BACK IN TIME
Disclaimer: I don't own Harry Potter. I only own the original characters and this story.
Sumarry: Kebohongan. Pengkhianatan. Kegelapan. Kesendirian. Harry merasa dirinya mati secara perlahan dengan cara yang paling menyakitkan. Bagaimana jika Harry kembali ke tahun 1943 dan terbangun di tubuh seorang anak berumur lima belas tahun bernama Ganymede Moon. Akankah Harry dapat pulih dan mendapatkan kehidupan yang sepantasnya ia dapatkan? Pairing's not decided yet.
Note: Halo, long time no update and... here I am. Pertama-tama dan yang paling utama, Ji ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada kalian. Ji tahu kalian menunggu update dari ROTHOB, tetapi karena laptop Ji yang rusak sejak Februari lalu dan baru beres tak lama ini, membuat Ji kehilangan semua file ROTHOB. Jadi saat ini, ROTHOB sedang dalam penggarapan ulang. Dan untuk sementara waktu, Ji harap BIT ini bisa mengisi waktu kalian. Tetapi bagi pembaca baru... Welcome!
Warning: Aftermath rape and torture of a minor. If that bothers you, please don't read it or just skip it. Bears with Typos, Ocs, OOCness, Time Travel, etc.
000
Mereka pergi, satu per satu, tawa jahat menggema di indera pendengarannya bersamaan dengan kembalinya mereka ke gang utama yang hanya beberapa meter dari tempatnya terbaring. Tak ada seorang pun yang datang ketika dia berteriak, ketika ia menangis dan bahkan memohon. Di sini, di sudut gelap gang kecil, semua orang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri.
Dia tetap terbaring di tempat mereka melemparnya, bagaikan mainan rusak yang tak lagi diinginkan. Tubuhnya bergetar lebih karena dinginnya udara malam yang menusuk tubuh daripada karena bagaimana kotornya ia merasa. Dia telah berhenti bereaksi dari penyiksaan ini. Dia hanya... tidak lagi peduli. Hal itu lebih baik baginya, untuk melepaskan semua penat di dada.
Pakaiannya koyak terbuka, dan ia masih dapat merasakan tangan-tangan tak kasat mata bergerak ke dadanya, naik melewati lehernya dan turun ke ke pahanya, tidak lebih daripada belaian mengolok sampai mereka berganti kasar dan menimbulkan luka. Kata-kata mengerikan mereka masih berputar di otaknya bak kaset rusak, bisikan menakutkan yang secara perlahan masuk ke pikirannya dan menjaganya tetap sadar.
Air mata memaksa keluar dan akhirnya mengalir di pipinya, menyatu dengan kotoran dan debu yang melekat di sana. Tubuhnya terasa remuk, hancur. Ia hanya menatap kosong pada mereka yang pergi meninggalkannya di sana. Isi perutnya bergulung, tetapi tidak ada yang bisa ia muntahkan. Menatap tanpa emosi ke arah orang-orang berjalan melewati gang kecil itu, jubah-jubah gelap mereka berkibar di ketergesaan, jubah gelap yang menyembunyikan hati yang lebih gelap.
Tidak ada yang menatap atau barang saja menoleh ke arahnya, padahal lebih dari satu yang mendengar atau mengetahui apa yang terjadi kepadanya. Ia ingin membenci. Ia ingin membakar habis mereka semua untuk keegoisan mereka. Tetapi dia lelah dan tidak dapat menghabiskan barang sedikit saja energinya untuk orang-orang semacam mereka. Dia menatap ke arah langit malam, kepada bintang-bintang yang berkilauan indah di atas sana.Tiba-tiba, ia tahu apa yang akan terjadi.
Dia akan mati.
Tak heran sebenarnya, karena mereka juga melemparkan beberapa mantera jahat ke arahnya. Mereka juga menghajar, memukul tubuhnya yang sudah tak berdaya atas perlakuan mereka.
Knockturn Alley. Bangunan tua dan gelap dengan kumpulan kecil penyihir berkeliaran. Dan di kejauhan, cahaya terang dan gembira tempat yang berbeda menyinari kegelapan malam.
Diagon Alley. Keluarganya pasti berada di sana entah di mana, menikmati suasana dan atmosfir menyenangkan itu. Menikmati peringatan dan festival Samhain, seperti yang mereka lakukan setiap tahunnya. Toh, mereka bahkan tidak akan berpikir untuk mulai mencarinya untuk beberapa jam ke depan paling tidak. Mereka terbiasa dengannya yang berkeliling sendiri, terbiasa dengannya yang menyelinap untuk membaca atau menikmati dirinya di sebuah toko manarik.
Tiba-tiba dadanya terasa sakit. Sesak.
Ia seharusnya tidak pernah meninggalkan sisi mereka malam ini. Ia seharusnya tidak pernah berkeliaran terlalu dekat dengan pintu masuk Knockturn Alley. Ia sudah mengetahui akan bahayanya.Dia harusnya lebih berhati-hati.
Tetapi ia hanya ingin pergi dari itu semua, walau hanya sebentar. Dia perlu penjauh dari ejekan tak punya hati dari teman-temannya, rumor tak sedap, dan pandangan kejam yang membuatnya menderita di sekolah. Dia tidak dapat menahan diri untuk bersama keluarga bahagianya, keluarga bahagia ketika ia merasa sangat ternodai, seperti ia merupakan sebuah kesalahan untuk berada bersama mereka. Tidak layak.
Memang lebih baik begini saja.
Inilah dia.
Akhirnya.
Ia penasaran, apakah mereka akan merindukannya? Jika mereka akan peduli?
Ah, itu bukan lagi masalah.
Dia mengambil tatapan terakhir ke arah dunia yang indah tetapi juga rusak.
Dia ingin mati.
Harry seketika terbangun, tubuh bergulat dengan jubah robek tak layak pakai, nafas terengah-engah dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhnya. Cahaya remang-remang seakan menambah kesuraman dalam mimpinya.
Rasa mual tak tertahankan membuat dirinya memuntahkan semua isi perutnya di atas tanah di sampingnya. Dia terbatuk, tubuh ringkihnya bergetar hebat. Ia merasa perutnya yang kosong itu terasa semakin panas membakar.
Dia bertahan dalam posisi itu selama beberapa saat,menunggu perutnya untuk lebih tenang dan membiarkan rasa pusing menghilang. Satu tangan meraih rambutnya dan menjambaknya dengan keras. Ia mencoba untuk mengatur napasnya yang semakin tidak beraturan.
Mimpi macam apa itu?
Tubuhnya terasa lengket karena keringat, bahkan pakaian lusuhnya menempel lekat di tubuhnya dengan tidak nyaman. Rambutnya basah dan berantakan, tetesan air sesekali menetes dari sana.
Dengan perlahan ia mencoba menyandarkan tubuhnya pada tembok di belakangnya. Wajah mengadah, dengan sepasang netra menatap langit gelap di atasnya.
Nampaknya hujan turun beberapa saat lalu. Berapa lama ia tertidur hingga tak sadar akan turunnya hujan? Ah, ataukah ia pingsan?
Pikirannya kembali melayang kepada peristiwa-peristiwa yang memutarbalikan kehidupannya 180 derajat dalam sekejap mata saja. Mereka... orang-orang yang ia anggap keluarga sendiri dalam hal apapun kecuali darah, teman-teman yang selama ini selalu mendukungnya, mentor yang selalu ia jadikan panutan dan ia hormati.
Semua itu hanya palsu.
Mereka mengkhianatinya.
Senyum miris menghiasi wajah sayu itu.
Herminone. Keluarga Weasley. The Order of The Phoenix. Dumbledore.Para penyihir di dunia sihir Inggris.
Yang mereka inginkan hanyalah agar ia menjadi persembahan mereka. Agar mereka mendapatkan barang secuil saja harta miliknya yang melimpah. Agar mendapatkan popularitas untuk masa depan mereka. Agar ia menjadi alat mereka. Tapi mereka tidak pernah mengingikan Harry.
Yang mereka inginkan adalah Harry Potter. The-Boy-Who-Lived.
Tidak pernah 'Harry'.
Setelah menyelesaikan perang dunia sihir dan mengalahkan Voldemort, Harry kira ia akan mendapatkan kehidupan yang selama ini hanya mampu ia impikan saja. Menjadi auror. Menikah dengan Ginny lalu memiliki keluarga sendiri. Dapat bersenang-senang dengan dua sahabat karibnya tanpa Voldemort menghantui. Merawat Teddy. Memiliki hidup yang tentram dan damai.
Namun mimpi hanyalah mimpi.
Segera saja setelah kembali ke Hogwarts, para auror dari kementrian sihir berusaha menangkapnya. Kalau saja Harry lengah dan lambat dalam bereaksi, saat ini ia sudah pasti mendekam di Azkaban. Sontak saja setelah itu ia berusaha kabur secepat mungkin dari sana. Tanpa membawa barang bawaan apapun, kecuali dua tongkat sihir—satu tongkat holy miliknya, satu lagi tongkat elder yang entah bagaimana berada di saku jubahnya—lalu cincin milik keluarga Gaunt—yang sekali lagi dengan misterius melingkar di jari manis tangan kanannya—dan yang terakhir adalah jubah ghaibnya yang sampai saat ini ia gunakan untuk menyembunyikan diri dari kejaran auror dan orang-orang yang mengaku diri mereka sebagai keluarganya.
Tentu saja dengan cepat, Harry menemukan dirinya berkeliaran di jalanan dan gang-gang sempit London. Kesusahan mencari makanan dan tempat berteduh, mencuri ketika benar-benar mendesak. Dia benci ketika ia harus melakukannya. Setiap kali ia melakukannya ia merasa sebagian dari jiwanya mati. Dia bahkan meninggalkan kertas kecil bertuliskan permintaan maaf meski ia tahu hal itu tidaklah cukup untuk menebus kejahatannya. Ia berharap dengan mengingat baik-baik rupa korbannya, ia dapat mengembalikan apa yang telah ia ambil suatu saat nanti. Dia hanya harus bersabar.
Tetapi harapan itu semakin pudar ketika hari-hari makin berlalu. Nampaknya keberuntungannya tidak akan berpihak padanya dalam waktu dekat. Dia berkeliling sepanjang jalanan London, tanpa harapan dan lapar.
Dan di sinilah dia, terduduk di gang sempit yang lembab, gelap, dan dingin, dengan tubuh basah akibat guyuran hujan beberapa saat lalu. Pakaian lusuhnya terbukti tak mampu menghalau hawa dingin yang kian menusuk hingga ke tulang. Menahan rasa sakit dan lapar karena melewatkan kebutuhan makanan selama berhari-hari tanpa tiada tempat berlindung.
Dan baru saja ditambah mimpi buruk yang sudah lama tidak datang menghampirinya. Bukan apa-apa, ia bahkan tidak dapat tidur dengan benar selama beberapa bulan ini. Jadi tidur nyenyaknya tadi adalah sebuah keajaiban yang langka terjadi. Tetapi mimpi tadi juga cukup membuatnya terganggu.
Mimpi itu sangatlah aneh.Ia tidak memimpikan tentang perang, Voldemort, atau hal-hal yang sering ia mimpikan sebelumnya. Mimpi itu lebih tepat seperti penglihatan, tetapi tidak di saat yang bersamaan. Ia tak tahu, tetapi mimpi tadi sangatlah jelas dan terasa nyata.
Di dalam mimpi itu ada seorang anak, dia telah diserang dan dilecehkan. Dan secara perlahan namun pasti, anak itu akan segera pergi dari dunia ini. Anak itu tampak tak lebih tua dari 13 tahun, sulit untuk mengatakannya.
Hah, mungkin saja ia terlalu lelah dan lapar sehingga membuatnya melihat semacam mimpi atau ilusi aneh yang tampak nyata.
000
"ITU POTTER, TANGKAP DIA!!!"
Harry berlari secepat yang ia mampu, kakinya menapak ringan di atas jalanan aspal seraya menghindari lemparan berbagai macam mantera sihir yang ditujukan kepadanya.
Orang-orang berebut menepi, entah karena suara teriakan para auror atau karena Harry Potter akhirnya muncul setelah menjadi buronan beberapa bulan terakhir. Dia sungguh tak peduli selama mereka menyingkir dari jalur pelariannya.
Seorang auror hampir saja mengenainya dengan mantera pembeku, namun sekali lagi ia berhasil menghindarinya. Dia ingin sekali melemparkan sebuah kutukan kepada mereka, tetapi jalanan itu penuh, dia tidak dapat mengambil resiko apabila seseorang tak bersalah dapat terluka.
Dia benar-benar dibuat terkejut dengan kemunculan para auror itu. Saat itu ia sedang mengunjungi makam ke dua orang tuanya di Godric Hollow. Ia bahkan bersumpah dapat melihat Ron dan Hermione serta beberapa anggota Order di antara mereka. Pasti salah satu di antara du pengkhianat itu memberi tahu tempat kemungkinan ia berada. Dia hampir tertangkap, tetapi dengan cepat ber-apparate ke Diagon Alley. Pilihan bodoh sebenarnya.
"Potter!" Seseorang menyalak tajam. "Berhenti di sana sekarang juga!"
Harry tetap berlari, lagipula ia tidak mengharap hal lain. Tidak seorangpun akan berhenti ketika kau menyuruhnya.
Saat ia hampir saja tersandung, dengan cepat ia melemparkan segala macam barang yang ada di sana dengan sihir tanpa tongkat menyebabkan gerakan para auror itu terhenti sementara. Meski begitu ada beberapa yang tetap kukuh maju mengejarnya.
Harry berbelok ke arah gang kecil yang mengarah ke Knockturn Alley. Ia tak lagi memperhatikan sekitarnya. Ia hampir saja menabrak seorang penyihir wanita tua, membuat wanita tua itu terkejut sebelum ia mendorongnya dan mulai berlari lagi.
Harry kembali berbelok ke sudut lain. Namun di belakangnya tiba-tiba seorang anggota Order, Harry tidak begitu mengingat namanya, mengejarnya dengan cukup cepat. Meski jarak di antara keduanya masih jauh, Harry harus menggigit bibirnya khawatir lantaran sihir dan kutukan yang terus dilemparkan ke arahnya.
Ketika kembali berbelok ke gang lain, Harry harus rela menelan ludah karena itu merupakan jalan buntu.
"Potter!" Pria itu membentaknya. "Cukup dengan semua ini. Kau sudah tamat!"
Harry menggelengkan kepalanya dengan senyum pahit di bibirnya. "Kau mungkin benar."
Pria itu mendekat, semakin memojokkan Harry dengan dinding beberapa meter di belakangnya. "Menyerahlah kalau begitu."
Harry menatap tanpa tajam pria itu. "Aku bahkan tak tahu mengapa harus berlari dari kalian selama ini."
"Tentu saja karena kau pecundang, Potter." Senyum remeh hadir di wajah pria itu. Matanya menatap rendah ke arah Harry.
Harry sendiri hanya terus menatap tajam pria itu, bahkan ketika punggungnya sudah menyentuh dinding ujung gang.
Akhirnya.
Harry menggelengkan kepalanya, mengerjap lambat ketika penglihatanya mengabur secara tiba-tiba. Paru-parunya seakan mengecil dan dia berusaha keras untuk mengambil oksigen di udara.
Apa yang terjadi? Dia berpikir saat hembusan udara dingin yang menerpanya sama sekali tak berhubungan dengan angin. Ia masih dapat melihat pria itu dan beberapa orang di belakangnya, tetapi di belakang mereka, semuanya nampak salah.
Mengapa sekarang menjadi malam? Harry memejamkan matanya rapat-rapat dan mendesis pelan pada rasa sakit yang memupuk di kepalanya.
Seseorang menangkap pergelangan tangannya, mengejutkannya kembali. Harry meninju siapapun orang itu, memaksa orang itu agar melepaskannya. Orang itu nampaknya terdorong ke belakang.
Harry berhenti bernafas ketika penglihatannya kembali mengabur. Tetapi akhirnya ia dapat melihat keadaan sekelilingnya.
Ini berbeda, bangunan di sekitarnya berubah, matahari bersinar cerahnya, lantai tempatnya berdiri retak dan menggelap.
Tetapi tetap sama.
Ia penasaran, apakah mereka akan merindukannya? Jika mereka akan peduli?
Seseorang mendorongnya ke tanah, membuatnya terjatuh dengan keras ke tanah. Harry menggerutu dan mencoba kembali bangkit berdiri.
Saat ia sudah berhasil berdiri, kini giliran sesorang dengan tubuh yang lebih besar menekannya ke dinding. Harry meronta, mengganti posisi mereka dengan cepat dan mengirimkan dua tinju ke kepala siapapun itu, berusaha menjatuhkannya.
Orang itu nampak berusaha memukulnya, tetapi Harry mampu menghindar. Namun di sisi lain, seseorang menendangnya menjauh.
Dia berguling di tanah, menahan rasa sakit di perutnya.
Ah, itu bukan lagi masalah.
Harry merasakan sesuatu dengan rasa besi hendak keluar, dan benar ia memuntahkan cukup banyak darah.
Dia mengambil tatapan terakhir ke arah dunia yang indah tetapi juga rusak.
Dia dapat mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan, tetapi perhatian terfokus pada kesadarannya yang nyaris menghilang.
Dia ingin menggunakan sihirnya, tetapi mengurungkannya saat tahu apa yang akan terjadi.
Aku ingin mati.
Warna hitam menyelimutinya.
But, I want to live with my own family.
000
Harry merintih, matanya langsung terpejam erat kala menghadapi tajamnya terik cahaya yang menerangi ruangan. Ia membawa sebelah tangannya ke atas dan menekankan telapak tangannya pada kepalanya selagi mencoba bangkit ke posisi duduk. Selimut halus nan berat yang membungkusnya terjatuh ke pangkuannya.
Dia bersandar ke depan sepanjang kakinya, mata masih terpejam meski tak seerat sebelumnya. Ia menunggu denyutan super menyakitkan di kepalanya untuk menghilang. Harry mencengkram rambutnya dan secara perlahan membuka matanya.
"...Rumah sakit?" Bisiknya lirih, suaranya terdengar sangat serak.
Dia duduk lebih tegak, menatap ke sekitar ruangan. Menangkap tirai lembut, jendela terbuka, dan vas putih kecil di atas meja nakas di sampingnya, seikat bunga berwarna cerah yang akan segera layu.
Apa?
Harry menatap ke arah kakinya yang tertutupi, mengernyit heran.
Tetapi... apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku berada di rumah sakit? Apa aku terluka?
Dia bergerak untuk menarik selimutnya, tetapi membeku ketika ia melihat tangannya untuk pertama kalinya.
Matanya melebar saat ia meneliti tangan dengan kulit sewarna susu, sangat berbeda dengan kulitnya yang berwarna keemasan. Dia menggerakan sebelah tangan lainnya, dadanya menjadi sesak tatkala ia juga melihatnya sebagai sesuatu yang tidak semestinya.
Dia mengambil napas berat, menjatuhkan kedua tangannya dan menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Kakinya juga sama, mereka adalah sesuatu yang bukan miliknya. Ia melompat dari kasur dengan panik.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Harry mencoba menjauh, namun ia tak dapat melarikan diri dari tubuhnya sendiri. Dia menyenggol sisi meja sehingga vas di atasnya terjatuh membentur tembok, merasakan sesuatu menonjol di belakangnya.
Dengan cepat ia menoleh ke belakang dan menyadari bahwa itu adalah sebuah pintu. Dia membuka pintu itu. Tergesa ke dalam dan dihadapkan dengan kaca besar yang bersinar.
Dia setengah roboh ke basin, memandang pada wajah yang balik menatap ke arahnya.
Ini semua salah.
Rambutnya kini berwarna putih ikal berantakan namun tetap halus dan bersinar, daripada rambut hitamnya yang berantakan tak teratur dan kusut.
Matanya bak boneka dengan bulu mata panjang senada dengan warna rambutnya membingkai manik emerald miliknya. Untunglah warna matanya tak berubah, ia tidak mau kehilangan satu-satunya koneksi dengan ibunya.
Rahangnya mengeras, pegangan tangannya mengerat pada pinggiran basin, dan sihirnya berpercikan memenuhi ruangan itu bersamaan dengan emosinya yang meluap.
"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Bisiknya, menelusuri wajah berbentuk hati dengan tulang pipi tinggi, mengusap kulit terlampau halus pada bagian pipi, hidung mancung yang mungil, dan bibir plump dengan lengkungan senyum.
Ia menarik tangannya dari wajah itu, karena ini bukanlah dirinya.
Tidak ada kaca mata, tidak ada rambut kusut berantakan, tidak ada bekas luka.
Ini bukanlah Harry Potter. Ini adalah orang lain.
Memang mereka agak mirip. Jika sosok ini berkulit lebih coklat dengan rambut bak sarang burung dan permukaan kulit yang lebih kasar dan dipenuhi luka—tidak halus dan mulus seperti ini.
Dia menjauh dari kaca, membalikkan tubuhnya pada bayangan yang jelas-jelas bukan dirinya itu dan menutup matanya. Dia menekan telapak tangannya pada wajahnya dan mencoba menstabilkan napasnya.
Tenang. Tenag. Jelas-jelas sesuatu yang salah terjadi. Ini pasti adalah sebuah mimpi. Tidak mungkin hal seperti ini terjadi. Pikir, Harry. Apa yang terjadi?
Harry mengatur napasnya dan mencoba berpikir ulang.
Dia sedang dikejar. Dia tertangkap oleh seorang auror di gang buntu—
Matanya terbuka.
Gang buntu.
Kenapa ia baru menyadarinya? Gang buntu itu sangatlah persis dengan yang ada di mimpinya. Tempat di mana anak laki-laki itu diserang dan ditinggalkan.
Harry merasakan sesuatu dengan rasa besi hendak keluar, dan benar ia memuntahkan cukup banyak darah.
"Aku terluka parah." Dia mengatakannya tanpa emosi.
Tetapi itu tidak menjelaskan alasannya berada pada kondisi seperti sekarang ini. Kenapa ia berada di tubuh ini? Tubuh seorang laki-laki yang bahkan terlihat tak lebih tua dari 13 tahun.
Harry keluar dari kamar mandi, mengambil dua langkah ke depan sebelum tersandung kakinya sendiri. Ia terjerembab ke atas kasur, ekspresi kesal sangat kentara di wajahnya saat menatap pada kakinya yang jauh lebih pendek namun terlihat lebih jenjang. Dunia ini memang tak adil padaku. Dia menghela napas kuat dan bersandar sepenuhnya pada kasur, menatap ke sekeliling ruangan sekali lagi. Sepasang matanya terpaku pada clipboard di ujung kasur, dan ia meraihnya lalu melepaskannya dari tempatnya.
Name: Ganymede Moon
B.O.P: 03 February 1928
Di bawahnya ada daftar mengenai pengawasan, suhu tubuh, tekanan darah, dan lainnya. Namun matanya seperti terpaku pada tahun kelahiran yang tertera di sana.
1928
Dia merendahkan clipboardnya dan menatap kosong ke arah dinding.
1928... bagaimana mungkin?
Dia tidak menyukai ini sama sekali.
Dia bergerak untuk berdiri dan ketika ia melakukannya, kakinya bersentuhan dengan sesuatu. Dia melihat ke bawah dan melihat berkas lain tergeletak di atas lantai. Dia mengambilnya dan membukanya, menyadari bahwa berkas itu adalah tentang dirinya, atau lebih tepatnya pemilik tubuh ini.
Daftar luka yang ia temukan membuat alis matanya naik. Patah tulang. Otot sobek. Pergelangan hancur. Dan masih terus berlanjut.
Yang paling menarik perhatian adalah tentang tubuh ini yang mengalami koma. Tiga bulan, sama sekali tidak merespon.
Harry membuka lembar terakhir.Menelusuri baris demi baris yang tertera di sana dan berhenti di titik tertentu.
Pasien menderita penyiksaan dari sihir maupun fisik, dan menunjukkan tanda-tanda dari pelecehan seksual...
Harry menutup berkas itu dengan suara keras, menjatuhkannya di samping clipboard dan mengambil napas dalam. Ini tidak mungkin terjadi. Dia menekan kedua tangannya pada permukaan kasur ketika mereka mulai bergetar, mencoba menghentikannya. Pikirannya kacau berantakan. Dia menggigit bibir bawahnya, mendorong keluar dari kebingungan dan ketakutan, serta emosi negatif lainnya, dan fokus pada yang terpenting saja.
Dia memandang tangannya dan mengepalkannya beberapa kali. Mereka bergerak sesuai keinginannya dan tanpa rasa sakit sedikitpun.
Perlahan ia mulai melemaskan badannya, menandai tidak adanya luka—bahkan sedikit sensasi aneh pun tidak. Apapun yang para healer lakukan, mereka melakukannya dengan sangat baik.
Harry menatap kembali pada dokumen tadi, matanya sekali lagi terfokus pada tanggal lahir.
Ini sama sekali tidak masuk akal, tetapi dokumen itu meneriakkan fakta kepadanya.
Seorang anak laki-laki yang dilecehkan, kemudian menderita karena penyiksaan?
Harry tidak percaya pada kebetulan. Ini terlalu spesifik dan detail, terlalu banyak koneksi yang dapat dihubungkan dan ditarik kesimpulannya.
Ada kesempatan bahwa ia bermimpi tentang situasi yang mirip dari apa yang laki-laki ini alami, dan kemudian terbangun di tubuhnya.
Dia menatap tangan rentan itu lagi, mempelajarinya dengan cepat.
Saat ini pikirannya mulai bekerja keras, dan paniknya mulai menghilang.
Dia tidak punya ide akan apa yang terjadi kepadanya, jika ini adalah mimpi yang lainnya atau jika ini adalah kenyataan.
Semua yang ia ketahui hanyalah sebatas itu, saat ini, ia tak punya pilihan lain tetapi mengikuti alur permainan apa yang akan terjadi, sampai ia menemukan caranya untuk memperbaiki semua ini.
Apapun ini.
Seketika ia menoleh ke arah pintu ketika ia mendengar suara pintu ruangannya terbuka. Seorang wanita muda masuk, raut khawatir melekat di wajah cantiknya,
Mereka saling menatap tepat di mata, dan dia membeku di depan pintu,
Dengan cepat ia keluar dari ruangan, berteriak mencari seorang healer.
Harry menghela napas dalam, mendudukan diri kembali ke atas kasur dan memaksa dirinya menunggu untuk wanita itu kembali. Mungkin kemudian ia akhirnya dapat mendapat beberapa jawaban.
000
That's it! Let me know what you think about this story. And make sure to wait for Rise of The House of Black.
Sincerely,
Jiya
