Disclaimer: Seandainya saya adalah pencipta harry Potter, saya akan membuat...(beep)...dan memasangkan...(beep)...dan...Just Kidding! Harry Potter selalu menjadi milik JK Rowling.

Warning: AU, OOC, Typo, EyD, dll.

A/N: Disini ceritanya Sirius tidak pernah ketemu dengan keluarga Andromeda sejak umur lima tahun karena tinggal di negara berbeda. Pre-disowned. Sirius: 15 tahun. Andromeda: 21 tahun

.

.

.

Suara pekikan ibunya yang melengking membahana di seluruh ruangan. Sirius segera terkejut dan menengok ke arah tangga begitu mendapati ibunya telah terduduk di atas salah satu anak tangga seraya menggenggam sebuah perkamen. Sepertinya surat, namun mengapa begitu heboh?

"Mengapa kau berteriak, Mother?" tanya Sirius dari atas undakan. Walburga mendongak ke atas lalu melipat suratnya, "Panggil ayah dan adikmu, Sirius. Aku ingin membicarakan hal yang penting. Kita bertemu di ruang baca."

Sirius hanya menurutinya tanpa repot-repot bertanya-tanya.

.

.

.

Sirius segera keluar dari ruangan setelah rapat kecil-kecilan itu selesai. Ternyata ada tamu yang ingin berkunjung ke rumah ini dan ibunya terkejut bukan main. Memang benar bahwa sudah lama sekali sejak para tamu berkunjung ke rumahnya namun...mengapa begitu heboh? Itu hanyalah tamu walaupun Sirius diam-diam juga suka jika ada yang berkunjung, atau kalau beruntung, menetap. Rumah terasa lebih ramai jika ada orang baru.

Ia tidak tahu siapa tamunya kali ini dan Ibunya juga tidak berniat memberi tahu. Yang ia ketahui hanyalah ini sangat penting dan ibunya ingin menyiapkan yang terbaik karena katanya mereka sudah lama tidak saling bertemu. Pantas saja Mother kaget.

Sirius hanya bisa berharap sembari menunggu ketika rombongan tamu itu datang ke sini.

.

.

.

Suara ketukan di pintu segera membangunkan Sirius dari lamunannya yang saat itu berada di ruang baca. Regulus menengok ke dalam dan mendapati Kakaknya sedang terduduk di salah satu kursi favoritnya sembari memegang sebuah buku di pangkuan.

"Mother memanggilmu. Dia menyuruh kita berkumpul di ruang depan." Jawab Regulus begitu sang Kakak menatapnya dengan sorot heran. Sirius segera menghela napas, mengangguk, dan turun ke lantai bawah bersama Regulus. Keduanya mendapati ibu mereka berdiri disana dengan ayahnya.

"Mother, boleh aku bertanya padamu?" tanya Regulus setelah membersihkan tenggorokannya. Walburga menolehkan kepala pada si putra bungsu, "Sure, Son."

"Siapa yang akan datang?" Pertanyaan Regulus tepat sasaran sebab Walburga tidak pernah memberitahu identitas tamunya ini.

Walburga tersenyum, "Adikku, Paman Cygnus dan Bibi Druella. Kalian juga akan kedatangan sepupu." Sirius mengangkat alis, "Sepupu?"

Walburga mengangguk tegas. Regulus menatap Sirius dan sang Ibu secara bergantian, "Aku tidak pernah mendengar ataupun melihat mereka sebelumnya."

"Itu karena mereka tinggal di Tirana." Timpal Orion.

"Lagipula kau juga akan cepat mengenal mereka nanti karena mereka akan menginap disini selama satu minggu. Maka dari itu, diam dan berhentilah bertanya." Ujar Walburga.

Derak roda kereta segera mengalihkan perhatiannya. Mereka pasti sudah tiba. Ada suara langkah kaki yang beriring-iringan yang semakin lama semakin dekat, membuat Sirius gugup. Apakah kali ini akan ada sepupu laki-laki? Ketukan di pintu membuat Ibunya segera tersenyum.

Pintu kayu besar berukir yang berada di depan segera terbuka dan menampilkan sebuah keluarga yang tengah berdiri di ambang pintu dengan gaun dan pernak-pernik indah. Tubuh Sirius seketika menegang dengan spontan sembari menatapi mereka. Wajah-wajah mereka cukup asing namun memancarkan aura ningrat khas keluarga Black.

Sirius mengamati anggota keluarga baru ini satu persatu. Paman dan Bibinya memiliki tiga anak perempuan yang masih muda namun tetap jauh lebih tua darinya. Bahu Sirius melemas begitu menyadari tidak ada sepupu laki-laki tapi sepertinya rasa penasarannya lebih besar.

"Selamat datang." sambut Walburga lalu berpelukan pada adik dan iparnya, dilanjut para keponakannya.

"Betapa cepatnya waktu berlalu. Bahkan kini Bella pun sudah tumbuh menjadi seorang wanita!" timpal Orion, "Andromeda dan Narcissa juga. Aku masih ingat terakhir kali ketika usia Andromeda masih tujuh tahun, sangat lucu dan periang. Begitu pula Bella yang suka mengusili Narcissa saat itu."

"Sirius, Regulus, ayo berkenalan." Pinta Orion. Kedua bersaudara itu segera menghampiri mereka.

"Ini Paman Cygnus dan Bibi Druella." Ujar Walburga, "dan ini sepupu-sepupu kalian."

Sirius mengamati sepupu-sepupu perempuannya. Mereka memiliki figur jangkung dan ramping dengan kecantikan khas masing-masing.

"Aku Sirius dan ini Regulus." Keduanya segera memberi salam perkenalan pada wanita yang berada di ujung barisan. Dilihat dari wajahnya, tampaknya dialah yang tertua. Wanita ini memiliki rambut hitam tebal yang diikat rapi dengan pelupuk mata yang besar. Matanya yang berwarna gelap menyorot angkuh dan superior.

"Bellatrix. Yang disampingku ini adalah Andromeda dan yang di ujung itu Narcissa." Balas Bellatrix lalu mengulas sebuah senyum superior, mungkin kebiasaannya mengingat dialah pemimpin dari tiga bersaudara.

Sirius melirik dua perempuan di sebelah Bellatrix. Yang disebut Andromeda, yang tampaknya merupakan anak kedua, memiliki tampilan yang hampir mirip dengan kakaknya, namun ia menyadari perbedaan di antara keduanya. Rambutnya berwarna lebih terang dalam gradasi coklat, tersanggul rapi dengan mata yang menampilkan sorot lebih ramah dan hangat. Yang bungsu lah yang paling mencolok diantara kakak-kakaknya sebab dia memiliki kulit yang pucat serta rambut pirang dan mata biru yang menyorot dingin, sangat kontras dengan saudarinya yang lain yang memiliki nuansa 'gelap'.

"Senang bertemu dengan kalian." Ujar Sirius dan di balas dengan senyuman khas masing-masing.

.

.

.

Malamnya...

Sirius mendesah pelan seraya menatap ke arah cermin. Rambutnya yang panjang tersisir rapi ke belakang sehingga terkesan seperti pemuda sopan seadanya. Tangannya segera membuat dasi kupu-kupu yang sedari tadi gagal ia buat. Menyadari bahwa kali ini gagal lagi, ia segera mengerang malas.

"Sedang apa disitu, Sirius?"

Matanya menangkap pantulan sesosok perempuan dewasa di cermin, berdiri di ambang pintu dengan tatapan menyelidik. Ekspresinya dingin.

"Ah, Mother." bisik Sirius, mengabaikan tatapan ibunya.

"Mereka sebentar lagi akan bergabung."

"Sepertinya ini sia-sia saja."

Walburga segera menghela napas lalu menghampiri putra sulungnya yang tampak bosan. Putranya hanya menatapnya dari balik pantulan cermin selagi dirinya berdiri di hadapannya dan mengambil alih dasinya lalu melakukan sentuhan terakhir. Wanita itu segera mundur, memperhatikan putra sulungnya.

"Ayo kita keluar."

Sirius menuruti perkataan sang Ibu dan mengekornya di belakang. Ibunya memandunya menuruni tangga lalu menuju ruang makan tempat semua orang telah berkumpul. Beberapa kursi masih kosong mengingat tamu mereka tampaknya belum datang. Terdapat beraneka ragam makanan menghiasi permukaan meja makan panjang dengan hidangan kue yang berada di tengah. Menggiurkan.

Sirius hanya terdiam menatap Regulus dan anggota keluarga lain secara bergantian. Ada sekitar dua menit berlalu dengan tenang hingga seketika sebuah suara mengalihkan perhatian menuju pintu yang sedang dibuka oleh dua orang pelayan dan menampilkan satu keluarga berdiri di ambang pintu. Semua anggota keluarga yang berada di meja makan segera berdiri menyambut mereka.

"Maaf apabila kami terlambat." Ujar Druella.

Orion menggeleng, "Tidak apa. Kami baru saja mulai. Bergabunglah bersama kami."

Cygnus Black mengangguk dan akhirnya berjalan menuju meja makan bersama Druella. Mereka segera duduk di tempat masing-masing sementara para putrinya duduk bersisian di hadapan Sirius dan Regulus

"Mari makan." Pandu Walburga yang berada di ujung meja dan semuanya mulai makan.

Sirius segera mengambil hidangan ikan di atas meja. Selagi makan matanya melirik orang-orang baru yang berada di hadapannya. Percakapan demi percakapan mengalir riang di antara kedua orang tuanya dan paman serta bibinya, sesekali para sepupu dan dirinya terlibat.

"Narcissa, kudengar kau akan bertunangan." Ucap Orion. Yang dipanggil Narcissa––si pirang––segera menoleh sembari memberikan sebuah senyum sopan––tapi tetap saja dingin––pada Orion, "Benar, Paman Orion. Akan dilaksanakan dua bulan lagi."

"Siapa pemuda yang kau pilih menjadi calon suamimu?" tanya Walburga lalu memasukkan potongan daging rusa panggang ke dalam mulutnya. Narcissa memotong ikannya, "Lucius Malfoy, Bibi."

"Pfft––ahem." Andromeda terbatuk selagi Sirius mendengus tak kentara. Walburga memotong dagingnya, "Oh, Malfoy rupanya."

Sirius segera melirik si anak tengah––Andromeda––yang tampaknya tengah terbatuk-batuk kecil. "Hati-hati, Andie." Ujar Bellatrix sambil menuangkan air ke gelas adiknya, mengira sedang tersedak. Andromeda hanya mengangguk pelan, "Thank you, Sister."

Sirius memperhatikan Andromeda dengan teliti begitu mendengar nama Lucius Malfoy disebutkan. Jika Sirius mendengus, tentu saja gadis yang berada di depannya jelas-jelas sedang tertawa––terkikik, namun disamarkan menjadi batuk-batuk kecil. Tidak heran jika Andromeda yang tampaknya mengenal si anak Malfoy itu tertawa mendengar Adiknya ditunangkan dengannya. Lagipula ia sudah pernah melihat si anak Malfoy itu di sekolah dan tidak diragukan lagi kalau anak itu benar-benar menjengkelkan.

Mata mereka bertemu sesaat setelah Andromeda menyadari Sirius menatapnya. Gadis itu segera mengulas senyum yang membuat Sirius canggung sembari meminum airnya. Keduanya berpaling setelah sepuluh detik saling menatap. Bellatrix terlibat percakapan dengan Narcissa, menyinggung-nyinggung tentang suaminya selagi Narcissa hanya memutar matanya. Andromeda sedang bercakap dengan Regulus, lebih kepada hal-hal ringan.

"Bagaimana denganmu, Andromeda? Kuyakin kau pasti sudah menikah?" tanya Walburga. Andromeda segera terbatuk dengan tidak elit––kali ini betulan––lalu buru-buru meminum air putih yang dituangkan Bella.

"Yes, Madam?"

"Menikah. Apa kau sudah menikah?"

"Ah...um...belum."

"Tunangan?"

"Belum juga."

"Cygnus! Apa yang kau pikirkan? Bagaimana mungkin Andromeda belum punya calon sama sekali sementara adiknya sudah punya?" tanya Walburga. Cygnus menatap Andromeda lalu sang kakak, "Kami belum menemukan peminang."

Sirius memperhatikan Andromeda yang tersenyum ketika ayahnya berkomentar, namun matanya tidak bisa berbohong. Ia menyadari bahwa senyum itu terlihat dipaksakan dengan sorot mata sedih yang memandang ke bawah walaupun Andromeda sudah berusaha menutupinya sebaik mungkin.

"Aku yakin ia akan mendapatkan peminang yang baik secepatnya." Ujar Orion. Andromeda mengangguk. Sirius dan Andromeda segera bertatapan, setelah gadis itu menyadari Sirius menatapinya. Mata coklat itu terlihat redup, namun masih terlihat sangat cantik dalam cahaya yang tidak terlalu terang.

Saat bertatapan, terdapat sedikit keterkejutan dalam diri Andromeda begitu melihat mata abu-abu Sirius yang baginya terlihat intens dan menyelidik, seolah ia telah tertangkap basah melakukan sesuatu yang buruk. Ada beberapa detik keduanya saling beradu pandang hingga akhirnya Andromeda berpaling dengan canggung.

TBC...

.

.

Or The End?

.

.

.

Okay, maybe this fanfic is boring but I need to write something after having a bad days. Awalnya saya mau bikin romance tapi kok saya rasa suasananya gak romance ya? hehe. So, what do you think, guys?

Review, please :-)