Siulan burung gereja yang bersahut-sahutan pagi ini seakan menyapa sosok laki-laki berambut pirang yang sedang meregangkan ototnya di beranda kamar yang terletak di lantai lima gedung asrama Konoha University. Sosok berambut pirang itu membuka matanya—menampakkan iris birunya—dan tersenyum ke arah burung-burung itu seakan membalas sapaan mereka. "Selamat pagi." Oh, rupanya dia benar-benar menyapa mereka.
"Naruto, aku sudah selesai. Kau bisa pakai kamar mandinya." Sesosok laki-laki berambut hitam panjang dengan handuk melingkar di bahunya menyentuh pundak laki-laki berambut pirang.
"Baik, Itachi-san. Terima kasih," laki-laki bernama Naruto itu mengambil handuk yang dijemur di beranda lalu bergegas memasuki kamar mandi.
.
.
"Mau mandi selama apapun, itu terserah padaku, Anak Ayam!" seru laki-laki berambut oranye kemerahan bernama Kurama pada teman sekamarnya yang sedang menatapnya tajam karena mendapat panggilan sayang dari teman sekamarnya.
"Namaku Sasuke, asal kau tahu. Dan apa kau pikir ini kamar mandi pribadimu?"
"Siapa cepat dia dapat. Apa kau tidak tahu pepatah itu, ahn?" balas Kurama sambil mengoleskan selai apel pada roti tawarnya. Sasuke mendengus tidak suka mendengar jawaban itu keluar dari mulut Kurama. "Satu lagi. Kau adalah Anak Ayam," ujar Kurama sebelum menjilat pisau roti yang tedapat sisa selai pada salah satu sisinya.
"Cih! Dasar Kyuubi."
Kurama menyipitkan matanya mendengar julukan yang dilontarkan Sasuke. Tidak suka.
Judul
Not Only Acacia but also White Lily
Chapter 1
Yellow Clock
Rate:
M
Main Pair:
Sasuke x Naruto
Itachi x Kurama
Disclaimer:
Naruto bukan punya kami, meski kami maunya gitu #dihajar Masashi Kishimoto
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning:
gore abal, AU, OOC, gaje, typo, YAOI of course :D , galau setelah UTS #curcol :D
Fic collab pertama saya dengan Sachii Alsace
Don't like don't read!
Sasuke mendecih tidak suka saat melihat Naruto menempel pada Itachi, kakaknya, saat berjalan di jalan setapak di taman kampus. Sasuke memang tidak suka saat melihat siapapun menempel pada Naruto—siapapun kecuali dia. Posesif.
"Sampai jumpa, Itachi-san," Naruto melambaikan tangannya pada Itachi yang sudah membelakanginya untuk menuju kampusnya karena dia ada kelas pagi ini.
Itachi mengangkat tangannya untuk membalas lambaian tangan Naruto. Tidak memedulikan banyaknya mahasiswi di sekitarnya yang berteriak histeris karena melihat Itachi dan kekerenannya itu. Terutama senyumnya yang jarang sekali kelihatan. Uchiha sulung cuma kelihatan senyum sesekali kalau sedang bersama dengan Naruto atau Kurama.
Sasuke tidak habis pikir dengan pola kehidupan kakaknya semenjak masuk asrama. Yang benar saja, seorang Uchiha Itachi mau repot-repot mengantar Naruto setiap pagi sampai ke depan gedung Fakultas Kedokteran Hewan, sementara jarak kampus Naruto ke kampus Itachi, Fakultas Teknik, itu dua kali jarak asrama ke kampus Naruto.
Yah, meskipun Sasuke yang mahasiswa Ekobis juga mau repot-repot mengantar Naruto meski dia juga beda kampus. Tapi apa salahnya kalau itu dia yang direpotkan? Lagipula kampusnya dengan Naruto hanya berseberang jalan saja. Sekali pun jarak kampus mereka tidak sedekat itu, bahkan puluhan kali lipat jarak asrama-kampus, toh, Sasuke juga akan tetap mengantar pemuda pirang itu. Tidak ada salahnya kalau itu dia, bukan?
Naruto memalingkan wajahnya ke Sasuke yang masih setia berdiri di sampingnya. Dia melempar senyum paling manisnya pagi ini ke pemuda raven yang selalu memasang wajah tidak tertarik itu. Flat. Datar. Tapi Naruto tahu dan bisa membaca semua emosi yang tidak tersampaikan dari wajah Uchiha bungsu.
"Suke, aku sudah sampai. Kau langsung saja ke kampusmu."
"Hn." Sasuke tersenyum. Senyum yang hanya ditujukannya untuk Naruto.
"Suke…," Naruto merajuk karena Sasuke masih bergeming ditempatnya. Tidak beranjak untuk segera berangkat ke kampusnya sendiri.
"Aku mau melihatmu masuk dulu." Kata Sasuke sambil mengangkat sebelah tangannya dan mengacak rambut pirang Naruto.
"Ck. Ya, ya, baiklah." Naruto berjalan memunggungi Sasuke untuk masuk ke kampusnya. Belum jauh dia melangkah, Naruto kembali berbalik. "Sampai ketemu nanti, Suke!" katanya sambil melambaikan tangan ke arah Sasuke dengan penuh semangat. Khas Naruto. Pikir Sasuke dan membalas lambaian tangan Naruto sebelum akhirnya dia juga berbalik menuju kampusnya sendiri.
Jas putih yang dipakai Naruto berkibar-kibar karena si pemakai berlari terburu-buru di lorong-lorong kampus. Sesekali Naruto menatap jam tangan kuning, hadiah dari Kurama, dengan khawatir. Telat. Sial! Harusnya dia tadi benar-benar mengecek jadwal praktikumnya hari ini. Dia lupa kalau kemarin para asisten praktikum meminta untuk memajukan jadwal praktikum hari ini.
Naruto langsung membuka pintu geser salah satu ruangan tepat setelah dia berbelok di ujung lorong. "Maaf, saya terlambat!" katanya terengah-engah sehabis berlari.
"Tidak apa, kau boleh masuk. Lagipula kita belum memulai praktikumnya." Kata kepala asisten praktikum yang sudah dikenal Naruto dengan baik. Gaara, manusia yang se-tipe dengan Sasuke, tidak banyak bicara dan sedikit ekspresi. Naruto dan Gaara sudah berteman akrab sebelum Naruto dan Sasuke saling kenal. Mungkin dari Gaara inilah Naruto bisa membaca emosi-emosi yang tidak ditunjukkan Sasuke.
Naruto dan Gaara harusnya berada pada tingkat yang sama di perkuliahan, tapi karena Gaara yang cerdasnya jauh diatas rata-rata, saat ini Gaara berada tahun ke tiga. Setingkat dengan Itachi dan Kyuubi.
"Terima kasih, Senpai." Kata Naruto lalu masuk ke dalam ruangan dan duduk di belakang salah satu meja praktikum yang di atasnya sudah ada bahan-bahan praktikum.
"Kau ini…. Kenapa bisa sampai telat? Untung Gaara yang jadi kepala asisten hari ini." Bisik Kiba yang ada di samping Naruto.
"Yak! Aku lupa kalau jadwal praktikumnya dimajukan."
"Baka!"
"Diam kau, Kiba." Naruto manyun.
Setelah selesai menulis dan mengumpulkan laporan tentang pembedahan atas hewan kelinci yang dilakukan di praktikum kali ini, Naruto mengejar Gaara yang sudah keluar dari ruang praktikum lebih dulu.
"Gaara! Gaara!" panggil Naruto.
Gaara yang mengenal suara yang memanggil namanya dengan baik, berhenti dan menoleh ke belakang. Melihat ke Naruto yang sudah berhasil mengejarnya. "Kau kenapa lari-lari?"
"Hehe. Terima kasih, ya, tadi sudah membolehkanku ikut praktikum."
Gaara tersenyum tipis. "Bukan masalah, aku masih bisa mentolerir keterlambatanmu."
"Kau, sih, bisa bilang begitu! Tapi kalau bukan kau yang jadi kepala asisten hari ini…," Naruto menjeda kalimatnya untuk memasang wajah bergidik, "Aku pasti sudah tamat!"
"Naruto, kau berlebihan."
"Memang begitu, kok. Coba saja kau tanyakan pada teman-temanku! Mereka bilang aku beruntung, karena telat saat asistennya adalah teman baikku. Haha."
"Kalau kau bilangnya begitu, aku jadi merasa bahwa kita sedang melakukan praktik KKN." Desah Gaara, pura-pura galau.
"Ah! Bukan begitu!" Naruto mengibaskan kedua tangannya.
"Iya, iya, aku tahu, kok."
Naruto dan Gaara tertawa bersama. Hanya di depan Naruto, Gaara bisa berekspresi lebih daripada biasanya. Lagi-lagi, entah kekuatan apa yang dimiliki sang Uzumaki hingga membuat orang-orang seperti Uchiha dan Sabaku yang biasanya dingin jadi lebih hangat.
"Naruto, kau masih ingat janji untuk belajar Ekologi Hewan? Malam ini aku ada waktu, kalau kau mau…."
"Ah, malam ini ya? Aku sudah ada janji dengan mereka…."
"Mereka? Itachi-san, Sasuke-san dan Kurama?"
"Hu-um, maaf ya, Gaara." Naruto mengatupkan kedua telapak tangannya, memohon. "Besok malam, gimana?"
"Baiklah, tidak apa."
"Oke, aku duluan ya. Masih ada kelas, nih."
Gaara mengangguk, "Semoga double date kalian lancar!"
"Wawawawawa! Jangan keras-keras, dong, Gaara…." Naruto jadi salah tingkah sendiri, wajahnya yang tan jadi memerah.
Kuro_Chii
"Kyuubi-nii! Kita cuma pergi semalam, kan? Ini terlalu banyak!" protes Naruto saat Kurama menambah barang-barang ke dalam tas milik Naruto.
"Perubahan rencana, perubahan rencana," kata Kurama seenaknya memutuskan, seperti dia yang seenaknya mendobrak kamar Itachi dan Naruto. "Keriput, kau nggak bilang apa-apa sama bocah rubah ini?"
"Rubah?! Kyuu-nii, kaulah yang lebih mirip dengan rubah!"
"Kyuubi! Kyuubi! Kyuubi! Berhenti memanggilku begitu! Kau lah yang siluman rubah! Lihat tiga coretan di pipimu itu!" teriak Kurama sambil mencengkram pipi Naruto dan mengarahkannya ke cermin untuk membuat Naruto melihat tiga pasang garis di pipinya.
"Sekalipun begitu, tiga garis ini nggak bisa mengalahkan kepicikanmu, Kyuu-nii…."
"Bocah sarap!" Kurama mengunci leher Naruto dengan lengannya. "L-Lepas, Kyuuh!" Entah kenapa dua Uzumaki ini malah bertengkar tidak jelas.
"Sudahlah, Kyuu. Dipanggil Kyuubi juga kedengaran manis, kok. Aku nggak keberatan," kata Itachi sambil mengalungkan lengannya ke leher Kurama. Sekarang tiga orang itu kelihatan saling berpelukan layaknya Telletubies.
"Tapi aku yang keberatan! Keriput, kau juga jangan ikut-ikutan memanggilku Kyuubi, dong!"
"Hn? Asal kau juga berhenti memanggilku keriput."
"Chi…." Kurama melepas kunciannya di leher naruto dan balik merangkul leher Itachi.
"Kurama." Itachi balas memanggil Kurama sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Kurama.
Naruto akan muntah kalau dia tidak menghentikan serial telenovela di depannya ini. "Hentikan kalian berdua. Jangan beradegan mesum di depanku, dong!"
"Kenapa kau?" tanya Kurama sambil berkacak pinggang. "Panggil 'anak ayam'mu sana, kalau kau jadi iri!" tambahnya lalu mendorong tubuh Naruto untuk keluar dari kamarnya sendiri. "Keluar, keluar!" titah Kurama.
"Hei, hei, jadi gimana nih beres-beresnya? Kita jadinya pergi berapa lama? Hei!"
.
.
"Siapa yang janji kalau kita pergi jam tiga? KALIAN TAU SEKARANG JAM BERAPA?" teriak Sasuke pada tiga orang yang duduk di kursi penumpang. Dia yang menyetir mobil.
Naruto yang duduk di kursi belakang, samping Kurama, menggembungkan pipinya. Sasuke tidak pernah menaikkan suaranya kecuali dia benar-benar marah sampai ubun-ubun. Bagaimana tidak? Mereka yang harusnya berangkat ke villa keluarga Uchiha jam tiga sore ternyata molor sampai jam enam sore. Sasuke tahu alasannya, apalagi kalau bukan Itachi dan Kurama yang tiba-tiba mood bercintanya muncul. Sasuke tahu itu, dia bisa mendengar desahan mereka dari kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Itachi dan Naruto. Ditambah lagi, dia tidak bisa menemukan Naruto saat itu juga. Kalian tahu bagaimana perasaan Sasuke yang gairahnya terpancing tapi tidak bisa menemukan pemuda pirang yang sudah jadi kekasihnya setahun ini? Dia kesal. Kesal setengah mati.
"Maaf, Suke…. Habisnya kata Kyuu-nii kita nggak jadi pergi semalam aja. Jadi aku mencari Gaara buat membatalkan janji belajar bareng besok malamnya." Kata Naruto mencoba menjelaskan, tapi sialnya alasan yang dia lontarkan justru membuat aura hitam yang berkoar di tubuh Sasuke makin pekat.
Great! Saat Sasuke ditengah gairah yang memuncak, ternyata Naruto sedang di kamar laki-laki lain! Jalan pikir Sasuke yang pendek kalau menyangkut Naruto, membuat mood-nya semakin buruk. Dia meremat setir mobilnya.
"Aku tidak mood menyetir!" Sasuke keluar dari kursi pengemudi dan membanting pintu Porsche hitam kesayangannya dengan kasar.
Itachi tersenyum iblis. Dia tahu apa yang membuat adiknya jadi uring-uringan begini.
"Santai, Anak Ayam." Kata Kurama ikutan keluar mobil lalu membuka pintu kursi penumpang di samping pengemudi yang lagi diduduki Itachi. "Chi, nyetir." Katanya singkat.
"Hn." Itachi mengangguk lalu menggeser duduknya ke kursi pengemudi dan membiarkan Kurama duduk di sebelahnya.
Setelah Sasuke masuk kedalam mobil, duduk di sebelah Naruto, Itachi menghidupkan mesin mobil dan melaju kencang.
Kuro_Chii
Jadwal kuliah mereka berempat free di hari Sabtu dan Minggu. Karena itu, Kurama memutuskan untuk menghabiskan week end mereka di villa Uchiha yang tidak terlalu jauh. Kurang lebih satu jam perjalanan, dan mereka sampai di kawasan puncak, letak villa yang mereka tuju.
Itachi yang pertama kali turun dari mobil sambil merogoh saku celananya. Mengambil kunci pintu, kepemilikan villa itu memang dikhususkan untuk Uchiha Itachi. Tidak ada yang menempati villa besar dan megah itu, hanya para pelayan yang sesekali berkunjung untuk membersihkan villa dan dua orang satpam yang selalu stand by menjaga villa secara bergantian.
"Uwooo! Itachi-san, ayahmu benar-benar memberikan villa ini untukmu?" tanya Naruto yang terpukau melihat kemegahan villa milik Uchiha ini. Dia satu-satunya dari mereka berempat yang baru pertama kali datang ke sini. Kurama, sih, sudah beberapa kali menghabiskan waktu di sini. Kalau Sasuke, tidak perlu ditanya, dia tentu sudah tahu salah satu asset milik keluarganya sendiri.
Itachi hanya tersenyum mendengar kekaguman Naruto.
"Punyaku masih lebih besar dari ini." Komentar Sasuke.
Kurama memutar bola mata merah kehijauannya. Si Anak Ayam yang tidak mau kalah didepan kekasihnya. Ternyata dia tipe yang seperti itu.
"Benarkah? Kapan-kapan ajak aku kesana, ya, Suke!"
"Hn."
"Ada apa, Kyuu? Kau tidak mau masuk?" tanya Itachi yang melihat Kurama masih berdiri didepan pintu, sedang yang lain sudah melangkah masuk ke dalam villa.
Kurama diam, matanya menatap langit malam yang cerah berbintang. "Bosan, ya, kalau tidur di dalam kamar. Bagaimana kalau tidur di luar aja?" tanya Kurama ngaco.
"Si Kyuubi ini bicara apa sih?" Sasuke mendengus lalu kembali berjalan masuk.
"Ada apa, Anak Ayam? Kau takut, ya, kalau tidak ada induk ayammu?" sindir Kurama.
Twitch.
Sasuke baru saja mau berbalik dan menghajar si rubah merah, tapi Naruto langsung memeluk lengannya. Menahan.
"Sudahlah, Kyuu-nii. Lagipula kalau kita mau camping, kita, kan, nggak bawa peralatannya."
Secepat kilat. Kurama merebut kunci mobil Sasuke yang masih dipegang Itachi. "Kata siapa kita nggak bawa?" tanyanya dengan nada sing a song lalu berbalik menuju mobil Sasuke yang diparkir di halaman diikuti tiga orang lainnya.
Kurama membuka kunci bagasi mobil Sasuke. Dan terlihatlah perlengkapan camping yang lengkap. Naruto takjub. Itachi senyum. Sasuke cengo.
"Sejak kapan kau memasukkan barang-barang seperti ini ke bagasiku?" Sasuke terbelalak. Dia memijit pelipisnya. Rasanya hari ini dia terlalu banyak di luar karakternya. Membuatnya lelah saja.
"Nah, kita camping." Lagi-lagi Kurama seenaknya.
Kurama memegang selembar kertas yang berisi gambar denah villa milik Itachi yang digambar sendiri olehnya. Dia memimpin jalan untuk menentukan lokasi camping yang tepat, menurutnya. Di belakangnya, Itachi berjalan mengekori Kurama sambil membawa tas besar yang digendong di punggungnya. Sasuke dan Naruto berjalan agak jauh dari Itachi, Sasuke menjinjing tas yang tidak kalah besar dari yang dibawa Itachi dan Naruto memeluk peralatan-peralatan, yang tidak tahu apa, yang ditaruh disatu keranjang penuh.
"Belum ketemu juga, Kyuu?" tanya Itachi sabar dengan tingkah kekasih merahnya.
"Hm." Kurama mengabaikan dan tetap fokus menentukan tempat.
"Berat nih, Kyuu-nii!" keluh Naruto. Kurama benar-benar keterlaluan, dia yang punya ide tapi dia yang paling tidak mau repot. Dia berpendapat, bahwa tugasnya mencetuskan ide dan menentukan tempat lebih berat dari mereka yang membawa barang-barang itu.
"Baiklah! Sudah ketemu! Kita camping disini!" seru Kurama.
Tanpa banyak protes, ketiga orang yang mengekori Kurama, langsung menaruh barang-barang mereka di lokasi camping yang dipilih Kurama.
"Malam-malam gini, kita masih harus di luar dan mendirikan tenda. Kenapa nggak kau jinakkan saja siluman itu, Aniki." Sasuke tidak bisa berhenti mengomel. Setelah membawa barang berat, sekarang dia dan Itachi harus mendirikan tenda. Sedang Uzumaki sulung, si pencetus ide hebat, kelihatan asyik duduk di depan api unggun, yang lagi-lagi dibuat oleh dua Uchiha, sambil memanggang marshmallow. Jangan tanya tentang Uzumaki bungsu, sejak baru datang ke lokasi camping, dia sudah ribut dengan panggilan alam yang tiba-tiba menyerangnya. "Aku ingin pipis, Suke!" Dan sekarang Itachi sedang menyuruh adik iparnya itu untuk keluar dari area kebun yang seluas hutan dan kembali ke villa.
"Uh! Leganya…." Kata Naruto yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Sasuke.
"Kau cepat sekali?"
"Oh! Aku nggak kembali ke villa, kok," jawab Naruto sambil menyengir lebar.
"Lalu?"
"Aku pipis di situ." Naruto menunjuk salah satu pohon besar yang tidak jauh dari lokasi mereka saat ini.
"Baka! Kenapa kau pipis disitu?!" Sasuke yang tiba-tiba berdiri dari posisi jongkoknya jadi menabrakkan dahinya ke dahi Naruto.
"Ittai!" Naruto mengusap dahinya yang berdenyut. "Habisnya…. Aku, kan, nggak ingat jalan ke villa dan aku udah nggak tahan, Teme!" Naruto manyun.
"Dobe! Kau nggak boleh sembarangan seperti itu! Memangnya tidak ada yang mengajarimu untuk tidak buang air sembarangan saat di hutan?!"
"Kenapa kau memarahiku, sih?!"
"Ck! Kenapa, sih, kalian ribut!" bentak Kurama. "Apa yang kau ributkan, sih, Anak Ayam? Memangnya bakal ada apa kalau pipis di hutan? Bakal ada hantu?" Kurama tertawa mengejek. "Uchiha masih percaya begitu, ya?"
Sasuke menatap tajam ke arah Kurama. Dia bukan berpikiran tentang hantu. No way. Dia cuma was-was kalau di hutan ini ternyata ada orang selain mereka berempat dan punya hobi untuk mengintip orang. Dia tidak mau ada orang selain dia yang melihat Naruto sedang membuka celananya.
"Kyuu, jangan mengusili adik iparmu terus. Aku juga tidak mau kau pipis sembarangan seperti itu." Kalimat terakhirnya itu sukses membuat Kurama melayangkan tinjunya ke wajah Itachi.
"Kau galak sekali, Kyuu." Komentar Itachi sambil memiting tangan Kurama yang berhasil ditangkapnya sebelum membuat bonyok wajahnya.
"Kau diam saja, keriput!"
Itachi mengecup bibir Kurama singkat sebelum dia melepas pitingannya pada tangan Kurama.
Sasuke memutar bola matanya jengah melihat adegan singkat itu.
"Eh? Kemana jamku?" tanya Naruto begitu melihat lengan kirinya yang biasanya dipakaikan jam kuning dari Kurama. Naruto merogoh-rogoh semua saku bajunya tapi nihil.
"Kau melihatnya, Suke?"
"Hn."
"Aishh…." Naruto mengacak-acak rambutnya.
"Mungkin kau menjatuhkannya saat buang air tadi." Kata Itachi.
Naruto berjalan menuju pohon besar yang tadi dijadikannya toilet emergency sambil menyusuri jalan yang dilewatinya. Siapa tahu jatuh dijalan. Sasuke menemani Naruto dengan berjalan di sampingnya. Berjaga-jaga agar Naruto tidak tersesat, meski ini masih di wilayah Uchiha.
"Hati-hati." Sasuke menarik tangan Naruto hingga membuat Naruto jatuh ke pelukannya.
"Suke, jangan menggodaku."
"Kau hampir menabrak pohon, Dobe."
Kuro_Chii
"Aku nggak nemuin jamku dimana pun!" Naruto berteriak untuk ke sepuluh kalinya, tidak, sebelas atau dua belas? Entahlah, dia sudah berkali-kali mengulang kalimat itu dengan wajah hampir menangis.
"Ck! Berisik! Jam biasa aja, nggak usah dibesar-besarin, deh, cengeng!" Kurama nimpuk wajah Naruto dengan bantal yang dipeluknya. Sekarang mereka sedang tidur di dalam tenda. Harusnya tidur, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang sanggup memejamkan mata karena Naruto yang terus ribut soal jam tangannya.
"T-Tapi, itu dari Kurama-nii!" Naruto benar-benar serius kali ini hinga dia berhenti memanggil Kurama dengan Kyuubi.
"Terus kenapa? Kau hilangkan juga aku nggak rugi, kok!"
Sumpah! Nih, bocah pirang padahal mengakunya sudah jadi mahasiswa tapi kelakuannya tidak beda jauh dengan anak TK! Ketiga orang yang ada di tenda yang sama dengan Naruto, menggeleng prihatin.
"Salah Kurama yang ngajakin camping, nih!" Naruto nunjuk-nunjuk Kurama yang tidur di sampingnya. Posisi mereka saat ini, Sasuke paling kiri, lalu Naruto, Kurama, terakhir yang paling kanan Itachi.
"Kok, kau jadi bicara nggak sopan gitu! Pake nyalah-nyalahin segala lagi!" Kurama mana mau disalahkan. "Salahmu yang pake kebelet pipis segala!"
"Yang kayak gitu mana bisa ditahan…." Naruto manyun. Sasuke yang melihatnya jadi pengen melahap Naruto saja. Coba saja tadi membangun dua tenda. Pikir Sasuke mulai bermesum ria.
"Besok pagi kita cari lagi, Naruto. Pasti ketemu, kok, tenang saja." Kata Itachi sambil tersenyum. Senyum yang menenangkan. Meski di dalam hati Itachi sudah dongkol. Kenapa juga dia mesti repot-repot bikin tenda yang sempit dan dipakai berempat? Sudah tidak bisa iya-iya dengan Kurama, ditambah Naruto yang terus-terusan teriak tentang jamnya. Dia jadi kesel juga sama Sasuke yang tadi mengatainya untuk menjinakkan Kurama, sedang Uchiha bungsu itu tidak bisa mendisiplinkan rubah kuningnya!
Semakin larut, otak Uchiha semakin berbahaya!
.
.
"Hn?" Sasuke mengerjap-ngerjapkan matanya. Merasa ada yang menusuk-nusuk pipinya pelan. "Kenapa, Naru…." Ada apalagi dengan Naruto? Belum puas kah dia membuat keributan semalaman hingga membuat semua orang akhirnya jatuh tertidur karena kelelahan, ahn?
"Ssstt…."
"Itachi?" Sasuke terkejut melihat kakaknya yang membangunkan dia dengan memakai jaket tebal lengkap dengan senter. "Kau mau kemana?"
"Mencari jam Naruto." Jawab Itachi singkat.
"Hah? Sekarang?"
"Tentu saja." Itachi jadi kesal. "Sebenarnya siapa yang kekasih Naruto? Kenapa aku yang jadi lebih peduli?"
"Tsk! Urusai." Gerutu Sasuke. "Apa salahnya kalau Naruto membuang hadiah dari orang lain selain hadiah dariku?"
Astaga! Itachi jadi geleng-geleng kepala.
"Kau tau, kalau itu bukan hadiah dari Kurama, aku juga tidak mau repot." Meski Kurama mengatakan hal kejam tentang ketidak-peduliannya dengan hadiah darinya yang dihilangkan Naruto, tapi Itachi tahu, pemuda angkuh itu hanya tidak mau terlihat sedih dan kecewa. Karena itu tampak lemah bagi Kurama.
"Sifat posesifmu itu keterlaluan." Kata Itachi setelah dia dan Sasuke berada di luar tenda, meninggalkan dua Uzumaki yang tidur lelap.
"Kau harus perlahan dan sabar untuk membuatnya hanya bergantung padamu." Lanjut Itachi saat Sasuke tidak merespon apa pun. "Memaksakan kehendak hanya akan jadi hal yang fatal. Kau masih belum dewasa, Sasuke."
"Berhentilah bicara seolah kau tahu segalanya, Aniki."
"Kau tahu, aku memang tahu segalanya."
"Tsk!"
Sasuke berhenti tiba-tiba hingga membuat Itachi yang berjalan di belakangnya menabrak punggungnya.
"Ada apa?"
"Aku menemukannya."
"Hn? Jam Naruto maksudmu?"
Sasuke membungkuk untuk mengambil jam kuning yang tergeletak di atas dedaunan kering.
"Iya, tapi ini…. Benar-benar parah. Apa yang harus kita katakan padanya?" tanya Sasuke yang miris menatap nasib jam kuning yang dipegangnya. Kacanya pecah seperti diinjak berulang kali.
"Kau tidak merusak jam ini karena kesal dengan Kurama yang memberikannya, bukan?" Itachi agak ragu.
"Kau pikir aku gila, ahn?" dia tidak akan sebegitunya membenci Kurama, apalagi Kurama sudah dicap milik Itachi. Kurama bukan saingan lagi untuknya.
"Sudahlah, lebih baik dia menganggap ini hilang saja." Kata Sasuke sambil menyimpan jam itu ke saku jaketnya.
Itachi mengangkat bahunya. Terserah.
Sementara itu, di dalam tenda….
"Nn…. Jamku…."
.
.
.
TBC
A/N:
Chii: It's me, Chii! I mean Sachi Alsace. Dan ini collab pertama Chii, dengan senior Chii, tante Black Cat 146 aka Kurodoki :D. Semoga saya ngga merepotkan. Awalnya bingung nentuin gaya bahasa (bukan majas, ya) yang mau dipakai, tapi kemudian akhirnya setelah berunding ngga sampai dua menit, JENG! JENG! Jadilah~~. Entahlah, Chii disuruh mengeluarkan kata-kata mutiara di sini, tapi Chii ngga tahu mau ngetik apa. Jadi ya, sudahlah.. hahaha. Yang nunggu fic Chii, yang sabar ya~~ Akhir kata… entahlah, waks :v . Enjoy this fic, Reader-san! RnR, okay?
Kuro: Saya nggak nyangka kalo akhirnya saya bener2 bikin fic bareng Chii. Soalnya waktu si Chii ngajakin collab, saya cuma bilang "Heh?". Terus begitu pulang ngampus si Chii langsung minjem Kyuu (laptop saya) n nulis fic sambil tanya, "Mau bikin fic apa nih?", saya jawab dg langsung "Gore." :D dan jadilah fic abal ini #curhat dg panjangnya. Padahal saya nggak berniat bikin YAOI lagi n berkutat pd friendship aja (modusnya) tapi ya…. Ya sudahlah :D Maaf ya, buat yang nungguin Red Devil Story. Mungkin bentar lagi saya update. Mungkin #kaburrr….
Akhir kata,
Mind to review? Nyaa~!
