*Hinata*

Aku baru saja melangkah masuk ke pintu utama sekolahan. Aku berjalan ke loker untuk mengambil beberapa buku catatan. Aku sedikit berlari, khawatir sensei sudah masuk ke kelas dan aku tidak mau dihukum. Kakiku tersandung sesuatu hingga aku terjatuh dengan keras ke lantai hingga aku mengerang kesakitan.

"Hahaha! Si bisu jatuh...!" Kata seorang anak cowok tak berambut bernama Tanaka

"Maaf kakiku ingin membuatmu terjatuh" Kata pemuda di sebelahnya yang berwajah datar. Kageyama. Anak berambut hitam gelap yang suka membully ku di sekolah

Aku berusaha berdiri lalu membersihkan bagian seragamku yang kotor dengan telapak tangan. Lalu pergi tanpa memperdulikan mereka, sepertinya mereka mengikutiku dari belakang. Benar saja, mereka menghadang jalanku. Aku mengambil buku catatan di kantongku dan menulis "Apa mau kalian?" lalu menunjukkannya pada mereka.

"Apa Mau Kalian?! Konyol sekali kau!" Kata Tanaka setelah membaca tulisanku.

Kageyama mendorongku ke loker dengan cukup keras. Aku dapat merasakan sakit di bagian -tiba Ia Menarik pipiku hingga aku agak berjinjit.

"Hey Pendek! Serahkan uangmu padaku SEKARANG!" Ia menadahkan tangannya di depan wajahku. "Cepat!" Teriaknya membuatku terkejut. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Wajah Kageyama terlihat kesal. Ia mengangkat tangannya dan aku memejamkan mataku, aku tahu apa yang akan ia lakukan. Ia menamparku. Rasa menyengat terasa di pipi kiriku. Tanganku menyentuh bagian pipi yang sakit itu.

"Kau mulai melawan ya sekarang!?" Kageyama mengangguk pada Tanaka "Rogoh kantongnya!" Lanjutnya. Tanaka pun merogoh setiap kantong yang ada di bajuku. Sedangkan aku hanya diam karena tak mau mencari masalah dengan mereka. Akhirnya Tanaka mendapatkan uangnya di saku bajuku. Padahal itu uang tabungan yang akan kugunakan untuk membeli buku sekolah.

"Ini uanganya!" Tanaka menyerahkannya pada Kageyama.

"Jika besok kau tidak menyetorkan uang padaku, Kau tak akan hidup tentram di sekolah ini! Mengerti?!" Kageyama mengancam sambil menarik kerah bajuku. Tak lama ia melepaskannya lalu menonjok perutku dengan kuat. Sakit sekali. Aku jatuh terduduk sambil memegang bagian yang sakit. Sementara mereka menghilang dibalik koridor dan dapat kudengar tawa kemenangan mereka.


Aku Sampai di depan rumah ku. Lebih tepatnya rumah Ayahku. Aku selalu ragu untuk masuk ke dalam sana karena bagiku rumah itu sama saja dengan neraka. Dengan langkah malas aku membuka pintu rumah lalu menutupnya dengan suara seminim mungkin. Aku tak mau Ayahku sadar akan kedatanganku. Akan tetapi itu sia-sia karena kini Ayah sudah ada di hadapanku. Menyilangkan kedua tangannya sambil menatapku dingin.

"Kau terlambat…Hinata…" Ayah berkata dengan dinginnya. Aku tak tahu harus berbuat apa, aku hanya menatap matanya yang dipenuhi amarah. Lagi pula apapun yang aku lakukan tak akan merubah keadaan. Ia akan tetap menghukumku.

Aku tersentak karena Ayah melangkah mendekati ku. Kakiku melangkah mundur hingga menyentuh pintu di belakang ku. Aku tidak bisa kemana-mana lagi…

"Ada apa? Apakah kau takut?" Katanya sambil tersenyum. Aku tahu ia tersenyum palsu, ia selalu menggunakannya untuk membohongiku. Aku menggelengkan kepala, Bohong. Nyatanya aku ketakutan. Wajahnya semakin mendekati wajahku. Hingga aku dapat merasakan nafasnya yang berbau Sake. Ia mabuk…

Tanganku berusaha mendorong Badannya menjauh, tapi ia tidak terdorong sama sekali. Aku benci ini.. Ia selalu lebih kuat daripada aku.

"Hinata,… Kau mirip Ibumu,.. Kau… Manis seperti Ibumu,.." Ia bergumam aneh, membuatku bergidik ngeri.

Tangannya menahan tengkuk ku dengan keras, dan sedetik kemudian bibirnya menyentuh bibirku dengan kasar. Mataku membulat. Ia memaksa ku melakukan ini. Aku mengerang pelan, menandakan jika aku tidak mau. Ini terasa Memuakkan. Ia adalah Ayahku, dan ia Mencium Anaknya sendiri!

Eranganku semakin keras karena nafasku sesak sekali. Aku butuh oksigen. Tanganku memukul pundaknya yang bidang sebisa mungkin. Ia pun melepaskannya. Namun ia menamparku hingga aku terjatuh ke lantai. Tamparan kedua yang kuterima hari ini.

"…Dasar Anak Kurang ajar!" Teriaknya. Kakinya menginjak telapak tangan kanan ku dengan keras. Aku menggigit bibir agar tidak berteriak.

"Jika bukan karenamu, ia tak akan mati!" Ia menendang tepat di perutku. Aku terbatuk. Udara di paru-paruku seolah hilang sehingga aku harus terengah-engah untuk memenuhinya lagi.

"Kau.. Hanya.. Anak…Bisu…Yang…Tidak…Berguna!" Ia menghantamkan kakinya padaku di setiap kata-katanya. Aku tahu.. ia sudah gila..

Perlahan-lahan, pandanganku semakin kabur. Aku hanya merasakan rasa sakit di sekujur tubuhku. Teriakan Ayah terngiang di telingaku, aku semakin tak mengindahkannya. Hingga aku hanya melihat kegelapan yang pekat.


*Kageyama*

"Tanaka, Pesankan aku Jus Jeruk ya!" Kataku pada Tanaka yang ada di gerai jus. Saat ini aku sedang duduk di kursi kantin. Di kantin, meja dan kursi dipenuhi oleh murid-murid payah yang menyebalkan. Tapi, tidak dengan mejaku. Ini milikku seorang, dan aku hanya mempersilahkan Tanaka dan beberapa anak nakal lainnya yang menjadi Sahabatku untuk duduk di sini.

"Nih Jusnya," Tanaka menaruh jusku di meja lalu menyeka dahinya yang berkeringat sehabis berdesak-desakan tadi.

"Hey, Kau lihat tidak? Tadi ada cewek Cantik lewat didepanmu!" Kata Tanaka bersemangat. Jujur saja aku tidak perduli dengan apa yang ia katakan.

"Tidak" Kataku Ketus lalu meminum Jus.

"Ah! Sayang sekali, seandainya kau lihat tadi!"

"Sudahlah lupakan saja cewek semacam itu," Jedaku "Paling-paling nanti kau akan melihatnya sedang bersama banyak laki-laki… Murahan…" Lanjutku Pedas.

"Ckckck, Kau kenapa sih, Kageyama? Dari kemarin mood mu jelek" Tanaka mengernyit heran.

"Yah.. Agak jelek" Gumamku.

Sekilas aku melihat seorang anak yang menggunakan Sweater berwarna 'Hijau'. Entah mengapa aku jadi teringat dengan Hinata. Si anak bisu yang selalu ku Ganggu atau… lebih tepatnya ku 'Tindas'. Aku tidak merindukannya. Hanya saja aku sedang bosan dan ingin mengganggunya lagi.

"Kageyama, bagaimana jika sekarang kita ke kelas saja? Aku mau memalak beberapa anak kelas kita" Tanaka mengajakku.

"Oke!" Aku pun mengikutinya dari belakang menuju kelas.

*Hinata*

Aku bolos hari ini. Padahal di jam ke-2 adalah pelajaran favoritku. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku harus menyembunyikan memar dan luka yang masih terlihat di wajahku karena Ayah. Aku menghabiskan waktuku di Perpustakaan sekolah. Aku bisa melakukannya karena aku adalah salah satu anggota Perpustakaan. Jadi, sewaktu-waktu aku bisa menjaga Perpustakaan.

Perutku berbunyi dan rasanya sakit sekali. Aku tidak sempat makan apa-apa kemarin. Dan aku tidak pernah diberi uang saku lagi oleh Ayah semenjak Kageyama mengambil uang buku milikku. Yang bisa aku lakukan hanyalah menenggak obat 'Sakit perut' agar mengurangi rasa sakitnya. Aku tahu ini bukan sakit perut, melainkan kelaparan, akan tetapi aku tak punya alternatif lainnya.

*Brakk!*

Suara buku jatuh mengejutkanku. Aku langsung berdiri dari tempat duduk pengawas dan melihat ke sekeliling dengan waspada. Mungkin, ada seseorang disini? Tapi, kemungkinannya kecil karena saat ini adalah jam pelajaran. Aku mencoba mendekati suara berdebam tadi, dan ketika kulihat, benar saja… Beberapa buku tebal terjatuh dari rak.

Aku dapa merasakan badanku sedikit merinding. Entah mengapa, aku merasakan kehadiran sesosok mahluk di sini. Tapi, aku tidak boleh takut. Apapun itu. Aku… dapat mendengar suara langkah kaki dari belakangku. Hingga sebuah tangan yang besar membekap mulutku. Aku mengerang, berharap ada seseorang yang menolongku. Atau mungkin tidak..

*Kageyama*

Anak berambut Oranye itu tak henti-hentinya berteriak? Atau bergumam? Agaknya lebih mirip mengerang tertahan. Tentu saja aku membekap mulutnya, jika tidak Guru BK akan mendengar suaranya dan masuk ke perpustakaan untuk mencukur Rambutku hingga habis tak bersisa. Sial! Kemana Tanaka pergi? Coba saja tadi kami tidak pergi ke kelas dan berpapasan dengan guru Sialan itu!

"Ssh! Jangan berisik!" Kataku menenangkan anak itu. Aku menariknya ke posisi duduk di lantai.

"MMnh!" Ia malah tambah berisik.

"Diam! Atau kau Kutonjok!" Bisikku tepat di telinganya. Tiba-tiba anak itu terdiam. Kurasa ia takut.

Guru Bk botak itu tampak di luar jendela, terengah-engah. Kepalanya mengengok kesana-kemari mencari ku. Untungnya ia pergi entah kemana dan aku bisa bernafas lega. Fyuh..

"Mmngh!..Mmmhh!" Anak yang kubekap mulai berisik lagi. Dan aku dengan segera melepaskan tanganku dari mulutnya.

Ia membalik badannya untuk melihatku dan betapa terkejutnya aku. Anak itu juga sama terkejutnya denganku, matanya yang Cokelat membulat. Anak Itu Adalah 'HINATA'! Tapi, ada sedikit yang berbeda dari wajahnya. Memar, aku yakin itu memar di pipinya dan bibirnya sedikit robek. Ada bekas darah di sisi Mulutnya. Aku yakin sesuatu terjadi padanya.

"Kenapa wajahmu ?" Tanyaku lupa jika ia Bisu.

Ia tersentak kaget lalu berusaha menutupi wajahnya dengan buku yang biasa ia pakai untuk berkomunikasi dan… aku melihat perban melilit di tangan kanannya. Matanya yang Coklat menatapku takut. Aku jadi ingin menindasnya sekarang.

Tiba-tiba aku jadi teringat tagihanku padanya. Dengan cepat aku berdiri membuatnya mudur beberapa inci dari tempatku berada. "Aku butuh uang, Kau harus memberikan uangmu padaku!" Kataku.

Ia hanya menatapku bingung. Tangannya masih menutup sebagian wajah nya yang pucat. Ia sungguh membuatku semakin kesal.

"Kau tidak tuli juga kan?!" Teriakku, menendang rak buku di belakangnya hingga beberapa buku terjatuh. Ia menggelengkan kepalanya lalu menulis sesuatu di bukunya dan menunjukannya padaku.

'Aku tidak punya uang' Itu tulisannya.

"Kau tidak punya uang?!" Aku bertanya lagi hanya untuk memastikan. Dan ia menganggukkan kepalanya.

Aku merendahkan badanku lalu menarik buku yang ia pegang . Ia mengerang karena kaget. Aku melempar buku itu tepat ke wajahnya dan ia semakin takut melihatku. Dapat kurasakan amarah ku memuncak. Aku menamparnya hingga ia mengerang lagi. Ia merupakan 'Korban' yang amat menyenangkan untuk di sakiti karena ia benar-benar tak pernah melawan. Ia membuatku kecanduan.

Kucengkram pergelangan tangannya lalu menariknya ke sebuah Sofa. Aku mau mendengarnya mengerang lagi. Kudorong badannya ke atas sofa dan menindihnya. Aku masih mencengkram kedua tangannya, namun kali ini hanya dengan 1 tangan. Ia mencoba melawan ku dengan cara menarik tangannya agar lepas dari cengkramanku. Tentu saja ia kalah karena aku jauh lebih kuat daripada Hinata. Nafasnya memburu, ia tak henti-hentinya mengerang. Keringat mengalir dari pori-pori tubuhnya.

Aku bertindak semakin jauh. Kudekatkan wajahku dengan wajahnya, sementara tanganku yang satunya menahan pipinya. Aku pun menghilangkan jarak diantara kami, Aku dapat merasakan bibirnya yang lembut dan manis. Kumasukkan lidahku untuk merasakannya semakin dalam. Aku dapat merasakan lidahku bergerilya di dalam mulutnya yang hangat. Aku tak menyangka bibirnya bisa membuatku terlena. Sementara ia masih mengerang entah suka atau tidak?

"KAGEYAMA! HINATA! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!"

Aku segera melepaskan bibir Hinata. Oh, Tidak. Sensei memergoki kami! Ia Berada di ambang pintu perpustakaan sekarang. Dengan cepat aku berdiri menjauh dari Hinata yang masih terbaring, terengah-engah di sova. Mau dijelaskan bagaimana pun masalah ini tak akan teratasi. Aku dan Hinata berdua, Berciuman, Di tempat sepi, dan Sialnya aku baru sadar sekarang.

'Apa yang sebenarnya aku lakukan?!'

"Kalian pergi ke ruang BK, SEKARANG JUGA!" Sensei berteriak. Shock…


Kami berdua, Aku dan Hinata duduk di sova ruang BK. Menunggu guru BK yang botak dan payah itu. Aku menatap Hinata yang ada di sebelah kanan ku. Kepalanya tertunduk dan Ia terlihat ketakutan setengah mati. Mungkin karena kejadian tadi? Karena aku..tentunya. Tapi biarkan saja lah, Aku tak terlalu perduli.

Seorang wanita dengan badan ideal dan dada yang cukup besar masuk ke ruang BK, dan ia segera duduk di sova depan kami. Ia memiliki rambut Hitam yang panjang. Ia Cantik. Tapi aku tidak terlalu tertarik padanya.

"Maaf, Kepala guru BK sedang ada keperluan, jadi aku sebagai wakilnya 'Kyoko' yang akan menggantikannya." Ia tersenyum sejenak "Jadi, apa yang kalian lakukan di perpustakaan?" Akhirnya pertanyaan menyebalkan itu muncul.

"Aku,.. Sedang bersembunyi dari Guru Bk yang Botak itu" Kataku 'To The Point'

"Hm, bagaimana dengan Hinata?" ia menatap Hinata yang sedari tadi diam. Dan Hinata membuka mulutnya seperti ingin berbicara namun aku memotongnya..

"Ia Bisu…" Hinata melirikku sekilas

"Oh, maafkan aku Hinata.." ia menghela nafas, tangannya mengambil secarik kertas lalu sebuah Bolpen dan memberikannya pada Hinata.

'Aku Menjaga Perpustakaan tapi Kageyama datang dan menggangguku' Tulisnya Jujur. Itu menjelaskan 1 hal.

"Mengganggumu? Seperti apa?" Wanta itu mengerutkan alisnya, penasaran.

Sejenak aku memelototinya. Aku tidak mau ia bilang pada Wanita ini. Itu bisa membahayakan kehidupanku! Hinata terlihat sedikit cemas, lalu menulis lagi. Aku ingin tahu apa yang ditulisnya.

'Kageyama Menindas ku' Itu Tulisan jahanam! Kubunuh anak itu nanti!

"Kageyama,… saya butuh penjelasan mengenai hal ini! Tak seharusnya kau menindas temanmu sendiri" Ia Kembali menatap Hinata "Hinata kau boleh pergi ke UKS sekarang, kau terlihat tidak enak badan…" Hinata pun mengangguk sambil tersenyum kecil dan pergi keluar dari ruang BK.

Sedangkan Aku… Dalam masalah yang merepotkan! Awas saja Hinata! Kuhajar kau nanti!


Keesokan harinya, tepat ketika pulang sekolah aku mencegatnya di Loker. Kebetulan saja kami bertemu dan bodohnya ia masih di sekolah ketika sekolah sudah sepi. Semua murid dan guru sudah pulang, jadi.. aku bisa melakukan apapun tanpa takut ketahuan lagi.

Mata Coklatnya menatapku dengan kaget bercampur panik. Ia terlihat mau kabur.

"Kau masih ingat Terakhir kali kita bertemu kan? Bisu?" Kataku sambil mendorongnya ke loker dengan keras, lalu menatapnya kesal.

Ia bukannya menatapku, tapi malah menatap buku jurnal yang ia pegang. Sialan, memangnya apa berharganya buku jelek itu?! Kurenggut buku itu lalu kulempar entah kemana. Hingga ia menatapku dengan kesal seolah aku adalah orang yang paling mengganggu dalam hidupnya. Yah.. nyatanya itu memang benar…

"Apa…? Kau marah padaku hah?! Kau mau memukulku?" Kataku menantang "Ayo, lakukan saja jika kau bisa.." Aku menatapnya nanar.

Ya' Ampun, entah aku terlalu Kejam atau apa. Aku dapat melihat air mata menggenang di pelupuk matanya. Membuat Hinata semakin… Manis? Oh, Tidak tidak! Pikiranku sedang kacau.

Lamunanku terpecah karena ia melangkah mendekati bukunya yang ada di lantai. Tepat ketika ia hendak mengambilnya, kuambil buku itu duluan lalu merobek-robek buku itu. Hingga hanya tersisa lembaran-lembaran kecil yang tak mungkin disatukan lagi. Ia sama sekali tidak berkutik. Ia hanya terduduk di lantai menatap setiap kertas yang terjatuh di depannya.

Kemudian aku berlalu disampingya. Pura-pura tidak melakukan apapun. Dan pergi begitu saja..

*Hinata*

Aku melangkah pelan, menginjak salju-salju yang putih disepanjang jalan menuju rumah. Bau tanah segar samar-samar tercium disekitar sini. Uap Air menyebar setiap kali aku menghembuskan nafas. Aku dapat merasakan dinginnya sore ini karena Salju. Dan, aku suka.

Bulan desember mengingatkanku dengan Ibu. Bagaimana jika ibu tahu buku jurnal yang ia berikan telah hancur menjadi kertas-kertas kecil. Padahal itu benda yang paling berharga peninggalan ibu. Dan aku tak punya lagi yang seperti itu.

Aku merindukan Ibu… Sangat Rindu…

Tanpa terasa air mata mengalir di pipiku begitu saja. Meski berulang kali ku usap, Air mata ini terus saja mengalir tiada henti. Akhirnya kubiarkan saja aku menangis. Setidaknya dengan ini, semua beban yang ada dipundakku akan sedikit terlupakan.

'Ibu.. Mengapa semua orang membenciku?' 'Apakah sia-sia saja ibu melahirkanku di dunia ini?' 'Nyatanya… aku hanya menyusahkan semua orang'

Sudah 10 tahun ibu meninggalkan aku, dan sampai saat ini tak ada seorangpun yang menyayangiku seperti ibu.


Aku baru saja menutup pintu rumah ketika Ayah datang menarik tanganku dengan kasar ke ruang tengah. Wajahnya terlihat sangat marah. Ia tidak sedang mabuk, tapi, aku tak tahu kenapa ia marah. Ia menamparku dengan keras, mengenai telingaku hingga aku dapat mendengar suara berdengung. Aku terhempas ke lantai begitu saja dengan wajah bingung. Ia melemparkan sebuah surat panggilan dari sekolah ke wajahku.

"MASALAH APA YANG KAU BUAT DISEKOLAH?!" Ia Berteriak, membuatku lebih takut dari biasanya.

Aku tidak tahu apa yang telah terjadi sampai-sampai Ayah harus dipanggil ke sekolah. Jelas sekali itu bukan surat panggilan biasa, karena dikirim oleh phak BK.

'J..jangan-jangan ini semua karena masalah ku dengan Kageyama?'

Aku pun menggelengkan kepalaku berulang kali pura-pura tidak tahu.

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI! KAU MASIH TIDAK MENGAKU JUGA?!" Ia tidak percaya padaku.

Ayah Berjalan ke dalam kamarnya, dan keluar membawa ikat pinggang untuk menyiksaku.

"Kau belum mau mengaku juga Hinata?" Katanya

Belum sempat aku menjawab, Ikat pinggang itu sudah terayun ke badanku berulang kali. Rasanya kulitku seperti tersayat-sayat. Panas terbakar. Keringat dingin membasahi baju sekolahku ketika ia terus mendera badanku dengan keras. Mataku terpejam menahan rasa sakit yang semakin bertambah. Dan aku hanya mendengar erangan ku sendiri di dalam ruangan itu.

Entah sudah berapa lama. Ia berhenti. Terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Syukurlah jika ia sudah puas menyiksaku. Akhirnya aku bisa merasa sedikit lega juga…

Kubuka mataku sedikit demi sedikit. Dan aku hanya mendapati ruangan yang sama seperti sebelumnya. Dengan sedikit kepayahan aku mencoba berdiri. Aku pun berjalan sedikit tertatih menuju kamarku yang ada di loteng. Sedikit lagi aku mencapai anak tangga pertama,namun Ayah sudah kembali ke ruangan tempat aku berada. Aku mematung karena terkejut, entah apa lagi yang akan ia lakukan padaku.

"Kamarmu bukan disitu Bisu" Katanya sambil menarik tanganku ke pintu gudang. Kemudian mendorongku ke dalamnya. Aku segera bangkit dan menggedor pintunya dengan panik karena aku takut kegelapan. Meskipun aku tahu percuma saja aku melakukan itu.

Setelah kehabisan tenaga. Aku duduk di samping pintu. Bersandar pada tembok yang dingin. Berharap Ayah cepat membukanya. Aku sangat ketakutan dengan kegelapan. Aku tak bisa melihat apapun karena malam sudah tiba. Tubuhku bergetar hebat dan nafasku memburu. Aku hanya bisa memeluk lututku agar dekat dengan tubuhku dan menangis hingga tertidur.

*Kageyama*

Pandanganku tertuju pada langit-langit kamar ku. Tampak bayang-bayang lampu mobil yang berlalu-lalang berwarna oranye menerangi sebagian kamarku. Ku gigit apel hijau yang kugenggam lalu ku kunyah dengan perlahan.

Dalam hati aku bertanya Tanya. 'Kenapa? Aku tak bisa memikirkan hal lain selain Hinata? Si anak bisu itu'. Semenjak pulang sekolah tadi, terus teringat tatapan Hinata dengan air mata yang berlinang. Ia melihatku seperti…seorang monster? Atau apalah?! Lalu buku jurnal yang selalu ia pegang itu. Sepertinya sangat berharga sekali. Padahal itu hanya buku jelek yang usang.

Selain itu aku pun teringat dengan perban dan luka memar dibadannya. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya dan, mengapa semua hal yang berhubungan dengannya amatlah ganjil bagiku?

Hinata, apa yang sebenarnya terjadi padamu?


Hadooh! Lagi2 Author membuat cerita Bergenre Kejam bercampur Mesum TAT

Padahal ini adalah cerita Pertama KageHina, tapi udah brutal aja..

Tapi, ini semua karena keimutan Hinata yang bikin orang tergila-gila 3

Terimakasih yang sudah membacanya ^-^

Kuharap KageHina FC menyukai cerita Abal ini ;D

Ehm, jangan lupa Review ya! ;)

Aku akan sangat senang menerima Review dari sesama KageHina FC

Pastinya Cerita masih berlanjuut!

IKINASAI SAA!