DARK PASSION 18+ (Chap.1 SASUKE)

Pairing: Sasu/Hina always.

Rating: M

Tags: Romance/ Hurt/ Comfort

Slight kibahina,Sasuino

Disclaimer: All characters in this story belongs to Masashi Kishimoto

Happy reading..

##########################

"Aku memaafkanmu Sasuke kun.. Selalu.."

Hinata mengatakannya tanpa sedikitpun mengurangi senyuman diwajahnya.

Sebuah tangan besar terulur dan menggenggam erat jemari lentik Hinata, membuat Sasuke tanpa sadar menggertakkan giginya.

Kiba tersenyum pada sosok ringkih disampingnya. Tanpa sedikitpun merasa bersalah pada Sasuke yang terus menatap tajam kearahnya, entah sengaja atau tidak, pemuda itu bahkan merengkuh pundak Hinata kearah pelukannya. Dan sialnya, Hinata hanya diam dalam perlakuan Kiba.

Sasuke mengepalkan tangannya kuat - kuat menahan emosi. Berani benar anak anjing ini menyentuh gadisnya! MILIKNYA!

"Hinata.." Sasuke jelas sedang berusaha menekan emosinya, "aku haus, bisakah kau pesankan makanan dan minuman di counter?"

Hinata menatap Sasuke sejenak, menepuk jidatnya pelahan gadis itu lalu menggumam, "Aah.. kau benar Sasu kun.. betapa tidak sopannya aku.." Sebelum kemudian beranjak meninggalkan dua pemuda itu sendiri.

Kiba terus memperhatikan punggung Hinata yang berjalan menjauhi mereka.

"Cepat sekali.. Tidak ku sangka secepat ini kalian akan bersama kembali.."

Mata coklat Kiba menatap mutiara hitam didepannya dengan tatapan mengejek.

"Kukira aku akan memiliki sebuah kesempatan.."

"Jangan mimpi, bocah anjing!" Hardik sasuke geram, "Hinata adalah milikku, bahkan jika harus berujung maut dibawah cakarmu sekalipun, akan kuladeni kau.."

Kiba tertawa mengejek.

"Tapi tidak saat berada diatas tubuh menggelinjang nikmat milik perempuan itu kan? Aah.. siapa namanya?" Kiba pura - pura memasang wajah polos penuh tanya, lalu tiba - tiba matanya mengerjab seolah menemukan jawabannya.

"Oh ya.. namanya Yamanaka.. I - no.."

Sebuah serigai tipis mengembang tatkala Kiba menyadari ucapannya mengena dengan telak. Terbukti dengan wajah pias lawan bicaranya. Bom tampaknya perlu sedikit demi sedikit dijatuhkan.

"Aku bahkan sanksi kau bisa mengingat Hinata saat mengecap permainan ranjang perempuan itu.."

Kiba puas melihat Sasuke hanya mampu diam dan tidak terkutik. Walau sikap tenang bak batu karang itu tetap terpasang diwajahnya, Kiba yakin jauh dalam hati, harga diri pria ini telah hancur berkeping - keping.

"Kapanpun Sasuke.. kapanpun.." Kiba berbisik, memajukan wajahnya kearah Sasuke dan menatap iris pemuda didepannya itu lekat - lekat, demi menaburkan satu - persatu garam diluka lawannya.

"Sedikit saja aku melihat air mata jatuh dimata rembulan itu.. kupastikan Hinata akan ganti menggeliat nyaman dalam pelukanku.. Diranjangku.."

Sasuke meraih kerah kemeja Kiba dan membanting kepala pemuda itu diatas meja restoran tanpa perduli pekikan pengunjung lain. Nafasnya memburu. Seolah setengah mati menahan lava yang menggelegak dalam relung dadanya siap meledak.

"BAJINGAN TENGIK!" Teriak Sasuke.

Uchiha Sasuke. Belum pernah ia menampakkan emosi sedemikian kentara. Nyata ucapan Kiba yang menantang untuk menyentuh area pribadinya begitu mengancam harga dirinya.

"Jangan coba - coba!" Desis Sasuke, "sebelum kau lakukan itu, kupastikan nyawamu telah hilang ditanganku.."

"Sasuke kun! Kiba kun! Kalian ini kenapa?" Teriak Hinata dengan panik berusaha melerai kedua pemuda didepannya.

Sasuke dengan enggan segera melepas cengkramannya.

"Tidak apa, Hime.. Kami hanya sedikit berdiskusi sebagai sesama pria.." Kiba tersenyum seraya berdiri dengan angkuh membetulkan kerah kemejanya, sementara Sasuke hanya mendengus kesal.

"A.. Ayo.. kita bicara diluar saja.." Cicit Hinata merasa tidak enak dengan pandangan sekitarnya.

"Tidak.. Aku pulang saja Hime.." Kiba mengambil rokok diatas meja dan meraih jasnya, "aku sudah melakukan apa yang bisa kulakukan. Paling tidak, anak ayammu itu sekarang bisa berfikir jutaan kali sebelum menghianatimu lagi.."

Kiba meraih kepala Hinata dan mengecup kening gadis itu dengan penuh rasa sayang, "Hubungi aku setelah kau sampai rumah.."

.

.

Sasuke memalingkan wajahnya, berusaha keras menekan amarah karena teringat kembali sikap kurang ajar Kiba.

Sementara Hinata tetap setia berjalan disampingnya.

"Mau kemana kita?" Tanya Hinata.

Sasuke menggandeng tangan hinata dan membimbing gadis itu mendekati sebuah cafe. Namun Sasuke menghentikan langkahnya dan menoleh saat dia merasakan sebuah tahanan ditangannya.

"Ada apa? Kau tidak ingin kesana? Bukankah itu tempat favorit kita kencan?"

Hinata menatap nanar tempat itu.

Kakinya beringsut mundur.

Sasuke memejamkan matanya dan mengeram pelan.

Aah,iya.. Benar juga.. Ia baru ingat, ia juga pernah mengajak Ino kencan disana, dan Hinata tahu persis hal itu.

Sasuke menghela nafas berat menyadari entah sudah seberapa dalam trauma yang ia tanamkan dalam hati gadis ini.

"Mau ke apartemenku?" Tanyanya kemudian.

Hinata hanya mengangguk dalam diam, menunduk dan tidak memperhatikan luka yang sama kini membayang dionyx kekasihnya.

.

.

Akhirnya disinilah mereka, dikamar apartemen Sasuke. Memasak sebuah omu rice dan makan malam diatas sofa sambil menikmati dorama.

Setelah membereskan piring bekas makan, Hinata kembali duduk disamping Sasuke.

Sasuke menyandarkan kepalanya diceruk leher Hinata dan mencium aroma khas milik gadis itu. Tangannya bergerak naik meraih dagu Hinata, mencoba menjangkau manisnya madu yang tersimpan dibibir mungil sang dara.

"Ah.. kau ingin teh atau kopi panas, Sasu kun?"

Sasuke tidak bodoh dengan tidak menyadari sikap penolakan tersirat Hinata barusan. Namun Sasuke tetap memilih bungkam dan mengikuti alur permainan Hinata.

'Demi menjaga perasaan gadis itu.'

"Kopi saja.." Jawabnya kemudian. Tidak lupa ia memasang senyuman lembut.

Dan Hinata juga tidak sepolos itu untuk tidak menyadari bahwa Sasuke cukup terluka dengan sikapnya barusan.

Namun apa daya, 'seperti reflek', demikian Hinata menyebutnya, saat tubuhnya masih merasa 'geli' pada sentuhan sasuke -definisi lain untuk kata jijik- bila dia ingat menemukan lelaki itu tengah bercinta dengan perempuan lain. Sahabatnya. Orang yang paling ia percaya. Dikamar apartmen sahabatnya.

Hinata sebenarnya juga bukan pendendam, namun hatinya masih terlampau sakit dan berdarah walau kata 'memaafkan' telah meluncur dari mulutnya. Dan itu tulus.

"Hinata.." Sasuke menggenggam erat tangan gadis itu, "tidak usah memaksakan diri.."

Hinata menatap manik kelam Sasuke. Gadis itu seolah menggumamkan sesuatu sebelum kemudian menggeleng lemah.

"Uum.."

Ini sudah keputusannya. Sesakit apapun, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia masih mencintai lelakinya ini.

Sasuke memeluk gadis didepannya ini dengan jutaan perasaan yang tidak terdefinisikan.

"Sombong jika aku bilang aku akan selalu setia, Hinata. Sombong juga bila aku mengatakan aku mengerti perasaanmu saat ini. Namun aku jujur mengatakan bahwa aku masih dan akan selalu mencintaimu." Sasuke meraup wajah sendu dihadapannya, "Aku jujur mengatakan aku tidak akan bisa hidup tanpamu.."

Sasuke meletakkan dahinya didahi Hinata.

"Aku mencintaimu, Hinata.." Desisnya diantara isak getir hinata yang mulai terdengar samar.

"Aku mencintaimu.."

"Dan aku akan menunggumu.. menunggu hingga kau bisa mencintai dan menerimaku seperti sedia kala.." Bisik sasuke perlahan.

Hinata membenamkan kepalanya didada sasuke, mengeram, menjerit dalam tangis yang pilu.

Sasuke tahu dia egois dan serakah.

Dia ingin Hinata disisinya, mencintainya. Namun ia juga masih menginginkan tawaran liar beserta seluruh kesenangannya diluar sana.

Sasuke tidak menampik hal semacam itu dan lebih memilih untuk memendamnya dalam hati. Biarlah hasrat itu tetap menjadi hasrat tergelap bagi dirinya sendiri.

#TBC