Prolog

Berkas-berkas cahaya matahari mengintip dari balik hamparan awan di langit, sedikit menampakkan warna Jingga keemasan langit sore yang indah. Udara dingin membuat siapa pun enggan keluar dari rumahnya yang hangat dan nyaman. Gumpalan putih salju berjatuhan menutupi pucuk-pucuk pohon Maple yang tak berdaun, kotak surat dibiarkan penuh dengan surat pos dari berbagai alamat, bangku taman yang terlantarkan dan tertutupi salju enggan disinggahi siapa pun, uap-uap minuman hangat yang tertiup pada permukaan jendela tiap rumah, jalanan yang lengang karena rendahnya suhu hari ini.

Gedung apartemen sederhana yang sudah ditinggalkan bertahun-tahun, yang ditelantarkan dan dibiarkan usang begitu saja oleh pemiliknya, perlahan menangis seiring kenangan yang telah dilupakan di dalamnya. Sebuah pohon Tabebuya putih sebagai saksi yang menyedihkan akan menyambutmu ketika kau masuk ke sana. Dinding-dinding yang sebagian sudah keropos dimakan waktu di cat dengan warna merah bata dan sudah mulai memudar.

Dan, sebuah syal merah usang yang kotor dan robek, tergeletak begitu saja di halaman depan gedung apartemen, meminta setiap tatapan orang yang melihatnya untuk menggali tiap ingatan yang terukir di tiap rajutan rapatnya.

Dalam gedung yang sudah termakan usia itu, ada sebuah kamar dengan jendela yang pecah. Terdapat setumpuk kertas dengan susunan kata yang dibuat sedemikian rupa yang dibiarkan begitu saja di dalamnya. Di dinding kamar yang melukiskan bagaimana mengerikannya terabaikan, terdapat beberapa goresan-goresan pendek yang dibuat dengan sengaja, diukir dengan ketidakpastian rasa. Di langit-langit, terdapat beberapa burung kertas yang di gantung dengan tali hingga menjuntai ke bawah, lima burung kertas berserakan di lantai, tertutupi debu tipis yang membuktikan mengerikannya menunggu.

Di lantai, terdapat secarik kertas. Dengan deretan nada-nada yang ditulis tangan.

Sebuah lagu, yang belum selesai sepenuhnya. Sebagian tinta di kertas itu sudah memudar terkena rembesan air yang sudah mengering.

Dan, di salah satu kamar apartemen lain, dengan hanya secercah cahaya karena jendela yang ditutupi kertas hitam. Berceceran butir-butir obat berwarna putih yang sudah tak layak, lembaran kertas serta amplop cokelat yang berserakan di mana-mana, beberapa kaleng minuman kosong, cup mie kosong dan beberapa barang lainnya.

Di ujung kamar, terdapat sebuah matras dan di atasnya terdapat sebuah buku kecil yang sampulnya sudah rusak. Di sebelah matras, terdapat nakas kecil yang di atasnya dibiarkan beberapa dokumen yang diletakkan begitu saja.

Di dinding yang catnya sudah kusam itu, terpajang beberapa poster yang perekatnya lepas sebagian. Di sisi lain dinding, tergantung sebuah frame foto yang kacanya sudah pecah dan berserakan di lantai, foto yang seharusnya terpampang di balik kaca, tergeletak begitu saja di lantai bersama pecahan kaca, menangis bersama serpihan debu yang mendampinginya.

Melukiskan seorang pria yang sedang merangkul seseorang. Dengan senyum merekah dan pose 'peace' yang sudah sangat kuno. Orang yang di rangkul, nampak tertawa lepas sehingga pipinya naik, membuat matanya tersenyum bak bulan sabit. Gaya yang kuno dan juga membosankan.

Namun, jika kau lebih melihat lebih dalam kepada keduanya, kau akan ikut tersenyum. Karena kebahagiaan mereka yang terlukis di foto, itu menular, merambat ke hatimu, membuat salju di hatimu meleleh lalu berganti dengan hangatnya teh di pagi hari. Kau akan merasa senang dan akan berharap menjadi salah satu dari mereka.

Bagaimapun, kebahagiaan adalah hal yang fana.

Di balik senyuman mereka, terdapat sebuah kisah, sedikit manis, pahit, dan menyedihkan.

Sebuah pertemuan dan jalinan yang singkat.

Seperti matahari yang indah namun akan membuat matamu nyeri karena melihatnya langsung.

Seperti syal hangat yang memberimu kehangatan untuk sejenak dan perlahan mencekik lehermu hingga kau sesak dan tidak bisa bernafas.

Karena, dia tidak punya tempat untuk pulang.

Dia tidak tahu harus pergi ke mana lagi saat satu-satunya orang yang ia miliki bahkan membuangnya.

Ia kehilangan cahayanya dan tidak bisa mendapatkannya kembali, tidak bisa menemukan tempatnya lagi, terjatuh dari singgasananya dan terpuruk dalam jeritan hati yang mampu menyayat perasaan siapa pun.

Tidak ada lagi tempat untuk mengeringkan air matanya.

Ia mulai menyembunyikan hati dan seluruh emosinya, tak dapat menemukan impiannya, kehilangan akalnya, menolak siapa pun yang bersimpati padanya, tertelan waktu dan kehilangan dirinya sendiri. Saat ia berbicara, ia rapuh di dalam.

Dia sudah berhenti mencari jawabannya. Karena, satu-satunya jawaban yang ia temukan adalah sebuah penolakan akan dirinya.

Namun, saat ia sudah menemukan tempat bernaung dan menemukan kembali cahayanya. Ia tidak bisa pulang. Karena seluruh cahayanya dan harapannya, di renggut oleh waktu. Terpenjara dan perlahan menghilang.

...

"Nobody's Home"

Cast (main): EXO's Baekhyun & Chanyeol

Genre: Angst/drama

Created By: Aitalee

Published: 15 Mei 2015