"Tetaplah engkau disini

Jangan datang lalu kau pergi

Jangan anggap hatiku

Jadi tempat persinggahanmu

Untuk cinta sesaat."

HIVI! – Pelangi

--

@Sincere

--

Hujan bulan Desember menyapa lewat jendela kelas. Jam kosong tanpa guru menciptakan keramaian remaja melepas penat. Melampiaskan. Sepasang manik coklat menatap lurus, tanpa pikiran. Melambungkan angan siang hujan jauh. Imajinasi. Menaruh dagu pada pangkuan tangan. Tanpa sadar tersenyum simpul. Menangkap helai langit bergerak. Pemiliknya yang berjalan mendekat, lalu duduk di depannya, bersenda gurau dengan kawannya pemilik alis bercabang.

Sepasang headset terpakai, namun tidak tersambung pada alat apapun. Sengaja. Gadis bermanik coklat itu sengaja. Sengaja agar dapat mendengar apa yang lelaki tempat hatinya berlabuh guraukan. Berwajah datar, namun tersenyum lepas menerima tepukan hangat persahabatan dipunggungnya.

Hujan yang berubah menjadi gerimis pelan rupanya memutuskan untuk memasang pita unggulannya. Warna-warni terpajang indah di langit.

Merah. Warna yang hangat, layaknya surai alis bercabang. Mengundang semangat. Membara bagaikan api masa muda. Terlukis indah pada benak gadis di bangku pojok belakang. Apalagi warna jingga, warna keceriaan. Warna yang berakrab dekat dengan kuning. Lekatnya bagaikan dua insan dihadapan gadis coklat berhobi melamun. Disusul warna hijau. Bagaikan rumput dan pepohonan berembun pagi. Memberi warna kedamaian, mengingatkan gadis itu pada aroma hujan yang sangat ia cintai.

Biru adalah yang paling gadis itu senangi. Seperti warna tiap surai dan kelereng milik pujaan hatinya. Memabukkan, membuat dirinya tidak henti bosan menatapnya. Membuatnya rela berbasa-basi perihal pelajaran, walau ia sudah mengerti. Agar pemuda itu memutar bangkunya, lalu penanya akan mencoreti buku catatannya. Memberi penjelasan yang sebenarnya gadis itu sudah sangat paham.

Dirinya sadar, asmara sudah memabukkannya. Ia sudah jatuh cinta pada lelaki biru langit di depannya. Membuatnya melakukan apa saja agar ia dapat merasakan memiliki sosoknya, setidaknya selama di sekolah—

Suara dering telepon terdengar. Membuat tawa lelaki biru itu terhenti, buru-buru mengangkatnya. Lalu, sahabat karibnya menepuk-nepuk pundak lelaki itu, menertawakan pipi pemuda langit yang sedikit merona. Lelaki itu berbincang hangat, penuh rasa kasih sayang cinta.

Ungu.

Warna yang paling gadis itu benci. Perpaduan warna surai pujaan hati dan gadis pujaan hati lelaki kesayangannya. Warna yang berhasil menyadarkan gadis itu, bahwa sosoknya tak lebih dari sekadar rekan sekelas. Warna yang menjatuhkan dirinya, mengingatkan bahwa pemuda tercintanya tak akan berbincang penuh rasa cinta pada dirinya.

Ungu.

Warna yang menyadarkan Kouki bahwa Tetsuya bukan miliknya.