A Lady and Her Life-time Battle

Cast : Hetalia Sweden, Nyotalia Sweden, Hetalia Denmark, Hetalia Prussia

Pairing : Hetalia Denmark/Nyotalia Sweden, Hetalia Prussia/Nyotalia Sweden

Rating : T

Genre : Drama, Angst, Hurt/comfort

Disclaimer : all characters belong to Himaruya-sensei

Warning : ini bukan cerita tentang Nation, melainkan human dan mengambil timeline Pomeranian War – World War I. please do not make a fuss about their ages! Akan ada chapter dengan adult scene. Super OOC. Typo. Don't like, don't read!


Chapter 1

House of Oxenstierna, Orebro – 1757

Para tamu undangan dari berbagai kalangan sudah tiba di kediaman Oxenstierna pagi itu. Berwald sibuk menyapa satu per satu tamunya, mempersilakan mereka untuk mencicipi hidangan yang sudah disediakan. Rumahnya yang terletak di dekat sungai Svartan itu mendadak menjadi sangat ramai. Ini hanya pesta pertunangan, sebenarnya. Tetapi Oxenstierna adalah keluarga terpandang dan dekat dengan keluarga kerajaan. Mau tidak mau, berita membahagiakan sekecil apa pun itu harus disebarluaskan dan dirayakan meski sederhana. Adiknya, Lucia, akan bertunangan hari ini dengan salah seorang petinggi militer Denmark, Mathias Kohler.

"Charles, tolong dampingi para tamu sebentar. Aku harus melihat persiapan Lucia," kata Berwald kepada kepala pelayan di rumahnya, Charles. Dia memohon diri sebentar untuk pergi ke kamar adiknya.

Dia mengetuk pintunya dan berkata, "Lucia, aku akan masuk."

Di dalam kamar, dia melihat Lucia sedang duduk di depan cermin. Istrinya, Tina Vainamoinen sedang menata rambut Lucia. Kedua sisi rambut Lucia dikepang, kemudian diikat menjadi satu di belakang kepalanya. Hiasan bunga daisy diletakkan di sisi kanan telinganya. Lucia terlihat sangat cantik sekali hari ini, ditambah dengan gaunnya yang sangat indah.

"Kak, lihatlah gaun ini," kata Lucia menyapa kakaknya dari pantulan cermin. "Tina yang membuatnya. Bagaimana menurutmu?"

Berwald menjawab, "Aku sudah melihat gaun ini lebih dulu, Lucia. Dia nyaris tidak tidur saat mengerjakannya."

"Jangan dengarkan kata-katanya, Lucia," balas Tina sambil melirik kepada suaminya.

"Apa Matt sudah datang, Kak?" tanya Lucia.

"Kalau dia datang terlambat, aku akan menyuruhnya pulang lagi ke negaranya. Akan kuberitahu jika dia sudah datang. Tina, dampingi adikku sebentar sementara aku menunggu Matt datang."

Berwald keluar dari kamar dan kembali menemui tamu-tamunya. Sementara itu, Tina masih sibuk memastikan tatanan rambut Lucia sudah terlihat bagus. Dari pantulan cermin, dia melihat Lucia tertunduk, pandangan matanya meredup.

"Ada apa, Lucia?" tanya Tina.

Lucia menggeleng dan menjawab, "Aku baik-baik saja, Tina."

"Kau tampak memikirkan sesuatu. Bicaralah, aku akan mendengarkan semuanya."

"Aku hanya berpikir kau sudah bersusah payah membuatkan gaun ini untukku. Padahal ini hanyalah pesta pertunangan, bukan pernikahan. Gaun ini indah sekali, Tina."

Tina tersenyum dan memegang kedua pundak adik iparnya. Dia berkata, "Kau adalah perempuan yang sangat istimewa untuk kakakmu, Lucia. Maka itu, aku ingin membuatkan sesuatu yang istimewa juga untukmu."

"Bagaimana aku harus membalas kebaikanmu?"

"Dengan kau berbahagia, itu sudah membayar segalanya, Sayang. Berbahagialah…"

Lucia kemudian berdiri dan berhadapan dengan kakak iparnya. Dia memegang kedua tangan perempuan berambut sebahu itu dan berkata, "Kau juga, adalah perempuan istimewa untuk kakakku. Kau sudah mendampinginya, melewati segala masa sulit bersama, selama bertahun-tahun."

"Kau dan kakakmu ini sama saja," balas Tina sambil tertawa dan sedikit tersipu. "Kita melewati semua itu bersama-sama, Lucia. Hidup kita berada di masa yang lebih baik sekarang. Masa lalu akan selalu diingat dan menjadi pelajaran. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita menciptakan kebahagiaan setelah masa sulit."

"Aku setuju denganmu, Tina…"

Terdengar suara ketukan pintu yang kemudian menghentikan pembicaraan kedua perempuan ini. Berwald berkata dari luar bahwa para tamu dari Denmark sudah tiba. Dia meminta keduanya untuk segera bersiap. Setelah memastikan dirinya sudah tampil baik, Lucia pun keluar dari kamarnya didampingi oleh Tina.

Semua pasang mata tertuju kepada sesosok perempuan yang sedang menuruni anak tangga perlahan-lahan menuju ruang tengah. Para tamu bergumam kagum pada Lucia yang mengenakan gaun panjang berwarna putih kebiruan. Berwald sudah menunggu di tengah ruangan bersama calon tunangan adiknya, Mathias. Laki-laki dari Denmark itu mengenakan atasan tunic berwarna merah, didobel jubah panjang yang terbuat dari bulu binatang, celana panjang berwarna cokelat dan sepatu boots. Sebilah pedang tersarung di pinggangnya. Sebuah lencana lambang kerajaan Denmark tersemat di dada kirinya. Ketika Lucia mendekat padanya, dia tersenyum.

"Kau cantik sekali hari ini, Sayang," bisiknya. Namun keduanya tidak sempat bertukar sapa karena Berwald sudah akan memulai acaranya.

"Ucapkan sumpahmu sebelum kau memasang cincin pertunangan kepada Lucia, Matt," katanya kemudian menyerahkan sebuah kotak cincin berwarna biru kepada Mathias. Laki-laki berambut cokelat keemasan itu menerimanya. Dia menatap kedua mata Lucia dan mengucap sumpahnya, "Aku bersumpah atas nama Tuhan, akan selalu membina hubungan yang baik di antara kami. Harga diri dan kehormatannya terletak pada ujung pedangku. Tetesan darahku akan menjadi bukti kesetiaanku padanya. Hingga kami memasuki jenjang pernikahan nanti…"

Cincin berwarna perak itu kemudian dipakai di jari manis tangan kiri Lucia. Mathias mencium tangan perempuan itu dan berkata, "Aku akan selalu melindungimu, Lucia Oxenstierna."

Selesai mengucap janji dan memasang cincin, Mathias mengajak Lucia berlutut di depan Berwald. Dia menarik pedangnya dan diangkat untuk diserahkan kepada laki-laki bertubuh tinggi tegap itu. Berwald mengambil pedangnya. Ujung bilah besi itu kemudian ditepuk dua kali ke bahu Mathias dan Lucia. Pedang itu dikembalikan lagi kepada Mathias. Ketika dia dan Lucia berdiri, para tamu undangan bertepuk tangan dan ikut berbahagia atas kedua pasangan ini. Gelas-gelas wine dan bir diangkat, mereka bersulang untuk keduanya. Berwald memberi perintah kepada seluruh pelayan di rumahnya untuk menghidangkan makan siang. Pesta pun kembali dilanjutkan sampai sore hari…

-000-

Malam itu, setelah pesta pertunangan selesai dirayakan, Berwald langsung mengadakan pertemuan kecil dengan Mathias. 2 gelas bir menemani pembicaraan mereka yang cukup menegangkan, mengenai peperangan yang akan mereka hadapi sebentar lagi.

Swedia akan berperang melawan pasukan Prusia di wilayah utara Jerman, tepatnya di wilayah Pomerania. Wilayah itu sebenarnya milik Swedia, namun pasukan Prusia mengusik keberadaannya. Hal ini terdengar oleh pihak kerajaan dan berniat untuk mempertahankan wilayah itu tetap berada di bawah kekuasaan Swedia. Namun sayangnya, negeri terbesar di daratan Skadinavia itu sedang mengalami krisis setelah kalah perang melawan beberapa negara. Berwald tadinya ragu untuk meminta bantuan kepada Mathias. Swedia sudah berdiri menjadi negeri sendiri sejak berpisah dari Kalmar Union. Dia berharap bisa mengatasi masalah ini tanpa bantuan siapa pun. Tetapi dia, sebagai salah seorang pemimpin pasukan, merasa kekuatan yang dimilikinya sekarang tidak lagi cukup untuk menghalau musuh. Mau tidak mau, dia harus meminta bantuan.

"Kau yakin negerimu bisa memenangkan pertempuan ini, Berwald? Sudah berapa kali kalian mengalami kekalahan jika berperang di luar daratan Skadinavia?" kata Mathias.

"Swedia masih berdiri kokoh sebagai negara berdaulat, Matt," jawab Berwald tegas. "Kami masih berupaya memperluas jajahan kami."

"Lupakan soal kedaulatan, Berwald. Seingatku, setelah kita berjuang melewati masa sulit di jaman dulu, kau ingin bisa hidup dengan tenang tanpa ada peperangan sedikit pun. Kau sudah punya istri, kau punya adik yang akan hidup bahagia denganku. Bukankah saatnya sekarang mewujudkan perdamaian?"

Berwald meneguk birnya sedikit sebelum kemudian dia berkata, "Aku akan mengakhiri peperangan ini. Aku sudah berjanji kepada Tina dan Lucia."

"Jadi kau berharap ini adalah peperangan yang terakhir?" tanya Mathias.

"Peperangan yang terakhir untukku, juga Lucia."

"Oh, kau akan membawa Lucy berperang juga, Berwald?"

"Dia bagian dari prajurit kerajaan Matt."

Mathias tertawa dan berkata, "Jika dia sudah resmi menjadi istriku, aku tidak akan mengizinkan dia untuk turun berperang lagi. Meski dia adalah bagian dari prajurit kerajaan…"

Berwald dan Lucia sudah cukup lama mengabdi kepada kerajaan sebagai prajurit. Mereka telah melalui berbagai macam peperangan, baik di daratan Skadinavia maupun di luarnya. Sama dengan Mathias, Berwald juga merupakan salah satu petinggi militer kerajaan. Dia akan menjadi orang pertama yang diperintahkan oleh rajanya jika negeri ini akan berperang. Lucia akan selalu setia mendampingi kakaknya berperang. Meski dia seorang perempuan, dia adalah prajurit ulung. Dia cukup piawai berperang menggunakan pedang. Dia pernah memimpin sekelompok kecil pasukan ketika berperang. Dia adalah prajurit pemberani, sama dengan kakaknya.

Keputusannya meminta bantuan kepada Mathias berujung pada pertunangan adiknya. Ini sebenarnya adalah sebuah syarat yang harus dipenuhi oleh Berwald. Mathias mau membantu Berwald asalkan dia bisa menikahi Lucia. Karena keberatan, dan masih dihadapkan dengan situasi genting di negerinya, Berwald belum setuju kalau Lucia harus menikah. Sebagai langkah awal, dia memutuskan keduanya untuk bertunangan dulu.

"Istirahatlah, Matt," kata Berwald kemudian mencoba melupakan segala kepenatan yang dirasakannya sekarang. Setelah menegak habis birnya, dia bersiap meninggalkan ruang pertemuan.

"Berwald," panggil Mathias. Berwald pun berhenti melangkah dan menoleh kepada Mathias. Orang Denmark itu menyeringai dan melanjutkan kata-katanya, "Aku akan menikahi Lucy setelah peperangan ini. Aku serius."

Berwald memilih untuk tidak menghiraukan kata-kata Mathias. Dia keluar dari ruangan itu dan pergi ke kamar adiknya. Mathias memang sangat serius ingin menikahi Lucia sejak lama. Berwald sengaja menghalangi niatannya itu karena dia sangat sayang pada adiknya. Lucia adalah satu-satunya keluarga Oxenstierna yang tersisa untuknya. Dia tidak ingin adiknya itu cepat menikah. Karena dengan menikah, Lucia akan meninggalkannya. Dia tidak mau berpisah begitu cepat dengan adiknya.

Selesai bertemu dengan Mathias, Berwald pergi ke kamar adiknya. Dia sangat berharap berbicara dengan adiknya bisa sedikit menenangkannya. Dia masuk ke kamar dan mendapati Lucia sedang menyisir rambut panjangnya di depan cermin. "Oh, ada apa, Kak?" tanya Lucia dari pantulan cermin.

Berwald berdiri di belakangnya, menatap adiknya dari pantulan cermin. Dia berkata, "Aku harap kau bisa mempersiapkan diri untuk peperangan di Jerman, Lucia."

"Tentu saja, Kak," jawab Lucia tegas. "Aku akan ikut berperang denganmu."

Perempuan itu kemudian berdiri dan berhadapan dengan kakaknya. Dia berkata, "Apa Matt mengatakan sesuatu padamu, Kak?"

Berwald mengepal kedua tangannya dan berkata, "Aku akan mengakhiri peperangan ini, Lucia."

"Apa?"

"Aku…akan membawa perdamaian ke negeri ini…uuukh…" tiba-tiba hati laki-laki itu terasa sesak, dan dia tidak tahan lagi dengan segala perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Dia mencengkeram kepalanya dan berkata lirih, "Maafkan aku, Lucia. Sungguh…"

"Berwald…" reaksi Lucia kemudian langsung mendekap kakaknya dengan erat. Dia tahu betapa beratnya tanggung jawab yang dibebankan raja Swedia kepada kakaknya. Perang demi perang mereka lalui, senjata berbagai jenis telah mereka usung. Kemenangan adalah buah yang sangat manis, sedangkan kekalahan adalah buah yang sangat pahit. Ke mana takdir akan membawa mereka kali ini?

"Kakak, aku akan berperang bersamamu," kata Lucia mencoba menenangkan kakaknya. "Aku akan mengusung senjata bersamamu. Aku akan mengikuti semua kata-katamu. Aku tidak akan berhenti berperang sebelum kau menyuruhku berhenti."

"Lucia…" ucap Berwald lirih. "Lucia…berjanjilah untuk tetap hidup."

"Iya, Kak. Aku akan tetap hidup untukmu. Aku prajuritmu, aku kaki tanganmu. Kesetiaanku hanya untukmu."

"Seharusnya aku mampu berperang tanpa meminta bantuan siapa pun. Tetapi…"

"Kita kekurangan pasukan, Kak. Aku tahu itu. Aku tidak menyalahkanmu sampai harus meminta bantuan kepada Mathias."

"Tetapi merelakanmu menikah dengannya adalah sesuatu yang tidak aku inginkan, Lucia. Maka itu aku memaksa kalian untuk bertunangan dulu sampai segala peperangan di negeri ini berakhir."

Mathias memang sudah sejak lama ingin menikahi Lucia. Tetapi Berwald selalu menghalangi niatnya. Hingga hari ini tiba, Mathias masih menyimpan niatannya itu. Pertunangan akan menjadi langkah awalnya membina hubungan dengan Lucia. Syarat ini dipenuhi oleh Berwald demi bisa melengkapi formasi dan strategi perangnya.

"Berwald, istirahatlah. Tina sudah menunggumu di kamar," kata Lucia.

"Ya, kau juga. Tidurlah, Lucia. Kau sangat lelah, kurasa," balas Berwald sambil melepaskan diri dari dekapan adiknya. Dia membelai wajahnya dengan lembut dan melanjutkan, "Berbahagialah, kau pantas berbahagia."

"Kau juga, Kak. Berbahagialah…"

-to be continue-


A/N : minna-san, apa kabar? lama saya gak menyambangi (saelah bahasanya!) fandom ini. udah berapa lama sejak terakhir saya nulis di fandom ini ya? Akhirnya saya kembali dengan cerita yang sebenernya udah saya rencanain dari dulu2.

Yep, about my favorit OTP, Prussia/Nyotalia Sweden & Denmark/Nyotalia Sweden. Gak tau kenapa saya suka banget ngeliat mereka. Belom pernah nemu fanartnya sih. Cuma kayaknya manis aja gitu kalo mereka dijadiin pairing. Saya emang suka banget pairing minor ato crack pairing macam ini.

Karena ini bercerita tentang Human, jadi saya pake nama2 Human mereka. Untuk Denmark, karena saya inget banyak yang bilang namanya Mathias Kohler, jadi saya pake nama itu. himaruya-sensei kayaknya beda nama lagi deh, bukan Mathias. Untuk nyotalia Swedennya juga saya pake nama Lucia Oxenstierna. Terus terang saya gak banyak tau soal namanya. Di tumblr banyak yang nulis nama Lucia untuk nyotalia Sweden. So, saya pake nama itu jadinya.

Bicara soal timeline, seperti yang saya bilang di warning, saya pake timeline Pomeranian War – World War I. maunya sih sampe WW II, cuma liat nanti deh. Trus soal umur, well, don't make a fuss of it. Anggep aja mereka berumur panjang. Ato kalo saya boleh bikin teori sendiri, per abad adalah umur mereka. Abad 18 berarti umur mereka 18 tahun. Abad 19 berarti umur mereka 19 tahun, begitu seterusnya. Pomeranian War dimulai tahun 1757, berarti masuk abad 18. Jadi umur semua character di sini adalah 18 tahun. Simple as that!

Mau komen ato review, silakan. Tapi kalo gak suka, jangan FLAME ya. Kan udah dikasih warning, don't like don't read. Chapter 2 coming up next!