Rise of The Guardians – Puzzle & Snow Flake

CHAPTER I

"A PAINT...!"


Disclamer: Rise of the Guardians film based on William Joyce's The Guardians of Childhood book series andThe Man in the Moon short film by Joyce and Reel FX. Peter Ramsey directed the film, while Joyce and Guillermo del Toro were executive producers. Produced by DreamWorks Animation and distributed by Paramount Pictures.


Story: Ama

Editing: Ami

Warning

"Little english language inside for get good feel like it movie, only for dialoge"

Sorry for miss typo … (^_^)7

Enjoy Reading


OCs: Mr. Abraham (Ketua Yayasan dari Rainbow Gallery), Mr. Roberto Schenberg (Mediator dari Pelukis), Mr. Reonardo (Colector Painting), Dany (Seorang anak kecil berumur lima tahun), A.S ( Painter)


Burgess, sebuah Kota di Pennsylvania, United State, yang sekarang telah memasuki musim dingin. Angin dingin berhembus disetiap sudut kota dan membuat kaca-kaca gedung serta rumah menjadi berembun karena tiupannya, dan juga menjatuhkan tumpukan salju diatas pohon sehingga mengenai beberapa orang yang berada di bawahnya, hal itu membuat mereka kaget dan sedikit kesal karena tumpukan salju itu mengenai mereka.

"Hahaha," tawa seseorang yang berada diatas pohon tersebut, karena ia melihat orang-orang yang kesal akibat tumpukan salju yang ia jatuhkan dan menimpa mereka. "It's okay buddy, itu tidak akan membuatmu basah," katanya tersenyum jahil menikmati perbuatannya yang memang tidak akan melukai orang lain, tapi ia tetap menyukai kejahilan kecilnya itu.

Kemudian ia terbang sambil meninggalkan butiran-butiran salju di bawah kakinya, sesekali ia menapakkan kakinya diatas mobil, tiang listrik, dan tali jemuran kain, serta meninggalkan bekas bekuan yang berornamen cantik disetiap tempat dimana ia menapakkan kakinya.

"Yahuuuu… yeaaahhhh," teriaknya sembari terbang berputar-berputar diangkasa menebarkan butiran-butiran salju.

Sudah satu tahun berlalu ketika ia dipilih Man In Moon sebagai seorang Guardian yang dapat mengontrol es dan hawa dingin dengan luar biasa yang suka bersenang-senang, dan juga roh permainan yang handal, FUN adalah CENTER-nya yang membuatnya terpilih menjadi Guardian Of Fun—itulah dia—JACK FROST.

Sebelum Jack menjadi seorang guardian, ia selalu sendirian dan mengacau dimana saja, serta tipe orang yang sakartis atau tipe orang yang senang mengejek. Kemudian dipilih menjadi seorang guardian yang sebelumnya ia tolak mentah-mentah karena Man In Moon tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu padanya, tiga ratus tahun mencari jawaban dan pada akhirnya ia malah dipilih menjadi guardian, itu membuat Jack marah hingga akhirnya ia berubah pikiran ketika ia bertarung melawan Pitch Black dan mengalahkannya bersama dengan guardian lain, tentu saja, bersama dengan teman-teman kecilnya juga, Jamie, Pippa, Cupcake, Calep, Claude, dan Monty, enam orang anak yang pertama kali melihat Jack.

Jamie adalah anak pertama yang mempercayai keberadaan Jack. Selama ratusan tahun, baik orang dewasa maupun anak-anak tidak dapat melihat, mendengar, bahkan mempercayai keberadaannya. Itu terkadang membuat Jack frustasi, dan ketika Jamie dapat melihat dirinya Jack begitu senang dan sangat gembira, rasa gelisah dan tidak tenang yang ada dihatinya sirna dalam sekejap.

Sekarang ia terbang menuju ketempat taman-teman kecilnya itu. Ditengah perjalanannya, ia melihat kerumunan anak-anak yang keluar dari beberapa minibus yang terparkir di depan sebuah gedung yang bertuliskan Rainbow Gallery. Jack menemukan teman-teman kecilnya di dalam kerumanan itu, dan dengan segera ia turun dan mendekati mereka.

"Hey, Jamie, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Jack pada Jamie.

"Oh…, hey Jack," Jamie membalas sapaan Jack, "kami diundang oleh pemilik Rainbow Gallery ini untuk melihat pameran lukisan di galeri miliknya, ia bahkan mengundang murid-murid satu sekolahan," jawab Jamie.

"Kenapa kalian diundang olehnya?" tanya Jack sambil tersenyum.

"Entahlah Jack, tapi kata bu guru ada satu lukisan yang ingin diperlihatkan kepada anak-anak, khususnya beberapa anak diantara kami," jawab Jamie sambil melihat teman-teman satu sekolahannya yang lalu lalang dihadapannya.

"Hah? Lukisan yang khusus untuk diperlihatkan kepada anak-anak yang ada diantara kalian semua?" Tanya Jack tampak bingung sambil melihat kerumunan anak-anak yang ada disekelilingnya, sepertinya mereka tidak bisa melihat Jack, kecuali keenam teman kecilnya itu. Satu tahun tampaknya belum cukup membuat seluruh anak-anak mempercayai Jack, bahkan untuk Kota Burgess sekalipun.

"Ibu guru tidak mau menyebutkan nama anak-anak itu, Jack," kata Pippa, "katanya untuk kejutan," tambahnya.

"Jika kamu begitu penasaran, kanapa tidak masuk juga, Jack!?" saran Jamie.

"Aku akan melakukannya, sudah lama aku tidak masuk galeri ini, untuk melihat kumpulan foto dan lukisan," kata Jack tersenyum, satu alisnya terangkat.

"Ahh, Jack pernah ke galeri ini sebelumnya?" tanya Monty.

"Ya, satu tahun yang lalu," jawab Jack tersenyum lebar.

"OH GOD, jadi salju diwaktu satu tahun yang lalu di galeri ini, kamu yang membuatnya Jack?" Tanya Calep dan Claude serentak, wajah mereka tampak senang.

"Ohh… hari itu, tentu saja itu aku," jawab Jack tersenyum girang, "apa kalian menyukainya, guys?" tambah Jack tersenyum sambil setengah membungkuk kehadapan teman-teman kecilnya.

"Itu keren sekali!" kata Jamie, Claude, Calep, dan Monty serentak.

"Itu sangat indah!" kata Pippa dan Cupcake serentak.

Jawaban yang diberikan oleh teman-teman kecilnya membuat Jack tersenyum renyah, ia jadi ingat tentang peristiwa itu sebelum ia bisa dilihat oleh mereka seperti saat ini, "Hahaha, saat itu aku melakukannya untuk menarik perhatian kalian, dan… ternyata gagal," ucap Jack tersenyum, sedikit alisnya bertaut.

Jamie dan yang lain menyadari perasaan Jack," Maafkan kami, Jack, kami benar-benar…" kata Jamie yang diikuti oleh yang lain.

"Hey hey, tenanglah…tenanglah, snowflake kecilku," ucap Jack menenangkan teman-teman kecilnya yang tampak bersalah, "kenapa kalian bersedih? Itu bukan kesalahan kalian, buat apa kalian bersedih dengan hal itu kalau sekarang kalian bisa melihatku!" ucap Jack tersenyum, "lupakan hal itu dan mari kita bersenang-senang! Mungkin akan ada hal yang menarik di dalam," tambah Jack sambil menunjuk Rainbow Gallery yang berada belakangnya dengan ibu jari.

Jamie dan teman-temannya tersenyum, "Jadi, apa yang kalian tunggu lagi, guys? Let's go!" kata Jamie tersenyum riang.

Jack tepat menyusul di belakang mereka, dipintu masuk terlihat dua orang wanita memakai seragam berwarna biru dongker sedang membagikan cendera mata kepada anak-anak dan selembar kertas. Ketika tiba giliran mereka, kedua wanita itu memberikan mereka gantungan kunci kristal berbentuk serpihan puzzle dengan ukuran 3x3 centimeter dan tidak lupa selembar kertas yang rupanya adalah sebuah pamflet yang berisikan informasi lukisan-lukisan yang dipajang di galeri.

"Siapa diantara kalian yang bernama Jamie Bannett?" tanya salah satu wanita itu.

"Oh, itu aku," jawab Jamie sembari mengangkat salah satu tangannya.

"Kalau begitu ini untukmu," kata wanita itu sembari menyerahkan gantungan kunci berbentuk partikel salju yang juga terbuat dari kristal.

"Untukku?" tanya Jamie menunjuk dirinya.

"Iya," jawab wanita itu.

"Eh… tapi kenapa?" tanya Jamie sembari menerima partikel salju itu.

"Kamu menang undian yang dilakukan oleh galeri kami, nama anak-anak disekolahmu juga dimasukkan kedalam undian, kemudian mendapatkan enam anak yang beruntung memenangkan enam puzzle kristal dan kemudian diundi kembali untuk mendapatkan hadiah utama, yaitu partikel salju yang terbuat dari kristal itu, kamu beruntung Nak, hanya ada satu lho, dirancang oleh perancang terkenal," kata wanita itu tersenyum.

"Woow, itu keren!" kata Cloude.

"Kamu beruntung Jamie," kata Pippa.

Semua teman Jamie memberikan selamat padanya, Jack tersenyum senang melihat mereka yang terlihat gembira.

"Thank you," ucap Jamie kepada kedua wanita itu.

"You're welcome," jawab mereka serempak.

Kemudian mereka berjalan memasuki galeri, Jamie tampak paling antusias dari teman-temannya yang lain karena ia sangat menyukai hal-hal yang berbau lukisan terutama gambar. Ia selalu memajang gambar-gambar yang ia buat di dinding kamarnya, dan gambar favoritnya adalah gambar dirinya yang meluncur dijalanan karena perbuatan Jack waktu itu. Jamie juga suka menggambar Jack yang terbang dilangit dengan butiran-butiran salju di sekelilingnya. Tidak tahu kenapa, Jack seolah memiliki seorang adik yang selalu membuat harinya menyenangkan, terkadang ia teringat akan adik perempuannya yang dahulu ia selamatkan dan ia merasa lega ketika ia berhasil menyelamatkannya, dan saat itulah ia menyadari kenapa ia dipilih sebagai seorang guardian.

"Jack, ayo!" panggil Jamie sehingga membuat Jack tersadar dari lamunannya.

"Oh ya, ayo!" ucap Jack tersenyum seraya melangkahkan kakinya dan memangku tongkatnya di bahu kanannya.

Setelah anak-anak itu memasuki galeri, kedua wanita yang membagikan souvenir kepada anak-anak yang datang, tampak kebingungan melihat keenam anak itu yang mendapatkan souvenir yang berbeda dengan anak-anak lain.

"Kenapa ketua yayasan meminta kita berbohong mengenai undian, hanya untuk menyerahkan hadiah souvenir yang berbeda kepada anak-anak itu, ya?" tanya salah satu wanita itu.

"Entahlah, beliau memang selalu begitu!" jawab temannya tidak yakin.

Suasana di dalam galeri tampak sedikit redup, yang ada hanya cahaya lampu dinding untuk setiap lukisan yang dipajang. Banyak para pengunjung yang lalu lalang untuk melihat lukisan-lukisan yang terpajang di dinding, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dengan orang tua mereka serta anak-anak dari sekolah Jamie, bahkan anak remaja pun juga tampak lalu lalang di galeri. Sampai akhirnya Jack juga melihat beberapa diantaranya terdiri dari kakek-kakek dan nenek-nenek, membuat Jack tampak bingung. Tidak biasanya semua gender datang kesuatu galeri untuk melihat lukisan, terutama untuk anak-anak.

"Semuanya ada ditempat ini?" kata Jack heran, "memangnya lukisan-lukisan seperti apa yang dipamerkan disini, sih?" tanya Jack tersenyum mengangkat sisi bibirnya.

"Jack ini," kata Jamie sembari menyerahkan sebuah pamflet kepada Jack yang tampak bingung. "Disitu tertulis tema galerinya," kata Jamie tersenyum riang.

Jack menerima pamflet itu, disitu tertera informasi dari lukisan-lukisan yang ada, serta tertulis tema dari galeri lukisan yang dipamerkan, "Fairy Tale?" eja Jack.

"Iya, itulah sebabnya hari ini banyak anak-anak yang datang ke galeri ini, mereka memamerkan lukisan-lukisan fantasi, seperti peri, putri duyung, peterpan, dan lain-lain," jawab Jamie tersenyum penuh semangat dengan mata yang berbinar-binar.

"Hm, yang datang tidak hanya anak-anak saja," kata Jack melihat kearah kakek-nenek dan beberapa anak remaja di galeri itu.

"Aku dengar dari obrolan mereka, katanya anak high school itu datang karena mengagumi lukisan serta perpaduan warna lukisannya yang unik dan cantik, sedangkan kakek dan nenek itu mengatakan bahwa ketika melihat lukisan itu, mereka teringat akan masa kecil mereka, karena dahulunya mereka pernah mempercayai keberadaan mereka," ucap Jamie sambil melihat kerumunan itu.

"Fairy Tale, huh…" ucap Jack tersenyum seolah mengharapkan sesuatu disudut hatinya, "huh, yang benar saja, aku 'kan nyata," kata Jack sedikit mengernyitkan matanya diiringi dengan senyum tipis.

Jack beserta keenam teman kecilnya melihat semua lukisan yang dipajang didinding satu persatu, ada lukisan putri duyung, naga, peri, dan makhluk fantasy lainnya. Temanya memang seperti anak-anak, fairy tale, mendengar kata itu, yang terlintas pasti cerita fantasi yang dibaca oleh anak-anak. Namun, itu bisa dituangkan dalam bentuk lukisan seperti yang dipajang di galeri itu, dan entah kenapa terasa hidup dan terlihat begitu menakjubkan. Perpaduan warna, toresan, dan ekspresi disetiap objeknya yang selalu didominasi oleh anak-anak dengan makhluk-makhluk fantasi itu—mampu menghipnotis dan membangkitkan memori bagi yang memandangnya.

Dari semua lukisan yang mereka telusuri, Jack tidak menemukannya, sebuah lukisan yang ingin ia harapkan ada, meskipun pada awalnya ia tidak begitu peduli. Tetapi pada akhirnya ia tetap mengharapkannya, ia tampak sedikit kecewa karena tidak adanya lukisan yang ingin dilihatnya, bahkan ia tidak melihat lukisan "teman-temannya" diantara puluhan lukisan yang terpajang di galeri itu.

"Hey, kalian yang disana," sapa seorang anak remaja kepada Jamie dan teman-temannya.

"Yes," balas Jamie tampak sedikit bingung karena disapa oleh orang yang tidak dikenalnya.

"Oh, tarnyata benar-benar kalian, kalian tahu, kalian adalah bintang di galeri ini," kata remaja itu kepada Jamie dan teman-temannya.

"Ap… apa? Bintang?" wajah Jamie tampak lebih bingung dari sebelumnnya, bahkan teman-temannya juga menunjukkan ekspresi yang sama, Jack memperhatikan mereka yang juga tampak bingung.

"Yes, kalian ada di dalam lukisan utama yang tidak ada dalam pamflet," jelas remaja itu sembari tersenyum ramah.

Mendengar itu Jack mengerutkan keningnya, ia dengan diam mendengarkan percakapan Jamie dengan remaja itu.

"Benarkah? Kami tidak tahu tentang itu?" kata Jamie sembari melihat teman-temannya.

"Kalian bisa melihatnya disana," tunjuk remaja itu kearah kerumunan yang ada dihadapan mereka yang terbantang sebuah lukisan dengan ukuran 4x2 meter.

"Ayo, guys…" ajak Jamie tampak penasaran dengan lukisan yang dikatakan oleh remaja itu, dan langsung berlari kearah kerumunan itu, diikuti oleh teman-temannya.

Jack menyusul teman-teman kecilnya yang bersemangat, Jamie yang pertama kali sampai di depan lukisan raksasa itu, ekspresi wajahnya langsung berubah dan terpesona melihat lukisan besar yang dipajang dihadapannya. Tidak lama kemudian, semua teman-teman Jamie mendekatinya dan ketika melihat lukisan itu, ekspresi mereka juga tampak terpesona dan takjub melihatnya. Disudut hati mereka ada perasaan bahagia yang tidak mampu untuk diungkapkan, dan juga timbul sebuah pertanyaan disetiap pikiran mereka, kenapa mereka semua ada dalam lukisan yang begitu indah itu?

Semua kerumunan itu memandangi mereka sambil tersenyum melihat Jamie dan teman-temannya yang masih tampak terkagum-kagum dengan lukisan yang ada dihadapan mereka.

"Wah, bukankah mereka yang ada dalam lukisan?" bisik salah satu dari kerumunan itu kepada teman disebelahnya sembari tersenyum.

"Iya, kamu benar," jawab teman disebelahnya.

"Itu mereka, Jamie dan yang lainnya," bisik teman sekolahan Jamie.

"Ya… ya…ya," kata yang lain tampak semangat melihat Jamie dan teman-temannya karena mereka dilukiskan di lukisan utama di galeri itu.

"Hey, guys, kalian tidak perlu berlari begitu!" kata Jack yang akhirnya menyusul teman-temannya yang masih terpesona dengan lukisan itu.

"Jack," panggil Jamie tanpa menoleh kearah Jack yang berada dibelakangnya.

"Hmm," respon Jack melihat Jamie yang tidak menoleh kearahnya.

"Lihatlah lukisan itu, lukisan itu, Jack," ucap Jamie pelan dan menoleh kearah Jack sembari menunjuk lukisan besar yang ada dihadapannya.

Jack tersenyum, "Apa yang ingin kamu katakan padaku, Jim…" putus Jack ketika ia menoleh kearah lukisan yang ditunjuk oleh Jamie karena matanya menangkap pantulan visual dari lukisan itu.

Jack mematung ditempatnya, memandangi lukisan raksasa yang terbentang dihadapannya, bola matanya membulat dan menunjukkan permata birunya yang bening dan indah. Sebuah perasaan timbul dari dasar hatinya, antara bahagia, senang, dan tidak percaya Perasaan itu beradu, membuat dadanya sesak, dan seketika perasaan itu menyusup ke dalam aliran darahnya, membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Degupan itu dengan perlahan menggetarkan seluruh tubuhnya; getaran yang mampu menyeruakkan seluruh perasaaannya yang keluar dari relung hatinya, tapi ia berusaha tidak goyah dari tempatnya berdiri dan menggenggam tongkatnya dengan erat. Terlihat bahu Jack naik turun dengan pelan karena desakan perasaan yang mempengaruhi deru nafasnya, ia tidak menduga kalau lukisan itu benar-benar ada, lukisan yang ia kira tidak akan ada, ia kaget segaligus terpesona dengan lukisan itu.


To be Continued...