Back
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: AU, little OOC, shonen-ai, dll dsb.
If you don't like, please don't read.
…
ENJOY
…
"Cepat! Kalian harus pergi dari sini!"
Seorang Miko tiba-tiba datang dengan tergesa-gesa. Tak tanggung-tanggung ia mendobrak pintu yang tertutup, meski pintu itu sudah termakan usia. Dengan pakaian yukatanya, ia berlari-lari dari kuil menuju tempat yang sudah tak asing lagi baginya. Karena ini tempat tinggal teman-temannya.
"Tapi, kenapa?" seorang pemuda yang kala itu sedang berdiam dalam duduknya tiba-tiba bangkit ketika Miko itu datang ke tempat ini.
"Para Tetua, mereka ingin memusnahkan kalian!" ucap Miko itu lagi dengan nafas yang terengah-engah.
"Untuk apa mereka ingin memusnahkan kami? Bukankah mereka dari dulu sudah mengijinkan kami untuk berdiam di tempat ini?" ucap seseorang lainnya. Perempuan berambut pirang mencoba bertanya.
"Keberadaan kalian di anggap berbahaya. Para Tetua mengira, kasus kematian yang menimpa penduduk di sini itu adalah ulah kalian." Lagi Miko itu menjelaskan tujuannya.
"Tapi, kau tahu 'kan bahwa bukan kami pelakunya? Kalau kami ingin mencari 'makan', kami pasti akan mencari hewan buas di hutan." Kata seorang perempuan lagi dalam kelompok itu.
Sang Miko mengatur nafasnya. "Aku sudah menjelaskan semuanya. Tapi mereka tak percaya pada kata-kataku. Satu-satunya cara adalah kalian harus pergi dari sini." Sang Miko tertunduk seusai mengatakan beberapa kalimat itu. "Maafkan aku. Aku tak bisa menolong kalian."
Perempuan berambut pirang itu pun menghampiri sang Miko. Lalu memeluknya. "Tak apa. Kami mengerti posisimu. Kami takkan menyalahkanmu. Seharusnya, 'dia' yang disalahkan atas semua ini."
Sang Miko terdiam dipeluk oleh salah satu sahabatnya ini. Tak berapa lama, ia pun melepaskan pelukkan tersebut. "Tak ada waktu lagi. Kalian harus segera pergi dari sini. Atau kalian—"
"Tidak. Bagaimana pun kita tidak bersalah. Kalaupun harus melawan para Tetua itu, akan kulakukan." Ucap seorang pemuda yang sedari tadi terdiam memperhatikan pembicaraan mereka. Mata hitam itu menyalang tajam.
"Jangan bodoh! Mereka akan menggunakan Kyuubi dan Shukaku untuk memusnahkan kalian. Kalian tentunya tahu seberapa kuatnya Kyuubi dan Shukaku itu. Bahkan kau—" tunjuk sang Miko pada pemuda di hadapannya, "—kau yang terkuat di antara mereka pun tak bisa melawan Shukaku yang notabene lebih lemah dari Kyuubi."
"Aku tak peduli." Kata pemuda itu bersikeras. Mata hitam itu menatap ke arah sang Miko. "Meskipun aku musnah, akan kulawan mereka." Setelah mengucapkan itu, pemuda itupun pergi meninggalkan sang Miko. Diikuti beberapa pengikutnya yang lain. Mereka lebih memilih melawan daripada harus mengikuti saran dari sang Miko.
Setelah kepergian teman-temannya, sang Miko terduduk dengan lemas. Ia tak menyangka, teman-teman yang begitu disayanginya memilih untuk mengabaikannya.
Sang Miko menangis. Wajahnya tertunduk, mengakibatkan helai pirangnya terjatuh menyembunyikan wajahnya. Menangis merutuki kebodohannya yang tak bisa mencegat teman-temannya.
Wajah itupun terangkat. Ia berhenti menangis. Wajahnya ia usap dengan kasar, membersihkan cairan bening itu dari wajahnya, tanpa takut wajah cantik itu akan terluka.
"Kalau begini, tidak ada pilihan lain."
Ia bangkit dari terduduknya. Mengakibatkan pakaiannya ternoda debu yang menempel. Namun, ia tak peduli akan hal sepele seperti ini. Dengan langkah panjang, ia pergi dari tempat itu.
Bisa dilihat dari mata jernih itu, sang Miko menyaksikan teman-temannya yang berasal dari 'kelompok berbeda' itu tengah melawan monster yang terlihat ganas. Tak hanya satu, melainkan dua. Sang Miko tahu seberapa kuat teman-temannya itu. Namun tetap saja, melawan dua monster yang terkenal ganas takkan sanggup dilawan.
Teman perempuannya yang tadi memeluknya, sudah tak sadarkan diri di tempatnya. Badannya sudah penuh luka, dan tak sedikit darah yang menguncur. Membuat sang Miko makin bersalah.
"Sudah kukatakan… kalian takkan bisa melawannya."
Teman-teman sang Miko menatap ke arahnya. Dua monster itu masih mengamuk di tempatnya. Sedangkan para Tetua itu duduk bersemedi sambil merapalkan mantra untuk mengendalikan kedua makhluk itu.
"Hanya ada satu cara. Dan itu butuh dua orang yang bisa dijadikan wadah untuk menampung monster-monster itu."
Pemuda berambut hitam itu menautkan alisnya. "Apa maksudmu?"
"Segel. Hanya itu satu-satunya cara untuk mengatasi kedua monster itu. Dan hanya aku yang bisa melakukannya."
Seorang pemuda yang terkuat di antara mereka, menghampiri sang Miko dengan tertatih-tatih. Kakinya terluka, mengucurkan cairan merah pekat tak terhingga. "Apa otakmu sudah berpindah? Kau tak boleh melakukannya!" serunya lantang dengan amarah yang mulai menguasai.
"Tidak ada cara lain." Mata itu kemudian beralih ke mata hitam pemuda itu. "Aku harus melakukannya. Suka atau tidak suka, kau tak bisa menghalangiku."
Ia berjalan ke depan, menuju lebih dekat ke arah sang monster bernama Kyuubi. Kobaran api melalap di hadapannya. Tapi sang Miko tak peduli akan keadaan. "Aku akan mengorbankan diriku untuk jadi wadah bagi Kyuubi. Aku harap salah satu dari kalian bisa menjadi wadah untuk Shukaku." Sudah ia putuskan, ia akan menampung Kyuubi di tubuhnya.
"Biarkan aku, yang menjadi wadah untuk Shukaku." Ucap seorang pemuda. Mata itu terpejam, kemudian terbuka menghiasi wajah dinginnya. Tak peduli akan luka di tubuhnya, ia berjalan mendekat kea rah sang Miko.
Pemuda yang lain menahan bahunya. Tak rela akan kesediaannya. "Kau sudah gila, eh?"
Mata itu kembali terpejam. Kepalanya menoleh dan matanya kembali terbuka. "Dia benar. Tak ada cara lain. Setidaknya… setelah ini kita masih bisa bernafas dan meninggalkan Tetua itu." Ucapnya tanpa halangan. Tekadnya sudah kuat.
Sang Miko duduk bersila. Tangannya mulai menyatu. Dan para Tetua yang melihatnya, membuka mata lebar. "APA YANG ANDA LAKUKAN, MIKO-SAMA?" teriak dari kejauhan.
Sang Miko tak peduli akan teriakan tersebut. Baginya, menyelamatkan teman-temannya adalah hal yang harus dilakukan saat ini juga. Nyawanya bukanlah hal yang perlu dirisaukan.
Matanya terpejam. Bibirnya yang semula terkatup, mulai merapalkan mantra. Membuka menutup, kata demi kata terucap. Dan dimulailah ritualnya.
Mengerti akan keadaannya, sang pemuda itu duduk bersila di samping sang Miko. Tangannya menyatu, matanya terpejam. Mengikuti apa yang sang Miko lakukan.
Para Tetua masih terdiam di tempatnya dengan mata yang masih terbuka lebar. Ingin mencegah, tapi mantra demi mantra sudah dirapalkan sang Miko, seseorang yang mempunyai kekuatan tangguh di antara mereka. Bahkan para Tetua itu tak ada yang sanggup melawan.
Sang Miko bercahaya, begitu pula dengan pemuda di sampingnya. Bertanda mantra mulai menunjukkan reaksinya.
Semakin lama cahaya itu mulai berpendar ke hadapan sang Miko. Memenjarakan dua monster yang tengah mengamuk itu. Suara pilu dari sang monster membahana, menunjukkan betapa saat ini mereka tengah kesakitan.
Sang pemuda yang sedari tadi diam di belakang hanya menyaksikan tanpa kedip. Baru kali ini, ia melihat kekuatan besar dari sang Miko. Meski sang Miko hanya duduk diam tak bergerak, tapi ia bisa merasakan betapa kuatnya cahaya itu.
Ritual berakhir. Dan kedua monster itu lenyap tanpa bekas. Tapi sang pemuda tahu kemana monster-monster itu sekarang. Berada di tubuh kedua orang yang ada di hadapannya. Mereka diam tanpa bergerak sekecil pun.
Sampai akhirnya sang pemuda yang duduk di samping sang Miko menunjukkan reaksinya. Ia terbaring tanpa sadar. Membuat seorang perempuan sahabat sang Miko bergerak menghampiri sang pemuda. Ia meletakkan kepala pemuda itu ke pangkuannya. Memeriksa kondisi pemuda itu dengan kekuatan medisnya.
"Tak ada yang perlu dirisaukan. Ia hanya perlu is—"
Perkataannya terpotong saat sang Miko ikut terbaring ke tanah di belakangnya. Sang perempuan itu hanya bisa terkejut. Darah mengalir dari sudut mulut sang Miko. Dan ia yakin itu akibat dari efek kekuatannya.
Pemuda yang berdiam diri itu kemudian melangkah mendekat ke arah sang Miko. Tak peduli pada sakit di kakinya. Ia hanya ingin tujuannya sampai. Diikuti seseorang pemuda lainnya di belakangnya.
"Hei, sadarlah!" berucap tanpa ada kesabaran di dalamnya. Ia menepuk wajah yang sudah mulai berubah pucat itu. Rasa cemas dan panik menjelajahinya.
Mata jernih itu terpampang ketika kelopak matanya terbuka. Ada ekspresi lain di wajah cantik itu, kesakitan.
"K-kau—"
Mata hitam itu melihat senyum di wajah cantik hadapannya. Orang yang ia cintai, orang yang ia sayangi melengkungkan bibirnya ke atas.
"Kau tak boleh meninggalkanku." Ucap pemuda itu dengan getir. Tak ingin kehilangan orang yang tengah dipeluknya ini.
Sang Miko tak menjawab. Hanya melengkungkan senyum. Ia tahu semuanya berakhir di sini.
Mata hitam itu menatap seorang perempuan di hadapannya. Tak sempat berucap, suara itu menyela.
"S-sudah ter—lambat."
Sang pemuda mengeratkan pelukannya. Ia tahu semuanya akan berakhir di sini.
"Kau sudah berjanji akan menemaniku. Kau tak boleh pergi." Hampir pemuda itu ingin menangis.
Sang Miko menjulurkan tangannya, menuju wajah sang pemuda. Hanya untuk menahan agar cairan itu tak jatuh ke wajah pucatnya dengan menghapusnya. "Se—muanya belum berak—hir."
Tangan itu tertarik kembali, tapi sang pemuda mengenggamnya, tak ingin jauh darinya.
"A—ku akan kem—bali."
Mata terpejam. Dan senyuman tetap bertahan. Sepoi angin berhembus, menerbangkan helai pirang sang Miko.
Air mata terjatuh. Benda yang tak sanggup pemuda itu tahan. Mengetahui fakta memilukan hatinya.
Sang Miko telah tiada.
Teriakan penuh kekecewaan dan kesakitan terburai dari bibirnya.
TBC
Just prolog, guys. Ceritanya nga sampe sini. Prolog ini mengambil jaman Jepang kuno gitulah. Dan next chapter, jamannya akan berbeda.
Ada yang bisa menebak siapa saja pemeran di chapter ini? Mudah aja itu. Aku udah member ciri-cirinya. Untuk pair, yang pasti shonen-ai. Dan kalian tahu apa kesukaan saya.
Yang bisa menebak, aku kasih Itachi-sama deh. Cluenya ada lima orang, ditambah sang Miko jadi enam. Dan mereka sangat mudah sekali ditebak.
Sebenernya aku takut-takut gitu ngetik FF di bulan Puasa ini. Ada yang bilang batal ¬_¬
Padahal sebenernya nga loh. Hanya akan mengurangi pahala puasa aja, mungkin juga sih. Tanyakan pada sang ahli XD
Reviewnya, please? Setidaknya berikan komentarmu mengenai FF ini untuk menghargai saya (≈ˆωˆ≈)
