Beautiful Sakura

Disclaimer : I don't own Naruto, all charcters belong to Masashi Kishimoto, but this story is mine.

Pairing : Sasuke x Sakura

Warning : AU, OOC, typo, etc.


Ramai dan sesak. Dua kata itu sangat cocok menggambarkan situasi sebuah lorong di gedung fakultas Pendidikan jurusan bahasa inggris yang riuh rendah dipadati oleh mahasiswa dan mahasiswinya. mereka terlihat berkmpul di satu titik layaknya sebuah koloni semut yang tengah mengerumuni makanan. Mereka berdesakan di depan sebuah papan pengumuman besar yang terpampang di lorong gedung. Dari sekian kepala di sana terdapat satu kepala berwarna pink yang terlihat mencolok diantara yang lainnya. Haruno Sakura, gadis pemilik surai berwarna pink atau merah muda itu merupakan mahasiswi semester tujuh jurusan pendidikan bahasa inggris di Universitas Hidden Leaf. Jangan bertanya mengapa diusianya yg masih 20 tahun ia sudah mulai menyusun tugas akhir untuk mendapat gelar sarjana, well Sakura merupakan gadis yang pintar, jadi bukan masalah jika ia menargetkan untuk lulus di semester delapan saat usianya nanti genap 21 tahun.

Dengan berdesak-desakkan serta menjijitkan kaki jenjangnya, Sakura berusaha mencari namanya diantara kerumunan orang-orang yang memenuhi papan pengumuman. Sungguh hal itu terasa melelahkan baginya, dengan tinggi hanya 158 cm dan berat badan 48kg sebenarnya cukup ideal namun ia terlihat mungil diantara kerumunan kawanannya.

"OMG!" Sakura membelalakan matanya, menatap horor namanya yang disandingkan dengan dua dosen killer andalan kampus. Entah mengapa tubuhnya jadi lemas seketika. Bayangan dirinya yang mengikuti wisuda tahun depan tiba-tiba berubah menjadi samar-samar.

"Ra!"

Tepukan dan panggilan dari belakang tubuhnya membuat Sakura sedikit berjengit dan reflek menoleh ke belekang.

"Ino!" Sakura berseru garang pada sesosok gadis pirang yang nyengir kuda ke arahnya. "Kamu bisa buat aku jantungan, No!"

"Please deh, aku cuma nepuk saja kamu kaget begitu. Eh, bagaimana? "

Sakura masih menatap sebal pada lawan bicaranya, "Masalahnya momennya itu tidak tepat, Ino Sayang." Ada penekanan di suku kata terakhir saat Sakura membalas ucapan Ino. Bukannya menjawab pertanyaan Ino sedetik kemudian Sakura justru memasang wajah sendu. "Kamu sih tidak tahu betapa syoknya aku hari ini lihat papan pengumuman," ujar Sakura memulai drama queen nya.

Ino mengerutkan kening namun karena tidak nyaman harus berdiri diantara orang-orang yang berdesakan, ia kemudian menyeret Sakura keluar dari hadapan papan pengumuman yang masih dipadati mahasiswa-mahasiswi semester uzur.

"Kamu kenapa? Judul kamu ditolak?"

Sakura menggeleng sebagai jawaban.

"Hmm… Telat daftar terus daftar ulang semester depan?"

Lagi Sakura menggelengkan kepala.

"Terus?"

"Aku. Dapat. Pembimbing Oro sensei dan Ibiki sensei, Ino!"

Ino menganga dengan wajah super bodoh mendengar kata-kata Sakura dan sedetik kemudian ia berujar "Waaah!"

Sakura berdecak, malas menanggapi sahabatnya yang tidak bisa diharapakan. Ia kemudian melengos pergi meninggalkan Ino yang masih takjub.

"Gila! Kamu hebat deh, Ra. Itu dua dosen kalau berdua duet bimbing kamu, sepertinya kamu bakalan langsing dalam seminggu," cerocos Ino ketika dia sudah menyamai langkah Sakura. Tangannya mencekal tangan Sakura supaya mereka bisa berjalan beriringan.

"Tauk ah!" Sakura menyentakan tangan Ino kemudian berlalu pergi kembali meninggalkan Ino yang sudah terkekeh-kekeh menertawakan nasib apes Sakura.

.

.

.

Dering ponsel berwarna putih di dalam tas Sakura menyadarkan lamunannya yang sedang meratapi nasib. Saat ini Sakura tengah duduk sendirian di sebuah café favoritnya. Sempat sebelumnya Ino menemani Sakura di sini, namun tidak lama Ino harus pergi untuk bertemu dengan kekasihnya, Sai.

"Halo, Ma… "

"Aku sedang di dekat kampus, iya, yasudah nanti aku jemput Moegi sebentar lagi."

Sakura mematikan ponselnya, dan kemudian menaruhnya kembali di dalam tas. Ia harus bergegas menjemput Moegi keponakannya di TK, sebelum Tayuya, kakaknya akan mengamuk jika ia tidak segera membawa putrinya yang berisik itu pulang.

Taman kanak-kanak Kasih Ibu II ternyata cukup jauh, Sakura sudah salah perkiraan. Ia tidak tahu kalau taman kanak-kanak itu mempunyai cabang hingga tiga. Ya Tuhan, tidakkah kakak dan ibunya mengerti jika ia sedang bergalau ria meratapi nasib kuliahnya, tapi mereka justru membuat dirinya sekarang berputar mengelilingi kota untuk mencari TK keponakannya.

'Ibu dan Kakak sama kejamnya… huhuhu…'

Sudah hampir setengah jam Sakura berkeliling, sebentar lagi Moegi pulang, ia harus sesegera mungkin menemukan TK itu dan membawa pulang Moegi, kalau ia terlambat sedikit saja keponakannya bisa menangis di sekolah dengan heboh atau lebih parahnya Moegi diculik. Oh, tidak! Ia tidak mau mati muda karena digantung oleh ibu dan kakaknya. Walaupun kemungkinannya kecil jika ada yang mau menculik anak kecil menyebalkan seperti Moegi. Pun ia sebagai tante yang baik tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Dengan panik Sakura segera tancap gas, namun di belokan ke dua lampu merah menyala. Sakura mengedarkan pandangan sesaat, melihat kondisi yang kebetulan cukup sepi dan nampak tak ada satupun polisi lalu lintas, Sakura menyeringai. Sedikit smirk di wajahnya Sakura menginjak pedal gas menerobos lampu merah. Ia melirik jam di tangan kirinya menunjukan pukul sembilan lebih lima belas menit , masih ada sisa empat puluh lima menit sampai Moegi pulang sekolah, pikirnya riang. Namun… sayang sungguh sayang Sakura tidak menyadari ada sebuah motor mengikuti laju kendaraannya. Sakura baru menyadarinya saat motor itu melaju menyamai mobilnya dan si pengendara memberi tanda untuk meminta Sakura menepi.

Sakura masih mengendarai mobilnya dengan kecepatan normal, ia memperhatikan pengendara motor yang menyalip dari arah kanannnya. Baru setelah ia memperhatikan lebih seksama pakaian si pengendara yang tak lain dan tak bukan adalah Po-li-si ia buru-buru menepikan mobilnya.

Sakura turun dari mobil dengan ragu dan sedikit gugup, pasalnya ia baru menyadari kalau ia sepertinya ketahuan sudah menerobos lampu merah dan buruknya lagi ia tidak membawa surat ijin mengemudi.

'Sial, sial, sial!'

Sakura merutuk dalam hati, padahal sebelumnya ia yakin betul kalau di lampu merah tadi tidak ada satupun polisi.

"Ehem, siapa nama anda, Nona?

"A-anu… eh, maksud saya… sa-saya Haruno Sa-Sakura,"

"Anda tahu kesalahan anda mengapa saya memberhentikan anda di sini?"

'glek!'

"Ta-tahu, Pak. Saya menerobos lampu merah yah, Pak?"

"Kalau sudah tau kenapa bertanya dan nekat menerobos juga?" Polisi itu memperhatikan Sakura dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Masih sekolah sudah bawa mobil, mau jadi cabe-cabean?"

'What the?!'

Sakura melotot tidak terima diberi gelar yang 'enggak banget' untuk dirinya. "Saya ini sudah dua puluh tahun, Pak. Sudah Mahasiswi."

"Kalau begitu sayang sekali sikap kamu tidak mencerminkan usia dan pendidikan kamu."

'Jlebbb !'

Sakura memperhatikan pak polisi yang terlihat cukup tampan di usianya yang terlihat sudah matang, kalau tidak ingin disebut tua. 'Ganteng-ganteng kok mulutnya pedas. Amit–amit.' Sakura membatin sambil diam menahan emosi.

"Mana STNK kamu?"

Sakura mengeluarkan STNK dari dalam dompetnya, lalu menyerahkannnya pada si polisi itu secara perlahan. Sakura sudah komat kamit dalam hati supaya polisi di hadapannya—

"SIM nya?"

―tidak bertanya tentang SIM.

Polisi itu menengadahkan tangan ke arah Sakura meminta apa yang ia minta. Sedangkan Sakura sudah meringis dengan wajah pucat, bodohnya ia lupa membawa SIM yang entah di mana ia lupa menaruhnya. Salahkan dirinya yang pikun dan sering lupa menaruh sesuatu.

"Pak maafkan saya, sungguh saya lupa dimana SIM saya, SIM saya hilang."

"Oh."

Sakura cengo dengan tampang bodohnya, ia sudah ketakutan, tapi pak polisi―ehem ganteng ehem ini menurut Sakura―dengan cueknya hanya mengucapkan dua huruf o dan h.

"Besok kamu ke kantor polisi bagian selatan, temui saya kalau sudah ada SIM nya," ujar polisi itu seraya menyerahkan surat tilang kepada Sakura, "dan mobil kamu saya sita sementara."

'Ya Tuhan!'

.

.

.

Tragis, sungguh tragis nasib Sakura hari ini. Sepertinya kesialan masih senang menghinggapinya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itu sepertinya sangat pas untuk menggambarkan keadaan Sakura saat ini.

Setelah memutar di dua arah berbeda dengan menaiki taksi, Sakura akhirnya menemukan TK yang di cari. Tidak ingin membuang waktu lama ia bergegas turun dari taksi untuk mencari keponakannya, membelah kerumunan anak-anak dan orang tua masing-masing anak yang ramai di halaman depan TK.

Setelah celinguk-celinguk tidak jelas, Sakura akhirnya memutuskan bertanya pada seorang wanita yang terlihat seperti ibu guru.

"Permisi, apa Ibu tau kelas A di mana? Saya ingin menjemput—"

"Bunda?"

Belum selesai Sakura menjelaskan maksud dan tujuan ia ke TK ini, seorang gadis clik berambut hitam bermata merah menghampirinya dengan wajah sendu yang cukup membuat hati Sakura terenyuh.

"Bunda…?"

Anak itu berjalan mendekat sedikit demi sedikit, ada keraguan saat ia melangkah menuju Sakura namun setelah sedikit lagi ia mencapai Sakura, gadis cilik itu berhenti dan dalam sepersekian detik ia menerjang Sakura memeluk paha Sakura erat dengan berurai air mata dan jangan lupakan sebutan bunda yang terdengar memilukan bak adegan sinetron yang mengharu biru.

"A-ano… "

Sakura gelagapan memandang si bocah dan ibu guru itu bergantian, ia tidak ingin ada kesalahpahaman di sini. Hey, bahkan ia belum menikah bagaimana bisa ada seorang bocah memanggilnya dengan sebutan bunda? namun ibu guru itu tetap tersenyum haru memandang Sakura dan gadis cilik itu.

"Ah, rupanya anda adalah ibu Hikari-chan. Saya guru di TK ini perkenalkan nama saya Haibara Shion," ujar Shion yang salah mengartikan kegugupan Sakura."

"Sa-saya―"

Belum sempat Sakura membalas Shion dan menjelaskan semua kesalahpahaman yang ada, lagi- lagi ada yang memotong ucapannya.

"Shion, aku mencarimu ke mana-mana. itu suamimu sudah datang."

Shion berpaling ke arah seorang wanita yang juga nampak seperti seorang guru. "Ah baiklah, aku segera ke sana."

Shion kembali berpaling kearah Sakura dengan senyum lembut nan cantik miliknya, ia berujar "Kalau begitu, saya permisi Uchiha-san. Sampai jumpa." Shion menunduk dan kemudian melenggang pergi meninggalkan Sakura yang cengo dengan bodohnya mendengar sebutan yang di serukan guru berambut pirang itu kepadanya.

'Guru itu sok tahu sekali, sejak kapan margaku diganti menjadi Uchiha!'

Daripada ia memusingkan soal kesalahpahaman dengan ibu guru TK, Sakura lebih memilih mencari Moegi. Tapi tunggu, di sini ada gadis kecil yang masih setia nemplok di pahanya seperti cicak di dinding.

"Hai," kata Sakura kikuk menyapa gadis kecil imut yang setia menempel padanya. Ia berusaha melepaskan pelukan maut bocah itu dan kemudian menundukan tubuhnya untuk menyamai tinggi nya dengan si bocah.

"Siapa namamu gadis kecil?"

"Bunda lupa sama Hikari?" pertanyaan Sakura dibalas dengan pertanyaan membuat sudut bibir Sakura sedikit berkedut, bukan menahan senyum justru menahan jengkel.

"Hmm begini… umh― " Sakura mencoba mengingat kalau tidak salah anak itu menyebut dirinya Hikari, "Hikari-chan aku bukan ibumu atau bundamu, aku ke sini mencari keponakanku."

Hikari menampilkan raut wajah sedih, mata bulatnya sudah berkaca-kaca, sepertinya tangisnya akan meledak sebentar lagi. Sakura yang melihat itu buru-buru mengusap bahu anak itu untuk menenangkannya.

"Sssh… Jangan menangis, Sayang. Baikah-baiklah aku minta maaf ya," dengan berat hati sepertinya Sakura harus berpura-pura untuk sementara waktu, "Bu-bunda mau kau jangan menangis. Dan… maukah kau membantu Bunda mencari keponakan Bunda?" tujuan Sakura adalah menemukan Moegi terlebih dahulu setelah itu baru ia membereskan bocah yang bersama dengannya ini.

"Bunda punya keponakan? Siapa namanya?"

"Namanya Moegi, Sayang. Hikari-chan tahu?"

"Tahu!" seru Hikari bersemangat, ia begitu cepat merubah ekspresinya. "Hikari satu kelas dan satu bangku dengan Moegi, Bunda."

"Benarkah? kalau begitu ayo kita cari bersama!"

.

.

.

Seandainya wajah Sakura bisa dilipat seperti kertas, entah sudah berapa lipatan yang ada di wajah Sakura. Tampangnya sudah benar-benar kusut. Hari ini sepertinya adalah hari paling sial dalam hidupnya. Selama dua puluh tahun ini. Sudah dapat pembimbing killer, menjemput Moegi sampai harus berkeliling kota hingga ditilang polisi, ditambah lagi ada satu bocah yang mengaku sebagai putrinya. Rasanya Sakura ingin menyeburkan diri ke sebuah kolam.

Sakura menatap dua bocah yang sedang tertawa bahagia sambil memakan es krim di kantin TK. Sakura sedang menunggu ayah dari Hikari yang kata Hikari selalu menjemputnya. Sakura sudah menghubungi ibu Moegi bahwa ia dan Moegi akan pulang terlambat.

"Aku tidak tahu kalau bibi aku itu bundanya Hikari-chan, tahu begitu kita bisa sering main yah, Hikari," celoteh Moegi polos. Sumpah Sakura ingin rasanya menyumpal mulut Moegi, kalau tidak ingat dia masih kecil dan merupakan keponakannya.

"Iyah, nanti kita bisa sering bermain, Moegi-chan. Kau dan Bunda bisa bermain ke rumahku." Hikari tersenyum riang berbanding terbalik dengan raut wajah Sakura. Biarpun begitu Sakura tak kuasa menghancurkan senyum bocah bernama Hikari ini. Sakura tidak ingin bertanya lebih jauh tentang Bunda Hikari, ia takut jika salah bicara dan berakhir Hikari yang menangis. Ia juga membiarkan Hikari terus memanggilnya dengan sebutan bunda.

"Hikari…"

Sakura menoleh pada suara bariton yang dalam khas pria dewasa yang menyuarakan nama Hikari. Dengan slow motion sakura merubah wajahnya dengan wajah super syok saat melihat siapa pria yang memanggil Hikari yang kini tengah berdiri menjulang tidak jauh dari mereka duduk. Tak jauh berbeda dengan Sakura pria yang tadi memanggil Hikari sama terkejutnya dengan Sakura, namun pria itu buru-buru kembali memasang wajah datar nan jutek. Ia berjalan dengan sesantai mungkin menghampiri Hikari.

"Hikari, Ayah mencarimu di kelas tapi kau tidak ada, ternyata kau di sini."

Hikari tersenyum memandang ke arah ayahnya dan turun dari kursinya untuk mencium tangan sang ayah "Ayah cari Hikari ya? Tadi Hikari bertemu dengan Bunda terus Ayah juga lama tidak datang-datang, Jadi Hikari diajak Bunda sama Moegi makan es krim di sini sambil menunggu Ayah."

Sakura menelan ludah melihat ayah Hikari menatap ke arahnya. "Ja-jangan salah paham, Pak. Hikari yang ingin ikut dengan saya, putri bapak dan keponakan saya berteman, dan… ia yang umhh.. me- memanggil saya seperti itu, sungguh." Sakura mengoyang-goyangkan kedua tangannya di depan dada pertanda bukan maunya jadi seperti ini.

Pria itu diam sejenak sambil tetap memperhatikan Sakura dengan seksama. "Terima kasih sudah menjaga Putriku."

Ini benar-benar memalukan, apa benar dunia itu tidak selebar daun kelor? Sepertinya sih iya, Sakura merasa dunia ini sempit. Kenapa harus ayah dari Hikari adalah pak polisi GGJ alias ganteng ganteng jutek yang beberapa jam lalu menilangnya.

Sakura menggaruk tengkuknya yang tidak gatal pertanda ia sedkit salah tingkah. "Sama-sama," Sakura melihat papan nama yang tersemat di dada pria itu, "T-tuan Uchiha Sasuke."

"Aa, dan jangan lupa besok kau temui aku di kantor dan bawa SIM-mu."

'Sudah ditolong, masih saja jutek!' batin Sakura sambil mengangguk dan memasang senyum dipaksakan.

"Ayo, Hikari!" Sasuke menarik tangan Hikari namun Hikari enggan mengikuti.

"Bunda tidak pulang sama kita yah?"

Sasuke mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan polos Hikari. "Tentu saja tidak, Hikari."

Hikari memanyunkan bibirnya kemudian berlari ke arah Sakura dan menarik tangan Sakura ke bawah agar menunduk.

Sakura yang tidak mengerti maksud Hikari lalu menurut pada gads kecil itu, ia menundukan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Hikari. Tiba-tiba Hikari mencium pipi Sakura. "Bunda besok kita ketemu lagi yah…" ucapnya setelah memberikan ciuman di pipi Sakura kemudian berlari menuju Sasuke yang berdiri tidak jauh dari Sakura yang masih mematung.

"Sampai jumpa, Bunda, Moegi!" seru Hikari menyadarkan Sakura yang masih bingung dengan semua kejadian yang menghampirinya hari ini. Sakura menatap tubuh mungil Hikari yang menjauh sambil bergandengan dengan sang ayah.

Tidak ingin membuat kakaknya menunggu dan ingin segera beristirahat ia segera membawa Moegi pulang dan menyetop taksi. Ingatkan Sakura untuk menyiapkan serentetan alasan saat sampai di rumah jika ibu atau ayahnya bertanya kemanakah mobil cantik hadiah ulang tahunnya dari sang kakek yang ke-17.

TBC


A/N : hai semua penghuni FFn terutama Sasusaku lovers, saya mempersembahkan fic ini untuk semua Sasusaku lovers. Sekedar mencoba kembali untuk menulis walaupun saya tahu tulisan saya masih dan selalu berantakan.

please give me a feedback, RnR ya minna:)