Disclaimer: Slender Man dan Jeff The Killer milik CreepyPasta. Sebagian besar lahir dari legenda, kemudian berkembang menjadi buah bibir warga dunia.

Warning: PWP. Psychological Horror. Explicit Sexual Content.

Listening to: Ed Sheeran – Photograph, Ellie Goulding – Love Me Like You Do, Raisa – Mantan Terindah. Iya... jangan tanya kenapa, saya juga heran sama playlist-nya.

Selamat membaca!

Immortalust by Raputopu

.

.

Terkadang aku berjalan di tengah malam

Ia mengikutiku pulang

Ia mengikutiku pulang

Terkadang dia berbisik dan bergumam

Aku mengikuti tanpa muram

Mengulang puisi kelam

Mengikat tangan dan menuntunku menuju sumur dalam

Bersama, kita menyelam

Bersama, kita menyelam

Dia bilang padaku suatu hari kita akan berbagi jiwa

Dan sekarang aku tahu

Di tempat inilah umurku tersisa

.

.

Aku tidak memiliki nama, ataupun wajah yang dikenali. Tidak ada yang mengetahui siapa diriku, namun orang-orang selalu melihat sebagaimana rupaku. Sumber tentang keberadaanku sulit teridentifikasi—samar-samar, gelap, wujudku seperti hablur putih halus, tidak berbau, dan tidak manis. Namun, aku tidak memerlukan nama atau wajah untuk memahami siapa jiwa yang terbungkus di dalam tubuh kurus bak ranting ini.

Seorang anak remaja pucat, terlahir dari pilar ketakutan manusia dan bergerak di dalam kegelapan malam. Ia memiliki pisau setajam sayatan yang merobek bibirnya. Jeffery, Jeff Si Pembunuh, Jeff, namanya begitu manis di lidah. Dia tidak bertambah dewasa. Namun, moralnya semakin binasa. Sudah bertahun-tahun lamanya sejak jasmaniku menginginkannya, merasakannya, bahkan ingin menenggelamkan ribuan sulur-sulur hitam ini ke dalam daging lunak berwarna kapur, dan merobek lubang kenikmatan dengan cabikan.

Aku mengenalnya. Dengan sangan baik. Jeff, adalah jiwa kesepian, yang terus berjalan di dalam hutan dengan pepohonan tinggi di mana-mana, tanpa batas, yang membungkusnya dari langit malam.

Ia tercekik oleh rasa penasaran.

Dia mencariku. Pria tanpa wajah—dengan seribu-satu cara untuk menakut-nakuti manusia, namun kau mencintaiku.

"Ah, ah, ah, aku menemukanmu." Senandungnya menemani siul burung hantu. Kemudian ia berdiri di sana. Menunggu.

Dan aku hanya bisa menyembunyikan sebagian tubuh di balik batang pohon akasia.

Pisau di tangan Jeff menari-nari, siluetnya menyilaukan mata, kaki pucat tak beralas itu berlari kecil ke arahku.

Ya. Kemarilah, Jeff. Kemarilah. Biarkan aku mencicipimu.

.

.

Aku menyukai anak-anak.

Namun, anak-anak remaja pun tak masalah.

Ketika menemukan Jeff, aku langsung mencintai anak itu. Aku mencintainya seperti menikmati rasa kental pahit permen yang belum habis sarinya di dalam mulut. Aku akan memeluknya erat-erat seperti memeluk pohon kecil misterius yang tumbuh di dalam hutan dengan salju yang melingkupi kepalanya. Aku menyayangi anak itu seperti ingin merawat anak anjing kecil kelaparan yang terpisah dari induknya.

Dan aku, makhluk tanpa wajah, makhluk yang paling ditakuti manusia, akhirnya tenggelam oleh molek wajah ceria yang terbungkus di antara rambut gondrong, dengan matanya yang banjir dan basah dan kemerahan akibat efek narkoba, tulang selangka yang bergoyang manja di antara tarian pepohonan liar… kaki-kaki mungil. Paha itu, menari-nari kecil. Seandainya itu terbuka lebar.

Jeff tak pernah terlihat seindah ini.

Jeff bilang aku hanyalah makhluk tanpa jiwa. Namun kami juga ingin merasakan apa yang manusia rasakan.

Dan keinginan itu membuncah bagai mantra yang menari-nari di dalam kepala.

"Ya. Lakukan saja, Slendy." katanya. Aku tak pernah merasakan hidup seperti ini.

Begitu kecil. Begitu berharga. Begitu terkutuk. Dan ketika ia tertawa-tawa, riak ceria itu akhirnya surut dalam balut bibir imaji milikku yang membungkusnya hangat. Menekan dalam. Semakin dalam. Akan kubuat ia tak berdaya.

Sulur-sulurku menggeliat, menggolara, dan menjalar masuk ke gua basah dan bergigi, berbagi kehangatan dengan lidahnya yang asam, dan rasanya seperti bunga api yang menjalar ke seluruh tangan-tanganku. Hangat. Rasanya sama seperti manusia. Jeff, memang pernah serupa manusia.

Namun kau terlalu naif, Jeff. Mengapa berusaha melindungi diri bila bibir itu terus menganga—memberi jalan yang memudahkanku?
Sementara tangan-tanganku akan menerobos semakin dalam, menyapu ujung lehermu yang tersedak dan berlendir.

Tubuh kurus berbalut jaketmu tersudut di batang pohon. Begitu kecil dan rapuh. Dan tubuhku menjulang dua kali lipat di hadapanmu, membayangi sinar bulan di balik punggung yang terbungkus oleh tuksedo elegan.

Tidak, Jeff. Kau tidak aman. Kedua tanganmu sudah berada di atas kepala, aku menjeratmu. Dengan sangat kuat. Aku masih memiliki ribuan tentakel lain untuk melebarkan tubuhmu. Menjelajahi kulit itu. Menjilat. Memakan. Menelan. Melilit. Jangan memberontak. Kau belum terikat kuat, aku merenggangkanmu lebih lebar. Ah, ah. Pahamu sulit membuka? Tidak ada gunanya, Jeff. Ah. Dia akhirnya merenggang. Lebar. Dan begitu lemah. Tak berdaya. Kau hanya sekian dari ribuan jiwa-jiwa yang hilang akibat kesepian. Kita berdua sama, Jeff.

Kau tahu aku kesepian.

Aku tidak gila.

Aku mencintaimu.

Aku tidak gila.

Bukankah ini indah?

Aku mengusap rambutmu. Gelap. Kau begitu kecil, meringkuk, dan berwarna dalam nuansa pucat, sedang menggigil.

Ada seberkas cahaya bulan yang menerpa wajahmu. Dan aku merindukannya. Perut telanjang. Beriak bagai ombak. Tangan merah. Kuku melengkung ke dalam ceruk batang pohon. Ya. Begitu, Jeff. Mereganglah. Membusurlah. Tunjukkan dadamu. Pakaian kusut. Celana terbersit. Bekas merah di sekitar pergelangan paha. Mengapa kau begitu indah? Lalu kita akan melemparkan diri ke tanah terdekat, aku menyakitimu, dan kita akan meninggalkan rerumputan dalam banjir dan basah. Lebarkan, Jeff.

Lebih lebar!

Ada senyum putih dalam kegelapan, dan aku tahu itu bukan kebahagiaan. Itu libido.

Tanganku menyapu wajahmu, dingin, kening bagai terbakar. Memerah. Nafasmu begitu memburu. Aku menyikat rambut itu sekali lagi, kembali menenggelamkan jari ke dalam helai tebal, dan menyisir mereka hingga jatuh terkulai ke sebelah wajah yang berdarah. Konfrontasi dan pemberontakanmu tidak ada gunanya. Tanganmu menggelirya membabi buta, berusaha melindungi diri? Dan itu tetap tak menghasilkan apa-apa.

"Tidak!" Dia mengatakan dengan lantang, dan aku menangkap hal mengganjal di tengorokannya. Dia bodoh. Apa yang ia pikirkan? Yang sedang ia hadapi adalah setan.

Baunya masih memuakkan, wangi yang manis. Paduan gula dan empedu yang aku bersumpah semakin pekat dari hari ke hari. Begitu rentan.

Panas basah melonjak, menyembur, dan menyelubungi tubuhnya. Jangan mengamuk seperti hewan di dalam kadang, Sayang. Begitu brutal. Manis. Namun, pintu itu akhirnya berhasil terbuka lebar, merenggang, merapat, basah. Dan aku mendorong, tergesa-gesa, sekarang juga. Dia tercekat oleh ketakutannya sendiri, karena ada panjang ranting hitam, panas, mencakar rongga di dalam tubuhnya, menjangkau titik terdalamnya. Kontras merah dan putih merembes di tubuh itu.

Dia tidak akan mampu melawan.

Dan aku… ingin berteriak.

Kesabaranku rusak dan aku tidak menyesal.

Dia lemas dan lemah dalam pelukanku. Aku memainkan tubuhnya sesuai kehendakku, seperti boneka yang digunakan oleh manusia—melilit kaki-kaki itu, menggantung tangannya, untuk memenuhi kebutuhanku. Dan kau tidak akan menolak.

Aku memisahkan pakaian dari tubuhnya seperti mengupas kulit jeruk. Bagaimana manisnya sarimu di dalam, betapa kaya sekaligus asin. Bau harum busuk manis dan sulfur mengisi udara. Dan dia basah. Luar dan dalam, seperti pendarahan atau air mata. Rongga itu berdenyut-denyut. Dan matanya tertutup. Indah. Apakah ini yang selalu kami cari? Bercinta?

Dua entitas tanpa jiwa akan bercinta. Jeff merengek indah, mengira dirinya akan remuk saat itu juga. Tidak akan, Sayang. Tubuhmu begitu hangat, seperti terbakar. Kau bergetar dan aku menyebar dua kaki itu lebar-lebar, tanpa pembatas, aku melihatnya, terlihat lapar, otot-ototnya mengepal dan melemah, mengepal lalu melemah, diburu oleh gairah dan rasa takut. Dan bahkan walau pun kami hidup di dalam neraka yang sama bertahun-tahun, ia masih bertanya-tanya mengapa semua ini bisa menjadi nyata.

Aku siap. Aku sudah menunggu ini sejak lama. Apakah kau juga menunggunya?

Aku terlalu tua, selamanya tua. Mati oleh khayalan alam semesta. Aku melebihi waktu. Namun, kau Jeff, Jeff Si Pembunuh—Jeffery—telah menjadi raungan sirine yang memuakkan, menggoda dan menarikku ke dalam lubang itu seperti burung pemakan bangkai yang menyebar teror di trotoar.

Aku memilikimu. Aku memiliki tubuhmu. Kami berdua terbakar. Panas. Jiwa kami semakin panas. Dia begitu basah, menjadi licin, terlalu ketat. Semakin cepat. Aku memakannya. Luar dan dalam. Lagi-lagi. Semakin cepat. Menggali semakin dalam. Aku tidak akan berhenti. Aku memiliki ribuan tangan. Mengisap rongga kecil itu. Menelan. Tidak akan ada sejengkal pun anggota tubuhmu yang luput. Basah. Semakin dalam. Hangat. Berdenyut. Aku menguasai semuanya. Dia melolong. Merdu. Aku ingin mendengarnya lagi. Lagi. Lagi dan lagi. Takkan ada jeda. Aku menghunus semakin dalam. Dalam. Dalam.

Lalu…

Akhirnya tentakelku menyentuh materi kental dan mencium bau asam di udara saat ia memuntahkan sari untuk pertama kalinya.

.

Manis sekali, Jeff-ku.

.

.

.

Immortal end


A/N: Don't freak out don't freak out. Yeah, men, jangan salahkan otak saya karena tiba-tiba nge-ship pair super ajaib dan serem serem manis ini hanya karena termakan hiburan dari fanart. Tapiii, Slenderman udah kayak seme ulltimate dan Jeff udah cocok jadi uke labil yang kelaparan bangeeeeet. Dan saya yang maniak ngeliat om-om pedoyang punya tentakeldan pakai tuksedodengan bodi tinggi maksimal yang lagi nge-flirt bocah psikopat dengan kulit pucat tuh nggak bisa diginiin. Officialy ngeship SlendermanxJeffTheKiller mulai sekarang sampai selamanyaaaa.

Maaf kalo lemonnya abal. Otak saya emang rada bolot dan suka nyerempet psiko kalo nulis lemon.

Sign, Rapuh