DON'T TOUCH MY SON

Rate: saat ini masih T

Pairing : Stony, sedikit Stucky, SpideyPool(beberapa capter selanjutnya)
Genre: family, bromance, boys love, shonen ai, hurt...

Disclaimer :
Mas Tony dan mas Steve saling memiliki~
Semua chara di sini punya marvel~
Saya Cuma minjem... tapi ga bilang...
tidak ada keuntungan material apapun yang Yuha dapet dari penulisan ff ini. Hanya keuntungan batin berbagi kegalauan bersama pecinta stony...

WARNING: ff ini mengandung unsur BL/Buah Love#plak! Maksudnya percintaan sesama lelaki, beberapa adegan kekerasan dan baper...

Note: Disini Steve ama Tony udah nikah, tinggal di Tower bareng beberapa avenger lainnya. Mereka punya anak yg namanya Peter. Sekarang Peter kelas 2 smp dan dia bukan spiderman~Kalau ada typo tolong kasih tau yo~
saya ga baca ulang lagi soalnya... dan ga punya beta... Happy reading~
:3

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

BUGGHH!

"kalau saja kamu tidak bertindak seenaknya" entah sudah berapa kali Tony menerima pukulan mematikan dari legenda yang kembali hidup itu.

BAGGHH!

"Bucky pasti..."satu pukulan kembali mendarat di perutnya. Tony mulai terbatuk merasakan ulu hatinya meronta, menjerit, protes. Tony yakin kalau tiap bagian tubunya bisa, mereka semua pasti memilih dipecat tanpa pesangon daripada harus menerima pukulan dari seorang Captain America hampir setiap hari. Konyol, tapi itulah kenyataannya. Untunglah bagian-bagian tubuhnya tidak memiliki kebebasan untuk berhenti bekerja atau kita hanya akan melihat Tony Stark sebagai gumpalan otak tanpa bagian tubuh lainnya karna Tony percaya hanya otaknyalah yang tidak aka pernah menghianatinya.

BUGHH! BAGHH!

"ANDAI SAJA KAMU MENDENGAR!" sebuah tendangan dan sebuah pukulan di wajah menghilangkan kesadaran Tony. Bukan masalah besar, Tony pernah mengalami hal ini malam-malam sebelumnya. Tony tidak khawatir ditemukan babak belur, dia tinggal bilang kalau beberapa penjahat super mengajaknya bermain.

BAGGH! BRUGGH!

"ughh..." hanya rintihan kecil dari sepasang bibir Jenius yang kini sobek dan penuh bercak darah, baik yang basah maupun kering. Perlahan diraba bagian depan tubuhnya yang terasa nyeri, Steve baru saja mematahkan tulang rusuknya. Rekor baru! Tony tidak menyesal, dialah yang menginginkan hal ini pada awalnya.

Pada awalnya…

Tony ingat semua ini dimulai dengan obsesi Steve untuk menemukan sahabatnya Bucky. Obsesi yang sama seperti milik ayahnya saat mencari Steve, membandingkannya saja membuat Tony jengah. Keajaiban terjadi saat mereka berhasil menemukan Bucky, semuanya baik-baik saja sampai pada suatu titik Tony diharuskan menangkap Buck dan melawan Steve. Kemudian semuanya menjadi semakin buruk saat Bucky kembali menghilang dalam keadaan yang bisa dibilang tidak utuh. Steve kemudian mulai menutup diri dari semua termasuk dia dan putra mereka, Peter.

Tony mengenal Steve luar dalam. Tahu betul kalau Steve butuh pelampiasan dan samsak di gym mereka sepertinya sudah tidak mampu menjadi pelepas stress Kapten Amerika. Samsak-samsak itu mungkin bisa mengurangi sedikit ketegangan di otot-otot pahatan bak patung dewa yunani, tapi otak dan jiwanya? Sama sekali tidak. Steve butuh sesuatu untuk menenangkan dan 'melepaskan' ketegangan dan emosi dalam pikirannya sesekali dan Tony mengerti betul akan hal itu.

Hal terbaiknya adalah Tony juga butuh sedikit "pukulan" untuk menjaga otaknya tetap waras dan bekerja. Tony tidak mengakui jika dirinya adalah seorang masochist, dia tidak menyukai rasa sakit. Tony membenci rasa sakit, tapi terkadang dia membutuhkannya. Masalahnya adalah dia seorang Tony Stark! Tony tidak mungkin pergi ke pinggiran Manhatan dan minta seseorang memukulinya. Ide selanjutnya adalah mencari penjahat super, tapi dimana bisa Tony temukan penjahat super? Penjara khusus milik SHIELD cukup menjanjikan jika Tony ingin berakhir dibunuh Fury setelah membobol Penjara. Namun lebih dari itu Tony tidak suka disentuh orang selain steve.

Jadi dimulailah kebiasaan baru Tony. Tony selalu mencoba memancing amarah steve, tapi Steve selalu berhasil menjaga emosinya. Tetapi kita semua tahu kalau TONY STARK bukanlah orang yang mudah menyerah dan bukan pula orang yang bisa kehabisan ide. Maka pada suatu titik Steve roger kehilangan kesadarannya dan meledak melebihi yang seharusnya. Sisi baiknya adalah Steve dan Tony bisa sedikit menghilangkan Stress mereka. Sisi buruknya? Keduanya tidak tahu kapan waktunya menghentikan kegilaan ini.

Pada awalnya Steve selalu menyesal dan mengobati Tony keesokan harinya dengan lembut dan penuh kasih juga tatapan menyesal tiap jantung mereka berdetak. Namun semakin lama Steve justru memilih menghilang setiap mereka selesai "melepas stress" keesokan harinya. Pernah malah sekali waktu Steve pergi ke tempatnya di DC. Tapi kemudian Steve akan kembali ke keluarga mereka, untuk saling menjaga dan mengasihi seperti yang Seharusnya.

Seharusnya...

Seharusnya itulah yang terjadi, tapi tidak. Pandangan Steve berubah, Tony mulai merasa kalau Steve mulai memiliki kebencian untuk dirinya. Bagaimana Tony bisa tahu? Demi tuhan, dia Tony Stark! Tony bahkan sudah mulai dibenci oleh orang lain bahkan sebelum dirinya terlahir di dunia ini. Tony mengenali tatapan kebencian itu dan dia akan segera melupakan rasa sakit akibat pukulan Steve karna seluruh rasa sakitnya mengalir perlahan memenuhi dadanya, merasuk ke relung jiwanya, dan menggerogotinya dari dalam dengan kesedihan dan ketakutan.

BAGGH! KKRRAAKK!

"ARRRGGHHH!" satu tendangan tepat di dada sukses mematahkan satu lagi tulang rusuk Tony. Tony menatap Steve, tersadar mata itu bukan lagi milik kapten amerika yang dipujanya, bukan milik suaminya Steve Roger, mata itu... milik siapa?

Tony seolah ditampar kenyataan, tidak ada lagi kasih dan cinta di mata itu. Bahakan belas kasihan seolah tidak pernah ada di mata itu. Itu tubuh kapten amerika, itu wajah Steve roger, itu seharusnya milik orang yang paling paling dicintai Tony. Ini tidak adil! Tony tidak mengenali siapa orang yang ada di dalam sana, Tony tidak mengenali jiwa dibalik tubuh suaminya.

SIAPA?!

Ketakutan tiba-tiba menyelimuti Tony, dia tidak mengenal orang dihadapannya. Ditatap mata itu sekali lagi, mata biru yang dulu selalu mampu menghangatkannya hingga ke pori-pori jiwanya kini lebih dingin dari es abadi di kutub bumi. Sadar bahwa dia tidak mengenali orang dihadapannya seketika membunyikan alarm dikepala Tony. Tony bisa mendengar teriakan-teriakan dalam kepalanya menyuruhnya pergi dari kamar ini secepatnya. Tony harus pergi sekarang! Harus!

Perlahan Tony berusaha bangkit, kakinya seolah kehilangan tenaga, dia tidak bisa bernafas, rasa sakit seolah memasung tiap bagian tubuhnya, ketakutan mengambil alih tubuhnya. Diseret kedua kakinya dengan paksa, tidak dipedulikannya raut kebingungan dari orang yang memiliki wajah suaminya. Tony menolak mengakui orang dihadapannya sebagai Steve.

"mau kemana kamu?!" tanya Orang itu dengan suara Kapten Amerika. Orang itu menarik tangan Tony paksa, memelintirnya dan memposisikannya di punggung Tony, siap mematahkan tangan itu jika memang itu yang dibutuhkan. Tony ingi meronta tapi mendengar suara itu tubuhnya justru gemetaran. Tanpa belas kasihan orang yang mendadak menjadi asing bagi Tony itu mengeratkan cengkramannya.

"AAAARRGGGHHH!" Tony menjerit saat merasakan pergelangan tangannya patah. "lepas... kumohon..." pinta Tony dengan suara memelas, mengejutkan Tony dengan betapa menyedihkan suaranya saat ini. Tony yakin mendengar dengusan penuh penghinaan sebelum merasakan tubuhnya dihempaskan ke lantai begitu saja, tidak lebih berharga dari seonggok sampah.

"huh, ke mana perginya Ironman? Yang kulihat hanya lelaki yang menyedihkan" kata seseorang yang menyerupai kapten amerika itu penuh penghinaan, membangkitkan amarah Tony.

"setidaknya dia bukan orang munafik seperti kapten amerika dan temannya sersan Barnes" kata Tony memprofokasi. Hanya butuh sedetik untuk Tonny menyadari kebodohannya. Orang yang menyerupai Steve itu sudah siap memukul Tony dengan kekuatan yang mampu membunuh seekor gajah dengan tangan kosong. Tony menutup matanya, pasrah.

"pops, dad.. tadi aku mendeng... DAAADD!" suara putra satu-satunya mampu membuat mata Tony melebar. Dirasakannya pelukan hangat sang putra sebelum sekejap kemudian menghilang dalam ketakutan dingin. Dalam gerak lambat, Tony melihat anaknya terhempas terkena pukulan dari seseorang yang seharunya adalah ayah yang melindunginya.

Tubuh Peter terpelanting sebelum akhirnya terhenti karna membentur dinding dan jatuh tepat di atas beberapa pot dan vas di pojok ruangan. Tony menatap ngeri putranya yang kini tergeletak di sisi lain kamarnya dengan keadaan berlinang darah dan tidak sadarkan diri. Tony segera berlari tertatih menuju putranya, beberapa kali dia terjatuh hingga harus menyeret tubuhnya sebelum akhirnya berhasil sampai di tempat putranya.

"peter, buka matamu nak. Peter? Demi tuhan peter! Jawab aku?" pinta Tony frustasi sambil menepuk pelan pipi anaknya. Perlahan peter membuka matanya, "peter? Kau bisa dengar aku? Bagaimana perasaanmu?" tanya Tony beruntun.

"dhad..." hanya sepatah kata itu yang berhasil terselip sebelum peter kembali menutup matanya.

"JARVIS!? PANGGIL BRUCE! SEKARANG! Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, suruh dia segera kemari!" Tony menjerit ketakutan melihat anaknya kembali tidak sadarkan diri.

"yes sir.." kata jarvis

"tony..." steve yang seolah baru sadar apa yang telah dilakukannya segera menghampiri kedua orang yang seharusnya dilindunginya. Steve segera duduk di samping Tony, "Pete..." Steve mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah putranya yang kini terbaring tak sadarkan diri dalam rengkuhan Tony.

"MENYINGKIR DARI ANAKKU!" Bentak Tony sambil menghempaskan tangan Steve yang akan menyentuh peter. "peter… peter… peter….peter..." Hanya nama sang anaklah yang kini meluncur bagai mantra dari sepasang bibir Tony yang sobek dan tak karuan bentuknya. Tony benar-benar ketakutan sekarang, tidak bisa dibayangkannya dunia tanpa kehadiran sang putra. Perlahan air mata meluncur di pipi si Jenius.

Di sisi lain Steve hanya bisa menatap ngeri pemandangan di hadapannya. Melihat suami dan anaknya berlumuran darah dengan kemungkinan-kemungkinan dan kengerian tak terbatas membuat Steve hanya bisa membatu menatap keduanya. Steve rasanya tidak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya, dan kenyataan bahwa dialah yang telah membuat keduanya terluka kini meremukan hatinya, memporak-porandakan jiwanya menjadi kepingan, kemudian menghujam tanpa ampun tiap serpihan jiwanya. Hanya kesunyian mencekam yang kini mengisi ruangan itu, menyamarkan eksistensi ketiga jiwa yang seolah mengabur membayang.

BRAKH!

"Tony!" Bruce dan Natasha segera menghambur masuk menghampiri Tony yang memeluk dan memanggil nama si anak tanpa henti. Tubuh si jenius gemeratan dan pandangannya kosong, Bruce segera sadar kalau jiwa Tony tidak ada di ruangan itu. Tubuh itu kini tidak lebih dari boneka rusak yang memeluk putranya, seketika amarah menyelimuti Bruce.

"bruce, tenangkan dirimu. Kami butuh kamu di sini, Tony membutuhkanmu, peter membutuhkanmu. Kumohon bruce, tetap bersama kami?" bujuk Natasha begitu menyadari teman hijaunya bersiap keluar.

Bruce menarik nafas dalam, sekali, dua kali, tiga kali hingga keadaannya kembali normal, "thanks Nat. Tony, hei... lihat aku... tarik nafas..." pinta Bruce sambil mengguncangkan bahu Tony perlahan, takut jika dia malah akan memperburuk keadaannya.

"peter... peter... peter... peter..." tony tidak merespon, hanya nama anaknya dan pandangan kosong yang kini tersisa dari tubuh si jenius.

"tony lihat aku, kita ingin menolong peter!" bentak Bruce sambil mengarahkan wajah Tony agar melihatnya. Perlahan si jenius berkedip, kesadarannya perlahan kembali.

"BRUCE! PETER... PETER! KUMOHON TOLONG DIA!" Jerit Tony histeris begitu menyadari kehadiran sahabatnya.

"tony tenang! Biarkan aku memeriksanya... letakan kepalanya perlahan" pinta Bruce, dan langsung dituruti Tony. "JARVIS, bisa tolong lakukan CT scane pada peter? Aku akan menghentikan pendarahannya dulu."

"yes sir, scane complete. Hasilnya akan saya tunjukan di layar." Kata suara jarvis sebelum beberapa gambar otak peter terpanjang di dinding.

"oh tidak... Peter sepertinya mengalami Hematoma epidural. Kepalanya harus segera dioprasi sebelum semuanya terlambat" kata Bruce ngeri saat melihat hasil CT scane dari bocah yang sudah dianggapnya seperti keponakan sendiri.

"lakukan! Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya! Akan kuberikan apa pun... kumohon Bruce... kumohon..." Tony benar-benar putus asa. Dengan senang hati akan diberikan jiwanya pada iblis bila itu bisa membuat putranya tetap hidup.

"kita harus membawanya ke rumah sakit, aku tidak bisa melakukan oprasi seperti ini sendirian. Terlalu beresiko, dan lebih penting lagi kita harus cepat" Kata Bruce sambil menatap Natasha. Dengan sigap wanita itu segera meminta Jarvis untuk menyediakan mobil yang cukup besar dan aman untuk membawa Peter.

"aku bisa terbang dengan armorku. Itu akan lebih cepat." Kata Tony sambil bangkit, tertatih dan terbatasi luka yang dilupakannya.

"kurasa tidak. Inti dari perjalanan ini adalah untuk memberi tekanan sesedikit mungkin pada luka Peter, bukan menambahnya." Cegah Nat sebelum Tony berhasil memanggil armor-armornya. "dengan keadaanmu saat ini kamu hanya akan memperparah keadaan peter." Menurut, Tony segera mengikuti Bruce yang menggendong tubuh Peter.

Natasha memandang Steve yang hanya bisa menatap kejadian demi kejadian bagaikan patung tak bejiwa. Perlahan didekatinya kapten amerika yang masih memutar semua kejadian dalam otaknya tanpa henti. Natasha rasanya masih tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan Steve, dalam sekejap amarah berkilat di mata Natasha.

BUAGHH!

Satu pukulan telak mendarat di rahang Steve, memaksanya untuk terhempas sebelum tubuhnya ditarik gravitasi. Steve merintih merasakan rahangnya yang sepertinya bergeser, tidak bereaksi terhadap serangan Natasha. Steve memandang wanita itu bingung. "Bruce dan aku melihat apa yang kau lakukan pada Tony dan Peter. JARVIS memperlihatkannya." Mata Steve seolah akan melompat mendengar pernyataan Natasha.

"..." Steve ingin mengatakan sesuatu, sayangnya dia sendiri tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Meninggalkan keduanya kesunyian memuakkan.

"aku tidak ingin mencampuri urusan kalian, tapi ini sudah keterlaluan" Kata Nat sambil berjalan menuju elevator. "apa yang kau lakukan di sana sementara anak dan suamimu sedang dalam perjalanan ke rumah sakit?"

"tapi… aku…" Steve tidak yakin apakah keberadaannya dibutuhkan atau bahkan diinginkan karena dialah yang menyebabkan semua ini terjadi.

"kalau terjadi sesuatu pada keponakan kesayanganku, akan kubunuh kau" kata Natasha sambil menatap Steve serius.

"lakukanlah..." kata Steve tanpa keraguan. Steve bahkan ingin membunuh dirinya sendiri jika sampai terjadi sesuatu pada putranya. Steve tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri bahkan meski seluruh dunia memaafkannya.

"bagus, sekarang aku ingin kau ada di dekatku jadi aku bisa membunuhmu kapan saja" kata Natasha masih dengan nada serius. "ayo, ada rumah sakit yang harus dikunjungi."

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

yang mau bunuh saya mana suaranya?
XD

capter 1 seleseee~

:D
maafin pendek...
ff ini dibuat karna banyak yg nanya di ff sebelumnya (boys don't cry) soal Steve ama Tony.

Dan karna bakal dibikin berchapter rasanya sayang kalo ga masukin Peter, dan Peter di sini cuman remaja biasa dengan keluarga yg luar biasa. Bukan spiderman yak...

Oh dan Peter itu anak biologi Steve ama Tony. Bukan Mpreg yak, Peter itu hasil percobaan Hydra yang baru diketahui keberadaannya pas avenger ngegeledah salah satu markas Hydra.

Sekian dari saya~

btw, yg mau request silahkan review, yg mau ngoreksi silahkan review, yg mu ngajak berantem juga review aja #Plak!

see you next time~
:3