Touken Ranbu © Nitro+

Mikazuki Munechika, Tsurumaru Kuninaga

Aku tidak mengambil keuntungan apapun kecuali kesenangan jiwa semata (?)

0o0o0o0o0

.

Kemudian jari lentiknya mulai menuliskan sisa keinginan yang masih belum terwujud dengan tinta darah di ujung kuku. Perih di sekujur tubuhnya bukan apa-apa, tidak sebanding dengan jutaan mimpi yang akan hilang dalam hitungan detik ke depannya nanti.

Katana panjang yang tadi menjadi senjata membela cinta tertancap di tanah dengan jarak yang cukup jauh dari tempat pembaringannya, keinginan untuk berdiri meraih katana itu dan kembali bertarung mengatasnamankan cinta sudah hilang setelah ia selesai menuliskan satu nama yang paling ia cintai di tanah.

Mati saat itu seperti sebuah takdir yang tidak bisa dipungkuri lagi, tapi ia tetap memilih nasib untuk terus hidup, sekalipun dengan puluhan bekas luka yang memberinya cacat permanen, ia ingin tetap hidup bersama dengan cinta yang ia perjuangakan.

Bahkan ketika matanya mulai berat dan akhirnya terpejam, ia tetap ingin bisa melihat putih kesayangannya tersenyum, menyambut pagi dan menemaninya sepanjang hari.

"Oi, sadarlah. Kumohon, buka lagi matamu."

Oh dewa, ia ingan sekali membuka matanya, kalau bisa ia ingin mengangkat satu tangannya, meraih wajah sang cinta yang memapah sepatuh tubuh tak berdayanya.

Oh dewa, ia ingin kesempatan yang lebih panjang, kesempatan yang lebih lama, atau setiaknya ia ingin satu menit lebih lama bertahan dalam kesadarannya, merasakan kehangatan dari putih yang selalu ia cintai.

Oh dewa, berdosakan dirinya jika berharap putih kesayangannya bisa ikut mati bersama dengan ia di tempat ini?

"Dewa, aku tidak ingin cemburu pada dunia yang bisa bersama dengan dirinya lebih lama dari waktu yang aku habiskan bersama dengannya."

.

0o0o0o0

.

Kuning keemasan yang bertengger di gelapnya malam membentuk lekuk senyum menjadi kesukaannya setiap kali malam datang. Hanya beberapa malam, tidak setiap malam ia bisa melihat sang sabit bertengger, memberi senyum terbaik bagi dunia yang ditemani malam harinya.

Tidak pernah bosan, tidak akan pernah, ia berjanji pada dirinya sendiri jika tidak ada lagi sosok lain yang lebih cantik dari sang sabit, tidak akan ada lagi sosok lain yang mampu mencuri malam harinya, menemani malam harinya, dan mengisi kekosongan dalam hatinya.

Lebih baik kekosongan itu mengabadi, lebih baik jika kekosongan itu tak pernah terobati, menjadi liang yang bisa memakan apapun di sekitarnya seperti lubang hitam di luar angkasa sekalipun tidak masalah. Selama nama dan sosok sang sabit tidak pernah hilang dalam dirinya ia rela.

"Sampai kapan kau akan terus meratap seperti ini?"

"Sampai aku mati."

Oh dewa, ia selalu meratapi umur panjangnya ketika yang lain meratapi waktu hidup yang terlalu pendek, tapi mengapa kau biarkan ia tetap hidup sedangkan yang lain mati. Kalau bisa ia ingin mati disaat yang sama dengan sang sabit yang memperjuangkan cinta mereka sampai detak terakhir jantungnya.

Oh dewa, ia sama sekali tidak perduli dengan seberapa besar dunia mencintainya, mencintai putihnya, mencintai sosoknya maupun kecantikannya, yang ia inginkan saat ini adalah tinggal di tempat yang sama dengan sang sabit yang kehilangan nyawa untuk nyawanya. Meninggalkan dunia yang membunuh cintanya secara paksa.

Oh dewa, beri tahu ia bagaimana caranya untuk tetap bersama dengan cintanya, beri tahu dia bagaimana caranya menghuni neraka bersama dengan cintanya dan merasakan surga di dalamnya.

"Dewa, aku mohon padamu, biarkan aku berubah menjadi warna merah—sama sepertinya waktu itu. Ijinkan aku untuk merasa sakit yang sama dengannya, kalau perlu kurung kami dalam neraka yang sama, setidaknya dengan begitu aku bisa tinggal bersama dengannya, aku bisa bercinta dan merasakan surgaku dalam nerakamu."

.


0o0o0o0

.

16:40 07/08/2018

Terima kasih untuk yang meninggalkan jejaknya.

Segitu aja dariku.

Bye~