Sebenarnya rasa hati ingin sekali melanjutkan dua fic yang terbengkalai dan luput begitu saja dari perhatian. *halah*

Tapi kenapa tak ada sesuatu yang bisa membuat otak ini bekerja untuk kelanjutan dua fic itu T_T

Mungkin dengan menuangkan ide di fic ini bisa mengembalikan inspirasi yang hilang. Dan daripada saya banyak berkata tak jelas seperti ini, ada baiknya saya mulai saja.

Ehem. Ehem…

xXxHajimemashouxXx

Naruto by. Masashi Kishimoto

Pieces Of Night by. IceQueen Rei-chan Yuki

SasuNaru

T

Poetry/Romance

Shonen-ai. Maybe you will find some typo. Gajeness anywhere.


Senja pergi tanpa berpamitan pada sapphire biru yang menatapnya. Lenyap begitu saja diambang batas lautan.

Pemilik sapphire biru itu tak berhenti menatap langit karena senja telah berpaling. Sesekali ia melirik kearah lain, mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang. Seseorang yang sedari tadi dinantinya. Lalu ia akan menghela nafas karena ia sadar orang itu tak mungkin ada disini. Kemudian ia kembali pada tujuannya semula. Langit…

-Naruto's POV-

Aku menengadah menyaksikan gerombolan cahaya kecil mulai menghias langit temaram.

Sepi menemani ketika aku bersuara sendu memanggil namamu.

Seringkali aku berdoa kau kembali.

Menlanjutkan mimpi yang belum terwujud ini.

Tapi bayangmu makin terlarut diantara kelamnya masa lalu.

.

Baikkah kau disana?

Apa sesal sempat terantuk dalam dadamu walau sekejap?

Aku memejamkan mataku dan kutulikan pendengaranku.

Saat ini hanya ingin kudengar namamu dari hatiku.

.

Namun apa jua yang tersisa.

Sisi pahit ironi berteriak lagi.

Beriak dikala air tak berombak menyapu kakiku.

Bibirku berteriak bisu.

Tak mampu bersuara hanya dapat berkeluh sayu.

.

Aku bangkit dan berjalan menelusuri pasir-pasir basah di malam ini.

Kau sempat bertanya apa aku bisa membaca pikiranmu.

Tahukah kau aku pun bisa membaca hatimu.

Kesepian yang tersembunyi dalam diri kita adalah sama.

.

Demi menghapus kesepianmu kau tinggalkan tempat ini.

Tak rindukah kau pada tempat yang mengakuimu.

Sebagai orang yang hebat. Bukan sebagai budak ambisi.

Tak ingatkah apa yang telah tempat ini lakukan padamu.

Tempat inilah yang telah mempertemukan kita.

.

Keping-keping memori melintasi sudut ingatanku.

Apa kau juga mengingatnya.

Terakhir kali kita berhadapan dan berbicara.

Harusnya aku bisa meyakinkanmu.

Harusnya kita tak saling menyakiti.

Lalu aku berhenti melangkah dan menyebut namamu lirih.

.

Angin dimalam ini menerbangkan butiran pasir yang kupijak.

Seolah dapat kulihat bentuk angin yang tak terjamah.

Irama yang lembut. Tenang. Namun kesepian.

Tak ada suara yang menemani kala pasir bernyanyi.

.

Hei, dengar aku?

Katakan apa yang kau tahu tentang perasaanmu?

Beritahu mengapa kau begitu suka berpura-pura dihadapanku.

Apa sejenak pernah kau mengakui kata hatimu?

Kau kesepian. Aku tahu. Sungguh.

.

Aku mengerti mengapa rasa lelah menaungimu.

Keletihan dari kepura-puraanmu telah sampai batasnya.

Padahal kau dapat bicara padaku.

Dan kita bisa mencari tempat itu bersama-sama.

Tempat bagi kita tuk luapkan semua.

Karena emosi ini begitu luput oleh sandiwara.

.

Aku menatap bisu pada langit kelabu.

Kau dengar aku?

Dapatkah kau temukan orang yang pergi dariku?

Apa yang dia pikirkan sampai rela memutuskan ikatan diantara kami?

Apa kau tahu dia adalah yang terbaik untukku?

Dia adalah orang yang mengakui keberadaanku lebih dari siapapun.

.

Sekali lagi angin berhembus.

Dan lagi. Sesuatu yang dingin menyentuh tubuhku.

Tak semua dapat kulihat.

Hanya dapat terasa ketika desirannya melewati sisi raga.

Ketika desaunya berbisik pada telinga.

Apa yang salah dengan diriku?

Apa yang kutemukan tak perlu menghilang secepat ini, bukan?

.

Adakah yang lain kala api telah lenyap?

Adakah yang tersisa kala api membakar semua?

Aku angin yang tak bisa menjaga api.

Ya. Aku adalah orang bodoh yang tak bisa menjagamu.

Aku tak dapat meyakinkanmu sehingga kau meninggalkanku.

Padahal kau orang yang paling berharga dalam hidupku.

.

Aku merindukan dirimu.

Sebagai orang yang telah mengajariku kehidupan.

Sebagai orang yang memberitahuku tentang kebahagiaan.

Aku mengharapkan kehadiranmu.

Sebagai orang bodoh yang memintamu mengajariku lebih banyak hal.

Sebagai orang yang menginginkan ikatan kekal.

Sebagai orang yang ingin melindungi alasan hidupnya.

-End of Naruto's POV-

"Sasuke... Dimana? Dimana hatimu? Mengapa aku tak bisa menyentuh sisi terdalam perasaanmu? Mengapa aku tak bisa menghapus kesepianmu?" Lalu saphire birunya perlahan terpejam dan bibirnya berucap satu nama. Mungkin juga hatinya sama. Menyerukan satu nama yang melekat dalam ingatannya sebagai rasa bersalah. Dia tak bisa membawa kembali orang yang dicintainya.

"Sasuke..."

Tanpa disadarinya, dari balik semak, sepasang mata onyx tengah memperhatikannya. Menatap punggung Naruto dengan tatapan yang sama. Lirih. Sedih. Terkadang penyesalan menghujam dadanya. Ia baru menyadari pilihannya salah.

Hidup tanpa tawa Naruto, tanpa sinar yang terpancar dari sapphire birunya begitu hampa. Seakan sesuatu telah terenggut dengan paksa dari dalam dirinya.

"Jika aku kembali, apa kau akan menerimaku seperti dulu? Karena aku yakin pandanganmu telah berubah tentang aku. Naruto… Aku ingin kembali…"

Setetes cairan bening meleleh dari matanya. Dan disaat bersamaan setetes lagi telah lolos ketika ia mendengar Naruto memanggilnya entah untuk yang keberapa kali.

"Aku juga rindu padamu Naruto…"

xXxOWARIxXx


Dimana tempat yang aman untuk menghindari kegajean bertambah? Kapan saya bisa membuat fic dengan diksi yang menyentuh hati -.- *ngarep*

Sekian dari saya. Akhir kata sebelum kembali pada yang kuasa.. naa~ maksudnya sebelum saya pamit. Review? Flame?

Arigatou by Aizuka Rei.