Ketika Tuhan Jatuh Cinta
Disclaimer © Mashashi Kishimoto
Note : sebenarnya masih bingung, harus kubuat Short fic multi chap atau fic biasa. Aku ngerasa fic ini gaje, tapi jika ada yang suka maka aku akan menulis chapter depan dengan serius dan bukan sebuah short fic yang biasa kutulis :p
Start!
Ia sadar sepenuhnya bahwa sana ia sudah menginjak usia hampir kepala 3 pada tahun depan. Namun itu bukan berarti ia harus sesegera mungkin menepati janji kedua orang tuanya. Memang selama ini ia selalu mendapat cibiran bahwa ia adalah seorang perjaka, namun itu kata mereka. Ia sendiri tidak terlalu memikirkannya, toh ini adalah hidupnya, mau diapakan juga ini adalah kuasa yang diberikan Tuhan padanya.
Mereka semua itu tidak berhak memerintah hidupnya, kecuali Tuhan dan kedua orang tuanya.
Ia sendiri bernama Naruto Namikaze, pria berumur 29 tahun dengan status single di tag name bajunya. Ia sebetulnya adalah pria yang mapan. Sudah mendapat sertifikat s1 di negeri Turki dan lulus sebagai s2 di kota Los Angles. Bahkan predikat lulusan termuda dulu ia sandang saat itu.
Karir nya saja mulai saat itu langsung melejit akibat pamor pendidikannya. Seusai lulus ia bekerja sebagai seorang dosen di salah satu kota kelahirannya, Distrik Ginza, Tokyo. Namun baru-baru ini ia mengambil cuti saat mendengar kabar bahwa Ibundanya telah jatuh sakit sepekan yang lalu.
Itu adalah kabar buruk, bahkan lebih buruk dari yang ia duga sebelumnya. Hal itu sebab Ibunda selalu memikirkan ucapan dari para tetangga yang tak henti-hentinya berucap bahwa dirinya berhasil dalam karir, namun gagal dalam urusan jodoh. Begitulah ucapan para tetangga yang membuat Ibu tak kuasa jatuh sakit.
Ia sendiri memang merasa marah, namun apa yang mereka katakan memang sebuah fakta yang terus saja ia anggap sebagai omongan semata. Ia merasa bahwa semakin ia lari dari kenyataan, maka semakin sakit saat ia terjatuh. Itu membebaninya selama ini, beban sebagai seorang anak untuk membahagiakan kedua orang tuanya serasa sirna oleh status miliknya.
Ia sendiri sampai bingung dibuatnya. Ia merasa menyesal bahwa dulu pada saat s1 ia tidak sesegera mungkin menikah atas saran sang Ayahanda. Kini semua hanya ada harapan palsu dalam diamnya malam yang menusuk hati. Semuanya berawal dari ambisinya, jika saja ia tidak berambisi mendapat gelar s2, mungkin saja ia tidak akan seperti ini.
Kenapa dulu ia sangat terobsesi dengan gelar? Kenapa ia selalu mengejar ambisi? Kenapa dulu ia begitu egois? Kenapa ia selalu berpikir bahwa karir adalah segalanya? Tidakkah ia pikir dulu bahwa kebahagiaan tidak datang dari status, martabat, ataupun harta... Kebahagiaan datang dari rasa Cinta dan kasih sayang.
Dan dulu ia membuang kedua hal itu. Cinta dan kasih sayang ia gadaikan tuk mendapat apa yang ia impikan waktu itu. Sebuah gelar yang notabene hanyalah tambahan kata pada nama dirinya. Sekarang ia merasa puas, puas jika ia berhasil mewujudkannya, serta puas setelah membuat kedua orang tuanya malu akan dirinya.
Wanita memang banyak diluar sana. Namun aib bagi kelurga besarnya jika ia menikah tanpa Cinta, menikah tanpa ada keinginan untuk berbagi kebahagiaan. Ia tidak menginginkan hal itu, pun dengan orang tuanya yang merupakan keluarga terpandang dalam strata sosial.
Banyak yang meliriknya dari dulu hingga sekarang. Namun apalah daya bahwa memang tidak ada satupun yang menarik minatnya pada mereka. Ia sendiri tidak akan menolak bahwa ia dikata pilih-pilih dalam urusan pendamping hidup, itu memang benar adanya. Toh pernikahan hanya sekali, baginya memilih yang terbaik adalah sebuah keharusan.
Namun,
Bukan berarti ia mematok label bahwa mereka haruslah komplit dalam segala aspek. Sebenarnya ia hanya ingin yang sederhana, yang mana hal ini merupakan yang tersulit ditemui dari wanita lain yang mendekatinya. Yang ia maksud adalah wanita yang bisa melihatnya sebagai Naruto saja, tanpa gelar miliknya, tanpa nama kelurga yang melekat padanya.
Hanya itu, meskipun itu sulit sebab ia paham bahwa sebagian besar mendekatinya hanyalah untuk hal lain. Popularitas, sensasi dan harta. Sisanya? Cinta dan kasih sayang hanyalah nol besar.
Sebenarnya wajahnya memang dikata masih terlihat tampan, bahkan jika dilihat maka sebagian orang akan salah mengira jika ia sudah berumur hampir 30 tahun. Kulit wajahnya masih halus bersih tanpa ada kerutan maupun hal lain yang membuatnya terkesan tua. Itu semua adalah berkah yang ada dibalik pelipur sengsara.
Setiap akhir pekan ia selalu mengunjungi kuil dan berdoa bahwa ia menginginkan jodoh. Sebuah kata berkonotasi pendek yang sangat sulit bagi ia realisasikan. Apakah ini yang Tuhan maksud dengan arti dari kata cobaan?
Banyak para saudara yang menjodohkannya, namun itu berakhir sia-sia. Karena pada akhirnya mereka tidak memenuhi kriteria miliknya. Ia sendiri tidak suka pada wanita yang hanya suka akan harta dan baik jika hanya ada pada depannya seorang.
Seperti pada hari minggu bulan ketujuh ini.
Saat udara panas menghantar kota Ginza.
Ia mendapat kabar bahwa ia akan dipertemukan dengan kenalan saudaranya. Bahkan bisa dilihat jika keluarga perempuan datang kerumahnya, bukan sebaliknya. Ia sendiri sudah merasa bingung, apakah tradisi sudah semakin bergeser?
Namun saat mengetahui bahwa siapa yang datang untuk menemuinya, ia sendiri langsung paham kenapa bisa seberani ini.
Perempuan itu bernama Senju Tsunade.
Seorang wanita yang umurnya hampir dua kali umurnya. 55 tahun jika ia tidak salah hitung, sementara dirinya baru akan 30 tahun pada bulan oktober depan. 25 tahun bukan selisih yang banyak, namun juga tidak sedikit.
Sebenarnya Tsunade merupakan seseorang yang sudah memberinya jalan untuk meraih gelar s2 di Los Angles dan juga memiliki andil untuk mempromosikannya sebagai dosen di Universitas Tokyo.
Bisa dibilang bahwa karir yang ia dapat merupakan bantuan dari Tsunade Senju. Wanita janda tanpa anak yang merupakan pemilik perusahaan Batu Bara di luar negeri. Dia memang cukup cantik meski sudah dimakan usia. Suaminya yang dahulu sudah meninggal sejak umurnya 25 tahun.
Dan kini wanita itu ada dihadapannya. Menanti jawabannya yang akan menentukan masa depannya.
Ia merasa bingung. Harus seperti apakah jawabannya?
Ia sebenarnya merasa tidak enak, jika ia menolak maka bagaiamana ia bisa menampakkan wajahnya lagi dihadapan Tsunade? Jika ia menerimanya, ia tidak memiliki perasaan lebih pada wanita pirang itu selama ini. Apakah segala bantuannya memang karena beliau memiliki perasaan pada dirinya? Entahlah, ia sendiri tidak tahu.
Dalam pikirannya yang berkecamuk, biarkan kata hatinya yang menjawab. Ia akan mengatakan apa yang ada dalam hatinya, harapan yang ada di hati kedua orang tuanya sekarang ada dalam keputusannya. Sekarang ia akan membuat keputusan bagi dirinya.
Sebuah keputusan yang kelak akan disesalinya.
Continue.
See you :p (Not edited!)
