Another piece of shit from me~ lol dokumen ini udah bersarang lama di folderku -_- terinspirasi dari lagu BFMV - A Place Where You Belong, OOC Leon :/ karena kasian akun ini semakin lama semakin usang, jadi ku post aja~ anyway, enjoy, itu juga kalo ada yang baca... *suara biola terkecil didunia*
A Place Where You Belong
Sudah terlambat...
Ditengah monster tak berotak yang mengejar manusia ini, Leon menemukannya. Dia. Sosok cantik berhati malaikat. Leon masih ingat bagaimana sosok itu saat pertama kali mereka bertemu. Atau lebih tepatnya, dia ditemukan. Wajahnya yang cantik berlumuran darah yang telah mengering, tangannya gemetaran, dingin. Sambil memegang kalung dengan liontin besi berbentuk sebuah sayap yang ujungnya patah, ia membisikkan beribu doa. Ia masih ingat bagaimana mata hitamnya saat itu. Rasa takut jelas tergambar di permata indahnya.
Entah apa yang membawa Leon kearah lemari kayu di salah satu toko bunga di racoon city saat itu. Awalnya ia berharap bisa menemukan sedikit herbal, atau amunisi disana. Namun ia tak menyangka malah menemukan tabibnya sendiri. Penawar racunnya.
"Aku sangat ketakutan saat bosku tiba-tiba saja menyerangku dengan tingkah aneh. Lalu tiba-tiba saja seluruh kota sudah seperti itu." ceritanya dengan nada panik. Leon masih ingat cerita itu. Masih tergambar jelas bagaimana ekspresinya, meskipun ia tak terlalu mengamatinya karena yang ada dimatanya saat itu hanyalah seorang wanita muda yang bekerja di sebuah toko bunga dan memerlukan bantuannya. Tidak, ialah yang membutuhkannya sekarang.
Aku tak sempat mengucapkan "selamat tinggal"...
"Leon, bunuh aku.." ucap [name] dengan nada lirih. Air mata mengambang dipelupuk matanya. Sementara pria yang berdiri didepannya hanya menatap dengan mata membesar.
"Kau gila? Apa kau sudah menyerah? Aku akan membawamu ke tempat yang lebih aman [name]. Kau tak perlu lagi sembunyi setiap kali zombie menyerang kita. Kau tak perlu lagi mendapatkan mimpi buruk." Jelasnya mencoba meyakinkan wanita yang terlihat sangat putus asa itu. [name] tak dapat menahan air mata, mereka jatuh membasahi pipinya.
"Kau tak menyerah bukan?" [name] hanya menggeleng sebagai respon. Leon yang daritadi membelai rambutnya, wajahnya, lehernya agar wanita didalam rangkulannya itu tenang, tersenyum. Namun senyum itu menghilang saat ciumannya ditolak [name]. Ia menatap wanita itu bingung.
"Bunuh aku Leon." Nadanya terdengar putus asa. Tangannya menggerayang menggapai pistol yang diletakkan di pinggang kekasihnya. Ia tahu benar dimana posisi barang yang selalu melindunginya itu.
"[name], bukannya kau-"
"Aku terinfeksi mereka Leon! Aku telah digigit mereka! Aku.. aku tak mau mati sebagai monster.." Saat itu dunia terasa runtuh, waktu terasa berhenti. Nafasnya tercekat dikerongkongan, matanya menatap wanita yang telah menangis hebat itu nanar. Saat itu, Leon merasa hidupnya berhenti.
"Kapan?" ucapnya saat berhasil menemukan suaranya kembali.
"2 hari." Jawab [name] ditengah isak tangisnya. "Kalau kau menyarankan penawarnya.. Semua.. Semua akan terlambat... Aku akan menjadi mereka sebelum kita sempat mendapatkannya Leon.."
Keheningan menyelimuti mereka sampai akhirnya serangkaian batuk aneh menyerang [name]. Gejala-gejala itu mulai tampak. Saat itu pertama kalinya Leon merasa ketakutan yang amat sangat.
"Leon... Bunuh aku.."
Akuu menghabiskan waktu di penyesalanku sendiri...
