Disclaimer: All Harry Potter Universe is J.K. Rowling's
Warning: tahun ke-6, OoC (maybe), gaje, DLDR :)
RED
WHITE
and
GOLD!
Chapter 1
Bagi Hermione Granger, Quidditch itu membosankan.
Yaaah, alasannya lumayan banyak. Pertama, dia cewek. Oke, mungkin banyak juga cewek yang menyukai Quidditch, tapi ia bukan salah satu dari mereka. Kedua, menurutnya lebih baik menghabiskan waktu di dalam sambil membaca buku yang pastinya lebih penting daripada saling melempar bola di atas sapu. Pemborosan waktu! Coba dihitung, berapa lama satu permainan Quidditch. Nah, ketiga, ia takut ketinggian. Jujur deh.
Jadi cuma tiga alasan. Yah, mungkin tidak terlalu banyak, tak apalah.
Selama ini Hermione hanya menonton Quidditch demi kedua sahabatnya yang sangat maniak permainan itu. Setiap tim Gryffindor main, ia akan berada di deretan asramanya, bersorak paling keras jika menang, dan akan menghela napas kecewa kalau mereka kalah. Apalagi setelah Harry terpilih menjadi kapten tahun ini, Hermione dipastikan akan menonton setiap pertandingannya.
Rupanya bukan itu satu-satunya kejutan di tahun ini. Dumbledore memutuskan tahun ini adalah 'tahun Quidditch'. Dan gara-gara itulah semua masalah dimulai.
"Aku akan membuat perjanjian denganmu."
Aaaargh, apa lagi sih? Hermione sudah cukup pusing dengan semuanya, dan sekarang ditambah lagi oleh orang-paling-menyebalkan-sedunia-ini! Bagus, hidupnya sangat bagus. Bahagia. Cemerlang. Gemerlap.
"Kalau kau tak mau melakukannya, maka ini," pemuda itu menunjuk benda di tangannya, "akan kutunjukkan kepada pacarmu itu," ia berkata dengan nada mencemooh.
Tidak. Tidak. Tidak. Nooooooo, ini mimpi buruk! Ia tidak akan melakukan itu. Oh, please, tentu saja ia akan melakukannya! Hermione punya banyak alasan. Pertama, dia Slytherin. Kedua, dia orang angkuh, menyebalkan, licik, dan semua hal-hal yang jelek. Ketiga, dia Slytherin. Keempat, dia Slytherin. Kelima, dia Slytherin—dan seterusnya, karena dia Slytherin.
"Kau tidak akan melakukannya," gadis itu berkata sedikit gemetar.
Dia menyeringai. "Kenapa, Granger? Takut?"
"Takut? Ha!" gadis itu tertawa sinis, "mimpi kau,"
"Lalu?"
"Aku. Tidak. Takut. Dan aku bukan pengecut sepertimu," ia mengayunkan tongkatnya begitu cepat, "accio!"
Tapi benda itu tidak bergerak. Diam. Aneh, mana mungkin mantra itu tidak bekerja? Dan Hermione tidak mungkin kurang serius. Setiap mantra yang ia ucapkan selalu menghasilkan efek yang sama kok.
Pemuda itu menyeringai penuh kemenangan, ia memecahkan lamunan Hermione sambil mengejek, "Bingung kenapa mantramu tidak bekerja, eh? Sayangnya, aku sudah selangkah lebih dulu daripada kau,"
Gadis berambut cokelat itu terbelalak. Tidak! Dia menggunakan mantra non-verbal pada benda itu, membuatnya tidak terpengaruh pads mantra-panggil. Dalam hati, ia menggerutu. Sejak kapan dia melakukan itu? Tolol! Kenapa ia tidak melihatnya?
"Ia tidak mungkin percaya," desis Hermione marah.
"Oya? Asal kau tahu, Granger, foto sihir itu tidak bisa direkayasa. Dan lagian, foto ini kan bergerak. Apa kau tak pernah membaca 'Asal Usul Fotografi Sihir'?" sindirnya.
Hermione semakin mengerut kesal. Darahnya sudah naik sampai ke ubun-ubun. Beraninya orang itu mengancamnya seperti ini! Lalu mengungkit-ungkit Ron pula! Aargh, ia sudah tahu sejak awal kalau bertemu dengan pemuda itu ia akan selalu sial.
Menyadari diamnya Hermione, pemuda itu melanjutkan dengan sok santai, "Sayang sekali ya. Padahal tadinya kau akan kuberitahu sebuah rahasia yang tadinya mau kuberitahu sehabis kau menyetujui perjanjian ini. Rahasia yang sangat penting, dan menurutku ini berhubungan denganmu,"
"Rahasia apa?" rasa penasaran Hermione muncul.
Menyeringai, ia berkata, "Kalau kuberitahu bukan rahasia lagi," ia menambahkan dengan gaya sok misterius, "ya kan?"
Hiyeaaaah, Hermione ingin sekali menonjoknya seperti di tahun ketiga. Wajahnya itu lho, mengesalkan sekali. Ia tidak mengerti kenapa banyak orang yang mengganggap pemuda tengik di depannya itu sangat tampan. Okelah, mungkin kalau diperhatikan sedikit lagi, ia lumayan. Tapi, kelakuannya yang sengak dan gemar mengolok-ngolok orang itu... benar-benar bikin nggak tahan! Nggak tahan untuk menonjoknya di tempat, maksudnya.
Tapi setelah ia pikir-pikir, mungkin ia memang harus menyetujui perjanjian itu. Ia tidak mungkin membiarkan benda itu sampai ke tangan Ron, atau lebih parah—tersebar. Hubungannya dengan Ron sedang dalam masa-masa indah, mereka berdua baru saja berkencan selama liburan musim panas, dan ketika Ron menyatakan perasaannya, Hermione tak bisa melakukan apa-apa lagi selain membalas, "aku menyukaimu juga". Ia melakukannya tidak terpaksa... hatinya sendiri yang memilih. Rasa sukanya pada sahabatnya itu memang sudah tumbuh sejak tahun kedua. Dan Hermione tidak bisa tidak bahagia lagi begitu mengetahui ia punya perasaan yang sama. Tapi, di saat hubungan mereka yang masih awal sekali ini, datanglah masalah. Dan yang bikin tambah buruk saja, masalah itu harus dibawa oleh satu-satunya orang yang menjadi musuh bebuyutan kedua sahabatnya.
Uurmh... jujur saja, Hermione sedikit tertarik dengan 'rahasia' itu. Ia bilang, rahasia itu menyangkut dirinya. Kira-kira apa? Sepengetahuan Hermione, semuanya berjalan lancar-lancar saja, tidak ada yang bertingkah mencurigakan atau apa. Nilai-nilainya sempurna, teman-temannya juga biasa saja, keluarganya juga tidak bermasalah. Lalu apa?
Hhh, rasa penasarannya melawan otaknya.
"Terserah," bentak Hermione kesal, matanya mendelik, "aku harus melakukan apa?"
Dia menyeringai.
Hermione benar-benar membenci Quidditch.
.
.
Mari berputar ke kejadian beberapa hari yang lalu. Saat itu adalah hari pertama sekolah, tanggal 1 September.
Seperti biasa, murid-murid tahun pertama masuk, dan seleksi dimulai. Setelah selesai, Dumbledore berpidato sedikit bla, bla, bla. Nah, saat itulah, kira-kira kalimat ketujuh Dumbledore membuat seisi aula besar mendongak.
"Akan kusampaikan pengunguman penting nanti," mata birunya berkerlip, "tapi pertama-tama, selamat makan,"
Kata-katanya itu mengundang penasaran seisi aula. Murid-murid bisik-bisik sambil makan. Tapi, ada juga yang tak begitu peduli. Seperti Ron dan Harry, misalnya. Mereka ketiduran di kereta, dan menyesal sekali karena troli makanan sudah lewat jauh. Makanan yang tersisa sudah lembek dan tidak berselera. Jadilah mereka menahannya sampai sekarang.
Tapi, Hermione yang tidak begitu lapar masih memikirkan kata-kata kepala sekolah itu. Pengunguman penting? Kira-kira apa? Menurutnya, bukan cuma dia yang penasaran. Di meja Ravenclaw, hampir seluruh murid sedang berdiskusi. Dan ia sempat melirik ke meja Slytherin, dan mendapati beberapa anak sedang ngobrol serius. Kali saja, mereka membicarakan Dumbledore. Yang bikin kaget adalah, Draco Malfoy termasuk dari beberapa anak yang bermuka serius.
Akhirnya Dumbledore berdiri. Seluruh aula hening, menunggu kelanjutan ucapan kepala sekolah. Masih dengan kerlip di matanya, Dumbledore berbicara, "Nah. Mari kita tak membuang-buang waktu lagi. Pengunguman penting yang ingin kuucapkan adalah..."
"...tahun ini, dengan sangat gembira kita akan mengadakan turnamen persahabatan dengan Durmstrang—"
Riuh suara celoteh para murid mengalahkan suara Dumbledore. Seluruh isi aula sibuk berbisik-bisik seru. Mereka masih ingat kedatangan sekolah sihir Durmstrang untuk Turnamen Triwizard.
Profesor McGonagall mendentingkan sendok ke cangkirnya lebih keras. Spontan, dengungan di aula berhenti.
"Ya, seperti halnya Turnamen Triwizard, delegasi dari Durmstrang akan datang beberapa bulan lagi. Dan—ah! Aku belum memberitahu turnamennya apa ya?" ia bergurau, "baiklah. Untuk tahun ini, Turnamen Quidditch Antar-sekolah akan diselenggarakan!"
Suara pekik tertahan terdengar. Seisi aula membelalakkan mata saking kagetnya, lalu euforia kegembiraan terpecah. Beberapa anak berseru, "Yeah!" dan "Hebat!", sementara yang lain berceloteh membicarakan turnamen baru itu. Semua orang berbicara bersamaan dengan semangat, menimbulkan keriuhan yang luar biasa. Dumbledore tersenyum lebar melihat sambutan tak sabar para muridnya.
Ia melanjutkan, "Turnamen ini diselenggarakan untuk mengikat erat persahabatan antara Hogwarts dan Durmstrang, sekaligus memberikan tahun Quidditch pada kalian—tampaknya kalian sangat bersemangat, eh?"
Koor "YEAH!" "SANGAT!" dan "TAK SABAR!" terdengar, diteriakkan para murid.
Dumbledore terkekeh. "Akan kujelaskan lebih lanjut. Turnamen ini akan dilaksanakan di dua tempat; yaitu Hogwarts dan Durmstrang. Babak pertama akan dilaksanakan di Hogwarts, bulan April, dengan delegasi Durmstrang yang akan datang pada awal Februari. Babak kedua, akan dilaksanakan di Durmstrang, sekitar bulan Mei. Dan jangan lupa, ini bukan berarti kalian akan melupakan pembelajaran. Pembelajaran akan berlangsung seperti biasa, begitu juga dengan ujian. Khusus untuk tim inti, ujian akhir akan ditiadakan, tapi kalian akan diberi tugas khusus musim panas untuk mengejar ketinggalan kalian,"
"Untuk membentuk tim inti, kita akan melakukan pertandingan Quidditch antar-asrama terlebih dahulu. Asrama mana yang akan menang, akan mendapat izin sebagai kapten tim inti dan diperbolehkan merekrut anggota tim dari asrama lain," ia melanjutkan, menatap seisi aula yang balas memerhatikan dengan serius, "kami berharap dengan adanya pertandingan ini, persahabatan kalian dengan murid Durmstrang akan semakin terbina. Jadi, tak usah mempermasalahkan menang-kalahnya, dan kita akan menyalami mereka jika mereka menang."
"Oh! Jangan sampai lupa—para juri akan datang seminggu lagi untuk mengawasi perkembangan kalian. Mereka akan ikut bergabung dengan kita menonton pertandingan Quidditch antar-asrama. Sampai nanti pertandingan final di Durmstrang, sekaligus mengungumkan pemenangnya; dan mendapatkan piala kehormatan sekolah atas partisipasi untuk olahraga, piala Quidditch, dan hadiah masing-masing 150 Galleon,"
Pandangan mata terpukau dan gumaman murid-murid yang bertekad akan masuk ke tim asrama mereka masing-masing menyambut kata-kata Dumbledore barusan. Tekad-tekad bersemangat yang tadinya bersemayam di tubuh para murid keluar. Bahkan sudah ada yang mendekati kapten asrama mereka untuk ikut pemilihan anggota tim.
"Jangan lupa untuk bersikap sopan dan menyambut delegasi Durmstrang dengan ramah, marilah kita jalin tali persahabatan yang lebih kuat lagi," Dumbledore tersenyum, mata birunya kembali berkerlip, "dan kita dukung tim Quidditch kita, untuk memberikan yang terbaik," suara tepuk tangan bergemuruh dari para murid terdengar riuh. Beberapa menyerukan kalimat dukungan sementara yang lain menyuit-nyuit. Akhirnya, tepuk tangan reda, dan Dumbledore memberi kalimat penutup, "Nah, nah. Bulan sudah terang, waktunya tidur!"
Dan itu, baru awalnya.
.
.
.
.
Keesokan harinya, murid-murid menjalankan kegiatan seperti biasa. Mencampur ramuan, mentransfigurasi biji kacang, menerbangkan bulu sayap, meramal kematian, yeah yeah, yang biasa. Hermione Granger menjalani semua itu. Paginya diawali dengan sarapan berat di aula besar. Belajar Rune-kuno yang rumit tapi menyenangkan, menggotong buku-buku ke ruangan Pertahanan Ilmu Hitam, memecahkan kode rune di buku yang ia temukan di perpustakaan, berdebat sebentar dengan Ron, baikan lagi, berangkat ke Arithmancy, dan seterusnya.
Hari itu sudah menjelang malam. Awan mulai menutupi langit, hawa dingin yang menusuk tulang menghembus. Hermione baru saja keluar dari ruang kelas Ramuan. Kedua sahabatnya sama-sama menggerutu tentang Snape yang semakin lama semakin menyebalkan saja.
"Sengaja. Dia sengaja! Hanya karena aku kurang sekali saja mengaduk ramuannya, dia langsung dengan cibiran jelek itu melenyapkan ramuanku. Entah ya, aku jelas melihat dia mencibir puas!" seru Harry gusar. Rambut hitamnya sudah acak-acakkan saking kesalnya.
Ron mengangkat bahu, "Kau tahu dia, mate. Si peyot itu gemar sekali menyiksamu. Dan aku tadi juga lihat dia begitu! Padahal pas kuali Parkinson mengeluarkan asap hitam, dia cuma mengayunkan tongkatnya—dan poof! Semuanya baik lagi. Pilih kasih," desisnya ikut membela sahabatnya.
"Lihat kan? Dia sengaja menyiksa hidupku seperti itu! Apa sih salahku?" Harry mengacak-ngacak rambutnya lagi.
"Sudahlah, Harry. Kau tahu kan kalau ramuan kurang adukan sekali, langsung meledak. Lain dari Parkinson, dia cuma salah memotong bahannya, jadi masih bisa dicegah," kata Hermione berusaha menengahi. Dalam hatinya ia juga setuju dengan ucapan Ron.
Harry menoleh padanya, kesal. "Apa? Kau membelanya? Kau membela si peyot itu?"
"Bukan! Dengar, Harry, mungkin saja dia berusaha melindungimu supaya tidak kena ledakan itu. Jadi ia memutuskan untuk melenyapkan ramuanmu sekalian daripada kau celaka," sergah Hermione, keningnya berkerut serius.
Harry mendengus, langkah-langkah kakinya bergema begitu mereka memasuki lorong sepi untuk jalan pintas. "Bah, melindungiku? Ya, mungkin," ia mengucapkannya dengan nada sarkastik.
Gadis berambut cokelat itu menghela napas. Ia membenarkan kembali posisi tasnya yang penuh buku. Terkadang Harry bisa menjadi sangat keras kepala. Tapi ia tetap yakin dengan teorinya barusan itu. Mungkin saja Snape berniat melindungi Harry, ya kan?
Mereka sampai di belokan yang menghubungkan lorong itu dengan lorong lain. Sekarang mereka akan berjalan berbeda arah. Ron dan Hermione akan ke kanan, menuju ruangan khusus untuk rapat Prefek. Sementara Harry lurus, menuju asrama Gryffindor.
"Sori, Harry," Ron mengedikkan kepala ke lorong yang berbelok ke kanan.
Pemuda berambut hitam itu hanya mengangguk kecil. Sebelum menghentakkan kakinya menjauh. Sepertinya ia masih kesal, terlihat dari langkah-langkah kakinya ia hentakkan, juga raut wajahnya yang merengut.
"Sampai nanti!" seru Hermione beberapa saat kemudian. Tapi, bayangan Harry sudah menghilang dari balik lorong.
"Ah, sudahlah. Ayo," ajak Ron sambil menarik tangan Hermione.
Dengan pipi yang memerah, Hermione mengikutinya. Membenamkan tangannya dalam kehangatan genggaman Ron, ia tergopoh-gopoh berjalan hingga mereka sampai di depan lukisan Basil Fronsac muda.
"Kuali terbang," kata Ron sambil memutar-mutar bola matanya. Tampaknya ia mengira kata sandi itu konyol.
Lukisan itu mengayun terbuka. Di dalam terdapat sebuah meja panjang dengan kursi-kursi berderet di samping-sampingnya. Hampir seluruh kursi itu sudah terisi oleh para Prefek. Kedua Ketua Murid duduk pada masing-masing sudut meja yang berlawanan.
Setelah mereka berdua duduk di masing-masing kursi, rapat itu pun dimulai.
Sepanjang rapat, Ketua Murid Putri dan Putra saling bergiliran menjelaskan tentang patroli malam, lalu tentang penggunaan poin bagi para prefek baru, lalu kata-sandi untuk kamar mandi prefek yang bebas dipergunakan mereka, serta hal-hal basic yang biasa disampaikan.
"Jika kalian mempunyai ide atau usul yang bisa membuat sekolah kita lebih baik lagi, atau apapunlah, tak usah sungkan untuk menyampaikannya di sini, kita semua akan berbagi, oke?" kata Ketua Murid Putra.
Berbagai anggukan terlihat. Tak beberapa lama kemudian, sebuah tangan mengacung di udara.
Sang Ketua Murid Putri mengangguk pada pemilik tangan itu, "Ya...?"
"Namaku August Moon," cicitnya. Ia adalah seorang gadis muda yang merupakan adik kelas dari Hannah Abbott. Rambutnya cokelat madu pendek, matanya biru.
"Apa kau punya sesuatu yang ingin disampaikan, Moon?"
"Nng... sebenarnya, ya," katanya mengangguk.
Ketua Murid Putri itu memasang perhatiannya kepada gadis itu. Otomatis seisi ruangan hening, menanti kelanjutan ucapan dari Moon.
"Sebenarnya aku sudah kepikiran sejak Profesor Dumbledore mengungumkan tentang turnamen itu kemarin," mulainya, "dan err—kupikir ini semacam ide bagus untuk menambah semangat para anggota tim Qudditch. Jadi err—sebenarnya ideku ini untuk menyemarakkan Turnamen Quidditch itu,"
Ketua Murid Putra terlihat tertarik. "Lanjutkan," katanya.
Moon berdeham, "Jadi begini. Aku sudah bertahun-tahun menonton Quidditch, dan terus terang saja aku merasa sedikit bosan. Dan—dan aku sangat bersemangat sama turnamen ini, jangan salah lho," ia berkata buru-buru, melihat pandangan tajam dari para prefek penggemar Quidditch, "nah, makanya aku tiba-tiba kepikiran soal ini; kupikir tim Quidditch kita harus punya pemandu-sorak,"
Seisi ruangan hening.
Sepi.
Tidak banyak yang tahu apa itu pemandu-sorak. Hanya ada satu-dua anak yang mengetahuinya, seperti Hermione, misalnya. Ia langsung mengerti.
"Pemandu-sorak?" Ketua Murid Putri memecahkan keheningan. "Apa itu?"
Pertanyaannya tampaknya mewakili seisi ruangan. Kini ruangan kembali hening, menunggu jawaban dari gadis muda itu.
"Pemandu-sorak itu sekelompok orang yang mendukung suatu tim khusus, mereka meneriakkan yel-yel sambil melompat-lompat, mengikuti dance yang mereka buat sendiri," kata Moon dengan meluap-luap.
Tapi sepertinya para murid masih tidak begitu mengerti. Menghela napas, Hermione memutuskan untuk menjelaskan, "Pemandu-sorak, atau istilah lainnya cheerleaders, adalah sekelompok cewek yang bertugas menjadi pendukung. Biasanya mereka memakai kostum khusus dan mempunyai suatu gaya dance yang dibentuk sendiri sebagai wujud dukungan mereka. Sambil nge-dance itu mereka meneriakkan yel-yel buatan sendiri,"
"Ooooh," koor suara mengerti terdengar. Moon mendesah semangat.
"Ya, betul! Jadi maksudku adalah, kita membentuk suatu tim cheerleaders untuk masing-masing asrama, lalu kita bisa mendukung mereka selama masih dalam babak penyisihan untuk tim inti," jelas Moon lebih lanjut.
Ketua Murid Putri mengangguk-angguk. "Hmmm, kuakui idenya cukup menarik. Jadi kita bisa berpartisipasi juga dalam turnamen itu. Bagaimana menurutmu?" ia bertanya pada Ketua Murid Putra yang duduk berlawanan arah dengannya.
Pemuda yang menyandang gelar itu hanya mengangguk dengan dagu menyender di tangan. "Bagus juga, menarik. Tapi kita tak bisa hanya dengan informasi sesedikit itu, trus langsung melaksanakannya. Kita butuh persiapan, kostum, dan lain-lain,"
"Untuk kostum gampang," kata Moon dengan mata berbinar, "aku bisa merancangnya. Lagian aku punya contohnya dari kostum asli Muggle-nya..."
"Muggle?" potong seorang prefek Ravenclaw, "apa maksudmu?"
Moon berkata terkejut, "Lho? Cheerleaders ini budaya Muggle dari Amerika. Ku-kupikir bisa kuambil, sekalian belajar Telaah-Muggle—"
"Budaya Muggle?" tanya seorang prefek Slytherin dengan nada mencemooh yang menjijikkan, "idih, aku tak sudi memakai 'budaya Muggle' seperti itu,"
"Jijik benar sih," gumam yang lain setuju.
Salah seorang prefek Slytherin kelas 5 nyeletuk, "Kau pasti darah-lumpur kan? Kalau tidak, mana mungkin kau tahu 'budaya Mug—"
"CUKUP!" seru Ketua Murid Putra keras.
Seisi ruangan kembali hening. Mereka tidak berani menatap mata hitam Ketua Murid Putra yang memandang mereka semua tajam.
"Tak ada lagi penggunaan kata-kata itu, oke?" ia mengecam pada si Prefek Slytherin. Prefek itu menggerutu sesaat sebelum mengangguk.
Sambil berdecak sesaat, Ketua Murid Putri mengambil alih, "Ya sudah. Sekarang sudah waktunya makan malam, mari kita semua ke aula. Oh ya, untuk Moon," ia berpaling memandang gadis itu, "aku benar-benar tertarik dengan idemu. Kalau bisa, bawalah penjelasan dan gambar, atau apa saja yang mendukung idemu itu ke rapat prefek selanjutnya. Nanti kita akan memutuskan apa idemu itu bisa diterima atau tidak. Oke, semua, rapat selesai,"
Suara derit kursi ditarik dan bunyi lukisan berkriet terbuka terdengar. Rombongan anak keluar pada saat yang bersamaan, membuat Hermione terjebak keluar belakangan.
Ketika sudah hampir semuanya keluar, Hermione merasa bahunya ditepuk. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Moon memandangnya dengan kedua matanya yang besar.
"Sebentar, Ron," katanya. Ron mengangguk, sebelum beranjak keluar duluan. Hermione kembali menoleh.
"Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.
Moon tersenyum lebar, "Kau Hermione Granger kan?" katanya bersemangat.
"Err—ya?"
"Oh! Bagus sekali! Aku sungguh berterima kasih kau telah menjelaskan pada mereka tentang ideku itu, ahaha, aku sangat gembira kau juga mengerti tentang cheerleaders!" seru Moon, "aku kelahiran-Muggle, makanya aku tahu hal itu,"
Hermione mengangguk canggung, "Ah, aku juga kelahiran-Muggle,"
"Kita sama!" serunya lagi dengan mata bercahaya. Ia mendekap kedua tangan Hermione erat, "Aku yakin kita pasti bisa menjadi teman yang akrab,"
Lagi-lagi Hermione hanya mengangguk, tidak tahu mesti berbuat apa lagi.
"Ehm... Hermione, sebenarnya aku memanggilmu untuk meminta tolong," kata Moon sedikit gugup.
"Minta tolong apa?" ia menaikkan alis.
"Err—itu, kau tadi lihat sendiri kan, kalau Slytherin tidak setuju dengan ideku. Dan aku juga bukan jenius yang pandai berbicara di depan. A-aku ingin minta bantuanmu untuk... !" ia berbicara begitu cepat, hingga kata-katanya menjadi tersambung.
"A—bisa ulangi?" kata Hermione pusing.
"Err—apa kau bisa membantuku menjelaskan kepada mereka tentang cheerleaders secara lebih jelas? Maksudku, uhm, tadi Ketua Murid Putri mengizinkanku untuk berpresentasi, tapi uhmm aku tidak bisa—eh, kau tahu kan apa maksudku?" kata Moon bingung.
"Ya, ya, aku mengerti,"
"NAH!" Moon kembali berbinar-binar, "bisakah kau membantuku? Please please please?"
Coba, kalau melihatnya seperti itu, Hermione bisa apa?
.
.
.
Dan... seperti biasa, di saat semua masalah sudah menumpuk, datanglah si pembawa-bencana.
Draco Malfoy.
4 hari sejak rapat itu. Padahal Hermione sengaja memilih perpustakaan sebagai tempat ia 'bersemedi'. Tapi nyatanya ia malah bertemu dengan si tengik satu itu. Dan sebagai informasi, mereka berdua bertemu dalam keadaan yang sangat tidak nyaman, sangat sangat tidak menyenangkan.
Oke, jadi awalnya suasana masih adem-ayem. Hermione dalam posisi yang sangat enak membaca, ia sedang membolak-balik halaman tentang olahraga-Muggle (masih tentang pemandu-sorak itu) dan menghadap ke rak buku. Sementara si Malfoy keparat, ia berada di belakangnya, mungkin tidak sadar, dan secara tidak sengaja—ha ha ha—buku-buku dari rak yang Malfoy hadapi mulai jatuh. Jadilah ia berjalan mundur dan menabrak Hermione yang sedang membacanya lalu kini mereka berdua jatuh dengan buku-buku hampir menimpa mereka dan yang lebih buruk lagi adalah:
...
Bibir mereka bersentuhan.
TIDAAAAAAAAKKKKKK! Kenapa ini bisa terjadi!
Bibir mereka bersentuhan hanya 3 detik. Waktu yang sebentar, tapi lama menurut mereka. Hanya sekilas saja bibir dingin milik sang Malfoy menyentuh bibir hangat milik Granger. Sekilas rasa yang Draco kecap dari bibir gadis itu, rasa yang manis. Tapi suasana itu lantas dihancurkan oleh bunyi 'BLEZT' dan kilatan blitz yang membutakan mata mereka.
Draco yang pertama kali bangkit. Begitu ia melepaskan bibirnya, sensasi aneh itu menghilang. Meskipun ia sedikit kecewa, ia mengacuhkannya, dan lebih memilih untuk segera mendatangi orang yang mengganggu kegiatan—ups, orang yang seenaknya memotret mereka itu.
Ditemukanlah orang itu, si bodoh yang bukannya langsung lari keluar tapi malah meringkuk di pojok rak buku. Colin Creevey.
Anak kelas 5 itu sudah bergetaran. Ia melindungi kameranya di belakang punggung.
"Creevey..." desis Draco, "berikan kamera itu sekarang,"
Colin menggeleng takut-takut, kameranya ia sembunyikan semakin dalam.
Draco mengeluarkan tongkatnya, dengan secepat kilat mengayunkannya, mengucap mantra secara non-verbal. Efek mantra itu adalah Colin yang kini terdiam dengan mulut ternganga, matanya seakan-akan berada di awang-awang. Draco mengambil kameranya dengan mantra-panggil. Tadinya ia ingin menghancurkannya saat itu juga, tapi setelah ia berpikir sebentar—cukup lama sebenarnya, sampai Hermione yang tadinya masing bengong tak percaya sudah bangkit dan berjalan ke arahnya dengan marah—ia akhirnya memutuskan untuk melengkapi 'rencana'nya.
Menyeringai, Draco mengetukkan tongkatnya sejenak di rol film yang telah ia ambil dari dalam kamera itu. Dengan santai ia melempar kameranya kembali ke pangkuan si Creevey.
"Malfoy—" Hermione ternganga, "apa yang kau lakukan padanya!" desisnya panik, berlari mendekati Colin yang sudah mulai sadar.
"Hanya sedikit memodifikasi ingatannya," Draco mengangkat bahu tanpa beban, "ia tidak akan ingat kalau pernah memotret kita, dan Granger, kau harus berterima kasih padaku,"
Colin berdiri, mengibaskan jubahnya sambil mengambil kameranya—tidak sadar kalau rol filmya sudah diambil oleh Draco. Lalu, dengan ceria, ia mengangkat tangannya, "Hai, kalian!" lalu ia berlari keluar perpustakaan dengan melompat-lompat.
Hermione memandang Draco dengan tampang frustrasi, "Paling tidak, tidak harus sampai seperti itu kan?" ia mendelik.
Draco memutar bola mata bosan. Ia melempar-lempar rol film di telapak tangannya. Lalu, seakan baru ingat, ia berkata sok terkejut, "Ah, aku lupa. Satu hal lagi," katanya licik, "aku mendapatkan rol filmnya,"
"Apa!" pekik Hermione, urat-urat sudah muncul di keningnya, "ada apa sih denganmu, Malfoy! Pertama, kau memodifikasi ingatannya, kedua kau mencuri rol filmnya—"
"Lalu, apa? Kau mau foto kita berdua sedang—" Draco memasang tampang jijik, "—berciuman, tersebar, begitu? Aku heran, kenapa kau bisa dijuluki gadis jenius. Padahal hal seperti ini saja kau masih harus kujelaskan," ejeknya dingin.
Gadis itu terdiam sesaat. Ia terlihat tersinggung. Tapi ia memutuskan untuk tidak membantah tentang itu lebih jauh. "Kalau begitu, berikan rol film itu padaku," katanya.
"Tidak."
Ia mengangkat alis, "Apa maksudmu, Malfoy? Bukannya kau sendiri yang bilang kalau tidak ingin foto itu tersebar, eh?"
"Aku sih tidak peduli," ia berkata angkuh. "Terlalu banyak gadis yang sudah menempati posisimu seperti dalam foto itu. Kalau hanya gosip tentang itu sih, aku tidak peduli,"
"Well, aku peduli, Malfoy," kata Hermione mulai kesal, "aku tidak ingin ada seorang pun yang melihatnya! Jadi sebaiknya, kau berikan benda itu padaku, biarkan aku menghancurkannya, lalu kita bisa berjalan sendiri-sendiri seolah hal ini tidak pernah terjadi,"
Draco menyeringai. Ia sudah masuk ke dalam jerat yang ia buat. Reaksinya tepat seperti yang ia kira.
"Aku akan membuat perjanjian denganmu."
Seringai yang ia pakai di wajahnya bertambah lebar. "Kalau kau tak mau melakukannya," ia menunjuk rol film itu dengan gaya mencemooh, "akan kutunjukkan ke pacarmu itu," bibirnya terasa pahit mengucap kata asing itu.
Gadis di hadapannya sudah menatapnya tak percaya, "Kau tidak akan melakukannya,"
Hell! Jelas ia akan melakukannya!
Sekarang, waktunya menjalani trik-triknya. Trik pertama: membuatnya panas.
Gampang. "Kenapa, Granger? Takut?"
Hanya itu saja, dan yup, 100! Reaksi yang sangat ia duga. Kerutan di dahinya tambah terlihat. "Takut? Ha!" nadanya pun dibuat sinis, "mimpi kau,"
Draco hanya menahan seringai. "Lalu?"
"Aku. Tidak. Takut. Dan aku bukan pengecut sepertimu," katanya, "accio!"
Draco tertawa sinis. Amarahnya sempat menggelegak begitu mendengar kata 'pengecut' yang sempat gadis itu ucapkan. Tolol, ia berpikir. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang diriku, dan ia berani mengataiku pengecut? Cewek menyebalkan. Dalam hati ia menggerutu, berharap gadis itu benar-benar berguna.
Ia melihat raut wajah Hermione berubah. Ia sudah menyadarinya rupanya. Yeah, tentu saja, ia kan tidak sebodoh itu membiarkan benda itu terebut.
"Bingung kenapa mantramu tidak bekerja, eh? Sayangnya, aku sudah selangkah lebih dulu daripada kau," ia berkata setengah menyeringai, nada hambar masih tersisa di lidahnya. Ia mendecih pelan.
Dilihatnya mata cokelat gadis itu membelalak. Lalu, dengan kekeras-kepalaannya, ia masih saja berkata, "Ia tidak mungkin percaya,"
Draco menahan dengusan. Waktunya trik kedua: merendahkan. "Oya? Asal kau tahu, Granger, foto sihir itu tidak bisa direkayasa. Dan lagian, foto ini kan bergerak. Apa kau tak pernah membaca 'Asal Usul Fotografi Sihir'?"
Ia menambahkan lagi, semakin menjadi-jadi, "Sayang sekali ya. Padahal tadinya kau akan kuberitahu sebuah rahasia yang tadinya mau kuberitahu sehabis kau menyetujui perjanjian ini. Rahasia yang sangat penting, dan menurutku ini berhubungan denganmu,"
"Rahasia apa?"
Menyeringai puas, "Kalau kuberitahu bukan rahasia lagi," ia menambahkan, "ya kan?"
Keh. Gadis aneh. Mananya yang jenius dari Hogwarts? Kalau sudah soal kelicikan, Slytherinlah yang menang. Dan Draco tahu caranya itu pasti berhasil. Sudah bisa dipastikan dengan perubahan raut wajah Hermione yang mendadak.
"Terserah," bentaknya setelah hening lama, "aku harus melakukan apa?"
Bingo.
"Kudengar kau dan si bocah Moon itu akan mempresentasikan tentang—apa? Pemandu-sorak? Terserah. Yang kutahu adalah mereka sekelompok cewek pendukung yang menjerit-jerit bukan? Kau, Granger, akan menjadi salah satu cheerleaders itu, dan kau akan mendukung Slytherin. Memakai kostum Gryffindor-mu. Lebih tepatnya... kau mendukung aku."
..to be continue..
(A/N)
Hueeee apaan itu T_T Gara-gara stres jadi begini deh. Maaf kalo gaje, gak memuaskan, OoC dan lainnya.. ini ide udah menclok di otak dan gak tenang sebelom di post *alah. Huuumph, butuh review kalian nih *wkwkwk
Nah, mumpung author sendiri udah ngantuk (ini begadang gara-gara ga tenang sebelom ceritanya ditulis), minta reviewnya yaaa XD
RnR?
