Disclaimer : sudah pasti Aoyama-sensei lahh

Teardrops in The Rain

No one ever sees,

No one feels the pain,

I shed teardrops in the rain…

(CN Blue)

Ran's POV

" Tadaimaa. . . "

Aku membuka pintu kantor detektif itu pelan. Kulihat ayah dan ibu sedang duduk di ruang tengah sambil bicara, saat mereka melihatku datang, mereka langsung diam seketika. Sepertinya aku bisa menebak apa yang sedang mereka bicarakan.

" Ah, Ran-chan, kau sudah pulang, bagaimana latihanmu hari ini ? Berjalan lancar !" Tanya ayah sambil berdiri dan menghampiriku yang masih diam di depan pintu. Aku tersenyum dan mengangguk.

" Ibu sudah membuatkan makanan kesukaanmu. Lebih baik sekarang kau mandi, ibu akan memanaskannya dan kita makan bersama. " ujar Ibu sambil berjalan menuju ke dapur.

Aku menutup kembali pintu di belakangku.

" Arigatou . . . aku mandi dulu kalau begitu " ujarku sambil tersenyum lagi. Aku berjalan ke kamarku, sambil tetap tersenyum.

Hey, bukankah masih banyak hal-hal di dunia ini yang bisa membuatku tetap tersenyum?. Seperti tadi, sejak 'kejadian' itu, ibu memutuskan untuk kembali ke rumah, dan kami pun kembali tinggal bersama. Aku tak tahu, mungkin kondisiku yang menyebabkannya mengesampingkan egonya dan kembali akur dengan ayah. Selain itu, aku juga turut tersenyum senang untuk Sonoko, karena sejak 'kejadian' itu pula, Makoto memutuskan untuk kembali ke Jepang dan melanjutkan studinya disini. Heiji dan Kazuha juga semakin dekat, dan dari gelagat mereka saat terakhir datang mengunjungiku, sepertinya mereka sudah saling mengutarakan perasaan masing-masing. Inspektur Megure juga pihak kepolisian juga kembali lega karena telah menemukan 'penyelamat' mereka kembali.

Apa aku satu-satunya orang yang tak bahagia sejak 'kejadian' itu ?

Tidak, bukannya aku sempat bahagia?

Ya. . .bahagia sesaat.

** Flashback **

Langit terlihat gelap tertutup oleh awan-awan hitam. Angin pun meniupkan udara dingin, membuat beberapa helai daun ginko jatuh dan ikut terbang bersamanya. Aku menatap kembali deretan pohon ginko disekelilingku dan mendesah pelan. Ucapan Sonoko tadi siang kembali terngiang-ngiang di telingaku,

' Apa kau sudah memberitahu maniak misteri itu tentang perasaanmu ? apa dia sudah tahu bahwa kau selalu menunggunya kembali ? ' aku menatap Sonoko dan menggelengkan kepala pelan.

' Dasar bodoh, kenapa kau tak bilang ? Berarti semua ini sia-sia ! Penantianmu sia-sia ! Bagaimana mungkin kau tetap setia menunggu seseorang, padahal orang yang kau tunggu itu tak tahu kalau dia sedang ditunggu ? '

Aku menghembuskan kembali udara dari paru-paruku. Ada tetesan air yang jatuh ke dahiku. Kudongakkan kepala. Tampak tetes-tetes kecil air mulai jatuh dari langit. Shinichi… benarkah kau tak tahu aku menunggumu disini? Bukankah kau detektif hebat, bukankah kau bisa menarik kesimpulan dari setiap ucapan dan sikapku selama ini. Walaupun tak pernah terlintas sepatah katapun bahwa aku menunggumu, tapi bukankah kau bisa menebaknya ?

' Dia memang detektif hebat, dia bisa memecahkan setiap kasus sulit, menebak dengan tepat isi kepala para penjahat. Tapi, belum tentu dia bisa menerka apa yang ada dalam hati, Ran. Dia tak sehebat itu dalam hal yang melibatkan perasaan '

Shinichi, apa benar yang Sonoko katakan ? kau tak bisa membaca hatiku dengan jelas ? apa kau salah mengartikan semua kecemasanku dengan kecemasan dari seorang teman kecil saja !

' Katakan Ran, katakan !. Katakan perasaanmu padanya, katakan kau menunggunya. Masa bodoh dengan tanggapannya nanti, masa bodoh bila ternyata dia hanya menganggapmu teman masa kecilnya. Setidaknya semua penantianmu ini tak sia-sia, setidaknya setelah itu kau akan bisa mengambil sikap, akan tetap menunggunya dalam diam atau mulai berjalan melanjutkan hidupmu'

Angin pun bertiup sedikit kencang, menerbangkan kembali beberapa helai daun ginko di hadapanku. Aku merapatkan sweater putih yang kupakai. Tulang-tulangku mulai menggigil merespon udara dingin disekitarku. Tapi aku belum ingin beranjak. Entah kenapa aku masih ingin disini, menenangkan hatiku barang sejenak. Aku termenung lagi, ucapan dari Sonoko terus terngiang-ngiang di kepalaku, seperti ada kaset dalam memoriku yang memutarnya berulang kali. Shinichi . . . kurasakan pandanganku mulai kabur, Drrrtt. . . Drrrttt . . .

Shinichi ?

Handphone di tanganku bergetar pelan, ada telepon. Kulihat samar nama yang tertera di display hp " SHINICHI "

Setetes air jatuh dari pelupuk mataku, Shinichi?

Handphone di tanganku berhenti bergetar. Tanpa sadar aku menahan nafas,

1 detik..

2 detik..

3 detik..

Drrttt…. Drrrtt…

Handphoneku kembali bergetar, nama yang tertera masih sama dengan sebelumnya, SHINICHI

Kutekan tombol hijau dan pelan-pelan mendekatkan benda mungil itu ke telingaku, kudengar desah nafas tak sabar di seberang sana, hening sejenak,

" Ran ? " suara itu, suara yang selalu kurindukan

" Ran, ini aku Shinichi. Kau dimana? Kenapa tak menjawab teleponku dari tadi ! "

" Ran, apa kau baik-baik saja ? " ada nada cemas dalam suara itu,

" Shi… Shinichi … Shinichi " rasa sesak di dadaku dari tadi langsung terlepas. Air mataku tumpah seketika, membanjiri wajahku,

" Shinichi . . . "

" Ran, ada apa? Apa kau menangis ? Kenapa ? Kenapa kau menangis ? " rentetan pertanyaan bernada cemas itu, malah semakin memperkuat tangisanku

" Kapan kau pulang Shinichi? Kapan ? Aku … aku… " aku harus mengatakannya sekarang. Sekarang atau semuanya akan sia-sia.

" Aku menunggumu. Aku selalu menunggumu kembali. Aku selalu menunggumu disini. Selalu menunggumu. Aku… " air mata kembali membanjiri wajahku. Nafasku terasa sesak kembali, susah untuk bicara, tapi aku harus bicara,

" Aku tahu Ran " ehh?

" Aku tahu kau disana selalu menungguku. Kau disana tetap setia dan menungguku. Aku tahu kau ingin aku segera kembali. Aku tahu itu semua, Ran " Benarkah dia tahu?

" Ya, aku tahu. Tapi,, maafkan aku, Ran " maaf, kenapa?

" Karena,, mulai sekarang, kau tak usah menungguku lagi…"

Ada jeda sesaat, sebelum aku menyadari arti ucapannya. Dia memintaku tak usah menunggunya lagi ? Air mataku tumpah lagi, kali ini bahkan lebih banyak. Aku menundukkan kepala, menutup wajah dengan kedua tanganku dan terisak. Handphone yang sedari tadi kupegang, jatuh terlepas dari genggaman begitu saja. Kurasakan rintik hujan tadi semakin deras. Tubuhku mulai basah. Tapi aku tak peduli. Aku menangis dalam hujan. Tak apa. Biar tak ada yang melihatku. Biar tak ada yang merasakan sakitku.

Aku hanya ingin menangis sekarang, menangisi keadaanku yang menyedihkan. Air hujan semakin banyak yang membasahi tubuhku. Tapi tak apa. Biar hujan menghapus duka ini, tak bersisa.

" Kau bisa sakit, kalau tetap duduk di tengah hujan begini "

Ada seseorang di depanku yang memayungi tubuhku. Seseorang yang menghalangi interaksi hujan dengan tubuhku. Aku masih menunduk, tak peduli dengan siapapun itu.

" Ayo bangun, kau harus pulang dan mengeringkan tubuhmu. Kau bisa sakit nanti"

Seseorang itu bicara lagi. Seseorang yang dari nada suaranya merasa cemas denganku. Seseorang yang suaranya terdengar sama seperti dia.

" Kan sudah kubilang, kau tak usah menungguku lagi "

Eh ? kata-kata itu . . .

Perlahan-lahan kuangkat kepalaku dan melihat orang di depanku yang sedari tadi membujukku untuk pulang. Kuusap air mata yang menghalangi pandanganku untuk menatap sosok orang itu. Orang itu bertubuh jangkung, memakai celana jeans biru, baju dalaman warna kuning serta jaket tebal berwarna hijau. Baju yang sama yang dipakainya saat pergi meninggalkanku dulu. Orang itu menyeringai saat dilihatnya aku menatapnya tak percaya.

Orang itu. Orang yang baru beberapa menit yang lalu menelponku. Orang yang baru beberapa menit yang lalu mematahkan hatiku. Dan dia kini sekarang berdiri di hadapanku,

" Shinichi " kusebut namanya lirih.

Dia berhenti menyeringai dan malah tersenyum lembut menatapku.

" Kau tak usah menungguku lagi. Karena mulai sekarang, aku takkan meninggalkanmu. Aku akan selalu berada disisimu. Takkan pernah melepaskanmu lagi. Tak mau membuat kau menangis lagi "

Sosok itu bicara. Menjelaskan kata-katanya yang tadi. Kata-katanya yang hampir membuatku gila. Kata-kata itu…

Dia membungkuk, sehingga kini wajahnya sejajar dengan wajahku. Tangannya terulur, menggapai wajahku dan menghapus sisa-sisa air mata dari wajahku.

" I'll never let go of your hand, Ran. Never "

** End of Flashback **

to be continued

** RCL RCL RCL Please **

FF pertama saia di fandom ini,,