Genre: Family, Brothership, Angst.
Main Cast:
Haechan Lee
Mark Lee
Johnny Lee
SPARKLINGSIXFI PRESENT
.
.
..-Can You Please Always Remember Me?-..
"Mark hyungggg!" rengek seorang bocah SMP dengan manja sambil menunjukan wajah kesalnya "Jangan jahili aku terus!" pintanya
"Kau terlalu berharga untuk tidak dijahili, Chan~" jawab seorang namja berseragam SMP yang lainnya sambil menjahili adiknya lebih dan lebih lagi, kini ia mulai mencoreti hidung adiknya dengan cream kue – yang entah bagaimana bentuknya sekarang –
"Hyung, kerah seragamku jadi kotor nih!"
"Salah sendiri tidak menghindar, wleee!"
"Ahh hyung memang selalu jahat"
"Hyung itu orang paling baik, tahu!"
"Baik dari man- YAK! JANGAN MENODAI KEMEJAKU JUGA!"
Bocah dengan rambut Cokelat Dark yang barusan beraksi dengan sangat jahilnya mulai berlarimenjauh dengan sigap saat dia mendengar teriakan sang adik yang sungguh dapat menulikan telinga siapapun yang mendengarnya.
"Jangan lari hyung!" si rambut Hitam legam mulai bangkit dan segera lari mengejar hyung menyebalkannya itu sebelum kehilangan jejaknya.
"NGHAHAHAHA-"
Saat sedang asik-asiknya main kejar-kejaran dengan adik semata wayangnya itu, entah kenapa Mark sedikit merasakan ketidakseimbangan pada sendi lututnya yang sebelah kanan, tanpa aba-aba entah kenapa ia mulai tidak dapat mensinkronkan berat badannya dengan kaki sebelah kanannya dan akhirnya-
DUK
"Aw…" ringis Mark pelan.
"Hyung? HYUNG KENAPA?" sambar Haechan heboh, tanpa berpikir panjang langsung berlari menghampiri Mark yang telah tergeletak di lantai dapur.
"Aw! Akh"
Ringisan Mark bertambah parah sekarang.
"Hyung? Akh, pasti sakit sekali, tahan sebentar hyung" tanpa aba-aba Haechan berlari meninggalkan Mark untuk memanggil bibi Jung – yang mungkin saja sekarang sedang mencuci pakaian atau mengerjakan segala pekerjaan rumah –
"BIBI JUNGGGGGG!"
"BIBI JUNGGGGGGGGGG!"
"Dimana kau, biiiiiii!"
Haechan berlari tanpa memperdulikan sekitar lagi, mulai mengamati setiap ruangan yang ia masuki dengan seksama, namun nihil! Bibi Jung tak juga menampakan batang hidungnya.
'Dimana kira-kira bibi Jung sekarang?' monolog Haechan dalam hati.
Ia mulai menerka-nerka tempat apa saja yang kiranya dikunjungi oleh bibi Jung.
Ia berfikir keras.
Bahkan sampai keningnya terlihat jalur urat.
'Mungkin sendang menjemur pakaian di atap?'
Ia mengembangkan senyuman puas.
Oh, akhirnya kau memakai otakmu dengan keras juga, Haechan!
Dengan buru-buru ia melangkahkan kakinya secepat kilat menuju atap rumahnya, dalam hati berdoa agar firasatnya barusan tidaklah salah, dia benar-benar tidak tahu harus mencari bibi Jung dimana lagi kalau ia tidak menemukannya di atap rumah, yeah tak dipungkiri Haechan telah mencari bibi Jung di semua ruangan yang ada di rumahnya namun seperti yang kita ketahui hasilnya tentu saja, nihil.
"Bibi Jung?" panggil Haechan setengah teriak.
"Ya? Ada apa Haechan?"
"Astaga! Akhirnya aku menemukanmu, bi! Tolong Mark hyung, aku rasa dia terkilir atau bagaimana aku tidak tahu! Ah pokoknya sekarang tolong Mark hyung terlebih dahulu, nanti akan ku ceritakan bagaimana kronologinya, ayo bi!" cerocos Haechan panjang lebar.
"A.. ah baiklah, mari kita kesana"
Haechan menjadi orang yang pertama melangkahkan kaki-kaki lumayan panjangannya dengan terburu-buru.
Dia kalut.
Haechan kalut.
Ia sangat takut jika saja terjadi sesuatu yang buruk pada hyungnya.
Memang beberapa terakhir ini ia sering melihat hyungnya berjalan kurang baik pada pagi hari, kadang-kadang ia pun suka mengeluh sakit sendi pada Haechan. Haechan yang tidak tahu harus berbuat apa hanya akan membalasnya dengan ucapan penyemangat, terkadang Haechan juga menghibur hyungnya dan mengatakan bahwa mungkin sakit sendi itu datang hanya karena pegal akibat salah posisi tidur, tapi kejadian ini adalah puncaknya, puncak dimana semua kekhawatirannya mulai terlihat membuncah keluar dari dalam hatinya, kejadian hari ini adalah klimaksnya, klimaks kekhawatiran Haechan pada Mark yang dapat dilihat dengan jelas dan mudahnya oleh semua orang.
"Astaga, Mark!"
Pekikan heboh bibi Jung menyadarkan Haechan dari semua perasaan resah dalam hatinya, sejak tadi memang Haechan yang memimpin jalan, sejak tadi memang ia yang menuntun kemana bibi Jung harus menemui Mark, tapi sejak tadi pula Haechan mulai tenggelam pada pikiran-pikiran dan juga lamunan-lamunan buruk yang ia tujukan pada hyungnya, Mark. Dan pekikan bibi Jung yang heboh barusan, disitu Haechan baru sadar akan semua pikiran dan lamunan buruknya, entah Haechan pun bingung bagaimana caranya ia berjalan menuju tempat Mark berada tanpa menabrak satu barang pun sambil melamun.
Yeah, setidaknya sebesar itulah kekhawatiran Haechan Lee.
"Ada apa denganmu, nak?"
"Akh, bibi Jung" rintih Mark bersama dengan kesakitan luar biasanya. "Ini sangat sakit, entah, sendi-sendiku sangat sakit!" tambahnya lagi.
Dan Haechan hanya memandang Mark dengan tatapan nanar, ia benar-benar bingung harus berekspresi seperti apa sekarang. Nyatanya ia sangat khawatir dengan keadaan sang hyung, namun ia juga ingin sekali menyuruh hyungnya untuk tidak menunjukan wajah seperti itu didepan matanya, karena serius wajah kesakitan itu benar-benar mengintimidasi hati bagian dalam milik Haechan dengan brutal, ia ingin memerintah hyungnya agar dia menunjukan wajah yang biasa-biasa saja, jangan wajah kesakitan, wajah kegembiraan saat hyungnya menjahili dirinya, wajah itu seratus kali lipat terlihat lebih baik. Haechan tidak apa-apa jika ia harus dijahili terus-terusan oleh hyung menyebalkannya itu, ia sungguh baik dengan hal itu, namun dapatkah ia mengucapkan satu permintaan kepada sang malaikat di surga sana? Atau mungkin saja ada seorang malaikat yang sedang memperhatikan mereka bertiga saat ini?
Haechan menghembuskan nafasnya dengan gusar 'Hei malaikat, aku mohon jangan biarkan Mark hyung menunjukan wajah kesakitan itu lagi' lirihnya dalam hati. 'Wajahnya yang seperti itu, mereka benar-benar membuatku tambah berpikiran yang aneh-aneh pada Mark hyung, sungguh aku tidak mau semua pikiran tidak baik miliku terjadi' tambanya lagi.
Dan tersenyum miris memikirkan hal yang barusan ia lakukan.
Apa-apaan dia ini?
Kenapa Haechan jadi sok tahu begini?
Kenapa dia jadi lemah begini?
Hahaha.. ini aneh.
Perasaan resah kembali menyelimuti Haechan bersama dengan kembalinyasemua kesadarannya.
'Ah? Kemana hyungku?' tanyanya dalam hati.
Haechan mulai goyah, ia mulai tersungkur dengan perlahan, menyebabkan kulit putih mulusnya bertabrakan agak kencang dengan lantai keramik rumahnya yang bersih dan mengkilat.
Haechan memandang kosong lantai di depannya, lantai tempat Mark terbaring barusan.
Haechan menekuk lututnya, menompangkan dagunya di atas lutut dan memeluk tulang keringnya. "Aku tidak ingin…" lirihnya pelan.
Ia mulai menenggelamkan wajahnya kedalam dua lututnya yang tengah ia peluk.
"Semua perasaan buruk ini… kumohon keluarlah dari dalam tubuhku…"
Tanpa terasa sama sekali, tetesan cairan bening mengelos keluar dari pelupuk mata hitam legam miliknya dengan tidak tahu diri, mulai membentuk sungai kecil yang mengaliri sebagian pipi Haechan.
"Kumohon.."
.
.
.
"Tuan Johnny Lee!"
Ah? Suara apa itu?
Suaranya kencang sekali.
Berisik.
Aku membuka mataku perlahan, mengangkat tangan kananku dan-
Aw!
Rasa sakit pada sendiku belum juga hilang, ternyata.
Dan, ah? Aku dimana?
Aku mulai mengerjapkan mataku perlahan, guna mencari fokus pada pandanganku dan meihat keadaan sekitarku.
Ah? Tentu saja, ini dikamarku bukan?
"Mark sakit, Tuan. Aku benar-benar panik tadi"
"Tidak jelas ia sakit apa, kalau hanya demam atau sakit biasa tentu kau tahu, aku tidak perlu sepanik ini dengan itu semua. Tapi ini berbeda, ehm sendi, iya sendi! Mark bilang sendinya sakit saat digerakan"
"Ah benarkah? Baiklah aku akan menghubungi tukang pijat biasa, aku juga bepikir kalau Mark hanya keseleo saja"
Apa? Keseleo biasa katanya? Ah bi, asal kau tahu saja, aku memiliki firasat kalau sakit ini bukanlah hanya keseleo biasa, aku pikir sakit ini terlalu berkepanjangan untuk dikategorikan sebagai penyakit keseleo biasa, lagi pula sakitnya menyebar dan.. ini sangat sakit
"Baik Tuan, aku akan mengingatkan Mark untuk memperhatikan posisi tidurnya, baik Tuan"
"Ah? Anda akan pulang tiga hari lagi? Baiklah ku sampaikan salam mu pada Mark dan Haechan, ya semoga sukses Tuan"
Aku menutup mataku rapat-rapat saat mendengan ucapan selamat tinggal bibi Jung pada ayahku lewat telepon, lalu setelah itu aku mendengar suara decitan pintu.
Dan mulai bergaya seolah aku terusik dengan suara decitan pintu dan terbangun, aku memang ahlinya soal acting, benar-benar terasa seperti bangun, padahal aku sudah mendengarkan percakapan bibi Jung dan ayah dari tadi, ah! Actingku memang yang terbaik.
"Ahn, bibi?" gumamku pelan
"Ah, ya Mark? Apa sendimu masih sakit?"
"Ahn, ya itu masih terasa sangat sakit, bi. Omong-omong dimana Haechan? Aku ingin bertemu dengannya"
"Ah Haechan…" bibi Jung terlihat berpikir."Aku menginggalkannya di dapur tadi karena aku harus memindahkanmu ke kamar, aku pikir ia tidak mengikuti kita" sambungnya.
"Tolong panggilkan ya.. aku bosan dan aku membutuhkan teman untuk mengobrol."
"Ah? Apakah tidak apa-apa, Mark? Maksudku maaf terlalu lancang. Tapi aku pikir sebaiknya kau istirahat dahulu, sebentar lagi tukang pijat yang kupanggil akan sampai, Ayahmu menyuruhku untuk memanggilnya, dan dia juga berpesan kepadaku untuk mengingatkanmu tentang posisi tidur, maksudku kemungkinan sakit sendimu berawal dari posisi tidur yang kurang baik."
Aku menunjukan senyuman tipisku kepada bibi Jung. "Ah, mungkin saja seperti itu"
Ingin rasanya aku mengatakan semua isi hatiku kepada bibi Jung, maksudku ingin kukatakan padanya bahwa kemungkinan besar sakit sendi ini bukan karena terkilir, atau posisi tidur yang kurang baik. Namun, entah kenapa rasanya lidahku sangat kelu untuk mengungkapkan isi hatiku, aku terlalu takut, bahkan untuk jujur sekalipun.
"Kalau begitu panggilkan Haechan, dia dapat menemaniku menunggu tukan pijat suruhanmu datang, kan?"
"Ah.. baiklah"
Aku menghembuskan nafasku dengan gusar, mengingat ulang kejadian tadi yang masih melekat didalam ingatanku, aku dengan jelas memperhatikan raut wajah Haechan yang terlihat sangat mengkhawatirkanku, setidaknya jika ia melihatku sekarang – dengan keadaan yang telah membaik – aku berharap kekhawatirannya padaku akan berkurang, sedikit demi sedikit.
.
.
.
"…Chan? Haechan?"
Aku terusik, cukup kaget dengan panggilan bibi Jung barusan.
"Ada apa, Bi?"
"Mark, dia memintamu untuk menemaninya di ka-"
"Apa?! Mark hyung sudah sadar? Dia sudah bangun?"
Benarkah Mark hyung sudah bangun? Ah terimakasih Tuhan! Terimakasih malaikat! Aku sangat bangga menjadi orang yang dapat berharap dan berdoa kepada kalian, sekali lagi terimakasih.
"Ya, hyungmu sudah bangun. Tapi tolong cukup temani dia saja, ya? Mark bilang sendinya masih tetap sakit semua, Tuan Lee sudah menyuruhku untuk memanggil tukang pijat, dan Mark bilang ia ingin menunggu tukang pijatnya bersamamu di kamarnya."
Aku mengembangkan senyum terlebarku.
Aku sangat puas.
Tentu saja!
Aku sangat sangat sangat sangat senang! Dari tadi di dapur aku hanya merengkuh lututku sambil menangis dan meraung-raung pelan, ah mungkin sudah setengah jam kulewati dengan tingkah gila seperti itu, dan sekarang aku bisa menemui kakak termenyebalkan yang telah membuatku bertingkah seperti manusia gila yang kehabisan akal. Aku sangat senang akan hal itu.
"Aku akan kesana"
"Tapi, sekali lagi ingat, Haechan. Jangan membuatnya terlalu lelah, ok?"
"Ayay! Siap kapten!"
.
.
.
Haechan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamar Mark yang berada di lantai 2 rumah mereka.
TAP
TAP
TAP
Semakin cepat dan akhirnya berhenti di depan pintu kayu dengan ukiran elegant berwarna cokelat.
Ya, itu adalah kamar Mark.
Dan kamar Mark berada tepat di sebelah kamarnya, kamar mereka bersampingan.
CKITT~
Suara decitan pintu terdengar jelas, karena keadaan ruangan maupun lantai 2 memang sangat sunyi tanpa suara, jadi wajar saja jika Haechan dapat mendengar suara decitan pintu itu dengan jelas.
"Hyung?" sapa Haechan pelan, suaranya agak tercekat disambar kegugupan.
Entah? Haechan sendiripun bingung kenapa dia begitu gugup kali ini? Maksudku ayolah, ia hanya menemui hyungnya yang selama ini selalu bersamanya kan?
Mereka terlahir dengan selalu bersama melewati semua masalah, bahkan saat mereka masih SD dan ada di dalam satu sekolahan, ada seorang perempuan yang menyukai Mark, namun Mark tidak menyukai perempuan itu, mereka berkerjasama membuat rencana untuk Mark, agar dia dapat menolak perempuan itu secara halus dan tidak menimbulkan konflik. Dan akhirnya Haechan lulus SD, namun sayangnya nilainya tidak mencukupi standart untuk masuk kedalam sekolah yang sama dengan Mark. Saat masih Sekolah Dasar kelas 5 sangat banyak teman sebaya Mark yang kelas 6 iri hati kepada Haechan karena ia selalu ada disamping Mark padahal hanya ada hubungan Hyung dan Dongsaeng diantara mereka, namun takalah sering Haechan mendapat kata-kataan sinis dari kakak kelas yang menyukai Mark, mereka bilang bahwa Haechan tidak seharusnya terus-terusan menempel pada Mark, namun Haechan sendiri tidak pernah ambil pusing akan hal itu, yeah.. karena menurutnya semua omongan mereka hanyalah omong kosong belaka yang tidak akan membuat kepala Haechan terbelah dua.
"Hyung?"
Tak menyerah, Haechan memanggil hyungnya untuk yang kedua kalinya.
KRIET~
Kini pintu kamar Mark telah benar-benar terbuka, dan Haechan telah masuk ke dalamnya.
Hati kecil Haechan sedikit teriris melihat pemandangan menyedihkan yang ada didepannya.
Tepat didepannya kini, Mark sedang tertidur dengan mata sayu, ah! Ia juga menggunakan bantalan pada kaki dan lututnya.
'Benar kata bibi Jung, Hyung memang sudah sadarkan diri tapi kelihatannya dia masih kesakitan' pikir Haechan dalam hati.
'Bangunkan tidak, ya?' timbang Haechan
Haechan benar-benar ingin membangunkan hyungnya, namun melihat mata sayunya yang tertutup dan nafasnya yang tidak teratur, dia merasa menjadi orang yang paling jahat jika ia tetap membangunkan hyungnya sekarang, tapi ia punya banyak pertanyaan dalam benaknya sendiri.
Akhirnya Haechan menarik kursi belajar dari meja belajar Mark dan perlahan duduk di samping ranjang Mark dan dengan mata yang tidak bosan-bosannya mengamati wajah Mark.
'Pasti sakit ya, hyung?'
'Hyung.. jawab aku, dong'
'Hyung kok diam saja?'
Haechan terus melontarkan pertanyaan yang ingin iya tanyakan pada Mark di dalam hatinya.
HUKSS..
HUKS..
'Apa tidak boleh, sakitnya kita bagi dua saja?'
Haechan mencenkram kain celana sekolahnya yang belum ia ganti semenjak insiden Mark, bahunya bergetar hebat menahan tangis yang sedari tadi ingin pecah.
HUKSS!
Dan dengan tidak terduga..
Lagi-lagi..
Cairan bening itu keluar dengan tidak tahu malunya dari pelupuk mata Haechan.
'Aku tidak mau seperti ini!'
HUKSS..
'Malaikat, tolong hyungku, jangan biarkan dia memikul apa yang tidak kuat ia pikul'
'Malaikat, bolehkah? Jika sakit hyungku dibagi dua saja?'
'Boleh ya?'
HIKS.. HIKS..
HIKS…
"Agh…"
Mark mengerjapkan matanya.
Ia terusik.
"Hyung?" sambar Haechan sambil buru-buru menghapus air matanya dengan tangan.
Mark terkikik kecil saat sudah mendapatkan fokusnya. "Kau barusan menangis?"
Dan langsung di balas dengan tatapan datar oleh Haechan.
"Tidak"
"Bernarkah? Tapi kulitku terasa basah, rasanya banyak air yang tumpah, asalnya dari mana ya? .."
"YAK! JAHAT!"
Mark tertawa tertahan. "Hahaha, siapa suruh bohong? Omong-omong kau menangisi siapa?"
"Ah? Tentu saja.. kau ingin tahu aku menangisi siapa, hyung?"
"Siapa orang tampan itu?"
"Ah dia, orang gila yang sama sekali tidak tampan. Entahlah aku jadi menyesal telah menangisinya"
"Eiyy! Jangan begituu, awas ya kalau nanti kau menangisi aku lagi!"
"Kau sungguh menyebalkan, hyung!"
Mark tertawa hambar.
"Hahaha, lagipula kenapa kau menangis? Eh? Yang aku tahu Haechan yang ku kenal adalah sosok yang tegar, bahkan dia adalah sosok yang selalu mengihuburku, selalu menenangkanku saat aku merindukan ayah yang tengah bekerja diluar kota, atau bahkan lembur di kantor sambil berkata 'hyung, ayah kan bekerja untuk kita juga'. Ah ya! Dia juga sosok yang sangaaaaattt dewasa, dia adalah bocah kecil yang tingkat kedewasaanya jauh melebihiku. Lalu kenapa kau sekarang terlihat cengeng? hahaha"
"Memangnya aku sedewasa itu ya? Di mata semua orang?"
"Ya, kau adalah sosok dewasa yang selalu aku kagumi."
Haechan menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
"Terimakasih karena sudah mengagumiku, tapi kau harus tahu kalau aku tetaplah seorang anak kecil yang masih cengeng" jelas Haechan
Haechan memandang Mark dengan serius. "Aku adalah anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang, dari siapapun.."
"Dan aku adalah anak kecil yang tetap harus kau lindungi, hyung.." tambahnya lagi.
"Tentu saja, aku akan melindungimu" jawab Mark pasti.
"Selalu.." tambahnya lagi.
.
.
.
Kringgg~
Kringgg~
"Akh.. jam berapa sekarang?" gumam Haechan pelan, masih belum sadar betul dari alam tidurnya.
Mata Haechan membulat besar.
Dan dengan buru-buru ia bangkit dari kasurnya. "Sial! Sudah jam setengah 7!"
Haechan dengan cepat melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi, tanpa berlama-lama lagi mulai membasuh dirinya yang agak kotor dan bau dengan shower (menurutnya menggunakan bath up sudah benar-benar tidak efisien dengan waktu yang ia punya) karena semalam ia sama sekali tidak kepikiran untuk membasuh tubuh akibat insiden Mark, tidak memerlukan waktu yang lama untuk Haechan keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandinya.
Dan bau semerbak sabun langsung terasa memenuhi ruangan besar itu.
"Ah, dimana dasi ku? Sialan" runtuknya kesal karena dasi yang benar-benar harus dikenakan oleh seluruh siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) entah sedang dimana posisinya, dengan buru-buru Haechan mengenakan seragam lengkapnya dan berjalan menemui bibi Jung yang sudah pasti ada di dapur.
"Bi, lihat dasiku tidak?" tanya Haechan buru-buru sambil mengambil gelas susu dan segera menyeruputnya dengan cepat.
"Seingatku, kau meletakannya di bawa tangga kemarin, coba cari dulu sana" jawab bibi Jung tanpa mengurangi konsentrasinya di dapur sedikitpun.
"Oke"
Haechan berbalik meninggalkan bibi Jung dan belari kecil menuju tangga, dan BINGO! Ternyata dasinya benar-benar ada disitu.
Baru saja Haechan ingin melanjutkan langkahnya untuk keluar rumah namun sepertinya ia melupakan sesuatu, masih ada yang kurang.
'Apa ya yang kurang?' pikir Haechan dalam hatinya.
'Apa ya…'
'Hmm…'
"Ah! Bodoh! Aku lupa akan tasku"
Dengan buru-buru Haechan membalikan badannya dan berlari menuju kamarnya dan mengambil tasnya – yang hampir saja tertinggal di kamarnya sendiri –
Dan tentu saja ia melawati kamar Mark.
Oh? Kalian tidak lupakan bahwa faktanya kamar Mark dan Haechan itu bersebelahan.
Namun tanpa sengaja ia melihat pintu kamarnya.
'Sedang apa ya Mark hyung di dalam?' pikir Haechan dalam hati.
KRIET~
Akhirnya Haechan memutuskan untuk mengunjungi Mark sebentar, untuk sekedar bertanya bagaimana keadaan dia sekarang sebelum berangkat sekolah, Haechan juga sudah berfikir kalau Mark tidak akan berangkat kesekolah bersama dengannya.
"Mark hyung?"
"Ya? Ah kau Haechan."
"Hyung tidak kesekolah ya?"
"Tidak Chan.. mana mungkin aku ke sekolah dengan keadaan seperti ini." ucap Mark sambil meringis pelan, namun Haechan tetap dapat mendengarnya.
Dengan mendengar Mark berkata seperti itu saja sudah dapat disimpulkan bahwa keadaan Mark hari ini belum cukup baik, Haechan rasa tidak ada gunanya lagi dia bertanya 'Bagaimana keadaaanmu, hyung?' pada Mark ia juga tidak ingin memperkeruh perasaan kecewa Mark.
"Aboeji… kapan dia pulang?"
"Entah, 3 hari lagi, mungkin? Aku tidak sengaja mendengar percakapan bibi Jung lewat telepon dengan Appa kemarin, entahlah aku sedih karena Appa tidak langsung pulang dan melihat keadaanku." ucap Mark lemas.
Ups! Sepertinya Haechan salah pertanyaaan.
"Dia malah menyuruh bibi Jung untuk memanggil tukang pijat, padahal aku inginnya dia, Appa yang datang padaku untuk melihat keadaanku." tambah Mark sedih.
Ah.. kalau keadaanya seperti ini, Haechan juga jadi bingung sendiri menghadapinya, seutas tali penyesalan melilit hatinya dan mulai mengintimidasi
'Kalau tahu jawaban hyung begini aku tidak melontarkan pertanyaan yang tadi, akh!' pikir Haechan dengan sesal
"Ah.. aku, kalau aku jadi hyung juga aku pasti kecewa tapi, tolonglah mengerti Appa juga hyung, disanakan dia bekerja bukan jalan-jalan, lagi pula aku yakin Appa mengira kau hanya keseleo biasa jadi dia tidak memutuskan untuk langsung pulang, lagi pula kan setidaknya kita masih memiliki quality time bersama dengan ayah setidaknya sekali seminggu, kau tidak perlu sesedih itu, hyung."
Mark menggaruk tengkuk lehernya pelan, lagi-lagi dia kalah dewasa dengan Haechan. "Ah.. kau benar, maafkan aku."
Dan Haechan hanya menarik ujung bibirnya dengan sangat manis. "Aku harus pergi ke sekolah, hyung."
"Hati-hati, jangan sampai terjatuh ya!" perintah Mark.
Dan Haechan hanya membalasnya dengan kikan kecil.
"Aku pergi dulu"
.
.
.
Mark menatap nanar kakinya yang mulai bengkak.
Mengerutkan wajahnya selayaknya orang yang sudah tua dengan keriput sana sini sedang marah.
Dia bosan.
Sangat bosan.
Ntah apalagi yang harus dia lakukan saat ini, jadi Haechan pasti menyenangkan. Dia bisa berlari, bersekolah, dan tentunya bermain bersama-sama dengan temannya di sekolah, tidak ada hal yang lebih baik dari bermain dan melakukan hal yang gila bersama sahabat kalian, bukan? Barusan Mark baru saja menutup gadgetnya karena dia sudah bosan menjelajahi semua yang ada di gadgetnya, kalau sebelum masuk tadi Mark tengah chatting dengan Jaemin – sahabatnya di sekolah – namun sekarang kan tengah jam pelajaran, jadi ia tidak bisa lagi chatting dengan sahabatnya itu bisa-bisa nanti handphone milik Jaemin disita kalau ketahuan bermain handphone saat kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung.
Mark menghembuskan nafasnya dengan gusar, rasanya ia jadi iri dengan Haechan.
HUFT!
'Kalau begini lebih baik aku tidur kembali'
Dan Mark pun kembali mengistirahatkan tubuhnya dan memeluk selimutnya yang agak terasa dingin akibat sapuan AC kamarnya yang tentu saja dihidupkan dari semalam.
.
.
.
"Haechan, jangan ganggu Mark dulu, dia akan pergi kerumah sakit jangan ganggu dia!"
.
"Mark, kau tidak boleh berbicara dengan Haechan dulu ya, hanya untuk sementara waktu saja kok"
.
"Haechan! Kau juga harus menjauhi Mark mulai sekarang, jangan dekati dia lagi, nanti dia akan lelah jika kau ajak bermain terus!"
"T-tapi… a-aku hanya ingin menanyakan keadaannya saja kok.. hikss.. aku ingin bertemu Mark hyung!"
"Tidak boleh! Sekali tidak boleh tetap tidak boleh!"
"A-aku tidak a-akan meng.. hiks mengganggunya, aku janji! Hiks.. aku tidak akan menganggunya.. hiks hiks kumohon…"
"Tidak bisa, Mark akan merasa terganggu jika kau ada di dekatnya"
"Aku tidak hiks.. akan membuat hikss.. nya lelah… aku mohonnn hiks.."
.
.
.
Haechan menghembuskan nafasnya kasar mengingat perilaku semua orang yang mendiskriminasikan dirinya.
Sudah dua minggu berlalu semenjak insiden Mark terjadi, appanya – Johnny Lee – langsung pulang begitu tahu bahwa keadaan Mark memburuk semenjak bagian persendiannya di urut – oleh tukang pijat yang appanya pesan untuk Mark – . Belakangan ini Haechan selalu merasa sendiri dan kesepian bahkan hampir setiap saat, karena sekarang orang yang biasa ia tempeli – Mark – tidak bisa ia tempeli seperti biasanya, hanya karena Mark, Haechan yang biasanya periang mendadak menjadi bisu seribu kalimat.
Dan sekarang kalian tahu, bukan? Seberapa besarnya nama 'Mark Lee' berdampak bagi kehidupan Haechan Lee?
Haechan juga merasa bahwa ada bagian dari kebiasaannya sehari-hari yang menghilang satu persatu.
Tidak ada lagi berangkat sekolah dengan mobil yang sama dengan Mark, walaupun sekolah mereka berbeda tapi mereka selalu berangkat bersama.
Tidak ada lagi candaan-candaan yang cukup mengihubur saat lelah-lelahnya ia sehabis pulang sekolah.
Hidupnya kini terasa sangat monoton, seperti tidak ada yang harus di perjuangkan atau yang harus dia raih di masa depan.
Ah yang terpenting, tidak ada lagi kelakuan jahil hyungnya yang terus menemaninya setiap waktu.
Semuanya.. hilang sudah.
Yang Haechan benci adalah semua orang mendiskriminasikannya, bahkan bibi Jung sekalipun.
Semua orang tidak punya waktu untuknya dan Haechan sangat membenci itu.
Semua orang melarang Haechan untuk bertemu dengan Mark, bahkan untuk tegur sapa sekalipun, mereka semua berubah, mereka berubah menjadi jahat.
Dia benci karena semua orang berpikir bahwa Haechan adalah seorang anak kecil yang akan membuat seorang Mark Lee kesusahan setengah mati , itu sebabnya mereka melarang Haechan bertemu dengan Mark.
Dia benci karena Mark juga membiarkan mereka semua melarang Haechan untuk bertemu dengannya, Haechan benar-benar membenci itu.
Tidak ada lagi quality time minimal sekali seminggu dengan Johnny.
Tidak ada lagi perhatian kecil yang biasa Johnny lontarkan kepadanya.
Semua perhatian Johnny yang dulu ia dapat, semuanya sudah di limpahkan sampai tumpah keluar untuk Mark, ya.. hanya untuk Mark seorang. Dan Haechan benci mengakui bahwa ia iri dengan Mark. Ia benci mengetahui bahwa perhatian yang dulu ia dapat dari Johnny telah hilang tanpa sisa.
Bahkan Mark pun telah hilang.
Dia benci dianggap dewasa oleh semua orang, dia benci menjadi adik kecil yang terlampau dewasa, sungguh dia membenci hal itu.
Karena itu, semuanya menjadi berpikir bahwa Haechan baik-baik saja dengan keadaan seperti ini, nyatanya tidak sama sekali.
Dia benci bagaimana hidupnya yang menyedihkan ini berjalan mulai dua minggu yang lalu.
Mereka semua benar-benar tidak memperhatikan Haechan lagi.
Dia bahkan benar-benar tidak tahu, bagaimana kondisi Mark sekarang, sakit apa yang Mark alami, bahkan Diagnosa dari dokter sekalipun, semua tentang Mark, mereka semua tidak memberitahu apa-apa pada Haechan.
Kasih sayang mereka semua berpaling untuk Mark, dan menyisahkan 0% kasih sayang untuk Haechan.
Haechan benci saat menyadari hilangnya semua kasih sayang itu karena Mark.
Dia benci Mark.
Dan dia telah memantapkan hati…
Untuk..
… Membenci Mark mulai sekarang.
.
.
.
TITT~
TITTT~
"Ahhh! Tuan Johnny Lee anda sudah sampai?"
Dengan bergegas bibi Jung belari kecil keluar rumah mendekati mobil Johnny dan segera siap di depan pintu kiri disebelah kursi pengemudi.
CLEK~
"Ayo Markkeu biar bibi bantu" ucap bibi Jung pelan sambil memegang tangan Mark dan membopohnya masuk kedalam ruangan tamu.
"Kau haus? Kau ingin minum? Mau kubuatkan susu atau teh, Mark?"
"Tidak bi, cukup satu gelas air mineral saja, aku haus" ucap Mark pelan dengan mata yang setengah terpejam.
Dengan gesit bibi Jung berlari menuju dapur demi mengambil segelas air putih untuk Mark, setelah ia memberikan segelas air putih kepada Mark, ia juga mulai membuat kopi hitam untuk Johnny.
Setelah meletakan gelas berisi kopi hitam di depan meja Johnny, mereka semua duduk di ruang tamu dengan ketenangan dan ketegangan yang luar biasa.
Mereka semua berkumpul disitu, baik bibi Jung sampai supir sekalipun.. dan hanya satu orang yang tidak ada di ruang tamu sekarang ini…
Dan orang itu adalah Haechan.
"Bagaimana hasil check lab milik Mark? Sudah keluar kan?" tanya bibi Jung pelan.
Raut wajah Johnny terlihat begitu membingungkan sekarang, sulit di tebak dan seperti memancarkan aura yang seakan akan berkata 'Kenapa kau harus bertanya tentang itu, sih?'
"Sudah, hasil check lab sudah keluar." Mark menjawab pertanyaan bibi Jung dengan lantang.
"Bagaimana hasilnya?" sambar bibi Jung cepat.
"Mark positive menderita penyakit Systemic lupus erythematosus" Johnny menjawab dengan cepat mendahului Mark.
Dan suasana bertambah tegang sekarang.
"Aku akan membawa Mark ke Amerika minggu depan, aku memiliki kerabat disana kebetulan dia dokter di rumah sakit yang juga termasuk rumah sakit andalan di New York, aku juga sudah bertanya kepada dokter bagaimana cari mengurangi gejala-gejala yang dialami oleh Mark, dia bilang sebenarnya medis sudah memiliki alat canggih untuk bagian terapi sendi dan lain-lainnya, tapi di Korea Selatan belum tersedia karena alatnya masih sangat langka dan juga harga jualnya masih sangat mahal karena harga jual masih dengan harga lelang. Kerabatku bilang di rumah sakit yang ia tempati, mereka memiliki alat itu dan dia menyuruhku untuk membawa Mark pindah tempat untuk sementara waktu sampai pengobatannya selesai"
"Dad.. tapi aku tidak ingin pindah ke New York, aku ingin disini, disana aku tidak punya siapa-siapa.. sementara disini.. aku punya Haechan, Kau, Jaemin and many more.. I don't wanna be alone there.."
"Mark! Berhenti memikirkan Haechan" tegas bibi Jung. "Pikirkan dirimu, pikirkan kesehatanmu, kau harus melupakannya untuk sementara waktu. Yang terpenting kau harus sehat dulu"
"Tapi ak-"
"Stop it Mark! Please! Just follow my directions, okay? Don't ever dare you think about them anymore, think about yours, stop thinking about Haechan, Daddy have sure that Haechan will be alright soon, okay? Don't you worry 'bout that, he will understand it."
"But Haehcan.. he really didn't know anything just happened here, Dad. He will feel confused soon!"
"I will tell him, then. Please Mark, just think about your recovery soon, don't thinking about someone anymore, think about yours. I really won't you leave as this soon."
Johnny menghembuskan nafasnya kasar, dia benar-benar tidak ingin kehilangan Mark dalam waktu secepat ini, ia tidak mau!
"Okay!"
Mark ngucapkannya dengan sedikit berteriak.
"I will go then. But promise me that if I go back with hale and healthy soon you have to promise me that you guys won't separate me with Haechan anymore. Promise me!"
Dan Johnny membalas ucapan Mark dengan cepat dan tanpa keraguan. "I promised"
.
.
.
Seorang namja bersurai hitam bergerak kecil didalam balutan selimut tebal di sore hari itu.
Nafasnya yang tidak teratur lagi menandakan bahwa kini ia telah terusik dari alam mimpinya.
Dan akhirnya mengerjapkan matanya beberapa kali dan mulai membuka matanya guna mencari fokus.
"Akh.." ringisnya pelan.
Rasanya badannya sakit semua, mungkin akibat posisi tidur yang kurang baik. Semenjak pulang sekolah tadi siang kira kira jam satu siang, dia melihat Mark (yang mungkin akan pergi ke rumah sakit) dan mengabaikannya begitu saja.
Haha kalian tidak lupa kan?
Tidak ada lagi Haechan yang berusaha bertanya bagaimana keadaan Mark mulai sekarang, dia benci dengan semua penolakan dari orang-orang jahat itu. Dan akhirnya dia berhenti melakukannya.
Ah.. Haechan juga merasa Johnny sempat melirik pada dirinya, namun seperti yang sudah dia duga, Johnny (lagi-lagi) mengabaikan keberadaan Haechan, tentu saja, Haechan sudah sangat menduganya.
Dan akhirnya dia hanya berjalan dengan santainya tanpa memalingkan wajahnya sedikitpun, berjalan seakan-akan dia tidak melihat ada manusia yang berdiri di rumah itu. Setelah melewati mereka semua (dengan gaya seakan tidak melihat apapun) dia segera naik menuju kamarnya dan bebaring ditempat tidurnya yang empuk.
"Jam berapa sekarang?" gumam Haechan pelan, masih setengah sadar dari alam bawah mimpinya.
"Ah.. jam 7 malam"
Haechan mengangkat tubuhnya perlahan, walaupun berat rasanya untuk bertarung dengan daya grafitasi berlebih pada kasur, tapi rasa lapar yang menyerbu pencernaannya jauh lebih penting untuk dipuaskan sekarang.
Dia bangkit dengan cepat dan berjalan kecil menuju pintu yang akan membawa dirinya keluar dari kamarnya.
Sayup-sayup ia mendengar ada seorang yang berbicara meskipun ia masih di dalam kamarnya.
KRIET~
Dan akhirnya pintu berwarna cokelat itu terbuka dengan decitan pelan dan menegaskan suara yang tadinya sayup-sayup ia dengar, dia melirik dan mengalihkan kepalanya kearah sumber suara dan mendapati Johnny sedang sibuk sekali dengan handphonenya yang ada di telinganya, dan Haechan mendengar suara Johnny yang tegas dan lantang.
"Aku sudah menyusun jadwal untuk terbang ke New York, aku dan Mark akan pergi bersama dan aku akan menemaninya disana sampai terapi pertamanya membuahkan hasil."
DEG
DEG
DEG
'Appa akan pergi keluar negeri?'
Jantung Haechan benar-benar terpompa sepuluh kali lebih cepat sekarang, dia benar-benar tidak perduli lagi jika Mark akan melakukan pengobatan dimanapun, namun.. appa nya juga akan ikut dengan Mark dan itu artinya…
"Appa tidak akan pernah punya waktu lagi padaku…" monolog Haechan sambil memandang dinding di depannya dengan pandangan kosong.
Haechan melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah tempat Johnny sedang bertelpon.
Ia ingin protes! Dia juga anak Johnny, dia ingin membuat Johnny menarik semua ucapannya tadi, dia masih membutuhkan kasih sayang dari Johnny!
"Appa!" sela Haechan sedikit berteriak.
Johnny melirik kearah Haechan sebenentar dan berkata padanya. "Maafkan appa ya. Appa benar-benar sangat sibuk sekarang"
Dan Haechan hanya membulatkan matanya saat Johnny pergi meninggalkannya begitu saja sambil terus bertelpon dengan orang yang kata Johnny penting itu.
Dan akhirnya memandang kosong lantai yang ada di bawahnya.
"Aku memang tidak akan pernah dianggap lagi…"
Cairan bening itu lagi-lagi lolos dari kelopak matanya yang indah.
HIKS..
"Dan aku… a..ku.. hiks…. Ak..u.. mem..ben..ci mu.. Mark.."
Dan untuk yang pertama dari empat belas tahun hidupnya, ini adalah yang pertama kalinya ia memanggil hyung nya dengan sebutan nama saja.
.
.
.
Seminggu telah berlalu semenjak kejadian 'Johnny yang bertelpon dengan orang penting' dan kemarin Johnny begitu juga dengan Mark sudah berangkat menuju New York, dan Haechan tidak tau menahu sama sekali perihal keberangkatan mereka itu, yang ia tau saat ia bangun pada pagi hari tidak ada lagi suara-suara kecil Johnny yang berasal dari kamar Mark terdengar dari kamar Haechan, tidak ada lagi tingkah laku bibi Jung yang sedikit kerepotan karena harus menyiapkan perlengkapan Mark untuk kerumah sakit, tidak ada lagi diskusi di ruang tamu yang sebenarnya sering Haechan perhatikan dalam diam.
Dan yang paling menyesakkan dada Haechan adalah…
Tidak ada lagi Johnny di tempat ini, mereka semua sudah hilang menyisahkan dirinya dan bibi Jung di rumah lumayan besar ini.
.
.
.
Detik demi detik, menit demi menit Haechan lewati dengan senyuman palsu setiap hari, Haechan jagonya dalam beracting sekarang.
Hari demi hari, ia lewati tanpa mengembalikan semangat hidupnya.
Di sekolah SMP nya dulu memang tidak ada yang pernah tahu kalau Haechan mempunyai seorang kakak laki-laki, dan sampai sekarang pun dengan teman-temannya ia tidak pernah mengakui bahkan dirinya sendiripun tidak pernah merasa bahwa ia memiliki sosok kakak laki-laki.
Appanya menjadi seratus kali lebih sibuk, dan dia sungguh sudah kebal dengan semua kelakukan Appanya itu, dia terus saja bolak-balik Seoul – New York untuk melihat keadaan Mark, malah belakangan ini sepertinya Johnny akan menetap disana, kalau dia pulang ke Korea dia tidak pernah pulang kerumah paling hanya mampir ke kantor mengurus berkas atau meeting yang sangat penting dengan client, sesudah itu pulang ke kantor juga dan besoknya langsung kembali lagi ke New York. Haechan benar-benar merasa bahwa ia sudah dilupuakan.
Minggu demi minggu ia lewati dengan rasa perih yang bertambah setiap detiknya.
Sekarang Haechan sudah menduduki bangku SMA dan appanya bahkan tidak datang saat upacara kelulusan yang di adakan beberapa bulan lalu, Haechan sedih karena malah bibi Jung yang datang mewakilinya dengan pakaian yang cukup mahal dan berlagak seperti perempuan itu adalah walinya Haechan, padahal tidak lebih dari bibi yang mengurusi pekerjaan rumah di rumah Haechan.
Haha, kehidupan Haechan ternyata semenyedihkan ini ya..
Mungkin para iblis sedang menertawakannya sampai terbahak-bahak saat ini, Haechan tidak peduli.
Ah iya.. Mark juga memberikan Haechan kado kelulusan beberapa bulan lalu namun baru melihat bungkusnya dengan nama pengirimnya saja sudah membuat Haechan muak, dan akhirnya dia membuka kamar Mark dengan penuh emosi dan membuang kado itu tak lupa dengan tatapan kebencian yang luar biasa hingga isinya berserakan dan segera menutup pintunya dengan kasar.
Dia tidak perlu hadiah dari Mark, yang dia butuhkan adalah Johnny, Appanya.
Persetanan dengan Mark, dia tidak peduli lagi dengan laki-laki yang terakhir kali ia liat bersurai cokelat itu.
Bulan demi bulan ia lewati dengan keangkuhannya.
Tahun demi tahun berlalu tanpa kasih sayang dari orang tuanya membuat Haechan Lee menjadi seseorang yang angkuh dan nakal.
Dia mulai membully teman sekelasnya sana sini, dan saat Haechan diminta gurunya agar membawa walinya kehadapan gurunya, ia tidak takut sama sekali.
Sekarang bibi Jung sudah tidak kaget lagi kalau Haechan bilang gurunya ingin menemui bibi Jung, dia sudah sangat terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Bibi Jung tidak berubah.. dia berpikir bahwa Haechan selama tiga tahun ini baik-baik saja.
Bibi Jung berpikir bahwa Haechan yang sekarang masihlah sama dengan Haechan yang dulu ia kenal.
Bibi Jung tidak pernah tau bahwa mulai kelas 2 SMP lalu seharusnya dia sudah tidak boleh lagi mempercayai Haechan dengan mudahnya.. semua orang tidak pernah tahu kalau Haechan begitu tersakiti..
Semua orang tidak pernah tahu bahwa Haechan telah berububah total..
Dan bibi Jung mempercayai kata-kata Haechan bahwa dia adalah korban bullyan, dan semua yang gurunya bilang tentangnya adalah serentet kata-kata kebohongan.
Bahkan sambil menangis Haechan bilang bahwa mereka semua – guru guru Haechan – telah ditipu oleh mereka yang menyakiti Haechan, mereka semua merekayasa semua kejadian yang terjadi, Haechan bilang dia adalah korban pembullyan yang tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Dan bibi Jung percaya itu.. dengan mudahnya dia percaya dengan semua penjelasan Haechan.
Bibi Jung tidak tahu bahwa selama tiga tahun ini, setiap dia dipanggil ke sekolah Haechan untuk bertemu gurunya, Haechan lah yang sebenarnya mengarang alur cerita.
Haechanlah yang mengarang kalau dia adalah korban bullyan tapi sebenarnya dia adalah orang yang membully, dan bibi Jung tidak tahu menahu akan itu semua.
Pernah bibi Jung ingin memberitahu pada Johnny bahwa Haechan selama tidak ada dirinya dibully, tapi Haechan melarang keras dengan alasan bahwa fokus Johnny akan terpecah untuk kesembuhan Jaemin.
Hahaha.. iblis akan benar-benar menertawakannya sekarang, padahal mendapatkan perhatian Johnny adalah hal yang ia tunggu-tunggu, tapi kalau begini caranya Johnny juga lama-lama akan tau bahwa Haechan hanyalah seorang lelaki kecil si tukang bohong.
Kalian tidak akan menyangka bukan, bahwa hidup Haechan selama ini berjalan semenyedihkan itu?
Kalau tidak karena hobbynya yang baru yakni bertengkar dengan orang lain dia tidak akan mau melanjutkan hidupnya lagi, mungkin dia sudah bunuh diri sejak lama.
Dan entah kenapa.. walaupun rasa perih dihatinya tetap bertambah setiap detik hidupnya, dia lebih suka kehidupannya yang seperti ini.
Ia suka hidup nya yang baru, yang penuh keangkuhan dan kenakalan dimana-mana.
Entah dia menyukainya karena begitu kesepian, atau alami saja menyukai hidupnya seperti ini…
… atau mungkin iblis yang menyeretnya untuk menyukai kehidupan seperti ini?
Ia tidak tahu.
.
.
.
" Ugh.." Haechan meringis pelan.
Dia benar-benar lelah hari ini, dia baru saja latihan taekwondo, ah.. semenjak kelas 2 SMP dia memutuskan untuk mengikuti les bela diri, itu sangat berguna untuk seorang bocah nakal seperti dia.
Dia membaringkah tubuhnya yang agak lengket dan masih dibaluti oleh seragam sekolah ke atas sofa.
"Haechan-ah.. apakah itu kau?" suara bibi Jung menyapu pendengaran Haechan.
"Ya, bi? Ada apa?" jawab Haechan tanpa bergerak dari posisinya berbaring diatas sofa panjang diruang tamunya.
"Ah kau habis latihan piano? Kau lelah?" tanya bibi Jung basa-basi
"Ah, ya.. aku habis latihan piano bi."
– Dusta.
Haechan bilang pada bibi Jung bahwa ia ikut les piano selama ini, bukan les taekwondo, tentu saja! Karena kalau dia jujur bibi Jung akan curiga kenapa dia bisa jadi korban bullyan disekolahnya.
Ah sesekali ia juga pura-pura memainkan piano dirumahnya dengan alasan berlatih, dia sebenarnya bisa memainkan piano karena dia mengambil ekskul musik dari SMP sampai sekarang ini, untuk mengisi waktu luang katanya.
Kau memang malaikat kecil pembohong yang berkedok malaikat, Haechan-ah!
"Maaf jika aku mengganggu waktu istirahat mu, tapi aku ingin mengabarimu tentang hal yang pasti membuatmu bahagia, Haechan-ah" ucap bibi Jung dengan binar di bola matanya, Haechan dapat melihat itu.
"Apa itu?" jawabnya singkat.
Sebenarnya ia tidak begitu tertarik, paling apa sih hal bahagia menurut bibi Jung? Gajinya di naikkan oleh Appanya? Geez.. itu sama sekali tidak membahagiankan Haechan, lagi pula sejak kapan mereka memberitahukan dirinya sesuatu yang penting, ia kira semenjak tiga tahun yang lalu dia sudah tidak dianggap lagi.
"Ayahmu.. besok dia akan pulang dari Amerika, dia tidak akan kembali lagi kesana Haechan-ah!"
Deg!
Apa? Benarkah?
"Yang benar bi?!" Haechan benar-benar tidak dapat menyembunyikan senyuman lebarnya saat ini.
"Aku tidak akan bohong, Haechan-ah. Dan kau tau hal yang paling membuatmu bahagia apa?" binar di mata bibi Jung semakin terlihat saja sekarang.
"Apa itu?"
Haechan mengerutkan dahinya, ada lagi? Memang apalagi yang dapat membuatnya lebih bahagia dari Appanya yang pulang kerumah?
Melihat kerutan tanda bingung yang tercetak jelas diraut wajah Haechan bibi Jung segera berkata padanya. "Mark, Hyung mu, Mulai besok dia juga akan tinggal di Korea dan tadi pagi mereka sudah akan berangkat dari Amerika menuju Seoul, Haechan-ah!"
DEG.
DEG.
DEG.
DEG.
Apa-apaan ini…
Senyuman yang tadi bertengger di wajah Haechan kian memudar tanpa disadari oleh bibi Jung.
Kenapa..
Kenapa HAMA itu harus bersama appaku segala? ….
… Kenapa?
"Kau senang kan Haechan-ah?! Kenapa diam saja?" tanya bibi Jung masih dengan sumringah di wajahnya
"A-apa? A-Ah! Iya aku terlalu kaget, hahaha kau benar itu benar-benar berita baik, bi" Haechan buru-buru mengganti raut wajah kebingungangnya tadi dengan senyuman.
"Baiklah, kalau begitu aku ingin belanja bahan makanan dulu, mungkin nanti malam mereka akan sampai kesini, ada bulgogi dikulkas, tinggal dihangatkan saja ya, aku pergi dulu, Haechan-ah"
Dan akhirnya bibi Jung pergi meninggalkan Haechan tanpa mengetahui bahwa yang barusan Haechan tunjukan padanya adalah senyuman paslu, senyum yang dipenuhi oleh kepedihan.
BLAM
Suara pintu yang ditutup agak keras tidak juga menyadarkan Haechan.
Haechan memandang lantai di depannya dengan tatapan nanar.
Aku kira aku bisa bahagia walau hanya sebentar saja..
Dia tertawa dalam diam, semakin kencang dan semakin kencang, tertawa lepas layaknya orang gila.
Tapi akhirnya dia tetap aka ada di dalam hidupku, ya? Bolehkah jika kau menghilang saja, Mark?
Entah sudah berapa banyak kali tetesan bening dari kelopak matanya meluncur dengan tidak tahu dirinya.
Dia tersenyum miris.
Dia takut.. sangat takut..
Dia takut tidak dianggap siapa-siapa lagi oleh ayahnya..
Dia takut semua kejadian tiga tahun yang lalu terulang lagi, dia takut mengingat bahwa mereka sama sekali tidak memikirkan dirinya lagi..
Dia takut untuk mengakui fakta itu lagi.
Haechan melemah, badannya terhuyung jatuh ke atas lantai keramik.
"J-ja-jangan.."
HIKS
"J..jangan terjadi lagi.. ku mo.. hon.. HIKS…"
"Jangan.."
.
.
.
"Haechan-ah.. Haechan-ah…" bibi Jung mengguncangkan tubuh Haechan pelan.
"Haechan-ah bangun…"
"Mereka sudah disini, Haechan-ah.."
Haechan mengerjapkan matanya berulang-ulang dan mulai membuka matanya perlahan, memandang langit-langit kamarnya sembari mencari fokusnya lalu memandang orang yang ada di sebelah kanannya.
"Ahn? Bibi Jung?" panggil Haechan.
"Ya, ayo cepat kebawah Haechan, mereka sudah datang, kita akan makan malam bersama, ayo ini sudah pukul 7 malam"
BLAM.
Setelah mengingatkan Haechan untuk makan malam, bibi Jung pergi meninggalkannya sendirian di kamarnya dan menutup pintu.
Haechan membulatkan matanya.
DEG.
DEG.
DEG.
Jantungnya berdetak dengan sangat tidak normal sekarang, entah kenapa tiap detakan.. Haechan merasakan sesuatu yang mengiris hatinya.
Haechan mulai bangkit dari kasurnya dengan langkah sempoyongan.
DEG.
DEG.
Dan untuk yang kedua kali dalam hidupnya, dia merasa gugup untuk bertemu dengan Mark.
Haechan mulai melangkahkan kakinya secara perlahan menuju ruang makan yang ada dilantai bawah, dengan detak jantung yang belum normal juga, tentunya.
Satu langkah.
TAP.
Dua langkah.
TAP.
Tiga langkah.
TAP.
Dan akhirnya dia tepat berada di atas anak tangga terakhir yang menghubungkan lantai dua dan lantai satu rumahnya.
"Haechan-ah.."
DEG!
Racauan detak jantung Haechan tengah menggila sekarang. Suara itu.. suara lembut itu.. sudah lama dia tidak mendengarnya, suara itu.. suara orang yang mengambil semuanya dari Haechan.
Haechan meremas dadanya dalam diam, dia harus menenangkan pacuan jantungnya agar cairang bening itu tidak lagi-lagi keluar dari kelopak matanya.
'Sakit sekali..' ucapnya dalam hati.
"Haechan-ah.. aku pulang"
.
.
.
.
To Be Continued.
Hallo, readers-nim! icchi comback HAHA nah kemaren kan aku janji mau update ff johnnyten kan? sebenernya tinggal nulis ending nya aja sih.. jadi ceritanya tuh aku mau ikut giveaway ff nct disalah satu official account line, tapi karena aku sibuk banget kemarin dan ngetiknya gak keburu yaudah, aku gajadi ikut giveaway itu dan.. sekarang aku udah gak sibuk karena sudah terbebas dari UN HAHAHA bye un smp~ (iya aku masih smp hehe) jadikan sayang ini ide dan harus aku hargai, jadi aku akan tuangkan ideku ke akun ffn kuh! HAHA
dan.. aku ini markhyuck shipper salam kenal! sudah (sangat) banyak membaca ff markhyuck dari situs ffn :(, aku addicted :( ah ya! biasanya aku review pake nama "kakikukakukaku" karena males login hehe, dan aku suka banget sama author Hirudinea, aku gak disuruh promosiin dia kok, tapi aku cuma mau ngasih recommend ke kalian mungkin kalian ada yang baru mencoba untuk terjun kedalam dunia ffn dengan pair markhyuck, aku sangat menyarankan untuk membaca semua ff ff dengan pair markhyuck milik beliau, karena jujur semua karya dia dengan pairing markhyuck, saya suka.
laluuu untuk kak Hirudinea aku menunggu semua ff markhyuck yang kau tulis. : semangat nulis! HEHEHE maafkan aku sok akrab :
oh iya.. untuk ff ini aku bakal buat twoshot aja, jadi nantikan yah! untuk pernghargaan cukup kasih aku penyemangat dengan cara mereview! doakan aku agar tidak sok sibuk yah, hehe.
regards,
icchi.
ps: maaf kalau masih ada typo ya, karena ini udh aku edit sih, seharusnya ga ada lagi :(
pss: maaf ya gak update yaoi (tbh aku fujoshi) karena di giveaway dilarang keras yaoi jadi aku buat brothership saja :
