Naruto milik Kishimoto-sensei.

Saya cuma minjem karakternya dan sama sekali tidak mengambil keuntungan materi dari fanfic ini. :D


Menjemput Cinta

Sebuah fiksi kecil untuk memeriahkan SasuSaku Fanday 2012. Selamat membaca! :D


"Hey, coba kalian lihat ke belakang," bisik Ino pada Hinata dan Sakura.

Wajah Hinata memerah ketika menyadari bahwa yang ingin diperlihatkan Ino padanya dan Sakura adalah tiga orang sosok pemuda penghuni jurusan teknik.

Sakura yang penasaran, meletakkan novel yang tadi sedang dibacanya di atas meja kantin, lalu ikut melihat sosok ke arah yang ditunjukkan Ino. Matanya menangkap tiga sosok pemuda yang memiliki ciri khas yang berbeda. Hinata sudah jelas memerhatikan Naruto, pemuda jurusan teknik yang sudah lama ditaksirnya, Ino jelas sedang curi-curi pandang pada Shikamaru, pemuda yang katanya bulan lalu menjadi perwakilan Universitas Konoha dalam debat nasional se-Jepang.

Yang jadi perhatian Sakura adalah pemuda sisanya, yang nampaknya baru pertama kali dilihatnya. Biasanya di jam makan siang begini, mereka-lebih tepatnya Ino dan Hinata-sengaja mencari tempat di pojok kantin dekat Gedung D, tempat anak-anak jurusan teknik. Katanya sih, view di sini bagus, tapi Sakura tahu dengan jelas, yang dimaksud view itu Naruto dan Shikamaru. Biasanya mereka hanya berdua, baru kali ini Sakura melihat pemuda berambut hitam kebiruan yang kini nampaknya sedang menikmati makan siangnya dengan tenang.

"Ra, serius banget. Ada apa?"

Sakura baru tersadar, rasanya ia kelewat lama memperhatikan pemuda baru itu. "Nggak, nggak apa-apa." Sakura nyengir. Buru-buru dia kembali meneruskan kegiatan membaca novelnya yang sempat tertunda.

"Eh, si Sasuke tambah ganteng, ya?" Ino melirik sekilas pada pemuda yang tadi diperhatikan Sakura.

Hinata tertawa kecil merespons pertanyaan Ino. "Ino-chan, kau kan sudah naksir Shikamaru-kun."

Sakura yang tertarik dengan percakapan mereka, mengangkat kepalanya, memandang penuh tanya pada Ino dan Hinata. "Sasuke-kun itu siapa?"

Ino tertawa dan Hinta tersenyum kecil. Merasa tak diacuhkan, Sakura cemberut kecil. "Serius, Sasuke-kun itu siapa?"

"Tuh, yang lagi makan, yang duduk di samping Naruto-nya Hinata kita yang tersayang ini," kata Ino.

Hinata menggerakkan tangannya menyebrangi meja, mencoba mencubit lengan Ino. "Inooo..."

Ino hanya tertawa pelan menanggapinya.

Sakura kembali memutar tubuhnya ke belakang, melirik kembali tiga sosok pemuda yang tadi sempat diperhatikannya. Shikamaru duduk membelakangi arah pandang Sakura. Sedang Naruto dan pemuda yang bernama Sasuke itu duduk tepat menghadap ke arahnya. Sakura tersentak ketika menyadari Sasuke balik memandangnya. Bahkan pemuda itu nampak terusik dengan tatapan Sakura. Mencoba berdamai, Sakura tersenyum ala kadarnya, lalu membalikkan tubuhnya.

"Biasa saja," komentar Sakura.

"Huuu... Sasuke itu ganteng, Ra. Matamu harus diperiksa tuh," goda Ino. "Banyak loh yang naksir dia. Kabarnya sih cowok jurusan teknik yang paling diincar, ya dia."

"Sok tahu," kata Sakura, bibirnya membentuk senyum kecil.


Dua hari berturut-turut Sakura kembali melihat Sasuke bergabung di kantin bersama Naruto dan Shikamaru. Padahal sebelumnya, Sakura yakin, Sasuke tidak pernah ada jika Naruto dan Shikamaru makan di kantin. Tapi sama sekali tidak menjadi masalah baginya.

Dan kali ini menjadi yang ketiga bagi Sakura bertemu dengan Sasuke, tapi bukan di kantin kampus seperti biasanya melainkan di perpustakaan umum yang terletak di samping Universitas Konoha, tempat mereka kuliah.

Sasuke sedang duduk membaca buku yang dipinjamnya ketika Sakura kesulitan mengambil novel yang terletak di rak paling atas. Sasuke yang memperhatikannya dari tempat duduknya bangkit, menghampiri tempat Sakura. Pemuda itu membantu Sakura mengambil novel yang ingin dibaca Sakura. Dengan sekali gerakan, novel itu sudah berada di tangan Sasuke.

"Ini," katanya.

Novel itu kini telah berpindah tangan kepada Sakura. "Trims," kata Sakura.

Sasuke mengangguk kecil, kembali ke tempat duduknya.

Awalnya Sakura ragu mengambil tempat di sebelah Sasuke. Namun berhubung sudah tak ada lagi tempat yang kosong di seksi itu, mau tak mau, Sakura melangkahkan kakinya menuju tempat itu. Suara kursi yang ditarik Sakura membuat Sasuke mengalihkan pandangannya dari buku yang dibacanya pada Sakura.

"Maaf," kata Sakura.

Sasuke menggeleng pelan. "Tidak, tidak apa-apa."

Sakura tersenyum simpul. Gadis beriris hijau itu kemudian menekuri kegiatan membacanya. Hampir setengah jam ia tenggelam dalam novel yang dibacanya. Tidak sadar bahwa Sasuke yang duduk di sampingnya kini sedang memperhatikannya.

Entah apa yang dilihat pemuda itu, ketika secara perlahan, dia menyunggingkan sebuah senyum kecil.

Sakura yang merasa dirinya sedang ditatap, menolehkan kepalanya. Yang pertama kali dilihatnya adalah tatapan Sasuke yang menyambutnya. Sontak gadis itu menjadi salah tingkah. Ternyata diperhatikan itu tidak nyaman, pikirnya.

Sasuke hanya diam, tapi sedetik kemudian pemuda itu tersenyum kecil-lebih mirip seperti seringaian. "Sorry, aku hanya penasaran dengan warna rambutmu."

Sakura menekuk wajahnya. Dia bingung, kenapa semua orang yang pertama kali mengenalnya pasti berkomentar mengenai warna rambutnya, tak terkecuali pemuda yang duduk di sampingnya. "Aneh ya?"

"Tidak," tukas Sasuke. "Unik lebih tepatnya."

Sakura nyengir. "Lumayan, setidaknya unik lebih terdengar keren dibandingkan dengan aneh."

Sasuke tertawa kecil mendengar jawaban Sakura. Dia mengulurkan tangannya. "Sasuke Uchiha, kau?"

Sakura nampak sedikit terkejut ketika Sasuke menglurkan tangannya. Sakura baru sadar, selama ini dia tak pernah berkenalan resmi dengan Sasuke. Dia hanya melihat Sasuke di kantin ketika bersama Naruto dan Shikamaru. Sakura pun tahu nama pemuda itu dari Ino, tak lebih. Tak ingin membuat Sasuke kecewa, buru-buru disambutnya uluran tangan Sasuke. "Sakura, Sakura Haruno."

"Suka baca?"

Sakura mengangguk kecil. Dia menatap Sasuke sekilas sebelum kembali berkutat dengan novel yang dibacanya. "Ya, sangat suka." Sakura menatap Sasuke, "kau?"

Sasuke mengabaikan buku yang tadi dipinjamnya, dia menatap Sakura sepenuhnya. "Tergantung."

"Maksudnya?"

"Tergantung jenis bacaannya," katanya. "Kalau novel, aku tidak begitu suka."

"Oh," tanggap Sakura. Sakura kembali melanjutkan kegiatan bacanya.

"Kakakku yang suka."

"Eh?" Secara refleks Sakura sedikit berseru.

"Sssttt, kau ingin kita diusir?"

Sakura nyengir. "Maaf, oh ya, kakakmu perempuan?"

"Tidak, dia seorang pria."

Sakura nampaknya ingin melanjutkan percakapan mereka, tapi melihat gelagat Sasuke yang mulai sibuk dengan buku yang dibacanya membuat gadis itu mengurungkan niatnya. Dia hanya menatap Sasuke sejenak sebelum kembali menekuri novel yang dibacanya.


Sasuke Uchiha belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa kakinya kini melangkah ke arah kamar kakak laki-laki satu-satunya yang dia miliki. Tangan Sasuke sempat ragu ketika ingin mengetuk pintu kamar kakaknya. Namun toh, dia tetap melaksanakan niatnya.

Merasa ada yang mengetuk pintu kamarnya, Itachi berseru dari dalam kamar. "Masuk saja, tidak dikunci."

Terdengar suara derit pintu yang dibuka disusul suara pintu yang ditutup. Sasuke berdiri di depan pintu kamar Itachi, melirik kakaknya yang sedang mengerjakan sesuatu di depan laptop.

"Ada apa?" Itachi melirik kecil ke arah Sasuke. "Tumben ke kamarku." Itachi menyesap secangkir kopi miliknya.

"Hn." Sasuke mengedarkan pandangannya ke arah tumpukan novel Itachi di rak buku miliknya. "Aku mau pinjam novel."

Itachi nyaris tersedak kopinya ketika mendengar perkataan Sasuke. "Uhuk, uhuk..."

Sasuke berjengit risih. "Boleh tidak?"

Itachi meletakkan kopinya di atas meja di samping laptopnya. "Tumben, untuk apa?"

"Tentu saja untuk dibaca, memangnya untuk apa lagi?" sahut Sasuke gusar.

Itachi terkekeh kecil, adiknya memang tidak berubah, masih galak dan ketus seperti biasanya. Tapi baru pertama kali Sasuke meminjam koleksi novelnya, biasanya barang yang pernah dipinjam Sasuke hanya mobilnya.

"Okey, okey, jangan ngambek. Tuh, kau pilih saja novel apa yang mau kau baca."

Sasuke berjalan mendekati rak buku Itachi. Matanya memindai judul-judul novel yang ada di dalam rak tersebut. Kebanyakan dari novel-novel itu adalah novel tentang cerita kriminal dan detektif, terlihat dari judul-judulnya yang sedikit mengandung kata pembunuhan. Sasuke mulai bingung memutuskan ingin meminjam yang mana.

"Kira-kira yang bagus apa?"

Itachi memutar tubuhnya, dia menatap Sasuke lekat. "Memangnya kau mau membaca yang seperti apa?" tanyanya. "Percintaan?" Terjadi jeda sebentar. "Atau tentang pembunuhan?"

Sasuke berpikir sebentar. "Kalau tentang misteri, tapi tetap ada bumbu romance, ada?"

Itachi nyaris tergelak mendengar permintaan Sasuke. "Sejak kapan kau suka novel dengan bumbu romance?"

Sasuke mendengus kecil. "Berisik," katanya. "Ada atau tidak?"

Itachi tidak menjawab, dia bangkit dari duduknya, berjalan menuju rak buku. Tangannya mengambil satu novel dengan judul Tanpa Batas. "Nih, coba saja baca. Kau pasti akan kaget setelah membaca akhirnya."

Sasuke menatap novel yang kini ada di tangannya. Dia membaca ringkasan cerita di sampul belakang novel itu.

'Untuk gadisku yang kusayangi tanpa batas.

Untuk wanitaku yang kucintai tanpa batas.

Untuk pengantinku yang kusakiti tanpa batas.

Untuk cintaku yang kubunuh tanpa batas.

Untuk semua yang ada pada dirimu yang kulukai dan kugilai tanpa batas.'

"Aku pinjam yang ini," kata Sasuke.

"Okey," sahut Itachi.

Sasuke melangkahkan kakinya menuju pintu kamar Itachi. Baru saja tangannya menyentuh kenop pintu, suara Itachi mengiterupsi gerakannya.

"Oh ya, omong-omong, tokoh utama dalam novel itu bernama sama denganmu."

"Hn?" Sasuke berbalik menatap Itachi.

"Iya, tokoh utama prianya bernama Sasuke, sedangkan tokoh utama wanitanya bernama Sakura," tutur Itachi.

Sasuke hampir terbelalak mendengar penuturan Itachi, namun ditahannya. Hanya dengusan kecil yang keluar dari mulutnya sebelum dia benar-benar keluar dari kamar Itachi.


Sakura tidak pernah menyangka bahwa Sasuke Uchiha akan menghampirinya di kantin kampus. Namun itulah yang saat ini terjadi, pemuda itu dengan santai berjalan ke arah mejanya yang dihuninya bersama Ino dan Hinata.

"Boleh pinjam Sakura sebentar?"

Ino hanya terperangah dengan permintaan Sasuke. Buru-buru gadis beriris biru langit itu menganggukkan kepalanya. "Tentu."

Hinata hanya merespons perkataan Sasuke dengan sebuah senyuman.

Sedangkan Sakura kini sedang dilanda kebingungan. Untuk apa Sasuke menemuinya. Tak ingin membuat Sasuke menunggu lebih lama, gadis itu nyengir ke arah Ino dan Hinata sebelum mengikuti Sasuke ke arah taman belakang gedung D.

Pemuda itu membuka tas ranselnya, mengeluarkan, dan mengulurkan sebuah novel berlatar warna biru gelap dengan ukiran tinta berwarna keperakan untuk judulnya dari dalam tasnya ke arah Sakura.

"Ini," kata Sasuke.

Sakura menatap novel di tangan Sasuke dan wajah Sasuke secara bergantian.

"Untukku?"

"Tidak," jawab Sasuke singkat.

Sakura menekuk wajahnya, dia pikir Sasuke akan memberikan novel itu untuknya. Sasuke tersenyum tipis melihat mimik wajah Sakura.

"Tapi aku meminjamkannya untukmu."

"Serius?"

Sasuke hanya menganggukkan kepalanya singkat. Sakura menerima novel dari tangan Sasuke. Dia membaca judul novel itu, kemudian membaca sekilas ringkasan cerita di sampul belakang novel.

"Wow, sepertinya bagus. Punyamu?"

"Bukan, punya kakakku. Kupikir kau mungkin menyukainya, maka aku meminjamnya untukmu."

Sakura tersenyum kecil. "Trims," katanya. "Kau baik juga."

Sasuke mendengus kecil. Sakura terkekeh melihatnya.

"Kalau begitu, aku kembali ke kantin lagi, ya," kata Sakura. "Kurasa teman-temanku masih menungguku."

Sasuke hanya mengangguk affirmatif. Kedua matanya memandangi punggung Sakura yang semakin menjauh. Entah apa yang dia rasakan ketika dia tersenyum tipis, nyaris tak kentara, ketika melihat gadis itu. Rasanya sudah lama dia tidak merasakan hal-hal semacam ini.


Sakura langsung diberondong pertanyaan oleh Ino setibanya dia di kantin. Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan itu berinti sama: sejak kapan Sakura mengenal Sasuke Uchiha. Sakura tertawa kecil melihat Ino yang sedikit penasaran.

"Huuu... Katanya tidak suka, Sasuke tidak ganteng, biasa saja, tapi ternyata diam-diam berhubungan dengannya," goda Ino.

Hinata ikut tertawa mendengar godaan Ino.

Sakura mengernyitkan alisnya. "Apaan sih, Inooo~! Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Sasuke," jelas gadis itu sambil menyeruput jus alpukat miliknya.

"Aku tidak percaya," kata Ino. "Jelas-jelas tadi Sasuke menghampiri kita, lalu dia bilang, dia ingin meminjammu sebentar. Uh, itu sih lebih dari cukup untuk disamakan seperti seorang pria pada kekasihnya," tutur Ino penuh semangat.

Sakura hanya menanggapinya dengan tawa kecil. "Aku dan Sasuke tidak pacaran, kami hanya teman."

"Lalu tadi dia mengajakmu ke mana?"

Sakura menatap Ino, dia mengeluarkan novel dari dalam tasnya. "Sasuke hanya mau meminjamiku ini," katanya.

Ino mengambil novel dari tangan Sakura. "Tanpa Batas," gumamnya. "Ecieee... Sasuke perhatian sekali."

Sakura menatap Ino dengan tatapan 'apaan-sih'.

"Omong-omong, sejak kapan Sasuke-kun dekat denganmu, Sakura-chan?" tanya Hinata.

Sakura mengalihkan pandangannya pada Hinata. "Tidak, kami tidak dekat, kok. Kebetulan kemarin aku bertemu dengannya di perpustakaan umum. Kami berbincang sebentar, hanya itu."

"Tapi yang kudengar Sasuke itu jarang loh berbicara dengan seorang gadis. Jangan-jangan dia itu naksir padamu, Sakura!" seru Ino berapi-api.

Hinata ikut menimpali. "Mungkin juga."

Sakura hanya cemberut mendengar godaan kedua sahabatnya. "Kalian ini, Sasuke kan hanya meminjamiku sebuah novel, kenapa jadi berpikir yang macam-macam sih? Lagi pula, bisa jadi dia sudah memiliki seorang kekasih."

Tiba-tiba sekelumit perasaan tak menyenangkan menggeliat dalam perut Sakura ketika dia memikirkan kemungkinan bahwa Sasuke telah memiliki seorang kekasih.


Sasuke menimang-nimang ponsel miliknya. Tangannya mengetikkan sebuah email ke salah satu alamat email di kontaknya. Dia nampak sedikit merenung.

Belakangan ini, dia sering secara diam-diam memerhatikan Sakura, gadis jurusan sastra yang mempunyai warna rambut tak lazim. Sakura tidak begitu cantik, Sasuke sendiri tidak mengerti mengapa dia jadi suka memerhatikan gadis itu. Mulai dari cara gadis itu berbicara, tersenyum, tertawa, bahkan cara gadis itu menekuk wajahnya. Entah kenapa dia jadi memerhatikan body language gadis itu.

Sebuah email masuk di ponselnya mengalihkan pikiran Sasuke dari Sakura. Sebuah email yang menyadarkan pada sebuah kenyataan yang tidak bisa ditolaknya.


Sakura melirik jam tangannya. Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh malam. Kegiatan klub teater kampus yang diikutinya membuatnya harus pulang cukup malam, memang belum terlalu malam, tapi biasanya jam tujuh seperti ini, Sakura sudah duduk manis di kamarnya sambil membaca novel kesukaannya. Ino sudah pulang sejak jam kuliah terakhir selesai. Hinata pun telah dijemput Neji, sepupunya, sejak tadi sore. Tinggal Sakura yang melangkahkan kakinya sendirian menuju halte bus di samping kampusnya.

Beberapa mahasiswa dan mahasiswi masih tampak menunggu bus di halte yang sama dengan Sakura. Sambil menunggu bus, Sakura duduk di bangku halte, dia mengeluarkan novel yang dipinjami oleh Sasuke. Sakura mulai membaca novel itu. Gadis itu sedikit terkejut ketika mendapati nama tokoh utama dalam novel itu sama seperti dirinya dan Sasuke. Gadis itu merasakan sebuah perasaan aneh menggelitik hatinya, terlebih ketika mengetahui bahwa Sakura dan Sasuke dalam novel itu adalah sepasang suami istri. Tanpa disadarinya sebuah motor berhenti di depan halte. Pengendara motor itu menepikan motornya, menghampiri Sakura yang masih tenggelam dalam novel yang dibacanya.

"Belum pulang?" Sebuah suara berat mengalihkan Sakura dari kegiatannya. Sasuke Uchiha tengah berdiri, menjulang tinggi di hadapannya.

"Eh? Belum. Kau sendiri?"

Tanpa menjawab pertanyaan Sakura, Sasuke mengulurkan sebuah helm kecil ke arah Sakura. "Kuantar kau pulang," katanya.

"Eeh?" Sakura masih diam, dia sedikit terkejut dengan perkataan Sasuke.

Sasuke mendengus kecil. "Ayo, hari sudah semakin gelap."

Sakura nampak ragu, tapi akhirnya gadis itu menerima helm dari Sasuke dan mengikuti langkah pemuda itu menuju motornya.

Suara deru mesin motor Sasuke segera saja digantikan oleh hembusan angin malam yang menyapu permukaan kulit Sakura.

"Memangnya kau tahu rumahku, Sasuke?" tanya Sakura. Suara gadis itu berusaha mengimbangi suara bising di jalan raya.

"Tidak," sahut Sasuke datar.

"Tch! Dasar! Rumahku di Jalan Karawaci No. 12, dari sini kau belok-"

"Aku tahu alamat itu, kau diam saja," potong Sasuke.

Sakura hanya menekuk wajahnya. Sasuke tetap saja sedikit mengesalkan. Awalnya Sakura ragu ketika mengulurkan tangannya, berpegangan pada pinggang Sasuke. Namun akhirnya diberanikan dirinya berpegangan kecil pada pinggang Sasuke. Sakura sedikit cemas, takut-takut Sasuke menganggapnya tidak sopan, jujur saja, Sakura melakukan ini hanya semata-mata takut dengan kecepatan motor yang dikendarai Sasuke. Sakura takut Sasuke menolak, namun gadis itu sedikit lega ketika Sasuke tidak menolak, bahkan Sakura seperti tersengat listrik ketika tangan kiri Sasuke malah menyentuh telapak tangannya, mengeratkan pegangan Sakura pada pinggangnya. Kini kedua tangan Sakura sepenuhnya melingkar pada pinggang Sasuke.

Sakura merasakan gejolak aneh pada hatinya. Jantungnya serasa berdetak lebih cepat. Dia berusaha menahan getaran aneh yang mulai merambati hatinya. Rasa hangat dan nyaman memenuhi dirinya. Aroma parfum yang menguar dari tubuh Sasuke seolah membiusnya. Mencoba mengalihkan pikirannya dari hal yang tidak-tidak, Sakura memecah kesunyian di antara mereka.

"Rumahmu di mana?"

Sasuke menjawab datar. "Tidak terlalu jauh dari rumahmu."

"Oh," respons Sakura.

Keheningan kembali melanda keduanya. Baik Sasuke maupun Sakura nampaknya tidak berniat membuka percakapan di sisa perjalanan mereka.

Deru mesin motor yang menepi di sebuah rumah sederhana melatari keadaan mereka saat ini.

"Trims," kata Sakura. Gadis itu turun dari motor, mengembalikan helm milik Sasuke yang dipakainya.

"Sama-sama," sahut Sasuke. Sasuke ikut turun, mengaitkan helm kecil yang tadi dipakai Sakura ke kaitan kecil di sisi samping belakang motornya.

"Omong-omong, itu helm punyamu?"

"Hn," katanya. "Kenapa?"

"Tidak, hanya saja, helm itu seperti helm untuk wanita."

Sasuke menatap Sakura lama, sebelum menanggapi perkataan Sakura. "Sudah malam, sebaiknya kau masuk."

Sakura mengangguk kecil. Hatinya sedikit mencelos. Dia merasa Sasuke sengaja mengalihkan pokok pembicaraan mereka sebelumnya. Namun dia berusaha tidak mengambil pusing mengenai hal itu.

"Aku pulang," pamit Sasuke.

"Hati-hati di jalan."

"Hn."

Suara starter motor disusul deru mesin motor yang semakin menjauhi komplek kediaman Sakura terdengar membelah kesunyian malam. Sakura hanya menatap lama, sebuah senyuman tipis terpatri di bibirnya.


Sasuke merebahkan tubuhnya sambil menatap kosong langit-langit kamarnya. Masih terekam jelas dalam ingatannya apa yang tadi dia lakukan: mengantar Sakura pulang.

Entah apa yang dipikirkannya ketika dia menawarkan gadis itu tumpangan sampai ke rumah. Sasuke memejamkan kedua matanya, berharap menghapus jejak-jejak ingatan yang ditanamkan gadis berambut merah jambu sebahu itu. Namun gagal.

Lagi-lagi Sasuke harus merelakan pikirannya dipenuhi oleh sosok gadis itu. Mulai dari suara gadis itu, sampai sentuhan gadis itu ketika memeluk pinggangnya saat di motor tadi.

Sasuke melirik pigura di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Seorang pemuda berdiri sambil merangkul seorang gadis manis berambut coklat.

Sasuke mendesah berat. 'Kenapa jadi seperti ini?'


Sudah dua jam lebih Sakura menghabiskan waktunya untuk melahap novel yang dipinjami Sasuke. Gadis itu benar-benar terbawa suasana dalam novel itu. Novel itu bercerita tentang sepasang suami istri yang harus didera polemik yang cukup berat dalam rumah tangga mereka. Sang suami yang bernama Sasuke dituduh melakukan pembunuhan berantai di desa tempat mereka tinggal.

Sakura masih bersemangat membaca novel itu. Apalagi ketika dia tahu bahwa tokoh Sasuke di novel itu ternyata memiliki affair dengan sahabat istrinya. Sakura benar-benar menaruh simpati pada tokoh istri-terlebih nama mereka sama. Gadis beriris hijau bening itu mengutuk tokoh Sasuke yang ternyata memiliki niat jahat pada istrinya. Namun setelah membaca hampir tiga per empat novel itu, dia mendesah lega. Ternyata tokoh Sasuke benar-benar mencintai istrinya.

Membicarakan tentang tokoh itu, Sakura sedikit tersipu ketika tokoh Sasuke mengatakan pada istrinya yang bernama Sakura bahwa dia mencintai wanita itu. Sempat terbersit di pikirannya, bagaimana jika Sasuke yang dikenalnya juga mengatakan hal yang sama pada dirinya.

Sadar akan kekonyolan pikirannya, buru-buru Sakura menepis pemikiran itu. Dia tertawa kecil.

Seketika ingatan tentang kejadian hari ini berlarian di benaknya. Mulai dari Sasuke yang meminjaminya novel, lalu mengantarnya pulang, sampai perlakuan Sasuke yang nampak tidak keberatan ketika Sakura berpegangan pada pinggangnya. Bahkan Sasuke malah melingkarkan tangan Sakura pada pinggangnya, membuat gadis itu mengeratkan pegangannya.

Wajah Sakura mulai merona. Mungkinkah ini yang dinamakan jatuh cinta?


Hampir seminggu Sasuke mengantar Sakura pulang. Mereka selalu kebetulan bertemu di depan halte ketika Sakura sedang menunggu bus.

Entah siapa yang memulai, muncul berita mengenai mereka berdua. Bagai dihembus angin, berita itu menyebar ke seluruh kampus, Sasuke, pemuda yang paling diincar di Universitas Konoha sedang menjalin hubungan dengan Sakura, mahasiswi dari jurusan sastra.

"Sakuraaa~!"

Ino datang tergopoh-gopoh ke kelas. Gadis itu duduk di kursi di sebelah Sakura. Sakura yang sedang mengobrol dengan Hinata di sebelah kanannya, menolehkan kepalanya, menghadap Ino di sebelah kirinya. "Ada apa?"

"Serius, Ra, kamu pacaran sama Sasuke?"

Sakura nampak terkejut. Buru-buru dia meluruskan pemikiran Ino. "Siapa yang bilang? Aku tidak pacaran dengan Sasuke."

"Yakin?"

Sakura menekuk wajahnya. "Tentu saja, Ino. Kalau aku pacaran dengan seorang pria, kalian berdua pasti jadi orang pertama yang kuberitahu."

Ino nyengir. "Trims," katanya. "Tapi gosipnya menyebar ke seluruh kampus loh," terang Ino.

"Gosip?" tanya Sakura bingung. "Gosip apa?"

"Tentu saja gosip mengenai hubunganmu dengan Sasuke."

"Loh, kenapa bisa ada gosip seperti itu?"

"Katanya banyak yang sering melihat kau pulang diantar oleh Sasuke. Padahal kan Sasuke tidak pernah mengantar seorang gadis mana pun di kampus ini."

Sakura tertawa kecil. "Sudah seminggu ini dia memang mengantarku pulang."

"Tuh kan!"

"Tapi hanya mengantar pulang, tidak lebih," tukas Sakura cepat. Dia tidak mau Ino berpikir yang macam-macam.

Hinata menyahut, "Sakura-chan naksir Sasuke-kun, ya?"

Sakura terdiam. Gadis itu berusaha mengenali perasaan yang akhir-akhir ini menderanya. "Mungkin," kata Sakura lirih. "Aku juga bingung dengan perasaanku."

Ino menepuk pelan bahu Sakura. "Kurasa Sasuke juga menyukaimu."

"Tidak mungkin," kata Sakura sambil tertawa kecil, berusaha menutupi sekelumit rasa sesak yang tiba-tiba hadir di dadanya. "Lagi pula kami tidak dekat. Sasuke juga tidak menunjukkan tanda-tanda menyukaiku."

Hinata meremas pelan tangan Sakura. Berusaha memberi dukungan moril pada Sakura tanpa lewat kata-kata.

Sakura tersenyum tulus ke arah keduanya. "Sudah-sudah, lagi pula aku sendiri tidak tahu perasaanku pada Sasuke seperti apa. Ini mungkin hanya efek dari kebersamaan kami akhir-akhir ini. Jangan memperlakukan aku seperti gadis yang habis patah hati dong!"

Ino dan Hinata tertawa kecil. Sakura menekuk wajahnya, tapi dalam hati dia tersenyum. Meski dia terus bertanya, apa benar dirinya menyukai Sasuke?


Sasuke sedang membaca diktat miliknya ketika sebuah tepukan mendarat di atas bahunya.

"Teme, kudengar kau sedang dekat dengan Sakura-chan ya?"

Sasuke mengalihkan pandangannya pada sosok yang kini duduk di sampingnya. Naruto Namikaze sedang menunggu respons darinya.

Sasuke mengangguk kecil. "Hn."

"Kau menyukainya?"

Tanpa menjawab pertanyaan Naruto, Sasuke balik bertanya pada Naruto. "Kau mengenalnya?"

"Tidak dekat, tapi tetap saja aku tidak suka kalau dia akhirnya patah hati," jawab Naruto.

Sasuke mendesah berat. Dia menatap Naruto penuh arti. "Apa aku salah?"

Naruto diam. Dia hanya mengangkat kedua bahunya. "Putuskanlah, sebenarnya siapa yang ada di hatimu?"


Lagi-lagi Sakura harus pulang sendiri. Ino diantar pulang oleh Shikamaru, nampaknya rasa suka Ino mulai terbalas, dan Hinata seperti biasa selalu dijemput oleh Neji. Dia tidak keberatan, toh sudah beberapa hari ini dia pulang sendiri, meski akhirnya bertemu Sasuke dan diantar pulang oleh pemuda itu. Tapi sepertinya hari ini adalah pengecualian, hampir seharian ini Sakura tidak melihat Sasuke. Biasanya Sasuke selalu ada di kantin bersama Naruto dan Shikamaru saat jam makan siang. Tapi hari ini, pemuda itu absen.

Sakura berusaha tidak memikirkan hal itu. Sebuah bus berhenti di halte tempat Sakura menunggu. Gadis itu melirik gerbang universitasnya, sedikit berharap Sasuke muncul dengan motor hitamnya, mengajaknya pulang bersama, seperti hari-hari kemarin. Namun segera ditepisnya harapan itu. Gadis itu bergegas menaiki bus.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bus yang dinaiki Sakura penuh sesak. Dia terpaksa berdiri di dalam bus. Hampir selama perjalanan menuju rumahnya, Sakura tidak mendapatkan tempat duduk di dalam bis. Merasa bosan, kedua matanya memandang jalan-jalan di sekelilingnya lewat kaca bus yang tembus pandang.

Sampai di pertigaan lampu merah, kedua mata Sakura memicing memandang pengendara motor yang berhenti di sebelah bus. Dia tidak mungkin salah mengenali motor hitam itu. Itu adalah motor Sasuke. Sakura sendiri dengan yakin memastikan bahwa pengendara motor itu adalah Sasuke. Yang mengganggu pikirannya adalah sosok gadis yang berada di belakang Sasuke. Gadis berambut coklat panjang, yang sebagian rambutnya tertutup helm kecil yang selama ini sering dipakai Sakura jika menumpang motor Sasuke. Sakura melirik ke arah tangan gadis itu yang berpegangan erat di pinggang Sasuke.

Ada perasaan sesak yang menghantam ulu hatinya ketika melihat pemandangan itu. Seperti ada palu godam yang meremukkan hatinya. Sakura tidak mengerti apa yang dia rasakan. Bukankah dari dulu dia dan Sasuke memang tidak memiliki hubungan apa-apa. Bukankah sejak awal dia sendiri yang meyakinkan hatinya bahwa Sasuke tidak mungkin menyukainya, meski perhatiaan pemuda itu bisa dibilang lebih kepadanya. Bukankah Sasuke memang tidak pernah secara gamblang mengatakan bahwa dia menyukainya. Bukankah sejak awal dia sendiri yang mengatakan bahwa dia dan Sasuke hanya sebatas teman. Tapi tetap saja, itu semua tidak bisa menghentikan rasa sesak di dadanya dan segumpal air yang mulai menggenangi pelupuk matanya.

.

.

Bersambung


Yak, aku balik lagi nulis setelah sekian lama (lebay) nggak nulis. Berasa tulisan semakin abal. *pundung*

Mudah-mudahan fanfic ini dapat diterima dengan baik, berhubung aku lagi krisis kepercayaan diri akhir-akhir ini. :'( kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh author abal ini. Hehehehe...

Yang penasaran sama novel yang dipinjami Sasuke ke Sakura, bisa baca di ff Tanpa Batas punyaku. Ekekekeke... *promosi terselubung* -dicekek-

Dan terakhir, doakan aku semoga tgl 20 Feb, fanfic itu dapat aku tamatkan. :)

Terima kasih sudah membaca. :)