Siapa yang menyangka ternyata cahaya harapan Turkiye itu hanyalah siswa biasa dikehidupan sehari harinya. Dengan kemeja putih berlengan pendek, celana hitam, dan tas selempang yang sederhana. Selalu menjalani aktifitas sekolahnya dengan santai dan senang hati.
。
。
。
Real Life
。
。
。
By Hananami Hanajima
。
。
。
Shoukoku no Altair punya Katou Katono
。
。
。
"Hwoaah! Kamu berhasil jadi pasha? Padahal kau memulai gamenya sejak... ng... kita pertama masuk sekolah menengah atas kapan?"
"Dua bulan yang lalu?" jawab yang diajak bicara.
"Ah iya! Padahal kita memulainya berbarengan, tapi, kenapa aku yang-Binbashi saja belum tercapai. ARGHH!" ia mengacak acak rambut hitamnya sendiri.
Yang berambut pirang tertawa geli melihatnya. "Sudahlah Ahmed. Aku juga tidak menyangka bahwa aku akan jadi pasha secepat ini."
"Padahal nilai Mahmud standart loh." gumam Ahmed agak tertawa.
"Jahatnya, padahal nilaimu tak jauh berbeda denganku." dengan santai Mahmud menjawabnya.
"Sudahlah, sebentar lagi pelajaran olahraga akan dimulai kan? Bagaimana kalau kita ganti baju dulu?"
Ya. Inilah kisah kehidupan sederhana cahaya harapan Turkiye yang dikagumi pihak kawan maupun lawan.
"Zaganos senpai!" Ahmed menyapa seniornya yang tak sengaja lewat dilorong yang sama.
"Ahmed ya? Mahmud juga. Mau olahraga?" tanyanya pelan.
"Iya. Senpai sendiri sedang apa?" kini Mahmud angkat suara.
"Biasalah, kegiatan OSIS... menyusahkan saja. Aku jadi absen dipelajaran Kimia kan..." Zaganos mendecih, menampakkan wajah kesalnya ke jendela lorong disampingnya.
Mahmud menutup mulutnya dengan kepalan tangan kanannya, menahan tawa. "Kau suka sekali dengan Kimia ya?"
"Hah? Tentu saja. Gausah sok ga kenal lah..."
Mahmud, bahkan Ahmed tertawa mendengarnya, disusul senyum Zaganos. Mereka berpamitan dan melakukan kegiatannya masing masing.
"Senpai benar benar berbeda ya kalau di Altair."
"Hm? Zaganos senpai maksudmu?" Ahmed mengangguk.
Altair adalah sebuah game yang terbatas hanya di negara Turkiye. Di game ini, player diminta untuk menjaga kedamaian Torqye (negara mereka di dalam game) hingga pada waktu yang ditentukan. Penyelenggara game ini menjanjikan hadiah yang menggiurkan jika mereka yang tergabung di game ini berhasil menjaga Torqye. Jika mereka gagal, maka waktu dan tenaga, bahkan uang yang sudah dikeluarkan saat bermain game akan menjadi kerugian mereka.
Pendaftaran untuk menjadi Player Altair hanya dibuka sekali saat game ini pertama kali muncul. Dengan tiga gelombang pendaftaran di tiga minggu pertamanya.
Setelah membayar dan mendaftar, mereka diberikan alatnya yang sudah terinstal Altair didalamnya. Alatnya seperti berupa helm biasa, namun di belakangnya terdapat kabel. Alat ini tidak memakai baterai, yang artinya harus terus tersambung ke kotak listrik.
Setelah memasuki helm itu, player harus login dengan nama dan password sesuai seperti saat pendaftaran. Setelah itu player akan disuguhkan visual kota yang ia ditempati, berawal di depan pintu rumah yang akan ia tempati.
Seluruh saraf gerak dan apapun itu dialihkan ke dalam game. Jadi, player seakan akan masuk ke dalam dunia game. Karena seluruh aktifitas ditransfer ke dalam game, menyebabkan tubuh player di dunia tidak bisa digerakkan. Maka dari itu disarankan mengambil posisi rileks saat akan memulai Altair.
Di Altair, ada beberapa negara lain seperti Balt-Rhein, Venedik, Urado, yang penduduk serta pemimpinnya NPC. Semua Player hanya mampu memilih kota tempat tinggal terbatas hanya di Negara Torqye.
Sekarang, tinggal bagimana kecakapan mereka dalam menanggapi sebuah NPC yang bertebaran, membentuk sebuah negara yang suatu saat nanti mengancam negeri mereka.
~RL~
"Yo, Ibrahim vali." sapa Mahmud.
Mahmud memutuskan untuk mengunjungi Ibrahim, tetangganya juga teman mainnya sedari ia kecil. Saking dekatnya, ibrahim menyuruhnya memanggil namanya saja tanpa penghormatan apapun walau selisih usia mereka lumayan jauh. Sekarang Ibrahim bekerja di bengkel.
"Ahahah... jangan panggil aku begitu. Saat ini aku hanyalah tukang bengkel. Ada apa repot repot kemari?" tanya Ibrahim ramah. Dia sedang membereskan peralatan bengkel. Mahmud menyimpulkan bahwa Ibrahim sebentar lagi akan pulang.
"Yah... menjemputmu. Ayo kita makan di Kedai Ma'i seperti biasanya!"
~RL~
Setelah mengobrol banyak dengan Ibrahim, Mahmud pulang jam sepuluh malam. Tas selempangnya ia lempar ke sembarang arah. Kini dalam pikirannya hanyalah Altair. Ia ingin segera ke dunia buatan itu, berjalan jalan menggunakan pakaian yang unik ditemani keramaian pasar di Altin.
Ia mencari posisi yang sesuai. Ia berharap ketika selesai bermain Altair sampai jam 3 masih kuat untuk bersekolah nanti.
Waktu yang terjadi di Altair unik. 1 jam di dunia adalah 5 jam di Altair. Artinya, jika bermain lima jam di dunia sama dengan sehari di Altair.
Juga di Altair menerapkan sistem gelombang. Agar semua orang bermain diwaktu yang sama, sebuah jadwal ditetapkan. Selama dua bulan ini jadwalnya sudah berubah dua kali. Kali ini jadwal Altair tidak menguntungkan pekerja shift malam karena dimulai dari jam sepuluh malam hingga jam tiga pagi.
Mahmud mengaktifkan alatnya dan memulai perjalanan ke tanah buatan.
~RL~
Munculnya Mahmud di Altair disambut oleh bau tanah liat juga karpet. Ia tersenyum senang melihatnya kembali ke dunia ini. Ah dia hampir lupa. Ia memainkan roleplay di dunia ini. Banyak orang yang bermain Altair bukanlah dengan sifat sesungguhnya. Hal itu mungkin disebabkan mereka yang ingin kabur atau merasakan dunia lain dengan kepribadian yang berbeda.
Ia berpikir untuk mengunjungin Zaganos sebentar.
"Dan Mahmud. Sudah kukatakan berapa kali, kita mengenal karena kedudukan di dunia ini, tidak lebih dari itu." suara dalam Zaganos mengudara.
Mahmud hanya cengengesan menggaruk tengkuknya, belum mau enyah dari depan pintu rumah Zaganos. "Ano, Zaganos... pasha.."
BRAK!
"HWAAA! Kejam! Padahal aku cuma mau berkunjung." Mahmud mengetuk ketuk pintu rumah Zaganos.
Zaganos menghela napas, kembali membuka pintunya, "masuk."
Dengan wajah sumingrah Mahmud masuk. Ia duduk ketika dipersilahkan Zaganos. "Naa, Mahmud. Kau sudah tau sifat roleplay-ku kan?" tanya Zaganos.
Mahmut menangguk, "kenapa kau memainkan peran itu?" Zaganos menghela napas kembali. "Aku ingin menantang diriku sendiri, bisakah aku memainkan peran yang seperti itu-" kata katanya dipotong Mahmud, "kali aja bisa diterapkan dikehidupan asli." sambungnya ngasal.
"Hei!" protes Zaganos. Mahmud hanya tertawa memegang perutnya. "Setelah kita keluar rumah, aku akan memainkan peran, dan sebaiknya kau juga. Jadi jangan mengatakan hal yang tidak perlu." kata Zaganos pelan. "Heee... kalau begitu tak usah keluar saja."
Zaganos berdiri. "Jangan bercanda. Kita ada rapat Pasha tengah hari nanti."
~RL~
"Hoaaammm!"
Ia baru saja bangkit ketika jam pelajaran fisika habis. Ia tak kuat untuk mengikutinya. Kemarin di Altair tidak berjalan mulus.
Ibrahim memberontak? Heh! Apa apaan itu! Walau banyak orang nge-roleplay, aku yakin Ibrahim tidak akan seperti itu. Baru saja kemarin di kedai ia bertekad untuk menjaga penduduk Hisar semampunya. Ingin tahu apakah ia mampu menjadi pemimpin banyak orang, apakah sebenarnya ia mampu masuk ke pemerintahan - cita citanya yang belum terkabul.
"Berani sekali kau melewatkan pelajaran Fisika!" Ahmed menghampiri Mahmud seperti biasanya. Mahmud tak lekas menjawab, ia memperhatikan Ahmed lekat lekat. "Kenapa kau di sini? Kau sudah menjadi Binbashi, Ahmed bey?"
"INI DI SEKOLAH MAHMUD!" Ahmed menarik-ulur kerah Mahmud agar ia segera sadar. Orang orang di kelas hanya tertawa melihat kelakuan mereka.
~RL~
Karena waktu permainan terbatas, biasanya para player akan terlogout dengan sendirinya pada jam yang telah di tentukan. Player akan menghilang seketika dari dunia buatan.
Dan ketika jadwalnya untuk bermain lagi, player akan mulai dari tempat terakhir mereka logout. Mungkin nanti saat perang, metode ini bisa berarti baik ataupun buruk.
Mahmud kembali ke dunia ini, dibalik berbalok balok kayu persediaan makanan di dalam pakaian adat suku araba yang dipinjamkan Shara kemarin. Ah, dia ingat. Dia sedang menyusup, melihat keadaan Hisar saat ini.
"Hadu... tadi kita sampai mana? Rencananya yang mana?"
Di sampingnya, Shara menggigit kuku bingung. Mahmud hanya tersenyum, lalu seketika mendatarkan wajahnya - mengingat peran yang ia mainkan. Ia hanya tidak suka menjadi self-roleplay, karena apa bedanya kalau begitu dengan kehidupannya yang biasa? Maka dari itu ia membuat peran roleplay yang ia inginkan.
Mahmud menjelaskan apa apa yang telah mereka lakukan dan kembali mengulas rencana mereka. Shara mengangguk paham, mulai mengingat rencana mereka. "Mari kita laksanakan!"
~RL~
"Naa, Mahmud. Kau terlihat murung."
Kini Zaganos dan Mahmud sedang menikmati bekal makan siang mereka di atap sekolah. Mahmud terlihat menggerutu tiap kali ia terdiam sejenak. Ia akan dengan kasarnya memasukkan samosa berisi daging dan sayuran itu ke dalam mulutnya.
"Karena jabatan pasha-mu dicabut?"
Mahmud masih diam. Kembali memakan dengan brutal samosa pasrah tersebut. Dan pada akhirnya, ia membuka mulutnya, "bukan karena itu. Aku hanya tak mengerti."
"Tak mengerti apa?" tanya Zaganos memakan roti panggangnya.
Mahmud terdiam. Dengan wajah merona ia berkata, "B... bahkan aku tak tahu apa yang tak kumengerti." Zaganos berhah ria. "A... aku tau aku aneh. Su... sudahlah." suara Mahmud meninggi.
Zaganos menghela napas. "Makanya. Awal awal kan sudah kubilang, hati hati..." Zaganos menepuk nepuk pucuk surai pirang adik kelasnya itu. "Nanti, aku punya hadiah untukmu, karena kau berhasil menyelamatkan Hisar walau caranya salah."
Mahmud menengadah, menatap Zaganos yang kini berdiri di sampingnya, menatapnya dengan bayangan jatuh ke bawah, cahaya matahari berpendar, meberikan efek terang di daerah ujung kanan kepalanya.
Kata 'hadiah' membuatnya sedikit penasaran. "Di Altair, akan kuberikan padamu." katanya seraya mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan berdiri untuk Mahmud. Dengan senyum berseri, Mahmud menerimanya.
~RL~
Disaat semua player kembali ke dunia yang sesungguhnya, maka kosonglah tanah buatan ini. NPC NPC betebaran langsung membeku di tempat - keadaan game dalam kondisi tidak dimainkan.
Semua player logout otomatis ketika jadwal sudah selesai, namun apa yang dilakukan pemuda itu ditengah kehampaan suasana? Bukankah seharusnya ia sudah logout?
NPC? Bukan. Player? Ternyata juga bukan. Pemuda itu menyeringai menatap langit kelam malam hari sambil berkata, "kore wa watashi no sekai da."
。
。
。
。
。
To Be Continue?
Nah eta. Ini ceritanya yg episode episode SnA tu sebenernya game. Jadi ini ngikutin cerita aslinya yang di game nya (ya nyleweng2 dikitlah namanya juga fanfic) nah udah gitu, karena ini judulnya Real Life, jadi yg ditulisnya tu kejadia real nya. Nah kalo di game nya mah nonton aja animenya.
Jadi saya sarankan untuk nonton anime nya dulu biar ngerti haha
First fic in this fandom, buat nambah2in fic nya. SEMANGAT YANG LAINNYA SAIA MAU LIAT FIC ALTAIR LAINNYAAAAAAA AHAHAHAHA#gila
#ditabokmassa
Udah sekian. Review sangat dihargai hahahahahaha... biasanya sih saya apdet fic apdet2 aja... tapi kalo lagi mood nya gaenak, minimal 1 review aja... saya apdet ntar. Doain aja mood saya bagus. Itu juga saya apdetnya ga selalu tepat. Bisa bisa hiatus beberapa bulan karena fic ongoing saya tiga dengan ini. Dua lainnha Earl's Yuujin sama Ashinaka High School.
Yaudah babay ehehehe
