"KYAAA! SASUKE-KUUUN…!"
Kerumunan gadis-gadis Konoha Gakuen memadati koridor, menyambut kedatangan pangeran mereka dengan histeria. Tidak peduli apa pangeran tersebut bisa mendepaknya dengan satu tangan. Sasuke benar-benar malas akan tradisi membosankan ini. Bisakah sehari ia tidak merasa seperti selebriti?
Akhirnya kerumunan tersibak dan Sasuke bisa melintasi koridor sekolah dengan nyaman. Dikendurkannya tali ranselnya, sehingga mendepak seorang cewek yang berjalan melewati punggungnya. Tubuh cewek itu terlempar ke lantai.
Sasuke menghentikan langkahnya. Apa sih yang ada di ranselnya? Cuma bola basket dan lima buku tebal dari perpus.
"Uff…"
Sasuke terpaksa juga membalikkan tubuhnya 180 derajat ke belakang. Dia memandang si cewek yang sedang membersihkan roknya dan berusaha bangkit lagi dari lantai. Dengan helaan nafas pendek, diulurkannya tangannya pada cewek—sang korban. "Berdiri. Berikan tanganmu."
"B-b—"
Sekarang cewek itu mendongakkan wajahnya, dan Sasuke mengenalinya. Itu Hinata, yang paling penggugup di kelasnya, meskipun Sasuke tidak yakin Hinata sepolos pembawaannya. Hinata, ragu-ragu, menaruh tangannya di atas tangan Sasuke, kemudian cowok itu menarik tangannya bangkit.
"T-terima kasih."
Hinata pun melangkah melewatinya.
ҩҩҩ
.:Phototragedy:.
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning! Alur maksa dan segudang typo
.:SasuHinaSaso:.
"Ayolah, Hinata. Kalau kau mau menukar posisimu di tugas praktek Biologi nanti, aku akan membelikanmu Canon terbaru," teriak Sakura riang ketika melihat Hinata melintas di depannya.
Hinata berhenti. Seandainya aku tahu caranya, Sakura. Ia menghela nafas. Lagipula toh dia ngiler juga dengan kamera yang dijanjikan Sakura. Namun apa daya...
Di kelas 12 menjelang lulus ini, guru mereka mengadakan praktek biologi yang melibatkan pembedahan hewan, sedikit pelajaran Kimia dan ketahanan ekstra terhadap darah. Setiap siswa dikelompokkan tiga-tiga. Sakura sekelompok dengan Naruto dan Sai. Mengingat Naruto pintar menangkap kodok yang lepas... seharusnya cewek itu bersyukur.
Hinata yang malang. Dia hanya tahu seni fotografi, Kimia dan Sastra. Biologi bukan minatnya. Untunglah Orochimaru—sang guru Biologi—memasangkannya dengan Sasuke dan Sasori.
Itulah masalahnya!
"Baiklah, aku tidak akan memaksa," kata Sakura menyerah.
Seharusnya Sakura-lah yang ada di posisinya, bukan Hinata. Hal itu bakal banyak membantu. Sasori, seingat Hinata, adalah sepupu jauh sekaligus teman terdekat Sakura, jago Biologi. Sedangkan Sasuke adalah seseorang yang sangaaaaaat Sakura sukai.
SALAH. Yang semua orang sukai—
kecuali Hinata, si maniak fotografi.
"Maaf ya, Sakura-chan," ujar Hinata pelan, merasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Tidak usah dianggap serius."
Jam istirahat hampir berakhir ketika Hinata melepas kalungan kameranya dari leher dan memberikannya pada Sakura, seperti memberikan medali. "Ano... tolong pegang sebentar, ya? Aku mau ke kamar mandi." Kemudian Hinata pun berlari ke kamar mandi.
Sakura mendesah pelan. Ditatapnya kamera itu. Setidaknya ia punya waktu untuk...
"Sakura-chan! Aku cari kau ke mana-mana, ternyata ada di sini," Naruto yang datang entah dari mana menghampirinya, sementara cuaca semakin siang. "Sai juga mencarimu. Ayo, kita hampir terlambat di kelas Seni. Oh iya, Hinata-chan mana?"
Berakhir sudah waktuku untuk sendirian.
ҩҩҩ
Keesokan harinya.
Kamis pagi. Berbeda dengan anak lainnya, jam 6 ini Sasori masih mimpi. Pasti karena terjaga semalaman demi tugas Sastra yang... harus ia akui, menyebalkan. Tapi sekarang...
Diulurkannya tangannya demi meraih jam weker yang sedari tadi masih berbunyi. Harusnya benda ini membangunkannya tepat jam 5 pagi. Sasori terjaga sepenuhnya, merasa kesal. Menyadari ia hanya punya 30 menit untuk bersiap, ia melompat dari tempat tidur dan menyambar handuk.
ҩҩҩ
Sasori mengayunkan langkahnya dengan bosan. Baginya, tidak ada hal penting yang bisa menimpanya jam segini, di hari yang biasa ini.
Benar-benar daaaataaaar.
XII-A, dalam jajaran kelas IPA—kelasnya juga—merupakan kelas paling bergengsi dan diidamkan adik kelas mereka. Penghuninya hanya anak-anak yang ber-IQ lebih atau bertalenta khusus. Sebenarnya aneh mengingat Naruto yang biasa saja itu juga ikut di dalamnya—apa ada bantuan "orang dalam"? Jadi, panggilan bergengsi tadi mungkin agak berlebihan.
Kemudian, seseorang menepuk pundaknya.
"Ohayou," sapa seorang gadis dengan senyum full memenuhi wajahnya. Jadi mirip Naruto. Satu-satunya hal menonjol dari gadis itu adalah warna rambutnya yang pink gum, membuatnya semakin mirip dengan permen karet berjalan. Itu Sakura, satu dari sekian banyak kerabatnya yang sinting.
"Hm."
"Belum telat, kok. Masih ada setengah jam buat nyiapin meja eksekusi," hibur Sakura dengan senyum lebarnya.
Eksekusi kodok? pikir Sasori sinis.
Ia tahu, senyum janggal seperti itu hanya ditujukan untuknya. Semua orang mengenal Sakura sebagai cewek yang, yah, tangguh, berkuasa tapi langsung berubah manis di hadapan Sasuke, pangerannya. Sasori tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Yang penting sekarang dia tidak telat.
"Kok diem?" tanya Sakura.
"..."
"Nii-san nggak sakit, kan?" tanya Sakura khawatir.
"NGGAK SAKIT APANYA? LIHAT KAKIMU, SAKURA!" Sasori mengaduh, sambil menunjuk kakinya sendiri. Sakura melompat menjauh karena kaget.
"Kenapa nggak bilang kalau kakiku menginjak kakimu dari tadi?" keluhnya. Tapi perhatian Sakura mudah teralih kepada hal lain. "Hinata!" teriaknya entah pada siapa, begitu melihat Hinata melintas di depan mereka, menuju ruang UKS.
Hinata menoleh begitu merasa ada yang memanggilnya.
Sakura berlari mendekati sohibnya, sambil tetap merangkul pundak sepupunya. Hinata mengulas senyum tipis.
"A-aku ada shift jaga di UKS, Sakura-chan. Sampai... kelas di mulai," kata Hinata basa-basi. Kemudian sang cewek indigo melirik Sasori.
Sasori memerah—semerah rambutnya. Soal gadis bernama Hinata itu, hmm... itu masa lalu. Sasori pernah naksir cewek itu, berawal dari festival sekolah tahun lalu, tapi ia tidak yakin perasaan suka bisa merambat sampai sekarang. Paling tidak Sasori bersyukur karena Hinata juga belum pernah pacaran dengan siapapun.
"Tapi kita harus ada di lab sebelum kelas dimulai," kata Sakura kecewa. "Kau kan, bisa minta izin."
"Oh... iya," gumam Hinata. "Nanti... aku bilang ke Kurenai-sensei."
Sasori akan bilang sesuatu, sebelum terdengar keributan dari kejauhan. Suara cewek-cewek memekik lalu berkerumun seperti semut di koridor. Hinata menghela nafas. Pasti gadis-gadis itu lagi. Dan Sasuke yang baru datang menuju kelasnya sendiri dikerumuni para fans girl. Sakura melonjak senang.
"SASUKE-KUUUUUN...!" pekik Sakura seraya berlari ke arah kerumunan—salah, ke arah Sasuke yang berjalan malas dan membelokkan langkahnya menuju lab.
Kini tinggallah Sasori dan Hinata. Mereka terdiam dan saling memandang karena bingung.
"Jadi, sekarang... mau ke lab bareng?" tawar Sasori canggung.
"B-boleh," sambut Hinata terbata-bata.
Mereka menyusuri koridor, berdua, terlihat seperti putri dan pangeran.
ҩҩҩ
Laboratorium IPA kali ini amat berisik. Terdapat sepuluh meja, sederet laci dan beberapa wastafel. Sebenarnya masih banyak lagi hasil percobaan murid yang ditaruh di lemari kaca. Lab itu berbau parsley. Murid-murid saling berbisik dan menggosip sekaligus mencuri-curi pandang ke arah Sasuke, tak peduli Sasuke memerhatikan mereka atau tidak.
Sasuke malah memerhatikan pisau bedah yang akan mereka gunakan nanti di atas meja. Hinata mengambil baskom stainless steel, membawanya ke wastafel, mengisi air sampai penuh dan menaruh kembali baskom tersebut di atas meja.
"I-ini cukup, Sasuke-san?" tanya Hinata takut-takut.
Menyadari pertanyaannya tidak ditanggapi, Hinata mendekatkan wajahnya ke wajah Sasuke agar bisa melihat mata cowok tersebut. Jangan-jangan tidur.
"Sa-Sasuke-san?"
"Jangan panggil aku Sasuke-san," bisik Sasuke saat wajah mereka hanya berjarak tiga senti. Hinata tertegun, bisa merasakan wajahnya memerah dalam jarak sedekat itu dan menarik punggungnya kembali. Ia tidak tahu harus berkata apa.
Berurusan dengan seorang Uchiha terkadang berbahaya.
Tapi Sasuke cuek saja. Sasuke pula yang pertama menyadari mereka tidak punya serbet. Ia berbalik menghadap meja di belakangnya—tempat Karin, Ino, dan Shikamaru—dan bertanya pendek. "Punya serbet lebih?"
Karin dan Ino mendesis bahagia. "Sasuke-kun meminta serbet padaku!" soraknya norak pada semua orang. Lab bertambah berisik.
Shikamaru menyikut lengan Ino malas. "Berikan serbet itu," dan ia kembali tidur.
Lab lebih berisik lagi, sebab perkataan Shikamaru tadi didengar semua orang. Dengan malu-malu kucing [lagi-lagi norak] andalannya, Ino menyodorkan serbet di tangannya dan mematri pengalaman ini seumur hidup di hatinya.
Ini pengalaman langka! Aku memberikan serbet pada Sasuke-kun! pikir Ino girang.
"Ini serbetnya," Sasuke memberikan serbet tadi pada Sasori. "Kau kan, ahlinya."
Sasori mengangguk tak peduli.
Sang guru biologi mengambil alih murid didiknya—baru kembali entah dari mana—Orochimaru menepukkan tangannya tiga kali dan memberi komando pada murid-muridnya. "Diam, tenanglah. Sekarang keluarkan hewannya. Hati-hati bagi yang memegang kodok...!"
"Biar aku yang ambil," kata Sasori ketika Hinata akan merunduk untuk mengambil kodok yang mereka taruh di toples kecil, di bawah meja. Hinata menyerah. Ia membiarkan Sasori mengambilnya.
Mereka harus menaruh kodok itu di alas kecil dan kaki-tangannya ditahan dengan paku. Sebelum itu, sang kodok harus dibunuh terlebih dahulu. Kedengarannya seram. Hinata tidak mau ikutan soal yang itu.
Sasuke mengisi botol selai yang isinya sudah dibuang dengan sedikit kapas. Sasori menyodorkan kloroform. Sasuke membasahi kapas dengan kloroform, lalu membekapkannya pada si kodok. Hinata memandangi mereka beserta kodoknya dengan mata berkaca-kaca.
Sasuke memberikan kodok berbalut kapas cairan kloroform dan botol tadi pada Hinata.
"K-kejam sekal—"
Dipandanginya kodok gendut itu lekat-lekat. Wajah lebar gamang sang kodok terlihat lucu di detik-detik kematiannya. Dengan lamat, Hinata memasukkan kodok tersebut ke dalam botol selai. Ia menutup rapat botolnya.
"Apanya yang kejam?" potong Sasuke dingin.
Hinata tercekat. Apa Sasuke mendengarnya? Ah. Hinata menggeleng cepat-cepat.
"Itu lebih baik daripada kita langsung melukai kodoknya, Hinata-chan," hibur seseorang.
Sasori? Hinata menegakkan wajah. Ia mendapati Sasori yang menatapnya ramah di sebelah kirinya dan Sasuke yang bertampang datar di sebelah kanannya.
Sasori memanggilnya 'Hinata-chan'.
ҩҩҩ
Untuk urusan yang ini, Hinata benar-benar tidak mau terlibat. Menjelajahi setiap organ dalam kodok mungil tak berdosa di hadapannya terlalu... menyedihkan. Hinata terlalu nggak tegaan. Mau diapakan lagi, sudah dari lahirnya.
Sasuke menyodorkannya sebuah skalpel berdarah-darah. Bau amis dan rawa-rawa menguar dari skalpel tersebut. Perut kodok di depannya sudah... eww, menganga lebar. Tapi kok Sasori dan Sasuke biasa saja, ya? Sasori karena sudah lahirnya. Sasuke karena tampang psikopatnya kambuh, mungkin.
Aku tidak kuat lagi, pikir Hinata dalam hati. Lagipula... oh ya! Kegiatan XII ini perlu diabadikan juga dalam mading. "Boleh aku... keluar sebentar? Aku p-perlu ambil... beberapa gambar. B-buat mading."
Sasori mengangguk.
Sasuke menatapnya tajam.
ҩҩҩ
Bagus. Akhirnya keluar juga dari pusat pembantaian binatang itu. Setelah menghampiri wastafel sejenak, Hinata kembali ke kelasnya dan balik dengan kamera di tangan.
"Kurenai-sensei pasti senang kalau melihat kemampuanku makin bagus," gumam Hinata sambil mengambil beberapa foto teman-teman labnya dari jendela yang terbuka dan puas akan hasilnya, sebab tidak ada anak narsis yang numpang lewat di situ. Dan...
Sasuke dan Sasori. Mereka juga perlu diambil fotonya. Kalau cukup berani, Hinata mungkin akan menambahkan sesuatu di bawah foto itu—Pangeran Konoha dalam Aksi Pembantaian Kodok!
Ia berjalan lebih ke kiri, menghampiri pintu masuk lab yang juga terbuka lebar. Posisi di sana cocok untuk memotret siapapun dalam lab tanpa ketahuan. Sasuke dan Sasori juga terlihat jelas di sini.
Tapi kelihatannya dua cowok itu tidak sedang akur. Sasuke pindah posisi—menyebrangi sisi meja yang satunya sehingga berhadapan langsung dengan Sasori, sehingga dalam sudut pandang Hinata, sosok Sasuke menutupi wajah Sasori, alhasil dua-duanya sama-sama tidak tertangkap kamera. Mungkin Hinata harus mencari sudut lain.
"Setelah ini...?"
"Kubur yang rapi."
"Dia sudah mati."
"Dikubur lebih baik."
"Apa untungnya?"
Tidak biasanya Hinata mendengar Sasuke berdebat secara eksklusif, yah, meskipun suara Sasuke juga terdengar biasa saja. Hinata terkikik perlahan. Dia benar-benar akan mencari sudut yang lebih baik dari ini.
Belum sempat Hinata menggerakkan kakinya, seorang anak kelas 1 berlari terburu-buru dari arah samping dan menyenggolnya. Kameranya sudah menyala.
Brukk!
Tapi, anak itu tetap saja berlari.
Ckrek!
Bagus. Satu foto terjepret sudah di saat momen yang bukan saatnya. Hinata memungut kameranya dari lantai. Mau tidak mau, ia pasti tidak sengaja menjepret Sasori dan Sasuke yang sedang bertengkar. Apa itu bahan bagus buat mading?
"Hinata!" sapa Sakura riang yang entah-datang-dari-mana. "Aku baru saja selesai," katanya ringan. Ia menyambar kamera Hinata dengan cepat. "Wah, kamu habis ngapain?"
"Eh... Ano—"
Sakura menekan tombol galeri cepat-cepat, dan seketika mulutnya mengering.
"Hinata... kau..."
"A-ada apa, Sakura-chan?" tanya Hinata bingung.
"Kau... Aku tidak menyangka Sasuke pangeranku adalah seorang... seorang..."
Hinata mengambil kameranya balik dan menelan ludah. Insiden tadi membuatnya menjepret Sasuke dan Sasori dalam angle yang sangat sempurna sehingga membuat mereka berdua terlihat seperti...
CIUMAN!
ҩҩҩ
"S-Sakura-chan! Itu..."
Sakura kembali menyambar kamera dari pegangan Hinata, bahkan sebelum Hinata menghapus foto itu, membawanya lari sambil tersedu-sedu. Beberapa cewek lain tertarik akan tingkah aneh Sakura dan mendekat padanya. "Ada apa?"
"Lihat sendiri!"
Desis dan jeritan kecewa dari kerumunan Sasuke FC begitu melihat ke dalam layar kamera—yang masih menampilkan galeri. Foto salah paham itu membuat geger. Para Sasuke FC syok.
"Nggak... nggak mungkin!"
"Sudah kuduga, cowok ganteng itu pasti gay."
Hinata tidak bisa bergerak. Ia bisa apa? Sakura bisa saja melaporkan foto itu pada Tsunade-sama, mencetaknya, membiarkan Tsunade-sama memanggil orang tua dari ketiga anak itu...
Tiga. Hinata, Sasuke, dan Sasori.
"Aku akan melaporkannya pada Tsunade-sama," terdengar seruan Sakura yang sudah menjauh darinya. Berikut timpalan dari orang-orang yang tadi merubungi Sakura.
Oh, tidaaak!
ҩҩҩ
To be continued
Maaf karena saya [dengan sintingnya] ngepublish fict baru sementara yang itu aja belom diselesain =="
Ide ini datang dengan indahnya waktu mikirin pairing Sasuke x Sasori (oh Jashin ampuni saya ==")
Niatnya oneshot, kepanjangan jadi multichap. Kalo nggak twoshoot yah threeshoot (?) =w="
Review? OwO"
