamnya terlihat dari luar. Ia tak bergerak bukan karena restoran itu. Namun, salah satu pengunjung yang berada di dalamnya.
Ada sekumpulan orang yang sedang menikmati makan malam di dalam restoran yang cukup terpandang di kota itu. Lebih tepatnya dua pasangan yang tampak akrab dan dua wanita paruh baya yang berwajah keras. Ia mengenal dua pasangan itu cukup baik. Karena ia melihatnya beberapa kali, senang atau tidak.
Karena kedua pasangan itu, bahkan mungkin keseluruhan orang yang ada di sana, adalah orang yang sangat berarti bagi sahabatnya.
Air matanya menetes tanpa ia sadari.
Sahabat pirangnya yang berandal. Sahabatnya, yang bahkan tak berada di tengah kehangatan kumpulan itu.
-to be continued-
A/N
Simply : tuh, kan ada yang negur juga.. Kamu males banget, sih
Absurd : ih, kupikir kan gapapa (._.)"
Simply : nah, sekarang udah tau, kan. Jelasin 'noh tentang yang SoL spring.
Absurd : iye iye. Eh, author, kite udah sepakat nih. Tuh jelasin ke para reader.
Simply : iye, terus reviewer yang login juga di balesin..
Absurd : he eh, masa cuma gara-gara ini fic oneshot, terus kaga' dibales.
Simply : kan elo yang males juga, Surd ┓(´_`)┏
Ehem. Oke, dua kepribadian saya yang berantem tiap hari akhirnya sepakat.
Untuk menanggapi beberapa saran yang masuk, terutama bagi yang Sukie 'Suu' Foxie yang me-review di SoL pertama,
Saya mohon maaf karena tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai SoL series ini.
Jadi, awalnya saya berencana menyatukan keempat musim berbeda pair ini ke dalam satu fic. Namun, dikarenakan saya yang cukup moody dalam menulis, dan saran dari teman dunia nyata saya, Simply yang cuek namun penurut, dan Absurd yang gaje dan seeanaknya-
Simply & Absurd : kite ini kepribadian ente, auhor.. ┓(´_`)┏ ┓(´_`)┏
Author : iya ya?
Simply & Absurd : pake nanya! (╮°-°)╮┳━┳ (╯°□°)╯ ┻━┻
Ehem.
Balik lagi.
Nah, berkat Suu juga, saya dapat ide untuk melanjutkan SoL yang pertama. Jadi, fic itu akan dilanjutkan dengan NaruIno sebagai pair utama. Dan menceritakan tentang mereka setelah musim semi, berturut-turut sampai musim dingin nantinya. Cuma, jangan harap bakal cepet update, ya... #lepastanggungjawab
Oh iya, aya minta maaf atas keterlambatan parah bagian winter ini. Terus, maaf juga kalo banyak yang kecewa dengan cerita dan pairing yang saya buat.
Masalahnya, saya ini pecinta crack pair. Apalagi yang ada Ino, Karin, dan abang Naru. Tapi, aku sedang berusaha menyembuhkan diri dari NaruGaa jadi mohon, jangan ada yang nawarin mereka lagi. Bisa kumat terus nih.. Iya aku jadi tobat, Bunda...
Saya tahu banyak yang meminta saya membuat SasuHina lagi. Untuk itu, saya ga janji bakal.. Abis, saya lagi dendam pribadi sama yang irit ngomong. Lagi gila tingkat akut soalnya, takut malah bikin Sasu-pyon jadi nista #hiaaa
Oke, sampe di sini deh.
Minta review lagi dong...
#nadahtangan
