Tertuanglah wahai perasaan,
memburu itu menyesakkan.
Dan ketika pencerita berkehendak demikian,
ratap pelakon tak berguna untuk cinta dan kematian.


PUISI TENTANG MEREKA

Disclaimer : I don't own Naruto. Naruto © Masashi Kishimoto

Poem © Sukie 'Suu' Foxie

I don't gain any commercial advantage by publishing this fanfic. This exactly is just for fun.

Warning: Poetry all the way. Confusing perhaps (?).

Can be considered as Hinata-chan's birthday fict, I guess *grin*


Dua anak manusia bersimpangan di jalan takdir.
Dekat tapi jauh—saudara tapi tak sedarah.
Awal-awal terbelit rantai dan mata berhiaskan tabir.
Permusuhan, kebencian, gejolak, dan amarah.

.

Hingga roda bergerak ke arah yang benar.
Tangan yang sudah lepas, mencari genggaman.
Tidak mudah, tetapi tidak pula sukar.
Kekaguman yang lama dipendam, naik ke permukaan.

.

Hyuuga Neji sangatlah patuh.
Kaku—kata orang.
Dan dia pun sembunyikan sisa-sisa perasaan dalam satu peti
bernama hati.
Yang melihat hanya melihat pengorbanan.
Yang melihat hanya melihat pengabdian.
Tetapi yang mengerti akan menamainya sayang—tidak, itu cinta.
Untuk sampai kapan pun,
dirahasiakannya, dijadikannya hal tabu—
bahkan akan ia bawa sampai ke kuburnya.

.

Hyuuga Hinata sangatlah patuh.
Juga pemalu—kata orang.
Dia berjalan dengan hati yang tertambat pada sosok terpuja.
Enggankah menoleh ke belakang? Takutkah?
Pada sosok yang senatiasa menjadi bayangan,
memberinya kekuatan yang lain dan kehidupan,
yang tak jua tertangkap netra.
Jika saja ia tahu, saat orang di belakangnya akan meloncat ke depan—
bertaruh jiwa;
tetap enggankah ia menoleh ke belakang?
Dan membiarkan semua rahasia tertutup tanah kuburnya?

.

Baiklah air mata itu ditumpahkan.
Itu, 'kan, bentuk lain yang namanya perasaan?
Kemudian, karena tidak ada waktu lagi, sang lelaki hanya bisa memandang.
Dengan bibir bergerak-gerak semu sebelum menghilang.

.

"Ai … shiteru."

Pernyataan cinta.

"Shi … awa … se … ni naru …."

Doa agar cintanya tetap bahagia.

.

Satu senyuman.
Diiringi tangisan tertahan.
Penguatan—ya, itu bukanlah kecengengan.
Air mata tak boleh jadi penunjuk kelemahan, tapi pengakhiran dari suatu kesedihan.
Tiap tetes adalah aba untuk bangkit dari keterpurukan.

.

Mungkin ini adalah tamatnya.
Mungkin juga inilah awal mulainya.
Tidak ada penyesalan, hanya sebongkah kesadaran.
Harapan—doa—ketulusan.

.

Jika Neji bisa memulai lagi;
entah mungkin saat kakinya menapak di surga;
Hinata berjanji akan menemani.
Mengalahkan ego dan buta—lalu merajut cinta bersama.

.

Dan semua perasaan akan terjalin dalam baru.
Sayup-sayup terdengar lagu.
Kemenangan, kepastian, kesesuaian; kataku.
Tirai pun terangkat dan deret huruf berujung pada haru—bukan sendu.

***FIN***


Iseeenggg bangeeett. Huhuhu. Entah kenapa, aku lagi pengen bikin puisi tentang mereka. Singkat, yah, I know. Maybe confusing also, I know—I realize.

Tapi saat nulisin puisi tentang cinta sepihak gini, aku sendiri agak nyesek, sih. Dan kalau ditanya, kenapa mendadak bikinnya tentang puisi, ya, mungkin karena kemaren malam abis ikutan bikin #puisimalam yang diselenggarain nulisbuku di twitter. Jadinya … begini dah. Hahaha.

Nggak tahu, masih bisa dinikmati apa nggak, moga-moga masih bisa, sih :"3

Dan untuk yang bisa paham alur ceritanya, congratulatiooon! XD

Last but not least, jangan lupa beritahukan pendapat, pesan, kesan, kritik minna-san tentang ff ini via review. Mau nanya soal segala keanehannya juga saya persilakan. Kalau ada waktu dan review-nya login, pertanyaan-pertanyaannya pasti saya usahakan untuk dijawab, kok. Okay, okay? XD

I'll be waiting.

Regards,

Sukie 'Suu' Foxie.

~Thanks for reading~